Melacak Kejayaan Kerajaan Jambu Lipo di Sijunjung

 Padang Ekspres • Sabtu, 20/07/2013 13:28 WIB • Riki Chandra • 76 klik

[image: Rumah bagonjong ini adalah pusat kerajaan Jambu Lipo di Sijunjung]

*Rentang* sejarah pan­jang Minangkabau sudah tak bisa diragukan lagi dan
terpatri dalam garis sejarah Indonesia. Berbagai situs dan warisan
budayapun hingga kini masih bisa dilacak, termasuk yang berada di
Sijunjung. Ya, di Sijun­jung ini ternyata hingga saat ini masih eksis
kerajaan Jambu Lipo yang tetap bertahan dan menjalankan ritual adat dan
budayanya.



Sumatera Barat, menyim­pan cerita tentang adat Minang­kabau, serta
basis-basis pe­nye­ba­ran adat, budaya, serta agama. Se­perti, Batusangkar,
dengan Istano Pagaruyuang-nya, atau Ma­kam Syeh Burhanudin di Pariaman, dan
sebagainya. Na­mun, tidak semua dari pening­ga­lan-peninggalan budaya itu
di­les­tarikan dengan baik.



Padang Ekspres bersama rombongan Lawatan Sejarah Daerah (Laseda) Regional
ke 11 tahun 2013 Sumbar, yang dise­leng­garakan Balai Pelestarian Nilai
Budaya (BPNB) Padang, mencoba menyisir beberapa tempat bersejarah di
Kabupaten Sijunjung.



Sijunjung merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota di Sumbar, yang
memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah Sumbar, Bahkan, sejarah
Bang­sa Indonesia. Sebab, di Sijunjung ada Nagari Sumpurkudus, yang
termasuk salah satu basis Pe­me­rin­tahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).



Begitu juga peninggalan-peninggalan sejarah budaya dan adat-istiadat. Salah
satunya Kerajaan Jambu Lipo yang ter­letak di Kenagarian Lubuk Ta­rok.
Pada daerah ini ditemukan berbagai peninggal benda bu­daya seperti adanya
sebuah Kerajaan, Rumah Gadang 13 ruang, serta lesung panjang.



Dengan adanya bangunan-bangunan tua itu, terlihat betul, bahwa daerah
Kerajaan Jambu Lipo memang sudah tua, dan seharusnya dilestarikan. Kendati
demikian, akses jalan menuju Kerajaan Jambu Lipo yang ha­nya berjarak
sekitar 20 KM dari Muaro Sijunjung, sangat mem­pri­hatinkan. Lebih-lebih
saat hari hujan, aspal tanahnya naik, dan mengakibatkan becek yang sulit
untuk dilalui sepeda motor.



Lebih memiriskan lagi, tak satupun petunjuk jalan yang dipasang gerbang
masuk jalan utama, yang menyatakan di dalam sana ada sebuah istana
Kerajaan. Tidak adanya pan­duan dan petunjuk jalan ini, menyebabkan para
pengunjung ke­bingunan menuju lokasi lokasi itu.



Hati ini iba saat melihat nasib Kerajaan Jambu Lipo. Perasaan semula
mem­ba­yang­kan Kerajaan yang begitu megah ternyata salah. Kerajaan Jambu
seperti tak bertuan saja. Ke­ra­jaan bak Rumah Bagonjong kecil itu bercat
kuning dan kusennya berwarna hitam. Atapnyapun sudah tak kokoh. Sisi kanan,
kiri, depan, belakang fondasinya mulai goyah.



Menurut Hamidi Nan Kodo Kayo, 62, salah seorang pen­du­duk setempat, di
Kerajaan Jam­bu Lipo ada tiga Raja, atau biasa disebut dengan Rajo Tigo
Selo. Yaitu, Rajo Alam, Rajo Ibadat, serta Rajo Adat. Ketiga Raja ini mesti
seiya dan sekata dalam memutuskan suatu persoalan adat. Kendati demikian,
yang ditinggian dari tiga Raja tersebut adalah Rajo Alam. Sebab, semua
seluruh persoalan bermuara dan diselesaikan oleh Rajo Alam.



“Kalau Rajo Alam sukunya Chaniago, sebutannya Rajo Gadang, menguasai
masalah Agama, Adat, dan seluruh per­soa­lan, dan berasal dari
Pa­ga­ruyung. Rajo Ibadat sukunya Piliang, membahas dan me­ngua­sai urusan
Agama, menurut sejarah datangnya dari Solok Selatan. Serta Rajo Adat
sukunya Melayu, menguasai tentang adat-istiadat,” ujar lelaki yang mengaku
Mambako pada Rajo Alam, karena Rajo Alam keme­na­kan dari Ayahnya.



Hamidi yang berasal dari suku Panai Melayu itu menye­bu­t­kan, dalam
lingkungan Kena­ga­rian Lubuk Tarok itu sendiri terdiri dari empat sudut.
Serta memiliki empat suku pula. Yaitu,  suku Melayu, Chaniago, Piliang, dan
Pitopang.



“Tapi, karena Kerajaan ini adanya di Nagari, karena ini kampung Raja, jadi,
tidak ada sukunya. Dan disebut orang Kerajaan Jambu Lipo saja,” papar pria
yang sudah merantau hingga ke Irian Jaya ini.

Menurut Tuanku Rajo Ga­dang Firman Bagindo Tan A­meh, yang Dipertuan Rajo
Alam Jambu Lipo, dalam catatan sejarah Kerajaan Jambu Lipo ini telah ada
sejak abad ke-10 Ma­sehi. Raja pertamanya bernama Dung­ku Dangaka.



“Dulunya, pusat peme­rin­ta­han Kerajaan Jambu Lipo ini di Bukit Jambu
Lipo. Baru, setelah pemerintahan Raja ke-4 yang bernama Buayo Kumbang
me­nga­dakan perundingan, dan disepakatilah memindahkan pusat pemerintahan
ke Nagari Lubuk Tarok,” jelas Tuanko Rajo Alam.



Firman Bagindo Tan Ameh yang saat ini menduduki posisi Raja yang ke-14
sebagai Pemim­pin Kerajaan menyebutkan, jika di Kerajaan Jambu Lipo
sendiri, adat yang dibawa Datuak Par­patih Nan Sabatang dan Datuak
Katumanggungan, sama-sama diberlakukan.



“Titiak Dari Ateh, ataupun Mambasuik Dari Bumi, samo-samo dipakai di
Kerajaan Jambu Lipo ini,” tegasnya.



Lebih lanjut Firman Bagindo Tan Ameh memaparkan, saat ini, kondisi Kerajaan
Jambu Lipo sangat memprihatinkan keberadaannya. Bahkan, sejak tahun 1932
hingga sekarang, belum pernah terjamah tangan pembaharuan. Kurangnya
du­ku­ngan dari Pihak Pemerintah, semakin membuat Kerajaan ini terburuk dan
tidak terurus.



“Istana hanya difungsikan saat melangsungkan kegiatan-kegiatan adat Nagari.
Serta dihuni oleh kemenakan saya. Sementara, Pemerintah seperti memandang
Kerajaan ini sebe­lah mata. Padahal, kerajaan ini merupakan sumber, dan
dapat menjadi pusat Pemerintahan di Nagari” tuturnya.



Rajo Firman berharap, agar Pemerintah lebih memper­hati­kan keadaan
Kerajaan Jambu Lipo. Dengan kata lain, baik Pemerintah Sijunjung maupun
Sumbar, tidak hanya sekadar memperhatikan LKAAM, Bun­do Kanduang. Namun,
juga memberikan perhatian lebih untuk melestarikan keberadaan
peninggalan-peninggalan lama. Sebab, Kerajaan Jambu Lipo ini sebetulnya
sudah menjadi Lem­baga Adat jauh sebelum adanya LKAAM dan Bundo Kanduang.



‘Kerajaan Jambu Lipo ter­magi­nalkan oleh kemodernan zaman. Sebetulnya,
Sudah wak­tunya Pemerintah mem­per­ha­tikan kembali nilai-nilai sejarah
yang telah memudar, terutama dikalangan generasi muda,” ungkap Rajo Firman.



Kendati demikian, Rajo Tan Ameh ini mengaku, selalu ber­gerak dan berjalan
terus untuk melestarikan kebudayaan Jam­bu Lipo, meski dengan segala
keterbatasan yang ada. Bahkan, saat pihak Kerajaan juga telah membentuk
sebuah Badan Pe­les­tarian Adat dan Budaya Ke­ra­jaan Jambu Lipo. Serta
mem­bentuk sebuah sanggar seni tradisional dengan nama Kalam­bu Suto.



“Kita selalu melestarikan kebudayaan yang telah ada sejak turun-temurun
dulunya. Seperti tari tanduak, basilek, dan lain sebagainya,” ujar Rajo
Alam itu.



*Tour De Jambu Lipo*



Di sisi lain, tradisi adat yang tak pernah hilang yaitu, Rajo manjalang
rantau (mengunjungi daerah rantaunya). Hal ini ber­tu­juan untuk
memberikan sita­wa
sidingin (pengobat rindu dan mengenang masa lampau), se­per­ti ungkapan, Duduak
Pa­ngu­lu Sangketo Abih, Bajalan Rajo Nagari salasai (kalau Penghulu datang
semua per­selihan akan habis, berjalannya Raja, semua persoalan yang ada di
Nagari akan selesai).



Menurut Rajo Firman, tu­juan manjalang Rantau ini juga untuk menjalin
silaturrahmi antara pusat Kerajaan dengan Nagari Rantau.



“Kita akan mengunjungi sebanyak 27 daerah yang ada di Kabupaten Sijunjung,
Dhar­mas­raya dan Kabupaten Solok Se­la­tan. Makanya, bahasa moder­nnya
kita sebut Tour De Jambu Lipo,” tuturnya sembari senyum.



Perjalanan ketiga Rajo atau Rajo Tigo Selo ini mengunjungi Rantau, akan
menghabiskan sekitar satu bulan perjalanan. Serta, para Rajo akan melakukan
prosesia adat sesuai dengan yang telah dilaksanakan secara turun-temurun.



“Kita melakukan perjalanan manjalang Rantau ini, sebanyak satu kali dalam
tiga Tahun. Ada sebagian berjalan kaki, dengan kendaraan darat, dan adanya
juga yang mengikuti aliran su­ngai dengan perahu. Makanya kita sebut Tour
De Jambu Lipo ini, Tour De terpanjang,” tutup­nya. *(*)*

*
*

*http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=45926
*

-- 
*
*
*Wassalam

*
*Nofend St. Mudo
37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok Selatan
Tweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola
*

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke