Caliak petanyo:
http://peta.sijunjung.go.id/
-- MakNgah
Sjamsir Sjarif

On Saturday, July 20, 2013 2:34:42 AM UTC-7, Nofend St. Mudo wrote:
>
> Melacak Kejayaan Kerajaan Jambu Lipo di Sijunjung
>
>  Padang Ekspres • Sabtu, 20/07/2013 13:28 WIB • Riki Chandra • 76 klik
>
> [image: Rumah bagonjong ini adalah pusat kerajaan Jambu Lipo di Sijunjung]
>
> *Rentang* sejarah pan­jang Minangkabau sudah tak bisa diragukan lagi dan 
> terpatri dalam garis sejarah Indonesia. Berbagai situs dan warisan 
> budayapun hingga kini masih bisa dilacak, termasuk yang berada di 
> Sijunjung. Ya, di Sijun­jung ini ternyata hingga saat ini masih eksis 
> kerajaan Jambu Lipo yang tetap bertahan dan menjalankan ritual adat dan 
> budayanya.
>
>  
>
> Sumatera Barat, menyim­pan cerita tentang adat Minang­kabau, serta 
> basis-basis pe­nye­ba­ran adat, budaya, serta agama. Se­perti, Batusangkar, 
> dengan Istano Pagaruyuang-nya, atau Ma­kam Syeh Burhanudin di Pariaman, dan 
> sebagainya. Na­mun, tidak semua dari pening­ga­lan-peninggalan budaya itu 
> di­les­tarikan dengan baik.
>
>  
>
> Padang Ekspres bersama rombongan Lawatan Sejarah Daerah (Laseda) Regional 
> ke 11 tahun 2013 Sumbar, yang dise­leng­garakan Balai Pelestarian Nilai 
> Budaya (BPNB) Padang, mencoba menyisir beberapa tempat bersejarah di 
> Kabupaten Sijunjung.
>
>  
>
> Sijunjung merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota di Sumbar, yang 
> memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah Sumbar, Bahkan, sejarah 
> Bang­sa Indonesia. Sebab, di Sijunjung ada Nagari Sumpurkudus, yang 
> termasuk salah satu basis Pe­me­rin­tahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
>
>  
>
> Begitu juga peninggalan-peninggalan sejarah budaya dan adat-istiadat. 
> Salah satunya Kerajaan Jambu Lipo yang ter­letak di Kenagarian Lubuk 
> Ta­rok.  Pada daerah ini ditemukan berbagai peninggal benda bu­daya seperti 
> adanya sebuah Kerajaan, Rumah Gadang 13 ruang, serta lesung panjang.
>
>  
>
> Dengan adanya bangunan-bangunan tua itu, terlihat betul, bahwa daerah 
> Kerajaan Jambu Lipo memang sudah tua, dan seharusnya dilestarikan. Kendati 
> demikian, akses jalan menuju Kerajaan Jambu Lipo yang ha­nya berjarak 
> sekitar 20 KM dari Muaro Sijunjung, sangat mem­pri­hatinkan. Lebih-lebih 
> saat hari hujan, aspal tanahnya naik, dan mengakibatkan becek yang sulit 
> untuk dilalui sepeda motor.
>
>  
>
> Lebih memiriskan lagi, tak satupun petunjuk jalan yang dipasang gerbang 
> masuk jalan utama, yang menyatakan di dalam sana ada sebuah istana 
> Kerajaan. Tidak adanya pan­duan dan petunjuk jalan ini, menyebabkan para 
> pengunjung ke­bingunan menuju lokasi lokasi itu.
>
>  
>
> Hati ini iba saat melihat nasib Kerajaan Jambu Lipo. Perasaan semula 
> mem­ba­yang­kan Kerajaan yang begitu megah ternyata salah. Kerajaan Jambu 
> seperti tak bertuan saja. Ke­ra­jaan bak Rumah Bagonjong kecil itu bercat 
> kuning dan kusennya berwarna hitam. Atapnyapun sudah tak kokoh. Sisi kanan, 
> kiri, depan, belakang fondasinya mulai goyah.
>
>  
>
> Menurut Hamidi Nan Kodo Kayo, 62, salah seorang pen­du­duk setempat, di 
> Kerajaan Jam­bu Lipo ada tiga Raja, atau biasa disebut dengan Rajo Tigo 
> Selo. Yaitu, Rajo Alam, Rajo Ibadat, serta Rajo Adat. Ketiga Raja ini mesti 
> seiya dan sekata dalam memutuskan suatu persoalan adat. Kendati demikian, 
> yang ditinggian dari tiga Raja tersebut adalah Rajo Alam. Sebab, semua 
> seluruh persoalan bermuara dan diselesaikan oleh Rajo Alam.
>
>  
>
> “Kalau Rajo Alam sukunya Chaniago, sebutannya Rajo Gadang, menguasai 
> masalah Agama, Adat, dan seluruh per­soa­lan, dan berasal dari 
> Pa­ga­ruyung. Rajo Ibadat sukunya Piliang, membahas dan me­ngua­sai urusan 
> Agama, menurut sejarah datangnya dari Solok Selatan. Serta Rajo Adat 
> sukunya Melayu, menguasai tentang adat-istiadat,” ujar lelaki yang mengaku 
> Mambako pada Rajo Alam, karena Rajo Alam keme­na­kan dari Ayahnya.
>
>  
>
> Hamidi yang berasal dari suku Panai Melayu itu menye­bu­t­kan, dalam 
> lingkungan Kena­ga­rian Lubuk Tarok itu sendiri terdiri dari empat sudut. 
> Serta memiliki empat suku pula. Yaitu,  suku Melayu, Chaniago, Piliang, dan 
> Pitopang.
>
>  
>
> “Tapi, karena Kerajaan ini adanya di Nagari, karena ini kampung Raja, 
> jadi, tidak ada sukunya. Dan disebut orang Kerajaan Jambu Lipo saja,” papar 
> pria yang sudah merantau hingga ke Irian Jaya ini.
>
> Menurut Tuanku Rajo Ga­dang Firman Bagindo Tan A­meh, yang Dipertuan Rajo 
> Alam Jambu Lipo, dalam catatan sejarah Kerajaan Jambu Lipo ini telah ada 
> sejak abad ke-10 Ma­sehi. Raja pertamanya bernama Dung­ku Dangaka.
>
>  
>
> “Dulunya, pusat peme­rin­ta­han Kerajaan Jambu Lipo ini di Bukit Jambu 
> Lipo. Baru, setelah pemerintahan Raja ke-4 yang bernama Buayo Kumbang 
> me­nga­dakan perundingan, dan disepakatilah memindahkan pusat pemerintahan 
> ke Nagari Lubuk Tarok,” jelas Tuanko Rajo Alam.
>
>  
>
> Firman Bagindo Tan Ameh yang saat ini menduduki posisi Raja yang ke-14 
> sebagai Pemim­pin Kerajaan menyebutkan, jika di Kerajaan Jambu Lipo 
> sendiri, adat yang dibawa Datuak Par­patih Nan Sabatang dan Datuak 
> Katumanggungan, sama-sama diberlakukan.
>
>  
>
> “Titiak Dari Ateh, ataupun Mambasuik Dari Bumi, samo-samo dipakai di 
> Kerajaan Jambu Lipo ini,” tegasnya.
>
>  
>
> Lebih lanjut Firman Bagindo Tan Ameh memaparkan, saat ini, kondisi 
> Kerajaan Jambu Lipo sangat memprihatinkan keberadaannya. Bahkan, sejak 
> tahun 1932 hingga sekarang, belum pernah terjamah tangan pembaharuan. 
> Kurangnya du­ku­ngan dari Pihak Pemerintah, semakin membuat Kerajaan ini 
> terburuk dan tidak terurus.
>
>  
>
> “Istana hanya difungsikan saat melangsungkan kegiatan-kegiatan adat 
> Nagari. Serta dihuni oleh kemenakan saya. Sementara, Pemerintah seperti 
> memandang Kerajaan ini sebe­lah mata. Padahal, kerajaan ini merupakan 
> sumber, dan dapat menjadi pusat Pemerintahan di Nagari” tuturnya.
>
>  
>
> Rajo Firman berharap, agar Pemerintah lebih memper­hati­kan keadaan 
> Kerajaan Jambu Lipo. Dengan kata lain, baik Pemerintah Sijunjung maupun 
> Sumbar, tidak hanya sekadar memperhatikan LKAAM, Bun­do Kanduang. Namun, 
> juga memberikan perhatian lebih untuk melestarikan keberadaan 
> peninggalan-peninggalan lama. Sebab, Kerajaan Jambu Lipo ini sebetulnya 
> sudah menjadi Lem­baga Adat jauh sebelum adanya LKAAM dan Bundo Kanduang.
>
>  
>
> ‘Kerajaan Jambu Lipo ter­magi­nalkan oleh kemodernan zaman. Sebetulnya, 
> Sudah wak­tunya Pemerintah mem­per­ha­tikan kembali nilai-nilai sejarah 
> yang telah memudar, terutama dikalangan generasi muda,” ungkap Rajo Firman.
>
>  
>
> Kendati demikian, Rajo Tan Ameh ini mengaku, selalu ber­gerak dan berjalan 
> terus untuk melestarikan kebudayaan Jam­bu Lipo, meski dengan segala 
> keterbatasan yang ada. Bahkan, saat pihak Kerajaan juga telah membentuk 
> sebuah Badan Pe­les­tarian Adat dan Budaya Ke­ra­jaan Jambu Lipo. Serta 
> mem­bentuk sebuah sanggar seni tradisional dengan nama Kalam­bu Suto.
>
>  
>
> “Kita selalu melestarikan kebudayaan yang telah ada sejak turun-temurun 
> dulunya. Seperti tari tanduak, basilek, dan lain sebagainya,” ujar Rajo 
> Alam itu.
>
>  
>
> *Tour De Jambu Lipo*
>
>  
>
> Di sisi lain, tradisi adat yang tak pernah hilang yaitu, Rajo manjalang 
> rantau (mengunjungi daerah rantaunya). Hal ini ber­tu­juan untuk memberikan 
> sita­wa 
> sidingin (pengobat rindu dan mengenang masa lampau), se­per­ti ungkapan, 
> Duduak 
> Pa­ngu­lu Sangketo Abih, Bajalan Rajo Nagari salasai (kalau Penghulu 
> datang semua per­selihan akan habis, berjalannya Raja, semua persoalan yang 
> ada di Nagari akan selesai).
>
>  
>
> Menurut Rajo Firman, tu­juan manjalang Rantau ini juga untuk menjalin 
> silaturrahmi antara pusat Kerajaan dengan Nagari Rantau.
>
>  
>
> “Kita akan mengunjungi sebanyak 27 daerah yang ada di Kabupaten Sijunjung, 
> Dhar­mas­raya dan Kabupaten Solok Se­la­tan. Makanya, bahasa moder­nnya 
> kita sebut Tour De Jambu Lipo,” tuturnya sembari senyum.
>
>  
>
> Perjalanan ketiga Rajo atau Rajo Tigo Selo ini mengunjungi Rantau, akan 
> menghabiskan sekitar satu bulan perjalanan. Serta, para Rajo akan melakukan 
> prosesia adat sesuai dengan yang telah dilaksanakan secara turun-temurun.
>
>  
>
> “Kita melakukan perjalanan manjalang Rantau ini, sebanyak satu kali dalam 
> tiga Tahun. Ada sebagian berjalan kaki, dengan kendaraan darat, dan adanya 
> juga yang mengikuti aliran su­ngai dengan perahu. Makanya kita sebut Tour 
> De Jambu Lipo ini, Tour De terpanjang,” tutup­nya. *(*)*
>
> *
> *
>
> *http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=45926
> *
>
> -- 
> *
> *
> *Wassalam
>
> *
> *Nofend St. Mudo
> 37th/Cikarang | Asa: Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok Selatan
> Tweet: @nofend <http://twitter.com/#!/@nofend> | YM: rankmarola 
> *
>  

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup 
Google.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com .
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.


Kirim email ke