Mana di RI gudangnya wong murtad belum ada yg dibantai padahal FPI sukak main 
tangan sendiri dg ngepruki warung miras tapi soal murtad rapopo. Paulus anak 
wedus.  

--- In proletar@yahoogroups.com, <proletar@yahoogroups.com> wrote:

 Kalo emang kitab lu betul spt yg lu bilang, ngapain hrs ngebantai orang yg

mau keluar dr Islam yg berarti maksa orang jadi Islam selamanya?



Kalo emang kitab lu betul, ga perlu ngiming2i orang dgn bidadri dan cowok

cantik, bukan?



Kalo ada yg masuk Islam setelah baca Quran, mereka ga lbh cuma pengen kaya

dgn ngerampok, pengen jadi pedophile dgn halal atau pengen ngentotin

bidadari. Itu jg tujuan lu, bukan?







2013/9/2 < tawangalun@... >



 > **

>

>

> Gulo TEM wong atheistpun Prof lagi bisa tergugah oleh Kitab saya,tapi kamu

> krn memang matamu sudah dipicakkan Allah,kupingmu sudah dibudekkan Allah yo

> jangan harap ada yg  bisa menggugah kamu.

> Paulus anak wedus.

>

> --- In proletar@yahoogroups.com , < proletar@yahoogroups.com > wrote:

>

> Nyatanya ga ada yg bs ngebuktikan kebenaran Quran ke gua, Quran itu penuh

>

> dgn kbejadan, kekonyolan dan kesalahan, hehehe...

>

> Emang ga salah jg yg dibilang si Lang, tinggal nentang QUran krn kekonyolan

>

> dan kebejadan yg ada di Quran, atau terima aja apa yg ada di Quran, jadi

>

> kebo dungu yg dicocok hidung.

>

> 2013/9/2 < tawangalun@... >

>

> > **

>

> >

>

> >

>

> > ���Kalah��� Melawan Alquran, Dr Jeffrey Lang Menerima 
Islam Senin, 07

> Maret

>

> > 2011, 19:27 WIB Komentar : 0 123people.com Dr Jeffrey Lang A+ | Reset

>

> > | A- REPUBLIKA.CO.ID-Sejak kecil Dr Jeffrey Lang dikenal ingin tahu. 
Ia

>

> > kerap mempertanyakan logika sesuatu dan mengkaji apa pun berdasarkan

>

> > perspektif rasional. ���Ayah, surga itu ada?��� tanya 
Jeffrey kecil

> suatu kali

>

> > kepada ayahnya tentang keberadaan surga, saat keduanya berjalan 
bersama

>

> > anjing peliharaan mereka di pantai. Bukan suatu kejutan jika kelak

> Jeffrey

>

> > Lang menjadi profesor matematika, sebuah wilayah dimana tak ada tempat

>

> > selain logika. Saat menjadi siswa tahun terakhir di Notre Dam Boys 
High,

>

> > sebuah SMA Katholik, Jeffrey Lang memiliki keberatan rasional terhadap

>

> > keyakinan akan keberadaan Tuhan. Diskusi dengan pendeta sekolah,

>

> > orangtuanya, dan rekan sekelasnya tak juga bisa memuaskannya tentang

>

> > keberadaan Tuhan. ���Tuhan akan membuatmu tertunduk, 
Jeffrey!��� kata

> ayahnya

>

> > ketika ia membantah keberadaan Tuhan di usia 18 tahun. Ia akhirnya

>

> > memutuskan menjadi atheis pada usia 18 tahun, yang berlangsung selama 
10

>

> > tahun ke depan selama menjalani kuliah S1, S2, dan S3, hingga akhirnya

>

> > memeluk Islam. Adalah beberapa saat sebelum atau sesudah memutuskan

> menjadi

>

> > atheis, Jeffrey Lang mengalami sebuah mimpi. Berikut penuturan Jeffrey

> Lang

>

> > tentang mimpinya itu: Kami berada dalam sebuah ruangan tanpa 
perabotan.

> Tak

>

> > ada apa pun di tembok ruangan itu yang berwarna putih agak abu-abu.

>

> > Satu-satunya ���hiasan��� adalah karpet berpola dominan 
merah-putih yang

>

> > menutupi lantai. Ada sebuah jendela kecil, seperti jendela ruang bawah

>

> > tanah, yang terletak di atas dan menghadap ke kami. Cahaya terang 
mengisi

>

> > ruangan melalui jendela itu. Kami membentuk deretan. Saya berada di 
deret

>

> > ketiga. Semuanya pria, tak ada wanita, dan kami semua duduk di lantai 
di

>

> > atas tumit kami, menghadap arah jendela. Terasa asing. Saya tak 
mengenal

>

> > seorang pun. Mungkin, saya berada di Negara lain. Kami menunduk 
serentak,

>

> > muka kami menghadap lantai. Semuanya tenang dan hening, bagaikan semua

>

> > suara dimatikan. Kami serentak kami kembali duduk di atas tumit kami.

> Saat

>

> > saya melihat ke depan, saya sadar kami dipimpin oleh seseorang di 
depan

>

> > yang berada di sisi kiri saya, di tengah kami, di bawah jendela. Ia

> berdiri

>

> > sendiri. Saya hanya bisa melihat singkat punggungnya. Ia memakai jubah

>

> > putih panjang. Ia mengenakan selendang putih di kepalanya, dengan 
desain

>

> > merah. Saat itulah saya terbangun. Sepanjang sepuluh tahun menjadi

> atheis,

>

> > Jeffrey Lang beberapa kali mengalami mimpi yang sama. Bagaimanapun, ia

> tak

>

> > terganggu dengan mimpi itu. Ia hanya merasa nyaman saat terbangun. 
Sebuah

>

> > perasaan nyaman yang aneh. Ia tak tahu apa itu. Tak ada logika di 
balik

>

> > itu, dan karenanya ia tak peduli kendati mimpi itu berulang. Sepuluh

> tahun

>

> > kemudian, saat pertama kali memberi kuliah di University of San

> Fransisco,

>

> > dia bertemu murid Muslim yang mengikuti kelasnya. Tak hanya dengan 
sang

>

> > murid, Jeffrey pun tak lama kemudian menjalin persahabatan dengan

> keluarga

>

> > sang murid. Agama bukan menjadi topik bahasan saat Jeffrey 
menghabiskan

>

> > waktu dengan keluarga sang murid. Hingga setelah beberapa waktu salah

> satu

>

> > anggota keluarga sang murid memberikan Alquran kepada Jeffrey. Kendati

> tak

>

> > sedang berniat mengetahui Islam, Jeffrey mulai membuka-buka Alquran 
dan

>

> > membacanya. Saat itu kepalanya dipenuhi berbagai prasangka. 
���Anda tak

> bisa

>

> > hanya membaca Alquran, tidak bisa jika Anda tidak menganggapnya 
serius.

>

> > Anda harus, pertama, memang benar-benar telah menyerah kepada Alquran,

> atau

>

> > kedua, ���menantangnya���,��� ungkap Jeffrey. Ia 
kemudian mendapati

> dirinya

>

> > berada di tengah-tengah pergulatan yang sangat menarik. ���Ia 
(Alquran)

>

> > ���menyerang��� Anda, secara langsung, personal. Ia 
(Alquran) mendebat,

>

> > mengkritik, membuat (Anda) malu, dan menantang. Sejak awal ia 
(Alquran)

>

> > menorehkan garis perang, dan saya berada di wilayah yang

> berseberangan.���

>

> > ���Saya menderita kekalahan parah (dalam pergulatan). Dari situ 
menjadi

> jelas

>

> > bahwa Sang Penulis (Alquran) mengetahui saya lebih baik ketimbang diri

> saya

>

> > sendiri,��� kata Jeffrey. Ia mengatakan seakan Sang Penulis 
membaca

>

> > pikirannya. Setiap malam ia menyiapkan sejumlah pertanyaan dan 
keberatan,

>

> > namun selalu mendapati jawabannya pada bacaan berikutnya, seiring ia

>

> > membaca halaman demi halaman Alquran secara berurutan. 
���Alquran selalu

> jauh

>

> > di depan pemikiran saya. Ia menghapus aral yang telah saya bangun

>

> > bertahun-tahun lalu dan menjawab pertanyaan saya.��� Jeffrey 
mencoba

> melawan

>

> > dengan keras dengan keberatan dan pertanyaan, namun semakin jelas ia

> kalah

>

> > dalam pergulatan. ���Saya dituntun ke sudut di mana tak ada 
lain selain

> satu

>

> > pilihan.��� Saat itu awal 1980-an dan tak banyak Muslim di 
kampusnya,

>

> > University of San Fransisco. Jeffrey mendapati sebuah ruangan kecil di

>

> > basement sebuah gereja di mana sejumlah mahasiswa Muslim melakukan

> sholat.

