RIAU POS

      Disiapkan, Upacara Pemakaman Kenegaraan        
      Sabtu, 20 Mei 2006 

     
      Pulang Bezuk Soeharto, SBY Rapat Mendadak 
      Laporan JPNN, Jakarta 
      Pemerintah mulai mengantisipasi memburuknya kondisi kesehatan mantan 
Presiden Soeharto. Pagi kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memanggil 
empat pejabat tinggi untuk membahas kondisi terakhir Soeharto, termasuk upacara 
pemakaman kenegaraan. Rapat di Kantor Presiden itu digelar mendadak usai 
Presiden SBY menjenguk Pak Harto yang dirawat di RSPP (Rumah Sakit Pusat 
Pertamina) sejak 4 Mei lalu. Hadir dalam rapat tersebut Menko Polhukam Widodo 
AS, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto, Menteri Agama Maftuh Basyuni, dan 
Seskab Sudi Silalahi. 

       Wapres Jusuf Kalla menolak berkomentar mengenai persiapan upacara 
pemakaman Soeharto itu. Namun, dia mengakui bahwa pemerintah telah menyiapkan 
antisipasi ketika ditanya wartawan tentang kemungkinan Pak Harto meninggal 
dunia.

       ''Presiden sudah panggil panglima TNI, Menko Polhukam, dan Menteri Agama 
untuk membicarakan semua kemungkinan yang ada,'' kata Wapres usai Salat Jumat 
di Kantor Wakil Presiden kemarin.

       Juru Bicara Kepresidenan Andi Alfian Mallarangeng mengatakan, ketika 
bezuk ke RSPP, Presiden SBY sulit berkomunikasi dengan Pak Harto meski telah 
dibantu Mbak Tutut. 

       SBY akhirnya lebih banyak berbicara dengan pihak keluarga dan tim dokter 
kepresidenan tentang kondisi Pak Harto. ''Tidak sempat bicarakan soal 
pengendapan (kasus Pak Harto), di sana cuma 20 menit,'' ujar Andi.

       Berkaitan dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan 
(SKPP) oleh Kejaksaan Agung, Wapres Jusuf Kalla menegaskan bahwa keputusan 
tersebut sudah tepat dari segi hukum. 

      Lagi pula, penerbitan SKPP adalah keputusan hukum Kejaksaan Agung, bukan 
keputusan politik pemerintah. 

       SKPP diterbitkan setelah pengadilan mengembalikan berkas perkara karena 
penuntut umum tidak bisa menghadirkan Pak Harto yang menderita kerusakan otak 
permanen. ''Kita boleh suka atau tidak suka kepada Pak Harto, tetapi posisinya 
seperti itu (sakit permanen).  Dan pemerintah taat asas (hukum) tentang hal 
itu,'' ujar Kalla.

       Dia menjelaskan, keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 
mengendapkan status hukum mantan Presiden Soeharto berkaitan dengan 
pertimbangan untuk memberikan rehabilitasi kepada Soekarno dan Soeharto. 

       ''Semula memang berpikir begitu (memberikan rehabilitasi). Tapi, setelah 
diendapkan, dipikirkan, dan didiskusikan, apanya yang perlu direhabilitasi. Kan 
Pak Harto tidak dalam posisi divonis. Kalau direhabilitasi, orang akan 
bertambah bingung,'' terang Kalla.

       Wapres juga mengatakan bahwa ketujuh yayasan yang dipimpin Pak Harto 
sudah diserahkan kepada negara sejak masa kepemimpinan Presiden Habibie. Dengan 
keppres tersebut, ketujuh yayasan itu tetap beroperasi, namun pengawasannya 
dilakukan pemerintah. 

       ''Pak Habibie sudah membuat keputusan presiden bahwa yayasan-yayasan itu 
berada di bawah Menko Kesra. Jadi, sekarang tinggal ditata kembali. Itu (isi) 
pernyataan resmi Pak Harto pada waktu itu,'' jelas Kalla.

      Jaksa Agung Pastikan Gugat Perdata 
      Kejaksaan Agung terus mematangkan rencana menggugat secara perdata mantan 
Presiden Soeharto. Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh sudah memerintahkan JAM Datun 
(Perdata dan Tata Usaha Negara) mengumpulkan bukti-bukti untuk gugatan perdata 
tersebut. 

