----- Original Message -----
Sent: Tuesday, August 26, 2003 6:48
PM
Subject: Re: [RantauNet.Com] Mohon Info
ttg Perpustakaan..
Kalau begitu, kita sepakati bahwa Mak Sati adalah
sosok penting dalam dunia perpust.
Itu duluuuu, sekarang udah rakyat
jelata, meskipun masih mencoba mengabdikan diri di kampus yang mempersiapkan
pustakawan masa depan.
Yang ingin saya tanyakan kepada Mak Sati adalah
:
1. Faktor apa yang menjadikan perpust sulit
berkembang ? kendala dan usaha2 yang telah dilakukan.
a. Tidak ada dukungan politis dari
para pengambil keputusan, sehingga berakibat tidak bakalan lahir kebijakan
strategis dalam usaha pengembangan perpustakaan ini. Pada saat ini tidak ada
lembaga yang diberi tugas dan tanggung jawab di bidang ini. Dan sedihnya lagi,
kepala Badan Perpustakaan Daerah Prop. Sumbar, yang dulu sebuah lembaga yang
diberi tugas untuk itu, adalah orang yang sama sekali tidak punya
pendidikan dan pengalaman di bidang perpustakaan. Di Dinas Pendidikan tingkat
propinsi, jangan dikata lagi di tingkat lebih rendah, tidak ada lagi pejabat
yang mengurusi perpustakaan sekolah.
2. Lalu bagaimana hubungan perpust di sana dengan
yayasan2 internasional dan nasional yang berperan sebagai donatur buku2
perpust ?
Dalam batas-batas tertentu semua
perpustakaan yang sudah ada, terutama perpustakaan perguruan tinggi, sudah
memiliki jalur yang lumayan efektif, dalam pengertian, sejak tigapuluhan tahun
yang lalu mereka sudah menerima bantuan buku dan koleksi lainnya. Perpustakaan
umum dapat saya katakan belum mengembangkan jalur hubungan kerjasama
internasional ini. Perpustakaan sekolah tidak boleh melakukannya secara
langsung, karena semua bantuan internasional harus dilakukan melalui
departemen pendidikan di Jakarta.
3. Bagaimana tingkat persebaran perpus di sana
?
Jika yang Anda maksud perpustakaan
umum, jawabnya: sangat menyedihkan. Di setiap kabupaten dan kotamadya pernah
diusahakan pendirian sebuah perpustakaan daerah, tapi, hidupnya ya, senin
kemis, dan saya yakin tidak semua daerah punya. Di era 1980-an pernah
digerakkan oleh Perpustakaan Nasional dengan bantuan Departemen Dalam Negeri
sebuah program yang dinamakan Perpustakaan Desa yang diberi setumpuk buku dan
secuil dana operasional. Sampai saat saya pensiun th. 1997, program ini
seperti kerakap di atas batu. Dalam perjalanan dinas saya, saya banyak
menemukan plang Perpustakaan Desa, tapi tidak pernah menemukan
perpustakaannya. Bukunya ditumpuk di kantor kepala desa, atau bahkan di rumah
penduduk yang bersedia menampungnya. Saat ini saya tidak lagi pernah mendengar
kelanjutan program ini.
Perpustakaan Mesjid merupakan kegiatan
relatif baru, dikembangkan sejak 1990-an. Beberapa mesjid besar, terutama di
perkotaan, memiliki kegiatan lumayan, tapi tidak banyak.
Perpustakaan Kerja di perkantoran dan
perusahaan bisa dihitung dengan jari. Setahu saya, yang sudah punya sejak lama
adalah PT Semen Padang dan Balittan Sukarami yang agak lumayan.
Perpustakaan Kantor Gubernur dan Bapeda Sumbar, hidup segan mati tak
mau.
Perpustakaan sekolah dari SD sampai SM
lumayan, namun sekarang sudah tidak ada pejabat yang membinanya. Mungkin
sekolah baru tidak punya personil pengelola. Tidak ada pengangkatan petugas
perpustakaan sekolah. Banyak sekolah menggunakan tenaga guru dan pegawai TU
yang sudah ada, sebagian dengan bekal penataran seadanya, sebagian lain buta
perpustakaan sama sekali. Satu dua sudah mulai mempekerjakan alumni program D2
jurusan perpustakaan dari Fakultas Adab, IAIN Imam Bonjol sebagai tenaga honor
dengan gaji yang sangat menyedihkan, bahkan tidak cukup untuk transoptasi
mereka pergi bertugas.
mak
Sati (66->67)