>

> > Usai pergulatan panjang di benaknya, ia memberanikan diri untuk

> mengunjungi

>

> > tempat itu. Beberapa jam mengunjungi di tempat itu, ia mendapati 
dirinya

>

> > mengucap syahadat. Usai syahadat, waktu shalat dzuhur tiba dan ia pun

>

> > diundang untuk berpartisipasi. Ia berdiri dalam deretan dengan para

>

> > mahasiswa lainnya, dipimpin imam yang bernama Ghassan. Jeffrey mulai

>

> > mengikuti mereka shalat berjamaah. Jeffrey ikut bersujud. Kepalanya

>

> > menempel di karpet merah-putih. Suasananya tenang dan hening, bagaikan

>

> > semua suara dimatikan. Ia lalu kembali duduk di antara dua sujud. 
���Saat

>

> > saya melihat ke depan, saya bisa melihat Ghassan, di sisi kiri saya, 
di

>

> > tengah-tengah, di bawah jendela yang menerangi ruangan dengan cahaya. 
Dia

>

> > sendirian, tanpa barisan. Dia mengenakan jubah putih panjang. 
Selendang

>

> > (scarf) putih menutupi kepalanya, dengan desain merah.��� 
���Mimpi itu!

> Saya

>

> > berteriak dalam hati. Mimpi itu, persis! Saya telah benar-benar

>

> > melupakannya, dan sekarang saya tertegun dan takut. Apakah ini mimpi?

>

> > Apakah saya akan terbangun? Saya mencoba fokus apa yang terjadi untuk

>

> > memastikan apakah saya tidur. Rasa dingin mengalir cepat ke seluruh 
tubuh

>

> > saya. Ya Tuhan, ini nyata! Lalu rasa dingin itu hilang, berganti rasa

>

> > hangat yang berasal dari dalam. Air mata saya bercucuran.��� 
Ucapan

> ayahnya

>

> > sepuluh tahun silam terbukti. Ia kini berlutut, dan wajahnya menempel 
di

>

> > lantai. Bagian tertinggi otaknya yang selama ini berisi seluruh

> pengetahuan

>

> > dan intelektualitasnya kini berada di titik terendah, dalam sebuah

>

> > penyerahan total kepada Allah SWT. Jeffrey Lang merasa Tuhan sendiri 
yang

>

> > menuntunnya kepada Islam. ���Saya tahu Tuhan itu selalu dekat,

> mengarahkan

>

> > hidup saya, menciptakan lingkungan dan kesempatan untuk memilih, namun

>

> > tetap meninggalkan pilihan krusial kepada saya,��� ujar Jeffrey 
kini.

> Jeffrey

>

> > kini professor jurusan matematika University of Kansas dan memiliki 
tiga

>

> > anak. Ia menulis tiga buku yang banyak dibaca oleh Muslim AS: 
Struggling

>

> > to Surrender (Beltsville, 1994); Even Angels Ask (Beltsville, 1997); 
dan

>

> > Losing My Religion: A Call for Help (Beltsville, 2004). Ia memberi 
kuliah

>

> > di banyak kampus dan menjadi pembicara di banyak konferensi Islam. Ia

>

> > memiliki tiga anak, dan bukan sebuah kejutan anaknya memiliki rasa

>

> > keingintahuan yang sama. Jeffrey kini harus menghadapi

>

> > pertanyaan-pertanyaan yang sama yang dulu ia lontarkan kepada ayahnya.

>

> > Suatu hari ia ditanya oleh anak perempuannya yang berusia delapan 
tahun,

>

> > Jameelah, usai mereka shalat Ashar berjamaah. ���Ayah, mengapa 
kita

> shalat?���

>

> > ���Pertanyaannya mengejutkan saya. Tak sangka berasal dari anak 
usia

> delapan

>

> > tahun. Saya tahu memang jawaban yang paling jelas, bahwa Muslim

> diwajibkan

>

> > shalat. Tapi, saya tak ingin membuang kesempatan untuk berbagi 
pengalaman

>

> > dan keuntungan dari shalat. Bagaimana pun, usai menyusun jawaban di

> kepala,

>

> > saya memulai dengan, ���Kita shalat karena Tuhan ingin kita

> melakukannya���,���

>

> > ���Tapi kenapa, ayah, apa akibat dari shalat?��� Jameela 
kembali

> bertanya.

>

> > ���Sulit menjelaskan kepada anak kecil, sayang. Suatu hari, 
jika kamu

>

> > melakukan shalat lima waktu tiap hari, saya yakin kami akan mengerti,

> namun

>

> > ayah akan coba yang terbaik untuk menjawan pertanyaan kamu.��� 
Paulus

> anak

>

> > wedus.

>

> >

>

> >

>

> [Non-text portions of this message have been removed]

>  

>





 [Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke