Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu ** *7. Di Sekitar Bukit Tinggi*
Jam sembilan tepat rombongan kemarin sudah datang menjemput kami di Belakang Balok. Ditambah dengan Rahima Rahim, ustadzah muda yang kini tinggal di Bukit Tinggi. Aku baru sekarang ini bertemu muka dengan Rahima meski kami sudah berbicara beberapa kali di telepon. Pagi ini kami bergegas saja berangkat, mampir sebentar ke pasar, ke Kampuang Cino. Ustad Zulharbi mau singgah di ATM BCA dan aku mencoba menanyakan cassete untuk handicam. Tidak ada disana dan kepadaku dianjurkan melihatnya di toko dekat lapangan kantin. Kami menuju kesana, dan alhamdulillah mendapatkan cassete kosong tersebut. Sekarang kami mulai kunjungan ke daerah korban gempa. Tidak jauh-jauh, di Koto Baru Jambu Air di sisi ngarai Sianok. Pinggir kota Bukit Tinggi yang inipun baru kali ini aku tempuh. Kami jumpai jalan yang ditutup dan ditandai bendera merah karena berada persis di sisi ngarai yang runtuh. Jalan ini sudah retak-retak. Kalau dilalui kendaraan bermotor memang sangat dikhawatirkan tanah dibawahnya sudah tidak kuat menopang dan bisa runtuh. Di depan kami adalah ngarai Sianok dengan bagian tebingnya yang runtuh. Kami berjalan menuju perumahan penduduk dan kami dapati rumah-rumah yang rusak. Tidak hancur benar seperti yang tadi malam kami lihat di Sumani, tapi kerusakannya umumnya cukup parah. Umumnya dindingnya hancur dan dibagian dalam rumah langit-langit rumah terban. Ada 13 buah rumah rusak yang kami temui dan kepada pemiliknya kami bagikan amplop berisi Rp 100,000.- Di kampung ini ada tenda darurat tempat masyarakat bernaung dan waktu kami datang masih mereka gunakan. Seorang ibu yang rumahnya juga rusak, dalam keadaan sakit dan bernaung di tenda ini. Kepadanya tentu saja kami berikan pula sumbangan. Kami selesaikan kunjungan di kampung ini. Sekarang kami menuju ke arah Taluak IV Suku. Ustad Zulharbi menunjukkan mesjid Taluak yang antik yang jadi kebanggaan mak Amzar Bandaro. Menaranya yang anggun terletak di luar mesjid. Menara itu kini retak dan kelihatan bidang retaknya. Menurut informasi yang kami dapat disana Dinas PU sudah menginstruksikan agar menara itu di runtuhkan. Disini kami berkunjung pula ke rumah mantan walikota Padang Panjang yang rupanya kenal baik dengan ustad Zulharbi. Kunjungan 'menyilau' rumah beliau yang juga rusak akibat gempa. Setelah itu barulah kami mengunjungi penduduk yang rumahnya rusak. Kerusakan disini juga tidak separah di Sumani. Ada delapan buah amplop yang kami bagikan di Taluak ditambah sebuah amplop untuk pengurus mesjid Taluak yang menaranya rusak itu. Kami terus lagi ke arah selatan ke Ladang Laweh. Disini ada tujuh buah rumah yang rusak yang kami bagi sumbangan. Umumnya rumah-rumah kayu. Ada juga kami lihat rumah gadang yang ditinggal pemiliknya (rumah kosong) yang ikut rusak akibat gempa di kampung ini. Tujuan berikutnya adalah nagari Sungai Tanang yang menurut ustad Zulharbi cukup parah keadaannya. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Sungai Tanang kami mampir sebentar di pasar Padang Lua, karena umi Yusra ingin membeli penganan dan buah 'nan ka digatok di ateh oto'. Dia pergi sebentar ditemani Rahima. Kami menunggu di mobil di simpang arah ke Koto Tuo. Aku termangu memikirkan kerusakan yang aku lihat sejak kemarin. Kelihatan bahwa umumnya rumah penduduk memang tidak disiapkan untuk 'tahan gempa'. Di beberapa buah rumah yang rusak aku lihat bahwa rumah itu tidak mempunyai tiang yang memadai. Tiang di sudut rumah hanya dibuat dari batu bata merah yang didobelkan. Tentulah bangun seperti itu tidak memadai untuk menahan goncangan. Begitu keadaan rumah-rumah lama dan begitu juga dengan rumah-rumah yang relatif baru di kampung-kampung. Pikiranku melayang pula ke masalah perijinan mendirikan bangunan. Setiap bangunan yang akan didirikan wajib mempunyai izin bangunan. Tapi kegunaan surat izin mendirikan bangunan atau IMB itu seringkali sekedar formalitas saja. Tidak ada kontrol dari dinas yang mengawasi perumahan yang dibangun. Masalah ini jadi sangat nyata ketidakbersungguh-sungguhannya ketika melihat betapa mudahnya masyarakat merenovasi rumah tinggal mereka sesuka-suka mereka tanpa memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan. Padahal seyogianya instansi yang mengeluarkan IMB itu juga memperhitungkan dan mengawasi faktor-faktor tersebut. *8. Sungai Tanang jo Koto Gadang* * * Sejak sekolah di SR dulu sudah biasa aku mendengar lagu 'Ba bendi-bendi ka Sungai Tanang' tapi baru kali ini pula aku mengunjungi nagari yang sebenarnya sangat terkenal ini. 'Janiah ayianyo Sungai Tanang, Minuman nak rang Bukik Tinggi, Tuan kanduang tadanga sanang, Baolah tompang badan kami'. Dan kami tidak datang ba bendi-bendi kesini. Sampailah kami di kampung Sungai Tanang di kaki gunung Singgalang. Kampung yang indah dengan kolam air besar yang airnya berasal dari mata air di dasar kolam itu. Kesibukan masyarakat di kampung ini kelihatannya sudah seperti biasa, tapi pemandangan rumah-rumah hancur sangat menyedihkan. Ada posko besar di tengah kampung. Di simpang tiga kami berbelok ke kiri. Sekarang di sebelah kiri kami mesjid jami' Sungai Tanang, persis di hadapan kolam besar Sungai Tanang. Mesjid ini rusak parah. Di belakang mesjid ada rumah yang runtuh sampai atapnya mengheram ke tanah. Masya Allah. Di sisi lain kolam ada bangunan mirip mesjid bertingkat yang rupanya adalah sekolah Taman Pendidikan Al Quran. Bangunan ini juga rusak. Ustad Zulharbi mencari pengurus mesjid. Tidak kunjung bertemu. Kami balik ke samping posko, bertanya di kantor yang aku lupa entah kantor apa. Ada beberapa orang petugas disana. Karena tetap tidak menemukan pengurus mesjid kami menanyakan apakah kami boleh menitipkan sumbangan untuk mesjid jami'. Bapak Faisal bersedia menerimanya untuk diserahkan kepada pengurus mesjid (Rp 200,000) dan pengurus TPA (Rp 100,000). Tapi beliau tidak bersedia memberitahu kepada siapa saja sebaiknya sumbangan diberikan dikalangan penduduk. Menurut beliau kalau beliau menyebutkan nama, dikhawatirkan nanti akan disalahtafsirkan masyarakat dan beliau anjurkan agar kami langsung saja melihat kondisinya di tengah kampung. Kami langsung saja menemui penduduk yang rumahnya rusak di sepanjang pinggir jalan. Perjalanan itu kami teruskan sampai ke Sungai Tanang Ketek. Disini ada sebuah surau, Al Abrar namanya yang kami beri pula sumbangan. Dan kami temui pula penduduk yang rumahnya rusak. Hanya dua belas buah rumah yang mendapatkan sumbangan kami di kampung ini. Kerusakan rumah disini memang lebih parah dibandingkan dengan yang kami lihat di sekitar Bukit Tinggi sebelumnya. Belakangan aku membaca di sebuah posting yang berasal dari koran Padang Express tentang kejadian yang menimpa seorang ibu yang terkorban ditimpa bagian bangunan mesjid yang runtuh ketika sedang shalat di mesjid jami' Sungai Tanang itu. Pada waktu gempa kedua terjadi sekitar jam 12.45 orang sedang shalat berjamaah zuhur di mesjid. Pada saat gempa terjadi, jamaah lain berhamburan keluar menyelamatkan diri kecuali ibu itu yang tetap khusyuk dalam shalatnya. Akibatnya beliau syahid, meninggal dalam keadaan shalat. Dan menurut berita itu, jenazah beliau berbau harum ketika diselenggarakan untuk pemakaman. Subhanallah. Cerita ini tentu bukan dongeng karena baru saja terjadi. Dengan memuat di koran orang dapat mengecek kebenarannya seandainya mau. Dan aku yakin seyakin-yakinnya bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala menyampaikan pesan yang sangat jelas dalam kejadian itu. Mudah-mudahan ibu yang terkorban itu mendapat keutamaan yang tinggi disisi Allah. Kami tinggalkan kampung Sungai Tanang. Sekarang kami menuju Koto Gadang melalui Guguak. Di sepanjang jalan ini tidak tampak pengaruh gempa. Sampailah kami di depan mesjid Nurul Iman Koto Gadang. Mesjid yang bagaikan terbelah, hancur. Saat itu masyarakat sedang bergotong royong meruntuhkan bagian yang 'tagurajai' dan rusak-rusak dengan cara menariknya dengan tali. Sedih melihat pemandangan seperti itu. Dan ini entah mesjid yang ke berapa yang rusak yang aku lihat sejak kemarin. Menurut cerita penduduk di situ, jamaah sedang shalat zuhur berjamaah pula ketika gempa kedua hari Selasa itu terjadi. Ada delapan orang bapak-bapak yang sedang shalat dan menyelesaikan shalat mereka sampai tuntas. Waktu mereka mengucapkan salam di akhir shalat, bagian belakang mesjid itu sudah menganga akibat runtuhnya dinding mesjid. Ada petugas Metro TV mendatangiku dan mengatakan ingin mewawancaraiku sehubungan dengan musibah di mesjid itu. Aku katakan bahwa aku juga pengunjung dan kusuruh petugas itu mencari pengurus mesjid saja. Kami berikan pula sumbangan kepada pengurus mesjid untuk rehabilitasi mesjid. Tapi kami tidak berkunjung ke dalam kampung di Koto Gadang. Bertambah termangu-mangu aku menyaksikan akibat yang ditinggalkan oleh gempa. Kalau Allah berkehendak, betapa mudahnya bagi Allah menghancurkan apa saja. Laa haula wa laa quwwata illaa billahi. (bersambung) --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---