      ''JAM Datun mengumpulkan semua daftar file barang bukti, termasuk 
verifikasi jumlah (aset) tanah. Nanti akan dipelajari dengan teliti,'' kata 
jaksa agung yang biasa dipanggil Arman itu kemarin. JAM Datun dalam gugatan 
tersebut berkapasitas sebagai pengacara negara untuk mengembalikan kerugian 
negara. 

      Menurut Arman, dari hasil audit menjelang persidangan pada 2000 silam, 
kejaksaan meyakini negara dirugikan sekitar 419 juta dolar AS dan Rp1,3 triliun 
dalam kasus korupsi tujuh yayasan Pak Harto.

      ''Kalau memang beliau sakit dan tidak bisa memulai proses (hukum), tentu 
peluang perdata memungkinkan. Sebagai barang bukti tambahan, kita bisa minta 
data (audit) BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),'' jelasnya. 

      Arman juga mengomentari peluang kejaksaan memproses pelanggaran  HAM 
berat yang pernah dilakukan Pak Harto. Menurut dia, kejaksaan tidak bisa 
langsung mengajukan proses hukum kasus tersebut karena pelaksanaannya secara 
retroaktif (berlaku surut). Kejaksaan harus mendapat rekomendasi lebih dahulu 
dari DPR.

      Ditanya apakah penerbitan SKPP (surat ketetapan penghentian penuntutan) 
merupakan bukti Kejagung mengampuni Soeharto, Arman menegaskan tidak. 
''Nonsense kalau kejaksaan mengampuni Soeharto. Ini bukan permasalahan 
ampun-mengampuni, adil tidak adil. Persoalannya, otaknya (Soeharto) menciut. 
Nah, kalau orangnya sehat, tentu baru ngomong keadilan,'' ujar mantan pengurus 
YLBHI itu.

      Terkait rencana sejumlah LSM untuk mempraperadilankan SKPP, Arman 
menyilakan. Dia justru mengaku senang. ''Saya justru gembira. Saya kira mereka 
belum membaca berkas,'' ucapnya. 

      Sejumlah pengacara yang tergabung dalam TPDI (Tim Pembela Demokrasi 
Indonesia) dan KPPI (Komite Pembaruan Peradilan Indonesia) kemarin mendatangi 
gedung Kejagung. Mereka menemui jaksa agung untuk menyerahkan somasi tentang 
penerbitan SKPP kasus Soeharto.

      ''Kami melihat SKPP itu merupakan bentuk deponering terselubung. Kami 
minta dalam tempo 14 hari, berkas Soeharto harus dikembalikan lagi ke PN Jaksel 
untuk digelar persidangan in absensia. Jika tidak, kami akan menggugat jaksa 
agung ke MK (Mahkamah Konstitusi),'' kata Petrus Selestinus, salah satu 
perwakilan TPDI dan KPPI, kemarin. 

      Pada bagian lain, Jaksa Agung Arman mengakui bahwa penerbitan SKPP Pak 
Harto dilakukan tanpa konsultasi dengan Presiden SBY. ''SKPP saya putuskan 
malam (11/5). Paginya (12/5), presiden berpidato (mengendapkan kasus Soeharto). 
Jadi, saya memang tidak berkonsultasi,'' katanya. 

      Dia didampingi mantan JPU (jaksa penuntut umum) kasus Soeharto yang kini 
JAM intelijen, Muchtar Arifin, dan JAM Pidsus Hendarman Supandji. Arman punya 
alasan atas sikapnya tersebut. Menurut dia, kebijakan penuntutan yang menjadi 
kewenangan jaksa agung tidak dapat diintervensi siapa pun, termasuk SBY. 

      ''Kalau Anda baca UU No 16/2004 (tentang kejaksaan), dalam menjalankan 
policy penuntutan, jaksa agung bebas dari pengaruh siapa pun sekalipun sebagai 
anggota kabinet bertanggung jawab kepada presiden,'' bebernya panjang lebar. 

      Lagi pula, lanjut Arman, penerbitan SKPP tidak melampaui kewenangan yang 
dimiliki SBY. SBY selaku kepala negara dalam konstitusi berwenang mengeluarkan 
amnesti, abolisi, rehabilitasi, dan grasi. ''Sedangkan jaksa agung berwenang 
dalam tiga hal. Yakni, SP3, deponering, dan SKPP,'' jelasnya.  

      ''Jadi, tidak ada yang dipertentangkan selama masih dalam koridor hukum 
menjalankan kewenangannya. Tidak ada yang salah,'' sambung penegak hukum 
kelahiran Pekalongan itu. Menurut dia, penerbitan SKPP hanya sebatas bahan yang 
dijadikan pertimbangan SBY untuk mengeluarkan putusan final atas sebuah perkara.

      Demonstran Demo Cendana 
      Aksi-aksi yang meminta proses hukum Soeharto dilanjutkan terus berlanjut. 
Kemarin datang dari Aliansi Rakyat Adili Soeharto (ARAS). Pemerintah SBY diberi 
waktu seminggu untuk mengadili Soeharto. Jika tidak, pengadilan ''jalanan'' 
akan digelar secara besar-besaran di Jakarta. Tuntutan ini disampaikan oleh 
demonstran ARAS.

      Mereka menggelar aksi dengan sasaran kediaman Soeharto di Jalan Cendana. 
Demonstran terdiri dari berbagai elemen ini di antaranya LMND, HMI MPO, HMI, 
PMII, FMN, PMII, GMNI, PMKRI, KM Jayabaya, YLBHI, Rahayu Movement dan 
sebagainya.                

      Mereka berangkat dari depan bioskop Megaria di pertigaan Jalan 
Cikini-Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Sambil meneriakan yel-yel serta membawa 
spanduk yang isinya meminta agar proses hukum Soeharto dilanjutkan, kemudian 
mereka melakukan longmarch menunju rumah Mantan Presiden Soeharto di Kawasan 
Cendana. Tak pelak, aksi tersebut membuat macet kawasan Jalan Raya Diponegoro. 

      Namun, aksi tersebut terhadang oleh barikade polisi di ujung Jalan Teuku 
Umar. Meski begitu, hal tersebut tidak membuat para demonstran patah semangat, 
mereka tetap melakukan orasi. Pengunjukrasa juga sempat mencoba menerobos 
barikade polisi, namum gagal. Sebagian peserta membawa kentongan dan memakai 
kaos putih bergambar wajah Soeharto dengan tulisan Soeharto Dalang Segala 
Bencana (SDSB).

      ''Polisi telah menjadi antek Cendana, buktinya kami tidak boleh masuk dan 
dianggap mengganggu keamanan,'' ujar Lalu Hilman, salah satu koordinator aksi 
dengan berapi-api. Dari pengamatan JPNN di lokasi, polisi dari Polres Jakarta 
Pusat menurunkan 4 SSK (Satuan Setingkat Kompi). 

      Mereka bersiaga membentuk pagar betis dengan senapan dan gas air mata. Di 
ujung Jalan Cendana, empat buah water cannon dan kendaraan taktis (rantis) 
disiapkan. Selain itu, tampak pula tenaga pengamanan internal Cendana 
berseragam hitam-hitam. Jumlahnya sekitar 30 orang. Mereka berambut cepak, 
berbadan tegap dan kekar serta membawa tongkat kayu.

      Beberapa kali demonstran berusaha melobi polisi agar bisa mendekat ke 
Jalan Cendana, namun tidak digubris. Polisi bahkan memperketat barikade dengan 
menghadirkan pasukan Unit Reaksi Cepat (URC) menggunakan sepeda motor. ''Hari 
ini kami memang tidak bisa masuk, tapi ini baru permulaan, kami akan datang 
lagi dengan massa yang lebih besar,'' teriak Lalu dengan megaphone.

      Sekitar pukul 17.10 WIB massa membubarkan diri dengan tertib. Sebelumnya, 
ARAS menyampaikan pernyataan sikapnya. Yakni, SBY harus segera mengadili 
Soeharto paling lambat dalam waktu seminggu. Pemerintah juga dituntut untuk 
menyita kekayaan Soeharto dan mencabut SKPPP. ''Jika tidak kami akan menggelar 
sendiri peradilan rakyat dengan hakim dan pakar hukum yang bersih di negeri 
ini,'' ujar Lalu.(agm/rdl/yog/aka) 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get to your groups with one click. Know instantly when new email arrives
http://us.click.yahoo.com/.7bhrC/MGxNAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke