assalamualaikum,

da ad dan mamanda bas (hehehe), 

sori nih telat kasih responya. maklumlah sebagai "pengacara" akhir2 ini uni evi banyak 
order, jadi enggak sempet2 memikirkan demokrasi segala. tapi setelah saya telusuri 
tulisan uda soal nilai2 demokrasi dalam keislaman uda, well, alhamdulillah, rasanya 
lega....hehehehe... saya enggak perlu menaikan tensi untuk uda....

da ad, saya belum tahu benar apakah untuk melihat hubungan islam dg negara yg memiliki 
nilai2 demokratis atau tidak bisa dilihat pada negara2 Islam moderen yg masih 
menjalankan tradisi otoritas raja seperti  yg dijalankan oleh arab saudi maroko dan 
jordan spt sekarang.  menurut saya, yg paling pas untuk melihat bahwa negara islam itu 
adalah negara teokratik yg demokratis, mau atau tidak,  kita harus menengok pada 
negara kota madina yg didirikan rasullullah. semasa rasul hidup negara madina dijalan 
berdasarkan prinsip shura. meskipun ada perbedaan substansial antara dewan shura dg 
parlementarisme seperti yg terdapat dalam negara2 moderen demokratis, secara prinsip, 
shura ini bisa dianggap sebagai bukti pertama dari demokrasi islam. bahkan setelah 
nabi wafat dikeluarkan lagi 2 prinsip kekuasaan islam yg demokratis: ikhtiyar 
(seleksi) dan bay'a (sumpah setia. maksud saya, pengganti nabi dipilih diantara 
pengikutnya (as-sahaba) dan ditegaskan oleh bay'a.

tapi memang, hanya empat orang khalifah yg terpilih secara konsultatif. setelah 
terbunuhnya khalifah ke-empat, ali, terjadi hura-hara antara pendukungnya yg menentang 
hegemoni suku quraisy dg aristokarasi suku yg disebut umyyah. sejak saat itu otomatis 
tidak ada lagi tradisi konsultatif dalam pengangkatan kepala negara. jadi umayyah 
mengintrodusir prinsip dinasti kedalam kekhalifahan dan setelah itu  semua khalifah 
diangakat dari dinasti umayyah sampai dihapus dg kekerasan oleh dinasti abasiyyah. 
banyak orang beranggapan otoritas raja adalah tradisi islam sejak jaman nabi dan tentu 
saja ini salah.

saya sangat tertarik dg stament da ad; " Kehidupan muslim ummah tidak bisa dipisahkan 
dari syari'at Islam, namun menerapkan syari'at Islam di Indonesia tanpa menilai 
kajian2 historis hanya akan membenturkan umat Islam dengan nilai2 demokrasi itu 
sendiri." saya katakan, saya setuju dg pernyataan ini. kalau boleh saya tambahkan, 
tinjauan historis ini sangat diperlukan untuk menyoroti hubungan klasik antara negara 
dg islam dan mencari relevansinya untuk aplikasi masa sekarang.kita tidak bisa 
mengambil contoh pada libya, misalnya,kediktatoran militernya lewat revolusioner, yg  
mendasarkan dirinya pada islam. padahal itu semua hanya lewat intreprestasi islam 
menurut mereka sendiri. kita harus mengingat bahwa ciri sistem politik itu secara 
menyeluruh berangkat dari budaya politik yg terdiri dari keyakinan empiris, simbol 
ekspresif, dan nilai-nilai yg mendefinisikan situasi dimana tindakan politik itu 
terjadi.

jadi kembali ke pertanyaan, apakah islam itu berdemokrasi atau tidak? jawabnya, jelas 
berdemokrasi!  sepanjang islam tidak hanya dipahami sebatas dogma karena dogma 
bertahan untuk selama-lamanya dan meninggalkan realitas bahwa islam itu juga sistem 
budaya, way of life, baik kita setuju atau tidak akan terus berubah sepanjang masa.

wassalam,

--Gm

----- Original Message ----- 
From: "adeer" <[EMAIL PROTECTED]>


Assalamu'alaikum wr.wb.

Uni Evi, Mak Basri Hasan serta sanak dipalanta.

Bicara mengenai Islam dan Demokrasi memang pembicaraan yang menarik untuk
dikaji, disatu sisi berbicara mengenai Islam tidak bisa dipisahkan dari
unsur teologisnya, sedangkan bicara demokrasi adalah gagasan sekuler suatu
bentuk pemerintahan yang tak membutuhkan gagasan teologis.

Gagasan demokrasi dalam pilihan suatu negara memang terbukti cukup manjur
dalam membawa peradaban manusia ini menjadi lebih maju dan mempromote hak
hak dasar manusia bila dibandingkan dengan gagasan bentuk negara lain,
komunis salahsatu contohnya.

Lantas apakah Islam itu berdemokrasi atau tidak..?, ini adalah pertanyaan
yang enteng2 sulit dan jawabannya juga akan bervariasi tergantung kepada
siapa kita bertanya.
Jelas kalau kita melihat Negara Islam yang banyak dipraktekkan dinegara
negara Arab dan dilihat oleh kacamata umum (barat), maka Islam memang tidak
demokratis.., parameter yang pasti adalah bahwa perpindahan tampuk
kepemimpinan (Emir) berdasarkan garis keturunan, dan unsur2 Nepotisme sangat
kuat didalamnya. Saya tidak mendalami banyak negara2 teluk ini, tapi satu
yang saya tahu negara Qatar, mulai dari Emir sampai mentri2nya adalah
bertalian darah satu sama lain.

Tapi seperti juga yang diungkapkan oleh uni Evi, rasulullah sewaktu di
Medinah juga sudah mempraktek kan nilai2 demokrasi dan saya yakin tak ada
satupun diantara kita yang akan mengatakan Rasulullah adalah seorang
diktator.

Substansi Islam dan Demokrasi tidak bisa dipisahkan secara kaku, kaum
intelektuil Islam harus bisa mentrasformatifkan teology Islam ini agar bisa
memberi ruang kebebasan agar kelak bisa menyerap perkembangan jaman.
Termasuk didalamnya kita harus bisa melihat syariat2 Islam itu secara
proporsional, mengkaji nilai2 historis sehingga dapat ditemukan mana yang
sungguh2 perenal dan mana yang bersifat spacial dan temporal.
Sehingga kita bisa membedakan yang mutlak dan relatif dan tidak memutlak kan
keduanya yang cenderung menjadi ciri khas orang2 Islam secara keseluruhan.

Ringkasnya secara teori Islam seharusnya memandang demokrasi sebagai bagian
penting dalam peradaban manusia yang memang sudah teruji keberhasilannya,
Islam dan Demokrasi tidak bisa dipisahkan karena mempunyai tujuan yang sama
memajukan peradaban manusia.

Kehidupan muslim ummah tidak bisa dipisahkan dari syari'at Islam, namun
menerapkan syari'at Islam di Indonesia tanpa menilai kajian2 historis hanya
akan membenturkan umat Islam dengan nilai2 demokrasi itu sendiri.

uni Evi dan sanak sekalian lain kali kita sambung lagi...

wassalam
Adrisman










____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke:
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke