Yg tersirat adalah rasa resah yg lalu berubah meminta orang lain utk tidak 
menyerangnya (usil)...lalu, bagaimana pertahanannya setelah memiliki kitab 
sakti yg katanya dari sang maha ?...
-----Original Message-----
From: "Jusfiq" <kesayangan.al...@gmail.com>
Sender: proletar@yahoogroups.com
Date: Fri, 29 Apr 2011 18:15:52 
To: <proletar@yahoogroups.com>
Reply-To: proletar@yahoogroups.com
Subject: [proletar] Re: Mengapa filosofi ini keluar dari orang Muslim ?


Oh jadi Nurcholis Majid yang disanjung Suryana yang munafik itu - seperti telah 
saya duga - bangsat tukang kibul juga.

Tukang tutup wajah Islam yang mengerikan.

Dia minta orang untuk TIDAK mendiskusikan 'istri orang", maksudnya, antara 
lain, ajaran agama taik anjing Islam yang bengis, kejam,  buas, keji, zalim 
lagi biadab itu.

Enaknya...

Dan Suryana yang dungu kayak babi itu senang-senang saja disuruh mendiamkan 
ajaran agama taik anjing Islam yang ummatnya suka bikin onar dan disuruh 
membunuhi orang kafir, artinya juga disuruh membunuhi orang Nasrani..

Suaryana ini emang dungu.

Nggak heran dia berteman akrab dengan rezameutia yang sudah bertahun-tahun 
kerjanya memaki-maki orang Nasrani di mailing list ini.

Dan Suryana juga senang-senang saja kok mendengar Tawang menyuruh memperkosa 
perempuan Tionghoa, artinya juga istri dan anak-anaknya.


