Dinda IJP,
 
Carito Anggun Nan Tongga Magek Jabang ko potensial mah 'diterjemahkan' jadi 
objek Pariwisata Piaman. Sakadar untuak mandapek ilham, lieklah caro Pemerintah 
kota Melaka 'menerjemahkan' kisah Hang Tuah jadi salah satu objek wisatanyo. 
Bagaduru lo urang pai maliek, baserak dollar, euro, rupiah, dll. di situ. Kok 
ado kesempatan Dinda ka Melaka, lakik'ilah mempelajarinyo. Banyak kisah2 lamo 
di Piaman nan bisa kita 'terjemahkan' jadi objek pariwisata, juo 'Kisah si 
Joki' misalnyo. Nan penting ado konsep. Banyak nan bisa dikarajokan. Paralu 
urang mudo nan basumangaik, nan indak bapikia 4 tahun ka muko sajo doh.
 
Wassalam,
Suryadi
 


________________________________
Dari: Indra Jaya Piliang <pi_li...@yahoo.com>
Kepada: Rantau Net <RantauNet@googlegroups.com> 
Cc: Koran Digital <koran-digi...@googlegroups.com>; Forahmi 
<fora...@yahoogroups.com>; Kahmi <kahmi_pro_netw...@yahoogroups.com>; Lisi 
<l...@yahoogroups.com>; "p...@yahoogroups.com" <p...@yahoogroups.com> 
Dikirim: Senin, 28 Januari 2013 9:53
Judul: [R@ntau-Net] Iko Jaleh Piaman (17)


http://indrapiliang.com/2013/01/28/iko-jaleh-piaman-17-/

Iko Jaleh Piaman (17) 
Oleh
Indra J Piliang*)

Masih banyak orang Pariaman belum tahu tentang cerita Anggun Nan Tongga. 
Buktinya, waktu acara talkshow di Radio Dara FM tanggal 15 Januari 2013 lalu, 
saya sempat bertanya tentang gelar atau nama lainnya. Ada memang yang berhasil 
menjawab, yakni Magek Jabang. Namun ketika ditanya soal Nangkodo Baha, semakin 
sedikit yang tahu. Padahal, dua ikon inilah yang sudah menjadi bagian dari 
mitologi sosial Rang Piaman. 

Guna mengingatkan kembali tentang dua ikon itu, saya sudah lama ingin 
menerbitkan kembali kisah mereka yang pernah ditulis. Kebetulan, dua tahun lalu 
saya berjumpa dengan Abrar Yusra. Novelis ini pernah menulis tentang Anggun Nan 
Tongga, Nangkodo Baha, Gondan Gondoriah dan lain-lain. Baru minggu lalu saya 
mendapatkan naskah novel berjudul “Dendang Pelayaran” karya Abrar Yusra ini. 
Naskah yang menghentak, tentu dengan versinya sendiri. 

Setelah membaca naskah Abrar Yusra, saya baru paham cerita Nangkodo Baha, 
Anggun Nan Tongga dan lain-lainnya itu dalam versi Abrar. Walau langgamnya 
tidak terlalu sesuai dengan kaidah sebuah naskah yang akan beredar di 
Minangkabau, melainkan lebih ditujukan kepada pembaca Indonesia, cerita ini 
mengurai hubungan banyak pihak di dalamnya. Bagaimanapun, saya akhirnya 
memutuskan untuk menerbitkan (kembali) naskah ini. Biarlah nanti publik yang 
menilai. 

Pentingnya mengangkat (lagi) naskah tentang Anggun Nan Tongga dan nama-nama 
yang terkait dengannya ini, adalah bagian dari usaha saya untuk “Menikam Jejak, 
Mencari Akar”. Tidak hanya sekadar membangkit batang terendam, tetapi juga 
membersihkan batang-batang itu untuk menelusuri seluruh lekuk-lekuknya. Dan ini 
bukan usaha pertama, tetapi menjadi bagian dari proses yang sudah lama saya 
lakukan secara pribadi. 

Saya termasuk orang yang sedih, ketika Tugu Layar di Simpang Tugu Tabuik 
sekarang dibongkar. Bagaimanapun, sejarah TNI Angkatan Laut pernah hidup di 
Pariaman, terbukti dengan Tugu Layar itu. Ada kalimat yang saya selalu ingat di 
Tugu Layar itu: “Panakiak pisau sirauit, Ambiak galah batang lintabuang, 
Salodang ambiak ka nyiru. Nan satitiak jadikan lauik, Nan sakapa jadikan 
gunuang, Alam takambang jadikan guru.” Sejak mengenal kata-kata itu, saya 
menjadikannya sebagai pedoman hidup, baik di rantau, apalagi di ranah. Sebagai 
seorang pembelajar, kata-kata itu membekas dalam diri saya. 

Sampai sekarang saya tidak mengerti, kenapa Tugu Layar hilang. Saya tentu 
setuju dengan adanya Tugu Tabuik, tetapi bukan berarti yang lain harus 
dihilangkan. Apalagi, para tetua Pariaman masih ingat, betapa setiap Hari 
Angkatan Laut (atau Hari Dharma Samudera, setiap tanggak 15 Januari) ada 
semacam defile dari TNI AL di Pantai dan Kota Pariaman. Simbol sebagai kota 
maritim tertanam, dengan Tugu Layar menjadi salah satu ikonnya. Dengan atraksi 
defile TNI AL setiap tahun di Kota Pariaman saja, sudah menjadi kebanggaan 
tersendiri warga kota. Apalagi sepanjang sejarahnya, Kota Pariaman memang 
terkenal sebagai basis armada laut, baik pihak asing, maupun pribumi. 

*** 

Mitologi Anggun Nan Tongga dan Nangkodo Baha adalah bagian dari kejayaan 
maritim Rang Piaman. Piaman disini meliputi tidak hanya Kota Pariaman sekarang, 
melainkan juga Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam (bagian Barat, seperti 
Tiku), Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kota Padang. Itulah yang disebut 
sebagai Piaman Laweh. 

Penjelajahan yang dilakukan oleh Anggun Nan Tongga, juga sampai ke sejumlah 
pulau lain yang tentu “sulit” diterjemahkan secara geografis, seperti Pulau 
Malabari. Tugas ilmuwanlah mengungkap nama-nama yang tersembunyi di balik 
mitos, terutama para ahli antropologi. 

Tanpa keinginan yang kuat untuk mempertahankan apa-apa yang sudah pernah 
dimiliki oleh Kota Pariaman, justru akan memicu proses destruksi budaya. Bukan 
berarti semua benda dari masa lalu harus dipuja, tetapi tanpa masa lalu, 
manusia sekarang hanyalah bagaikan buih di tengah samudera. Sekalipun 
kecenderungan yang kuat adalah “Adat menurun, Agama menaik”, tetapi juga patut 
dikaitkan dengan “Bertangga naik, berjenjang turun”. Naik turunnya (pengaruh) 
agama dan adat, memiliki tangga dan jenjangnya masing-masing, tidak bisa 
langsung punah dan hilang sama sekali. 

Dari naskah Abrar Yusra, ada sosok yang menarik, yakni Intan Karang. 
Barangkali, kontroversi akan muncul. Begitu juga posisi Ganto Sori, etek atau 
bibi Anggun Nan Tongga, Ratu Istana Kampung Dalam. Intan Karang adalah istri 
Nangkodo Baha yang diceraikan di tengah laut, di atas kapal Dandang Olai, 
karena berselingkuh dengan Anggun Nan Tongga. Intan Karang ini juga muncul 
sebagai pengatur strategi penyerangan pulau tempat Raja Tua disekap perompak. 
Namun sebagai sebuah kisah utuh, tanpa adegan perselingkuhan Intan Karang di 
atas kapal, tidak akan ketemu akhir dari cerita “Dendang Pelayaran” ini. 
Sebagai kisah yang utuh, satu atau dua alinea yang disobek akan memunculkan 
masalah besar dalam struktur penulisan. 

Dalam waktu dekat, naskah “Dendang Pelayaran” Abrar Yusra dicetak ulang oleh 
Nangkodo Baha Institute, satu lembaga kajian lokal yang saya dirikan di Kota 
Pariaman. Bersamaan atau berurutan dengan itu, juga akan terbit buku “Tabuik 
Piaman” yang ditulis oleh dua orang, yakni tuo tabuik dan ilmuwan budaya. Kalau 
ada naskah-naskah lainnya, saya dengan tangan terbuka menyediakan diri untuk 
diberikan, agar bisa dilirik, lantas diterbitkan. Dengan semaraknya buku-buku 
dengan nuansa lokal yang kuat ini, saya tentu berharap akan mewarnai dunia 
penulisan di Kota Pariaman, khususnya, dan Sumatera Barat, umumnya.

Patut dicatat, bukan hanya Pariaman yang memiliki sejumlah mitologi sosial. 
Kisah Malin Kundang, misalnya, bisa dimunculkan kembali dalam versi lebih 
moderen. Begitu juga tentang Cindua Mato, Rambun Pamenan dan lain-lain. 
Masing-masing daerah memiliki kekayaan imajinasi kulturalnya sendiri, sebagian 
(besar) tersembunyi dalam tambo. Apabila dicetak kembali, diedarkan, 
didiskusikan, akan muncul polemik kebudayaan yang menjadi api nan tak kunjung 
padam di Ranah Minangkabau. 
Bukankah film-film Hollywood yang kita tonton belakangan ini juga mengandung 
banyak tambo dan mitos? Dari tokoh pahlawan semacam Batman, Spiderman, sampai 
kisah Lord of The Rings, sampai film Avatar. Karya-karya yang hanya 
mengandalkan imajinasi, tokoh-tokoh yang tidak berdeta dan tak pandai 
berpetatah-petitih. Alam Minangkabau sama sekali tidak kekurangan kisah-kisah 
sejenis, tinggal digali, dikumpulkan, ditulis ulang, lalu kemudian 
disebarkan... 

*) Menyukai Gundala, Sang Putra Petir-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke