Kalau ko kejadian di US urang gaek anak tu langsuang di tangkok. On 9/14/13, ibnukam...@gmail.com <ibnukam...@gmail.com> wrote: > KITA tentu tak menyangka bagaimana mungkin seorang bocah berusia 13 tahun > sudah dilepas membawa mobil sendiri pada tengah malam. > > Memang ia ditemani seseorang, tetapi ia juga masih terbilang bocah. Bukan > mengemudi di dekat rumah dengan pengawasan orangtua, melainkan di jalan tol, > menempuh jarak yang terbilang jauh. Dan apesnya, enam orang tewas, dan > beberapa anak langsung menjadi yatim piatu. > > Ini tentu sangat memprihatinkan. Namun setiap kali melihat bagaimana > masyarakat mendidik anak-anak, saya sebenarnya sangat khawatir. Tak dapat > dipungkiri, tumbuhnya kelas menengah telah menimbulkan gejolak perubahan > yang sangat besar. > > Namun reaksinya sangat ekstrem: Yang satu mengekang habis anak-anak dengan > dogma, agama dan sekolah sehingga melahirkan anak-anak alim yang amat > konservatif, yang satunya memberi materi dan servis tiada batas, sehingga > menjadi amat liberal. > > Di segmen atas anak-anak diberikan mobil, di bawah menuntut dibelikan sepeda > motor meski usianya belum 17 tahun. Kebut-kebutan menjadi biasa, korban pun > sudah sangat sering berjatuhan. Karena mereka bukan siapa-siapa maka > kecelakaan dan kematian yang ditimbulkan tidak masuk dalam orbit media > massa. Kematian yang ditimbulkan Dul mengirim sinyal penting bagi kita > semua. > > Business class > Di pesawat terbang, mungkin hanya di Indonesia, Anda bisa menyaksikan > keluarga-keluarga muda membawa anak-anaknya duduk di kelas bisnis. Dua orang > baby sitter, duduk sedikit di belakang, tak jauh dari batas kelas eksekutif > mengawal anak-anak yang sudah bukan bayi lagi itu. Di masa liburan, bukan > hal aneh menemukan keluarga menunggu di business lounge, dan naik pesawat > dengan tiket termahal. > > Sayang sekali, cara makan anak-anak belum dididik layaknya kelas menengah. > Berteriak-teriak di antara kalangan bisnis, makan tercecer di jalan, dan di > atas pesawat memperlakukan pramugari seperti pembantunya di rumah. > Sebentar-sebentar bel dipijit, dan pramugari bolak-balik sibuk hanya > melayani dua orang kakak-beradik yang minta segala layanan. Menjelang tiba > di tujuan, orangtua baru mulai menyentuh anak-anaknya, dibantu baby sitter > yang terlihat gelisah. Orangtua mereka umumnya adalah pemilik areal > pertambangan, pedagang, atau ada juga seleb-seleb muda yang belakangan > banyak bermunculan. Ayah dan ibu memilih tidur. > > Jarang ditemui percakapan yang memotivasi, atau mengajarkan sikap hidup. > Paling banter, mereka bermain video game, dari iPad yang dibawa anaknya. > Padahal di luar negeri, iPad adalah alat kerja eksekutif yang dianggap > barang mewah. Kesulitan orangtua tentu bukan hanya berlaku bagi kelas > menengah saja. Di taman kanak-kanak yang diasuh istri saya di Rumah > Perubahan, di tengah-tengah kampung di dekat Pondok Gede hal serupa juga > kami temui. Belum lama ini sepasang suami-istri menitipkan anaknya untuk > sekolah di tempat kami, dan setelah mengecek status sosial-ekonominya, anak > itu pun diputuskan untuk diterima. > > Namun ada yang menarik, setelah diobservasi, anak berusia lima tahun itu > seperti belum tersentuh orangtuanya. Ia seperti rindu bermain, motorik halus > dan kasarnya belum terbentuk, jauh tertinggal dari teman-teman sebayanya. > Setelah dipelajari dan orangtua diajak dialog, kami menjadi benar-benar > paham pergolakan apa yang tengah terjadi dalam masyarakat kita. Orangtua > selalu mengatakan, “Saya bekerja keras untuk menyiapkan masa depan > anak-anak. Saya juga sering mengajak mereka berlibur”. Namun, anak-anaknya > menyangkal semua pemberian itu. > > Faktanya, anak-anak tak terbentuk. Sikap sosialnya, termasuk modal dasar > yang disebut para ahli pengembangan anak sebagai executive function dan self > regulation tidak terbentuk. Orangtua hanya fokus pada kemampuan anak > berhitung dan membaca. Padahal, mereka juga harus pandai mengelola “air > traffic control” yang ada dalam pikiran anak-anaknya agar kelak mampu > menjadi insan mandiri yang bertanggung jawab. > > Executive function > Anak-anak kita menghadapi dunia baru yang benar-benar berbeda dengan kita, > sehingga mudah sekali “berpaling” dari hal-hal rutin seperti sekolah dan > belajar. Mereka hidup dalam dunia yang penuh dengan “gangguan” (distraction) > seperti sosial media dan telekomunikasi yang saling bersahutan. Kita semua > akan sangat kesulitan menjaga dan membimbing anak-anak kita bila modal dasar > executive function tidak ditanam sejak dini. Apalagi bila sekolah hanya > fokus pada angka dan huruf, seakan-akan pengetahuan dan rumus adalah > segala-galanya. > > Menurut berita yang saya baca, Dul ternyata sudah sejak Juni lalu tak > sekolah. Saya tak tahu tentang kebenaran berita ini. Tetapi Minggu dini hari > dia masih mengendarai mobil, mengantar pacar lewat jalan tol, tentu > mengindikasikan anak itu (ini juga bisa terjadi pada anak-anak kita, bukan?) > telah hidup dalam abad distraction, sulit untuk fokus sekolah dan belajar. > Studi-studi tentang executive function dalam child development antara lain > banyak bisa kita temui dalam buku dan video yang diberikan psikolog-psikolog > terkemuka, seperti Ellen Galinsky dan Debora Philip. > > Mereka menemukan, di abad ini, anak-anak perlu mendapat fondasi hidup yang > jauh lebih penting dari sekadar tahu angka dan huruf. Anak-anak itu perlu > dilatih tiga hal: Working memory, Inhibitory control, dan Mental > flexibility. Ketiga hal itulah yang akan membentuk generasi emas yang > bertanggung jawab dan produktif. Mereka sedari dini perlu dibentuk cara > bekerja yang efektif, fokus, tahu dan bekerja dengan aturan, sikap positif > terhadap orang lain, mengatasi ketidaknyamanan, dan permintaan yang beragam, > serta cara mengelola informasi yang datang bertubi-tubi. > > Pikiran mereka dapat diibaratkan menara Air Traffic Control di Bandara > Cengkareng dengan ratusan pesawat yang datang dan pergi, semua berebut > perhatian dengan sejuta masalah yang harus direspons cepat. Maka itu, > masalah Dul bukanlah sekadar masalah Ahmad Dhani yang menjadi seleb, atau > masalah keluarga broken home. Ini adalah masalah kita bersama, masalah yang > dihadapi anak-anak kita. Dari kita yang tidak fokus dan sibuk mencari uang > atau mengurus orang lain. Kita yang dibentuk oleh sistem pendidikan model > revolusi industri yang masih berpikir cara lama. > > Ditambah guru-guru yang juga banyak tidak fokus, tidak paham problem yang > dihadapi generasi baru, yang punya ukuran kecerdasan menurut versi mereka > sendiri, dalam model persekolahan yang materialistis dan old fashion. > Sekolah yang menjenuhkan dan tidak membuka fondasi yang diperlukan anak-anak > sehingga mereka lari dari rutinitas. > > Ini pun sama masalahnya dengan orangtua yang lari dari dunia nyata dan > berlindung dalam benteng-benteng dogma dengan menyembunyikan anak dari dunia > riil ke tangan kaum konservatif yang menjadikan anak hidup dalam dunia yang > gelap dan steril. Anak-anak kita perlu pendekatan baru untuk menjelajahi > dunia baru. Mereka perlu dilatih keterampilan-keterampilan hidup, fokus dan > selfregulations, menjelajahi hidup dalam aturan, yang ditanam sedari usia > dini. > > RHENALD KASALI > Pendiri Rumah Perubahan > @Rhenald_Kasali > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -----Original Message----- > From: ibnukam...@gmail.com > Date: Fri, 13 Sep 2013 17:24:28 > To: <rantaunet@googlegroups.com> > Reply-To: ibnukam...@gmail.com > Subject: Tulisan nan paralu. Dibaco > > > > Powered by Telkomsel BlackBerry® > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: > * DILARANG: > 1. Email besar dari 200KB; > 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; > 3. Email One Liner. > * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta > mengirimkan biodata! > * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > --- > Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup > Google. > Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim > email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . > Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out. >
-- * ----------------------------------------------------------------------------------------------- * *Sukseskan Halal bil Halal dan Peringatan 20 Tahun Rantau Net* * Hari/Tanggal: Sabtu, 28 September 2013 Jam: 09:00-15:00 Tempat: Rumah DAMAI Indonesia Jl H Saabun No 20 (Mangga Besar) Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 Biaya: Badoncek. YPRN Norek 0221919932 BNI * Wassalaamu'alaikum Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta), 17/8/1947, suku Mandahiliang, gala Bagindo Gasan Gadang Pariaman - Tebingtinggi Deli - Jakarta - Sterling, Virginia USA ------------------------------------------------------------ -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi: * DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 3. Email One Liner. * Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta mengirimkan biodata! * Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting * Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply * Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/ --- Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Grup Google. Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim email ke rantaunet+berhenti berlangga...@googlegroups.com . Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/groups/opt_out.