--- In proletar@yahoogroups.com, "suryana" <gsuryana@...> wrote:
>
> Istri Tetangga
> Saya teringat waktu lebih dari 15 tahun yang lalu ketika belajar di Jogja. 
> Waktu
> itu, tiap Rabu malam, saya dan teman-teman memilih nglurug ke 
> patang-puluhan,
> rumahnya Cak Nun (Nurcholis Majid) , ini panggilan akrabnya penyair itu dan 
> Kiai
> mBeling Emha Ainun Nadjib.
> 
> Kami bikin forum melingkar di situ. Biasanya kami bicara soal kesenian atau
> kebudayaan, tapi juga ngobrolin soal keagamaan. Forum itu diprakarsai oleh
> Sanggar Shalahuddin. Komandannya anak Solo, Nasution Wahyudi. Ini nama asli
> Jawa, nggak ada hubungannya dengan Nasution yang dari Medan. Pesertanya juga
> tidak cuma mahasiswa atau pemuda yang beragama Islam. Pendek kata, pemeluk
> berbagai agama berkumpul melingkar di situ.
> 
> Suatu malam, Cak Nun tanya pada kami di forum itu, "Apakah Anda semua punya
> tetangga? " Wah, saya sebenarnya belum punya. Tetapi saya anak kost, tentu 
> saja
> kamar sebelah saya bisa disamakan dengan tetangga. Tetangga kost. Jadi saya
> ikut-ikutan saja menjawab: "Tentu saja punya". Cak Nun melanjutkan bertanya:
> "Punya istri enggak tetangga Anda? " Sebagian hadirin menjawab: "Ya, punya 
> dong
> "
> Saya diam saja. Rasanya tetangga kost saya bujangan semua. Kebanyakan 
> jomblo.
> Maklum anak desa. Nggak pede ngajak pacaran teman kampusnya. Yang menarik 
> adalah
> pertanyaan berikutnya: "Apakah Anda pernah lihat kaki istri tetangga Anda 
> itu..?
> Jari-jari kakinya lima atau tujuh;  mulus atau ada bekas korengnya ?"
> 
> Saya mulai kebingungan. Nggak ngeh sama arah pembicaraan Cak Nun. Kebanyakan
> menjawab: "Tidak pernah memperhatikan Cak. Ono opo Cak?"
> Cak Nun ndak peduli. Dia tanya lagi: "Bodynya sexy enggak ?" Kami tak lagi 
> bisa
> menahan tertawa. Geli deh. Apalagi saya yang benar-benar tidak faham arah
> pembicaraan itu. Cuma Cak Nun yang tersenyum tipis.
> 
> Jawabannya bagus banget. Dan ini senantiasai saya ingat sampai hari ini. 
> Sebuah
> prinsip pergaulan untuk sebuah negeri yang memilih Pancasila sebagai azas
> tunggal: "Jadi ya begitu. Jari kakinya mau lima atau tujuh. Bodynya sexy 
> atau
> tidak, bukan urusan kita, kan? Tidak usah kita perhatikan, tak usah kita 
> amati,
> tak usah kita dialogkan, diskusikan atau perdebatkan. Biarin saja!"
> 
> "Kenapa, Cak ?" salah satu teman bertanya, penasaran. "Ya apa urusan kita 
> ? "
> Sebab, keyakinan keagamaan orang lain itu ya ibarat istri orang lain. Ndak 
> usah
> diomong-omongkan, ndak usah dipersoalkan benar salahnya, mana yang lebih 
> unggul
> atau apapun. Tentu, masing-masing suami punya penilaian bahwa istrinya 
> begini
> begitu dibanding istri tetangganya, tapi cukuplah disimpan didalam hati 
> saja."
> 
> Saya pun menangkap apa yang dia maksudkan Cak Nun. Saya setuju dengan 
> pandangan
> itu. Dia melanjutkan serius: "Bagi orang non-Islam, agama Islam itu salah. 
> Dan
> itulah sebabnya ia menjadi orang non-Islam. Kalau dia beranggapan atau 
> meyakini
> bahwa Islam itu benar ngapain dia jadi non-Islam? Demikian juga, bagi orang
> Islam, agama lain itu salah, justru berdasar itulah maka ia menjadi orang 
> Islam.
> Tapi, sebagaimana istri tetangga, itu disimpan saja di dalam hati, jangan
> diungkapkan, diperbandingkan, atau dijadikan bahan seminar atau 
> pertengkaran.
> Biarlah setiap orang memilih istrinya sendiri-sendiri berdasarkan seleranya
> masing-masing, dan jagalah kemerdekaan masing-masing orang untuk menghormati 
> dan
> mencintai istrinya masing-masing, tak usah rewel bahwa istri kita lebih 
> mancung
> hidungnya karena bapaknya dulu sunatnya pakai calak dan tidak pakai dokter,
> umpamanya. Dengan kata yang lebih jelas, teologi agama-agama tak usah
> dipertengkarkan, biarkan masing-masing pada keyakinannya! "
>  Cak Nun terus berkata: "Itulah prinsip kita dalam memandang berbagai agama.
> Sementara itu, misalnya ada orang muslim yang istrinya mau melahirkan 
> padahal
> motornya gembos, silakan pinjam motor tetangganya yang beragama Katolik 
> untuk
> mengantar istrinya ke rumah sakit. Atau, Pak Pastor yang sebelah sana karena
> baju misanya kehujanan, padahal waktunya mendesak, dia boleh pinjam baju 
> koko
> tetangganya yang NU maupun yang Muhamadiyah. Atau ada orang Hindu kerja sama
> bikin warung soto dengan tetangga Budha, kemudian bareng-bareng bawa colt 
> bak ke
> pasar dengan tetangga Protestan untuk kulakan bahan-bahan jualannya.
> Begitu!"
> Kami semua terus menyimak paparannya, dan Cak Nun melanjutkan: "Jadi ndak
> usahlah meributkan teologi agama orang lain. Itu sama aja Anda ngajak gelut
> tetangga Anda. Mana ada orang yang mau isterinya dibahas dan diomongin tanpa
> ujung pangkal. Tetangga-tetangga berbagai pemeluk agama, warga berbagai 
> parpol,
> golongan, aliran, kelompok, atau apapun, silakan bekerja sama di bidang 
> usaha
> perekonomian, sosial, kebudayaan, sambil saling melindungi koridor teologi
> masing-masing."
> "Kerjasama itu dilakukan bisa dengan memperbaiki pagar bersama-sama, bisa 
> gugur
> gunung membersihkan kampung, bisa gotong royong membangun rumah ibadah, bisa
> pergi mancing bareng, bisa main gaple dan remi bersama. Tidak ada masalah
> Lurahnya mau Muslim, Cariknya Katolik, Kamituwonya Hindu, Kebayannya 
> Gatholoco,
> atau apapun. Itulah lingkaran tulus hati dengan hati. Itulah maiyah " 
> ujarnya.
> Ketika mengatakan itu nada Cak Nun datar, nyaris tanpa emosi. Tapi serius 
> dan
> dalam. Saya menyimaknya sungguh-sungguh. Dan saya catat baik-baik dalam hati
> saya. Sayangnya dunia memang tidak ideal. Di negeri tercinta kita ini, di 
> Ambon
> dan Palu, misalnya saya lihat terlalu banyak orang usil mengurusi isteri
> tetangganya. Begitu juga di berbagai tempat di dunia. Di Bosnia. Atau yang 
> di
> Irak dan Afghanistan. Akibatnya ya perang dan hancur-hancuran. Menyedihkan.
> Sangat menyedihkan.
>





[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to