From:  Muhammad Dafiq Saib <[EMAIL PROTECTED]>
Date:  Sat Mar 20, 2004  8:53 pm
Subject:  [EMAIL PROTECTED] Oleh-oleh Perjalanan Haji (20)

Mak Sutan Lembang Yth :
 
Diwaktu pemotongan hadyu ada dua macam , pertama pemotongan hadyu pembayar dam , dan kedua pemotongan hadyu untuk korban .
Kebetulan saya menyaksikan pemotongan hadyu untuk pembayar dam , karena kita jamaah Indonesia melaksanakan haji tamattuk , dan wajib bayar denda atau dam . Dan itu dilaksanakan sebelum waktu haji , waktu saya  kemaren lebih kurang empat hari sebelum wukuf , dan mungkin tempatnya sama dengan tempat yang Mak Sutan Lembang lihat itu . Kalau pelaksanaan pemotongan hadyu diwaktu hari - hari tasyrik berarti hadyu korban , dan kebetulan saya tidak ikut berkorban waktu haji kemaren .
Demikian tambahan dari ambo .
 
Wassaalam : zul amry piliang
 
 Assalamu'alaikum wr.wb.,

Lembang Alam

20. PEMOTONGAN HADYU

Hari Selasa tanggal 12 Zulhijjah pagi. Pak W memberi
tahu dan mengajak saya untuk pergi menyaksikan
pemotongan hadyu hari ini. Rencananya kami akan pergi
sekitar jam sepuluhan ke tempat pemotongan yang
katanya agak jauh dari Mina. Yang diajak ikut dibatasi
hanya ketua-ketua regu saja mengingat tempat yang
tentunya terbatas di mobil kecil yang akan disewa
untuk pergi kesana. Ajakan itu tentu saja saya terima
dengan senang hati. Tapi ternyata setelah
ditunggu-tunggu sampai menjelang zuhur, kami belum
jadi juga pergi. Siangnya saya diberitahu bahwa karena
kendala teknis, rencana itu ditunda jadi besok.
Akhirnya hari itu saya hanya menyibukkan diri dengan
mentadarus al Quran saja sampai waktu melontar sesudah
ashar.

Keesokan harinya baru kami pergi dengan menggunakan
minibus sekelas L-300 yang dapat memuat sepuluh orang
di luar sopir. Tempat itu ternyata memang lumayan
jauh, melalui bagian luar kota Makkah. Kami
berkenderaan sekitar lima belas menit di jalan yang
lancar dari Mina, untuk sampai kesana. Rupanya tempat
itu seperti pasar ternak yang ada rumah potongnya.
Yang mula-mula menarik perhatian saya adalah
keberadaan orang-orang berpakaian merah yang rupanya
adalah petugas (di upah) resmi untuk memotong hewan.
Mereka datang menyongsong kami untuk menanyakan apakah
kami akan menggunakan jasa mereka. Sedikit demi
sedikit saya baru mengerti bahwa pihak penyelenggara
rupanya baru akan mencari kambing untuk hadyu itu,
jadi bukan sudah ada kambingnya siap untuk dipotong
dan kami datang untuk menyaksikan pemotongannya.

Di tempat itu banyak sekali kambing dan domba yang
rata-rata berukuran besar (lebih besar dari
kambing-kambing di Indonesia) dan gemuk-gemuk. Kata
yang bercerita kambing-kambing itu adalah ternak
tempatan sementa ra domba-domba itu diimport. Saya
melihat kambing yang berbeda dengan kambing di negeri
kita karena mempunyai buntut besar dan panjang sampai
mencecah tanah. Ternak itu bergerombol-gerombol tanpa
diikat. Ada orang yang datang membeli lalu menarik dan
mengangkatnya ke mobil untuk dibawa pulang. Menariknya
cukup dengan menarik satu kakinya (yang depan atau
yang belakang) dan kambing itu menurut saja tanpa
banyak cingcong.

Pak S dari penyelenggara sibuk sekali mencari kambing
yang akan dibeli. Dia berkeliling-keliling di pasar
kambing itu sambil tidak berhenti-henti menelpon
melalui HP. Baru pula saya tahu bahwa target mereka
adalah membeli kambing berukuran sedang atau kecil
seharga 250 rial. Namanya juga bisnis, karena memang
dalam perjanjian dengan anggota jamaah tidak dirinci
kambing sebesar apa yang akan dikorbankan sebagai
hadyu, maka pihak penyelenggara mencari yang sekedar
memenuhi sarat dengan biaya agak ditekan.
Kambing-kambing besar yang saya lihat banyak disana
itu harganya berkisar antara 400 sampai 500 rial.
Kalau melihat ukuran kambingnya harga sedemikian
menurut perkiraan saya tidaklah terlalu mahal.

Setelah menunggu agak lama akhirnya pak S mendapatkan
kambing yang berharga 250 rial. Kami mengiringkan
mobil yang mengangkut kambing-kambing itu ke rumah
potong. Waktu turun dari mobil saya sempat melihat
kambing-kambing itu yang ternyata bayi kambing yang
masih menyusu. Ada rasa kecewa dalam hati saya melihat
‘akibat’ penekanan harga ini yang akhirnya hanya
mendapatkan anak-anak kambing yang terlalu kecil itu.

Dan ternyata kambing-kambing kecil itu ditolak. Saya
melihat seorang yang mengatakan ‘haram..haram’ sambil
mengibaskan tangan seolah-olah menyuruh agar mobil
yang membawa kambing itu segera dibawa keluar. Pak W
bercerita bahwa yang ‘mengusir’ itu adalah ulama yang
ditempatkan di rumah potong ini untuk m enilai sah atau
tidaknya setiap kambing yang akan dikorbankan.
Subhanallah, ternyata apa yang baru terbersit di hati
saya terjawab. Jadi bagaimanapun pihak penyelenggara
akan berbisnis, alhamdulillah ada yang menyaring
disini supaya kambing yang dikorbankan itu tidak
sia-sia dan asal-asalan. Pak S terpaksa terpontang
panting lagi mencari kambing. Katanya kemarin untuk
rombongan besar mereka membeli kambing seharga 250
rial sebanyak dua ratus ekor lebih dan sekarang stok
kambing berukuran mini itu mungkin sudah habis.

Sementara pak S sibuk mencari kambing, kami
melihat-lihat pelaksanaan pemotongan di dalam rumah
potong itu. Tempat itu adalah bangsal besar yang
disiapkan secara khusus. Ada tempat menggantung
kambing yang baru dipotong untuk dikuliti. Ada saluran
air tempat menghanyutkan darah dan kambing-kambing itu
di potong dekat saluran air ini. Yang menakjubkan saya
cara memotong yang sangat mudah dan tidak ribet sama
s ekali. Hanya dua orang saja yang bekerja untuk
menyembelih kambing itu, seorang jagal dan
pembantunya. Kambing itu di rebahkan dengan posisi
keempat kakinya ke atas sebelum disembelih. Begitu
mudah dan kambing itu tidak meronta sedikitpun. Lalu
si jagal menggesekkan pisaunya di leher kambing itu,
dua kali gesekan. Selesai. Kambing yang sudah
disembelih itu meronta-ronta sedikit sebelum meregang
nyawanya. Proses pengulitan dan pemotong-motongan
barulah dikerjakan oleh orang-orang berseragam merah.
Dengan cara seperti itu berpuluh-puluh kambing
dipotong dalam tempo yang sangat cepat. Siapa yang
mengambil dan memakan kambing-kambing hadyu itu?
Ternyata kambing-kambing itu bisa pula ‘dibeli’ oleh
orang yang mau dengan harga murah. Yang menjual adalah
mereka yang mengerjakan pemotongan disana. Yang
membeli bisa siapa saja. Tapi ternyata yang membeli
itupun tidak banyak. Bahagian terbesar dari
kambing-kambing yang sudah dipotong itu d iambil oleh
siapa saja. Katanya, banyak orang-orang Afrika
mengambil untuk dibawa pulang ke kampung mereka.
Menurut ustad Sy, salah satu pembimbing, yang penting
tidak dibiarkan terbuang-buang mubazir.

Pak S akhirnya give up. Dia tidak mendapatkan kambing
seharga 250 rial. Kami terpaksa pulang tanpa
menyaksikan kambing hadyu rombongan kami dipotong.
Menurut ustad Sy lagi, itu tidak jadi masalah, karena
hari pemotongan hadyu tidak dibatasi selama kita masih
berada ditanah haram. Jadi besok-besokpun bisa. Pak S
yakin besok harga kambing itu pasti akan lebih murah.
Atau paling tidak kambing seharga 250 rial akan ada
lagi. Kami kembali ke Mina setelah hanya menonton
pemotongan kambing tapi bukan kambing kami.

St. Lembang Alam



Do you Yahoo!?
Yahoo! Finance Tax Center - File online. File on time.

____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Reply via email to