Assalamu'alaikum wr.wb. Mak Zul yang saya hormati.
Terima kasih banyak karena mamak masih menyempatkan diri membalas postingan saya ini diwaktu sibuk sibuk mamak di Bali. Sebetulnya kalau saja saya sedang tidak kecil hati, mungkin akan saya lanjutkan jawaban mamak dibawah ini dengan pertanyaan yang lain. "Bukankah Allah itu Maha Tahu, yang mengetahui semua yang ada dalam fikiranmu dan bahkan yang tersirat dihatimu", maka tidakkah mengherankannya kalau sampai Allah masih perlu menguji keimanan Ibrahim dengan mengorbankan putranya yang sudah dia nantikan selama bertahun tahun....? Begitu ingin saya bertanya kepada mamak dan sanak semuanya, apakah sekiranya jawaban mamak...berikutnya Tapi biarlah itu tidak akan saya tanyakan, karena rupanya kita belum siap menerima friksi dimilis ini. Terkadang dalam berinteraksi sesama milis, jawaban atau hasil akhir tidaklah terlalu penting bagi saya, tapi proses mencari jawaban itu jauh lebih menarik dan terkadang membuat saya tersentuh dan menambah nambah keimanan saya. Tapi biarlah itu tidak akan saya tanyakan kepada mamak sekarang ini, sebaliknya biarlah saya menutup apa apa yang sudah saya mulai. Kembali kepada pertanyaan semula. Apa salahnya Ismail harus dikorbankan...? Jawaban Mak Zul :Itu adalah ujian pengorbanan Nabi Ibrahim dan anaknya. Sebenarnya jawaban ini sudah cukup jelas, tapi untuk menambah keimanan kita biarlah saya kembangkan dan tambahkan jawaban Mak Zul tersebut. Allah SWT bukanlah Tuhan yang memerlukan pengorbanan nyawa seorang manusia anak Nabi kesayangannya untuk memuaskan ego-Nya seperti yang sering dituduhkan kaum atheist. Buktinya Allah SWT menyelamatkan dan mengganti anak Nabi Ibrahim yang hendak dikorbankannya dengan binatang Qibas. (37:103). Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi Ibrahim melalui mimpinya mengandung isyarat (tidak ada explisit perintah Allah dalam mimpi tsb), yang dita'wilkan sebagai petunjuk agar kecintaan Ibrahim kepada anaknya jangan mengalahkan ketaatannya kepada Allah SWT. Cinta yang berlebihan inilah yang harus dikorbankan. Namun isyarat ini diinterpretasikan Nabi Ibrahim secara literal, sebagai perintah dari Allah untuk mengorbankan anak kandung satu2nya yang ditunggu2 kelahirannya hingga ia menginjak usia tua (Ishaq belum lahir saat ini). Peristiwa ini bisa dilihat mengandung ujian kepada Nabi Ibrahim juga anak beliau. Allah SWT sengaja mengundurkan timing untuk memberitahu Nabi Ibrahim bahwa mimpi tsb adalah ujian semata hingga di akhir event. Kalau tidak, bukan ujian lagi namanya. Lalu mengapa harus diuji? Bukankah Allah Maha Tahu akan kadar keimanan Nabi-Nya? Allah Maha Tahu, tapi manusia tidak tahu. Supaya semua manusia tahu, harus ada event yang nyata2 bisa diobserve oleh mereka. Dengan adanya realitas di depan mata, tidak akan ada lagi excuse dan argument yang dapat membantah. Kejadian ini menjadi pelajaran bagi generasi semasa dan sesudahnya, bahwa Ibrahim AS memang pantas menyandang gelar "Khalilullah" orang yang dekat dan taat kepada Allah SWT. Dengan adanya peristiwa ini semua makhluq ciptaan Allah, termasuk musuh dan kawan nabi Ibrahim, respect akan tingginya tingkat keimanan Nabi yang terbukti lulus dalam ujian berat ini. Setelah peristiwa itu tidak akan ada lagi yang berani komentar: "Hidupnya Ibrahim selalu dikorbankan untuk kepentingan Allah, tapi coba kalau Allah suruh dia korbankan keluarganya mana mungkin dia mau? Apalagi anaknya saja yang semata wayang sangat disayangnya. Sudah pasti dia sama dengan kita semua, prioritas pertama nya tentu saja keluarganya." Tidaklah berlebihan pujian yang Allah sebutkan di dalam AlQur'an: "Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu)"Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". (37:108-109) Nah sekarang hikmahnya buat kita semua, sudah sanggupkah kita mengorbankan "Ismail ismail" kita...? Sanggupkan kita mempersembahkan "Ismail-Ismail" kita di jalan Allah? Sanggupkah kita memberikan apa-apa yang paling kita cintai untuk berkhidmat di jalan Allah? Saya berikan tanda kutip pada "Ismail-Ismail" kita, karena bukan saja anak yang kita cintai, apapun yang paling kita cintai sekarang ini adalah "Ismail-Ismail" kita, sanggupkan kita mengorbankannya di jalan Allah? Masya Allah Mak Zul, jangankan disuruh menyembelih "Ismail Ismail" kita, sedang dulu saja waktu saya meninggalkan Indonesia, air mata saya sempat berlinang melihat anak2 saya yang masih kecil terbengong bengong meninggalkan mereka dipintu bandara, padahal mereka saya tinggalkan ditangan yang aman, ditangan ibu mereka. Kemudian tempo hari sewaktu anak perempuan saya menjalani operasi kecil yang tanpa dibius total, saya tak sanggup mendengar raungannya, melihat ia meronta ronta ketika pisau itu membelah kulitnya. Apalagi membayangkan orang yang saya cintai disembelih, sungguh tak sanggup. Tapi itulah Ibrahim kholilullah (kekasih Allah), cintanya pada Ismail berdiri kokoh diatas landasan kecintaannya pada Rabbnya. Maka menyembelih anak yang dicintainya menjadi bagian dari kecintaannya pada Rabbnya. Dan sekarang, untuk membuktikan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, saya hanya berpikir, Istri, suami, anak, sudahkan kita arahkan pada jalan Allah? Harta yang kita miliki, sudahkah ianya kita infakkan dijalan Allah dan kita gunakan dengan baik? Mungkin kita sudah menyumbang barang seratus dua ratus perak, atau seratus dua ratus ribu, tapi berapa banyak yang kita tahan? berapa banyak yang digunakan hanya untuk hal-hal yang remeh temeh bahkan sia-sia? Saya pikir Allah tak hanya melihat seberapa banyak yang kita berikan, tapi juga seberapa banyak yang kita tahan, dan seberapa ikhlas kita berikan. Cobalah kalkulasi apa-apa yang menjadi kecintaan kita, apa apa yang menjadi "Ismail-Ismail kita", sudahkan kita sanggup untuk menyerahkannya pada hal-hal yang Allah inginkan? layaknya Ibrahim menyembelih Ismail karena perintah Allah? Jika kita belum siap, atau belum pernah memikirkannya, inilah saatnya untuk membuka Al Qur'an, cari kisah Ibrahim, teladani dan renungkanlah dengan cara membayangkan apa yang terjadi pada Ibrahim adalah keluarga karib kerabat kita sendiri. Dan itulah "Ismail-Ismail" kita, yang dengan rela atau terpaksa harus kita serahkan dan kita kembalikan pada Allah Subhaanahu wa ta'ala. Wallahu a'lam bisshawab Adrisman YT --- zul amri <[EMAIL PROTECTED]> wrote: ........... - Allah ingin menguji sejauh mana keimanan dan kepatuhan Nabi Ibrahim dalam menjalankan perintah Tuhan , dan harus rela mengorbankan anaknya yang ia sangat sayangi walaupun perintah ini dilalui dengan segala godaan dan rintangan dari setan yang terkutuk . Hal ini disimbulkan dalam prosesi ibadah haji dengan pelemparan Jumroh : Ulla , Wustha , dan Aqabah Sagitu dari Ambo sanak Ad . Wassalam zul amry di Jimbaran Bali ............. ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net ____________________________________________________