Dari Om Wiki juo diambiak, paulang-ulang jalan bia ndak lupo dima patok
ditanam.

Salam.
=====

Kaba Cindua Mato adalah cerita rakyat, berbentuk kaba, dari Minangkabau.
Kaba ini mengisahkan petualangan tokoh utamanya, Cindua Mato, dalam membela
kebenaran. Kaba Cindua Mato menggambarkan keadaan ideal Kerajaan Pagaruyung
menurut pandangan orang Minangkabau.

Berbagai edisi
Edisi cetak tertua kaba ini adalah yang dicatat oleh van der Toorn, Tjindur
Mato, Minangkabausch-Maleische Legende. Edisi ini hanya memuat sepertiga
saja dari manuskrip asli yang tebalnya 500 halaman. Pada 1904 Datuk Garang
menerbitkan edisi lengkap kaba ini di Semenanjung Malaya, dalam aksara Jawi.
Edisi ini mirip dengan versi van der Toorn.

Edisi Datuk Garang didasarkan pada manuskrip milik keluarga seorang Tuanku
Laras di daerah Minangkabau timur.

Tokoh-tokoh utama
•       Bundo Kanduang adalah ratu asli, yang diciptakan bersamaan dengan
alam ini. Ia merupakan ibu dari Raja Alam, Dang Tuanku, yang dilahirkannya
setelah ia meminum air kelapa gading.
•       Dang Tuanku adalah Raja Pagaruyung, putra Bundo Kanduang. Dia
ditunangkan dengan Puti Bungsu, sepupunya, anak dari pamannya Rajo Mudo,
yang berkuasa di Sikalawi.
•       Cindua Mato seperti Dang Tuanku terlahir setelah ibunya, Kembang
Bendahari, meminum air kelapa gading. Karena itu dia juga dapat dipandang
sebagai saudara Dang Tuanku.
•       Imbang Jayo adalah raja Sungai Ngiang, rantau Minangkabau sebelah
Timur. Dia berusaha merebut Puti Bungsu, yang sudah ditunangkan dengan Dang
Tuanku, dengan menyebarkan desas-desus bahwa raja Pagaruyung tersebut
menderita penyakit.
•       Tiang Bungkuak adalah ayah Imbang Jayo yang sakti dan kebal. Namun
pada akhirnya Cindua Mato menemukan kelemahannya.

Ringkasan
Perhatian: Bagian di bawah ini mungkin akan membeberkan isi cerita yang
penting atau akhir kisahnya.

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang ratu bernama Bundo Kanduang, yang
konon diciptakan bersamaan dengan alam semesta ini (samo tajadi jo alamko).
Dia adalah timpalan Raja Rum, Raja Tiongkok dan Raja dari Laut. Suatu hari
Bundo Kanduang menyuruh Kembang Bendahari, seorang dayangnya yang setia,
untuk membangunkan putranya Dang Tuanku, yang sedang tidur di anjungan
istana. Kembang Bendahari menolak, karena Dang Tuanku adalah Raja Alam,
orang yang sakti. Bundo Kanduang lalu membangunkan sendiri Dang Tuanku, dan
berkata bahwa Bendahara sedang mengadakan gelanggang di nagarinya Sungai
Tarab, untuk memilih suami buat putrinya. Karena gelanggang tersebut akan
dikunjungi banyak pangeran, marah dan sutan, dan putra-putra orang-orang
terpandang, Dang Tuanku dan Cindua Mato seharusnya ikut serta di dalamnya. 

Bundo Kanduang memerintahkan Dang Tuanku untuk menanyakan apakah Bendahara
akan menerima Cindua Mato sebagai suami dari putrinya, Puti Lenggo Geni.
Setelah menerima pengajaran tentang adat Minangkabau dari Bundo Kanduang,
Dang Tuanku, Cindua Mato dan para pengiringnya berangkat ke Sungai Tarab.
Di Sungai Tarab mereka disambut oleh Bendahara. Dang Tuanku bertanya apakah
Bendahara bersedia menerima Cindua Mato yang “bodoh dan miskin” sebagai
menantunya. Sebenarnya Cindua Mato adalah calon menantu ideal, dan karena
itu lamaran tersebut diterima. Dang Tuanku kemudian berbincang-bincang
dengan Bendahara, yang merupakan ahli adat di dalam Basa Ampek Balai,
membahas adat Minangkabau dan apakah telah terjadi perubahan dari adat nenek
moyang. Menurut Bendahara prinsip-prinsip yang diwariskan dari perumus adat
Datuk Ketemanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang tetap tak berubah.
Sementara itu Cindua Mato mendengar pergunjingan di pasar bahwa Puti Bungsu,
tunangan Dang Tuanku, akan dinikahkan dengan Imbang Jayo, Raja Sungai
Ngiang, sebuah negeri di rantau timur Minangkabau. Menurut kabar itu, di
sana tersebar berita bahwa Dang Tuanku diasingkan karena menderita penyakit.
Puti Bungsu adalah putri Rajo Mudo, saudara Bundo Kanduang, yang memerintah
sebagai wakil Pagaruyung di Ranah Sikalawi, tetangga Sungai Ngiang. Ketika
menemukan bahwa cerita ini disebarkan oleh kaki tangan Imbang Jayo, Cindua
Mato bergegas mendesak Dang Tuanku untuk meminta permisi pada Bendahara dan
kembali ke Pagaruyung. Gunjingan seperti itu adalah hinaan kepada Raja Alam.
Di Pagaruyung Cindua Mato menceritakan Dang Tuanku dan Bundo Kanduang apa
yang didengarnya di pasar. Bundo Kanduang naik pitam, namun sebelum
bertindak dia mesti berunding dulu dengan Basa Ampek Balai. Dalam
rapat-rapat berikutnya para menteri tersebut berusaha menengahi Bundo
Kanduang pada satu pihak, yang tak dapat menerima hinaan dari saudaranya,
dan Dang Tuanku beserta Cindua Mato pada pihak lain, yang menganjurkan
kesabaran. Pertemuan tersebut berakhir dengan kesepakatan bahwa Cindua Mato
akan berangkat sebagai utusan Bundo Kanduang dan Dang Tuanku ke Sikalawi,
dengan membawa Sibinuang, seekor kerbau sakti, sebagai mas kawin untuk Puti
Bungsu.

Dengan menunggang kuda sakti, Si Gumarang, dan ditemani kerbau sakti, Si
Binuang, Cindua Mato berjalan menuju Ranah Sikalawi. Di perbatasan sebelah
timur, di dekat Bukit Tambun Tulang, dia menemukan tengkorak-tengkorak
berserakan. Setelah membacakan jampi-jampi, dan berkat tuah Dang Tuanku,
tengkorak-tengkorak tersebut mampu menceritakan kisah mereka. Mereka
sebelumnya adalah para pedagang yang bepergian melalui bukit Tambun Tulang
dan dibunuh para penyamun. Mereka mendesak Cindua Mato untuk berbalik dan
kembali, namun Cindua Mato menolak. Tak lama sesudahnya para penyamun
menyerang, namun dengan bantuan Si Binuang, ia berhasil mengalahkan mereka.
Para penyamun tersebut mengaku bahwa Imbang Jayo, raja Sungai Ngiang,
mempekerjakan mereka tak hanya buat memperkaya dirinya, tetapi juga untuk
memutus hubungan antara Pagaruyung dan Rantau Timur, dan dengan demikian
melempangkan rencananya untuk mengawini Puti Bungsu.

Kedatangan Cindua Mato menggembirakan keluarga Rajo Mudo, yang berduka
mendengar kabar penyakit Dang Tuanku. Kehadiran Cindua Mato dianggap sebagai
pertanda restu Bundo Kanduang atas perkawinan yang hendak dilangsungkan.
Dengan berpura-pura kesurupan Cindua Mato berhasil bertemu empat mata dengan
Puti Bungsu tanpa memancing kecurigaan keluarga Rajo Mudo. Mereka percaya
hanya Puti Bungsu saja yang mampu menenangkannya. Cindua Mato bertutur pada
Puti Bungsu bahwa Dang Tuanku mengirimnya untuk membawanya ke Pagaruyung,
karena ia sudah ditakdirkan untuk menikah dengan Dang Tuanku. Dalam pesta
perkawinan yang berlangsung, saat Imbang Jayo tengah berperan sebagai
pengantin pria, Cindua Mato melakukan hal-hal ajaib yang menarik perhatian
lain dan menculik Puti Bungsu. Cindua Mato membawanya ke Padang Ganting,
tempat Tuan Kadi, anggota Basa Ampek Balai yang mengurus soal-soal keagamaan
bersemayam.

Dengan menculik Puti Bungsu Cindua Mato telah melanggar hukum dan melampaui
wewenangnya sebagai utusan Pagaruyung. Tuan Kadi lalu memanggil anggota Basa
Ampek Balai lainnya untuk membahas pelanggaran yang dilakukan Cindua Mato.
Namun pada pertemuan yang diadakan Cindua Mato menolak menjelaskan
perbuatannya.

Basa Ampek Balai lalu menceritakan kejadian ini pada Bundo Kanduang, yang
murka pada kelakuan Cindua Mato. Namun ia masih tetap menolak menjawab.
Keempat menteri ini lalu memutuskan berunding dengan Raja Nan Duo Selo, Raja
Adat dan Raja Ibadat. Keduanya, mengetahui latar belakang kejadian tersebut,
sambil tersenyum menyuruh keempat menteri tersebut menyerahkan keputusan
kepada Dang Tuanku, Raja Alam.

Pada pertemuan berikutnya perdebatan terjadi antara Bundo Kanduang, yang
berteguh mempertahankan adat raja-raja, dan Dang Tuanku, yang menganjurkan
memeriksa alasan di balik tindakan Cindua Mato. Imbang Jayo telah menghina
Dang Tuanku dengan berusaha mengawini tunangannya, dan menceritakan fitnah.
Sekarang giliran Imbang Jayo buat dihina. Imbang Jayo juga mempekerjakan
penyamun untuk memperkaya dirinya dan memutus hubungan antara Minangkabau
dan rantau timurnya. Cindua Mato tak layak dihukum karena dia hanya alat
untuk utang malu dibayar malu.

Cindua Mato dilepaskan dari hukuman, dan rapat itu kemudian membahas
perkawinan antara Cindua Mato dan Puti Lenggo Geni, dan juga antara Dang
Tuanku dan Puti Bungsu. Setelah masa persiapan, perkawinan kerajaan tersebut
dilangsungkan di Pagaruyung, dilanjutkan dengan pesta yang dihadiri oleh
banyak pangeran dan raja dari segenap penjuru Pulau Perca.

Sementara itu, Imbang Jayo yang merasa dipermalukan oleh Cindua Mato
bersiap-siap menyerang Pagaruyung. Dengan senjata pusakanya, Cermin Terus
(camin taruih), dia menghancurkan sebagian negeri Pagaruyung. Cermin itu
akhirnya dipecahkan oleh panah sakti Cindua Mato. Ketika Imbang Jayo sibuk
memperkuat pasukannya Bundo Kanduang dan Dang Tuanku meminta Cindua Mato
mengungsi ke Inderapura, negeri di rantau Barat, dan dengan demikian tidak
ada alasan lagi buat Imbang Jayo memerangi Pagaruyung.

Geram karena gagal membalas dendam, Imbang Jayo lalu protes pada Rajo Nan
Duo Selo. Pada pertemuan yang dipimpin oleh kedua raja tersebut, dan
dihadiri oleh keempat menteri, Imbang Jayo mendakwa bahwa seorang anggota
keluarga kerajaan telah mempermalukan dirinya, sebuah pelanggaran yang tak
termaafkan. Namun raja-raja tersebut bertanya: siapa yang memulai penghinaan
tersebut, apa bukti dakwaan Imbang Jayo? Tuduhan terhadap anggota kerajaan
tanpa bukti cukup bukan soal main-main. Kedua raja akhirnya memutuskan
Imbang Jayo dihukum mati.
Begitu mengetahui anaknya disuruh bunuh oleh Rajo Duo Selo, ayah Imbang
Jayo, Tiang Bungkuak, bersiap-siap membalas dendam. Cindua Mato kembali dari
Inderapura, dan Dang Tuanku memerintahkannya melawan Tiang Bungkuak. Namun
bila Cindua Mato gagal membunuhnya, dia harus bersedia menjadi hamba Tiang
Bungkuak, agar Istana Pagaruyung terlepas dari ancaman.

Pada suatu malam, saat menunggu serangan Tiang Bungkuak, Dang Tuanku
bermimpi bertemu seorang malaikat dari langit yang berkata dia, Bundo
Kanduang dan Puti Bungsu sudah waktunya meninggalkan dunia yang penuh dosa
ini. Pagi harinya Dang Tuanku mengisahkan mimpinya pada Bundo Kanduang dan
Basa Ampek Balai. Mengetahui waktu mereka sudah dekat, mereka mengangkat
Cindua Mato sebagai Raja Muda.

Cindua Mato menunggu Tiang Bungkuak di luar Pagaruyung, namun dalam duel
yang berlangsung dia tak mampu membunuh Tiang Bungkuak. Cindua Mato lalu
menyerah pada kesatria tua itu, dan mengikutinya ke Sungai Ngiang sebagai
budak. Pada saat yang sama sebuah kapal terlihat melayang di udara membawa
Dang Tuanku dan anggota keluarga kerajaan lainnya ke langit.

Suatu hari, ketika Tiang Bungkuak sedang tidur siang, Cindua Mato membaca
jampi-jampi dan berhasil mengungkap rahasia kekebalan Tiang Bungkuak dari
mulutnya sendiri. Ternyata Tiang Bungkuak hanya dapat dibunuh menggunakan
keris bungkuk (karih bungkuak) yang disembunyikan di bawah tiang utama
rumahnya. Cindua Mato mencuri keris itu lalu memancing Tiang Bungkuak agar
berkelahi dengannya. Dalam duel tersebut Cindua Mato berhasil membunuh Tiang
Bungkuak dengan keris curiannya.

Setelah kematian Tiang Bungkuak para bangsawan Sungai Ngiang mengangkat
Cindua Mato menjadi raja. Kemudian dia juga diangkat sebagai raja Sikalawi,
setelah Rajo Mudo turun tahta. Cindua Mato menikahi adik Puti Bungsu, Puti
Reno Bulan. Dari hasil pernikahannya ini Cindua Mato memperoleh anak
perempuan dan laki-laki yang diberi nama Sutan Lembang Alam.

Setelah beberapa lama menghabiskan waktu di Rantau Timur, Cindua Mato
kembali ke Pagaruyung, untuk memerintah sebagai Raja Minangkabau. Dari
perkawinannya dengan Puti Lenggo Geni ia mendapatkan anak bernama Sutan
Lenggang Alam.

Rujukan Abdullah, Taufik Some Notes on the Kaba Tjindua Mato: An Example of
Minangkabau Traditional Literature. (PDF) URL diakses pada 12 Juni 2007
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kaba_Cindua_Mato

-----Original Message-----
From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Lies Suryadi

Title:  Some notes on the Kaba Tjindua Mato : an
example of Minangkabau traditional literature / Taufik
Abdullah
Author:         Taufik Abdullah
In:     Indonesia : Modern Indonesia Project Cornell
University, ISSN 0019-7289

No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition. 
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.20.5/1279 - Release Date: 14/02/2008
18:35
 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
===============================================================
Website: http://www.rantaunet.org
===============================================================
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca dan dipahami! Lihat 
di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet.
- Tuliskan Nama, Umur dan Lokasi anda pada setiap posting.
- Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan reply.
- Email attachment, DILARANG!!! Tawarkan kepada yang berminat dan kirim melalui 
jalur pribadi.
- Anggota yg posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg 
bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen akan mengikuti peratiran yang 
berlaku.
===============================================================
Berhenti, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi teima email, lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahul
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke