Assalamu'alikum Wr.wb


http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0308/24/utama/509404.htm

Kompas. Minggu, 24 Agustus 2003   
 
Tak Mampu Bayar Biaya Kegiatan Ekstrakurikuler
Seorang Siswa SD Gantung Diri 

Garut, Kompas - Seorang siswa sekolah dasar menggantung diri karena 
tak mampu membayar biaya kegiatan ekstrakurikuler sebesar Rp 2.500. 
Anak malang ini sampai Sabtu malam kemarin masih terbaring tidak 
sadarkan diri di ruang ICU Rumah Sakit Dokter Slamet, Garut, Jawa 
Barat.

Haryanto (12) melakukan tindakan nekat itu, Jumat (22/8), sekitar 
pukul 09.15. Ia terdorong rasa malu sesudah mengetahui bahwa ibunya 
tidak memiliki uang yang ia butuhkan. Anak sulung dari tiga 
bersaudara keluarga Suryana (42) yang sehari-hari bekerja sebagai 
buruh pikul di Pasar Ciawitali, Garut, ini adalah siswa kelas VI 
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sanding IV, Kabupaten Garut.

Rustiana, guru kelas VI SDN Sanding IV menceritakan, peristiwa ini 
bermula ketika pada Selasa (19/8) siang ada dua orang tamu yang masuk 
ke kelasnya guna menawarkan kegiatan ekstrakurikuler membuat sulaman 
burung dan mistar.

Untuk biaya membeli bahan baku, setiap siswa yang mengikuti kegiatan 
membuat sulaman burung diminta membayar Rp 2.500. Sementara yang 
ingin membuat mistar harus membayar Rp 3.500.

"Kegiatan itu sebenarnya tidak wajib hingga tidak semua siswa 
mengikutinya," jelas Rustiana.

Sebagai bukti, Rustiana lalu menyodorkan data bahwa dari 19 siswa 
kelas VI hanya 14 orang saja-termasuk Haryanto-yang mengikutinya. 
Saat itu, Haryanto memilih membuat sulaman burung.

Pada hari Rabu hingga Jumat, lanjut Rustiana, siswanya yang mengikuti 
kegiatan ekstrakurikuler secara silih berganti membayar uang 
kepadanya.

"Pada Jumat pagi semua siswa sudah lunas membayar kecuali Haryanto. 
Kebetulan pagi itu dua orang yang menawarkan kegiatan ekstrakurikuler 
datang lagi ke sekolah. Melihat hal ini, saya lalu bilang ke siswa 
bahwa orangnya sudah datang," tutur Rustiana.

Mendengar informasi ini, sekitar pukul 09.00, Haryanto yang merasa 
sebagai satu-satunya siswa yang belum membayar lalu minta izin ke 
Rustiana untuk kembali ke rumah yang berjarak sekitar 300 meter dari 
sekolah guna mengambil uang.

Sesampai di rumah Haryanto lalu menemui ibunya, Karni (39), yang 
sedang sibuk memasak di dapur untuk meminta uang Rp 2.500. Oleh 
karena tidak memiliki uang, permintaan ini ditolak.

"Saat itu saya memang tidak memiliki uang sesen pun. Paginya suami 
memang memberi Rp 7.000, namun sudah habis untuk belanja keperluan 
dapur. Suami saya memang masih punya Rp 2.000. Tetapi, saat itu dia 
sedang pergi. Dan, lagi pula uang itu rencananya untuk bekal ke pasar 
nanti malam," jelas Karni yang memiliki tiga anak, yaitu Haryanto 
(12), Rijal (7), dan Restu (1,5).

Jika pergi ke Pasar Ciawitali, Suryana, suami Karni, memang selalu 
membawa uang untuk membeli makan. Dalam satu kali bekerja, yang 
berlangsung antara pukul 23.30 hingga 08.00 keesokan paginya, Suryana 
mengaku biasa mendapat penghasilan sekitar Rp 20.000.

"Kebetulan pada Kamis malam suami saya tidak ke pasar karena sedang 
tidak enak badan. Jadi, uang yang saya miliki pada Jumat pagi amat 
terbatas," jelas Karni.

Saking terbatasnya uang yang dimiliki, pada Jumat pagi itu juga, 
Karni terpaksa meminjam Rp 2.000 dari Juju, tetangganya, untuk 
membeli minyak tanah.

Kawat telepon

Mendengar permintaannya tidak dipenuhi, Haryanto terus merengek, 
bahkan sampai menangis. Melihat ibunya bergeming, anak yang jarang 
meminta uang kepada orangtuanya itu mengambil gulungan kawat telepon 
bekas tali jemuran yang disimpan di kolong dapur.

Haryanto lalu pergi ke halaman belakang rumahnya yang berbentuk 
panggung dengan dinding bilik bambu berukuran 4 x 5 meter. Dengan 
bantuan kusen yang ditumpuk, Haryanto lalu mengikatkan salah satu 
ujung kabel telepon yang dia bawa ke usuk rumahnya dan ujung lainnya 
ke leher.

"Tiba-tiba saya mendengar suara keras jatuh di belakang rumah," ujar 
Karni yang kemudian berlari ke belakang rumah.

Betapa terkejutnya Karni ketika melihat Haryanto yang masih 
menggunakan pakaian seragam Pramuka sudah menggantung diri dengan 
lidah menjulur keluar. Suara yang didengar Karni rupanya berasal dari 
kusen tempat pijakan Haryanto yang jatuh.

"Saya hanya dapat berteriak melihat pemandangan itu," kata Karni.

Para tetangga yang mendengar teriakan Karni berdatangan dan 
menurunkan Haryanto dari tali gantungan. Haryanto yang sudah tidak 
sadarkan diri lalu dibawa ke rumah sakit.

Hingga Sabtu malam, Haryanto yang memiliki berat sekitar 30 kilogram 
ini belum sadarkan diri. Pernapasannya masih dibantu dengan oksigen 
dan infus dengan kecepatan 10 tetes tiap menit yang menempel di 
tangan kanan, sementara perban warna coklat terlihat menutupi 
lehernya.

Sebagai biaya pengobatan Haryanto, Suryana mengaku telah mendapat 
bantuan Rp 250.000. "Sekarang tinggal Rp 37.000 karena yang Rp 
213.000 sudah habis untuk membeli obat," jelas Suryana.

Guna menetralisir keadaan, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia 
Kecamatan Garut Kota Warsyan SI meminta Rustiana untuk sementara 
waktu tidak mengajar dahulu. (NWO)





RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/daftar.php
-----------------------------------------------

Berhenti menerima RantauNet Mailing List, silahkan ke: 
http://www.rantaunet.com/unsubscribe.php
===============================================

Kirim email ke