http://www.gatra. com/artikel. php?id=104061
Sekolah Mahal Sehari Penuh Bagi masyarakat Medan, Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah (YPSA) cukup ngetop. Yayasan itu mengelola sekolah mulai taman bermain hingga sekolah menengah atas (SMA). Hanya saja, tak sembarang orang bisa menyekolahkan anaknya di sekolah yang beralamat di Jalan Setiabudi Nomor 191, Medan, ini. Yang duitnya cekak alias miskin silakan cari sekolah lain. Begitu pula dengan sekolah Al-Azhar, Medan. YPSA dan Al-Azhar adalah contoh sekolah yang mematok ongkos mahal di ibu kota Sumatera Utara itu. Biarpun mahal, sekolah YPSA maupun Al-Azhar tak kurang peminat. Setiap kali pintu pendaftaran dibuka, yang mendaftar berjibun. Untuk sekolah YPSA, pendaftaran siswa baru mulai dibuka pertengahan Maret, empat bulan sebelum tahun ajaran baru. Jumlah siswa yang diterima pun dibatasi. "Agar kualitas terjaga, kami membatasi jumlah siswa," kata Raja Daulat Siregar, Kepala SMA YPSA. Untuk bangku SMA, YPSA hanya menyediakan dua kelas reguler dan satu kelas internasional. Sedangkan SMP hanya menampung tiga kelas reguler dan satu kelas internasional. Satu kelas diisi 20 siswa. "Supaya perimbangan antara guru dan siswa ideal," Ketua Penerimaan Siswa Baru YPSA itu menambahkan. Untuk tahun ajaran baru 2007, pendaftaran mulai dibuka 12 Maret lalu. Muridnya tak hanya berasal dari Medan dan sekitarnya. Banyak pendaftar berasal dari Aceh. Sebelum mendaftar, orangtua calon siswa dipersilakan melihat berbagai fasilitas di sekolah itu dan bertanya seputar program belajar serta kurikulum yang diajarkan. Maksudnya, agar orangtua punya gambaran sebelum benar-benar memasukkan anaknya ke sekolah YPSA. Seleksi penerimaan siswa baru dilakukan dengan ujian tertulis, meliputi tes potensi akademik dan pengetahuan agama Islam. Khusus untuk kelas internasional, calon siswa diharuskan mengikuti tes bahasa Inggris. Yang dinyatakan lulus mesti menyediakan uang masuk Rp 12,5 juta untuk SMA internasional. Rinciannya, uang pangkal Rp 9 juta, pakaian seragam Rp 300.000, kegiatan siswa/santri tahunan Rp 1,55 juta, dan SPP bulan pertama Rp 1,65 juta. Sedangkan untuk SMP internasional, biaya masuknya Rp 14,315 juta. Rinciannya, uang pangkal Rp 10,5 juta, pakaian seragam Rp 315.000, kegiatan siswa/santri tahunan Rp 1,65 juta, dan SPP bulan pertama Rp 1,85 juta. "Uang pangkal memang mahal karena sarananya lengkap," ujar Raja Daulat Siregar. Uang pangkal dialokasikan untuk menyediakan atau menambah fasilitas pendidikan dan pengembangan pendidikan. Alokasi uang kegiatan siswa/santri dipakai untuk biaya pendidikan, proses pembelajaran, serta pengembangan material dan non-material. Sedangkan SPP dipakai untuk biaya operasional pendidikan akademis dan non-akademis, gaji guru dan karyawan, serta makan siang siswa. Untuk kelas reguler SMP, biaya masuknya Rp 7,28 juta. Rinciannya, uang pangkal Rp 4,95 juta, pakaian seragam Rp 300.000, kegiatan siswa/santri tahunan Rp 1,45 juta, dan SPP bulan pertama Rp 580.000. Sedangkan untuk SMA, biaya masuknya Rp 7,515. Rinciannya, uang pangkal Rp 5 juta, pakaian seragam Rp 315.000, kegiatan siswa/santri tahunan Rp 1,55 juta, dan SPP bulan pertama Rp 650.000. Raja Daulat mengklaim, besarnya biaya masuk dan bulanan sebanding dengan tujuan pendidikan yang ditawarkan YPSA. "Tujuan kami, menciptakan generasi yang mumpuni dan berakhlakul karimah," kata Daulat. Untuk mencapai tujuan itu, YPSA menerapkan sistem pendidikan yang terintegrasi antara ilmu agama dan ilmu umum. Kurikulumnya mengombinasikan kurikulum pendidikan nasional, Departemen Agama, kurikulum lokal, dan internasional. Di kelas internasional, YPSA menggandeng Learning Sinergy Group (LSG). Lembaga yang berpusat di Singapura itu merupakan fasilitator dalam menjembatani kurikulum dengan modul yang dikeluarkan Cambridge University, Inggris. LSG sekaligus mengawasi penerapan kurikulum internasional. "Makanya, biaya masuk dan bulanan lebih mahal dibandingkan dengan kelas reguler," katanya. Karena mengadopsi kurikulum dari Inggris, bahasa pengantar untuk pelajaran kimia, fisika, matematika, dan biologi adalah bahasa Inggris. Begitu pula soal ujiannya memakai bahasa Inggris. Lulusan kelas internasional akan mengantongi general certificate education (GCE) yang berlaku di negara mana pun. "Tanpa GCE, siswa yang ingin sekolah ke luar negeri harus ikut matrikulasi selama setahun," ujarnya. YPSA menyediakan fasilitas ruang kelas full AC, laboratorium IPA, laboratorium bahasa (Inggris, Arab, Jepang, Jerman, dan Mandarin), serta komputer. Selain itu, disediakan studio musik, ruang bermain, kebun pembibitan, klinik kesehatan, masjid, ruang bermain, foodcourt, dan supermarket. Suasana sekolah dibuat dalam lingkungan yang Islami, aman, dan nyaman. Karena itu, sekolah YPSA mendapatkan piala bergilir Menteri Negara Lingkungan Hidup untuk kategori sekolah berwawasan lingkungan hidup. Untuk mempermudah orangtua dalam memantau prestasi dan kegiatan anak di sekolah, YPSA menyediakan fasilitas SMS gateway yang bisa diakses setiap saat. Dengan fasilitas itu, orangtua bisa mengecek kehadiran anaknya, nilai mata pelajaran, atau berkomunikasi dengan guru. Sebagai sekolah yang mengusung slogan Islamic full day school, YPSA menerapkan seabrek kegiatan keagamaan bagi siswanya. Misalnya, tadarusan (membaca Al-Quran) bersama guru dan mendengarkan ceramah agama dalam empat bahasa asing. Usai bubaran kelas pada pukul 16.00, siswa tidak langsung pulang karena masih diberi pelajaran tambahan. Misalnya kepemimpinan, orasi, pidato, dan debat. "Dengan Islamic full day school, siswa bisa terhindar dari pengaruh buruk lingkungan," kata Raja Daulat Siregar. "Memang peluang untuk berbuat buruk ada, tapi bisa diminimalkan, " ia menambahkan. Full day school juga diterapkan sekolah Al-Falah Surabaya. Ketika istirahat siang pada pukul 11.30, seluruh siswa makan siang, dilanjutkan dengan salat lohor berjamaah. Makan siang disediakan pihak sekolah. Dalam proses makan siang ini, siswa dibagi dalam kelompok kecil masing-masing berisi sembilan anak didik, dipimpin seorang guru. Sejam kemudian, pukul 12.30, semua siswa kembali ke kelas. Istirahat kedua, pukul 15.30, diisi dengan kegiatan mengaji dan salat asar berjamaah. Kegiatan dilanjutkan dengan membaca buku yang disenangi siswa hingga pukul empat sore. Belum selesai sampai di sini, anak didik kemudian mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. "Jadi, seharian siswa bersekolah," kata Sodikin, Kepala SMP Al-Falah, kepada Ary Sulistyo dari Gatra. Sodikin mengklaim, Al-Falah adalah sekolah pertama di Surabaya dan sekitarnya yang menerapkan full day school. Irwan Andri Atmanto, dan Rizal Harahap (Medan) [Laporan Khusus, Gatra Edisi Khusus beredar Kamis, 19 April 2007] _ --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] Konfigurasi dan Webmail Mailing List: http://groups.google.com/group/RantauNet Daftar dulu di: https://www.google.com/accounts/NewAccount -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---