Samantaro Ota Lapau satinggi Langik, Parak Bundo nan jaleh di Kampuang 
indak tahuruih doh. Saribu Salapan Ratuih Salapan Puluah Anam Sikola di 
Parak Budo bakaleperan...
http://hariansinggalang.co.id/1-886-sekolah-di-sumbar-belum-terakreditasi/


On Wednesday, January 7, 2015 at 6:21:53 AM UTC-8, Akmal N. Basral wrote:
>
> Assalamu'alaikum Wr. Wb adidunsanak Palanta RN n.a.h,
>
> Salah seorang sastrawan Minang terkemuka saat ini, Darman Moenir, yang 
> kebetulan juga tinggal di ranah, menuliskan opininya di harian *Singgalang 
> *edisi 6 Januari 2015.
>
> Terlepas nanti setuju atau tidak dengan pendapat ybs, menarik mengetahui 
> sudut pandang seorang sastrawan yang sehari-hari berpeluh dan berinteraksi 
> dengan masyarakat setempat.
>
> Salam,
>
> ANB
>
>
> * * *
>
>
> *DIM: Parak Bundo Indak Bapaga? 
> <http://hariansinggalang.co.id/dim-parak-bundo-indak-bapaga/>*
>
> (96 Views) January 6, 2015 8:18 am | Published by sgl17 
> <http://hariansinggalang.co.id/author/sgl17/> | No comment 
> <http://hariansinggalang.co.id/dim-parak-bundo-indak-bapaga/#respond>
>
> Darman Moenir — KINI, parak “bundo” tu bana takah indak bapaga. Demikian 
> pesan pendek saya terima dari (Engku) Sutan Rajo Endah yang domisili di 
> Bogor. Kecuali melalui media-sosial “pesan pendek” yang berkecambah dari 
> ujung jari sebagian besar pengguna telepon seluler, secara pribadi Endah 
> tak saya kenal. Kami belum pernah kopi-darat. Endah mengaku berumur 80 
> tahun lebih, berasal dari Maninjau.
>
> Selama tiga tahun saling berkirim pesan pendek, saya mendapat kesan, Endah 
> peduli terhadap kampung-halaman, terhadap Minangkabau, terhadap pantun, 
> terhadap sastra lisan. Dia Sutan, pernah kerja pemerintah, terpandang.
> Suatu pagi pekan lalu, dalam bahasa Minangkabau berdegap, Endah menulis: 
> “Asalamualaikum. Aa paminun kawa pagi ko, Angku? Katan jo goreang atau nasi 
> lamak jo durian? Baa pakambangan DIM kini tu, Angku? Agiah-agiahlah ambo 
> baritonyo. Wasalam. St. R.E.”
>
>
> Saya membalas: “Apo DIM tu, Angku Sutan Rajo Endah?”
>
>
> Endah menjelaskan: “DIM = Daerah Istimewa Minangkabau. Tadanga di ambo, 
> ado nan bausaho mampajuangkan DIM tu.”
>
>
> Pesan-pendek saya kemudian menerakan kalimat: “Yo, Angku St. R.E. Tapi 
> ambo ndak basalero jo DIM tu do. Maloyo paruik ambo. Awaklah di NKRI. A juo 
> lai? Ka bargolak awak liak? Indak usah Angku. Mambana! Banyak karajo lain 
> nan alun takakok.”
>
>
> Tidak lama setelah itu, saya membaca penjelasan Endah: “Salapiak kito 
> duduak tu Angku. Beda saketek, Angku dakek kapalo jamba, ambo lah di ikua 
> jamba. Ambo ‘satuju’ istimewa tu tapi ‘bukan’ tatulih atau disorak-sorakan. 
> Buktikan sajo jo ‘pabuatan’ sainggo urang lain mandaceh kagum dalam atinyo, 
> iyo ebat Minangkabau ko. Kini parak ‘bundo’ tu bana takah indak bapaga.”
>
>
> Oleh satu-dua orang, melalui surat kabar dan media sosial, dua-tiga bulan 
> belakangan memang dilempar hasrat untuk mengubah Provinsi Sumatra Barat 
> menjadi Daerah Istimewa Minangkabau.
>
>
> Sesungguhnya apa? Mengapa sekarang serta-merta ada keinginan untuk 
> mengistimewakan diri? Tidakkah para pendiri republik mulai dari Abdoel 
> Moeis, M. Yamin, Tan Malaka, Soetan Sjahrir, Agoes Salim sampai Mohammad 
> Hatta, tidak pernah menyampaikan gagasan hendak mendaerah-istimewakan 
> Minangkabau?
> Tokoh-tokoh itu, bersama tokoh-tokoh hebat lain dari berbagai etnik di 
> Nusantara, malah menyumbang sangat besar agar RI eksis! Yamin termasuk yang 
> maksimal mengupayakan agar bahasa Minangkabau, bahasa Melayu, menjadi 
> bahasa kebangsaan: bahasa Indonesia. Ini keajaiban, di antara 700 bahasa 
> daerah, hadir bahasa Indonesia. Negara tetangga masih bergaduh soal bahasa 
> kebangsaan.
>
>
> Tokoh-tokoh hebat seperti Datuak Suri Maharadjo Diradjo Simabua, Sitti 
> Manggopoh, Rohana Koedoes, Buya Hamka, Mohammad Natsir, Ali Akbar Navis, 
> Idroes Hakimy Datuak Rajo Pangulu, Kamardi Rais Datuak P. Simulie, atau 
> antara lain yang berkibar dan menjulang tinggi di zaman ini, sebutlah, 
> Syafei Ma’arif, Awaloeddin Djamin, Azwar Anas, Saldi Isra, Fasli Djalal, 
> Fahmi Idris, Sjahrul Udjud, Basril Djabar, Maso’ed Abidin, Shofwan Karim, 
> Eko Alvares, Nursyirwan, Firman Hasan, Mah di Bahar, Maidir Harun, Nur 
> Ainas Abizar, Gus tf Sakai, Edy Utama, tidak pernah menyebut-nyebut 
> keinginan mengistimewakan Daerah dan Ranah Minangkabau? Bukankah pada saat 
> ini kita nyaman, sangat nyaman, bahkan bangga dengan Provinsi Sumbar, dalam 
> NKRI?
>
>
> Dan, tanpa diistimewakan pun, semengerti saya, Minangkabau tetap beradat, 
> tetap hebat, tetap maslahat. Soal implementasi ABSSBK? Itu tergantung dari 
> kemauan dan kesungguhan urang awak, di mana pun mereka berada. ABSSBK tentu 
> saja bisa digunakan dengan baik, tanpa perlu menubuhkan DIM.
>
>
> Pula, Minangkabau dan Provinsi Sumbar bukan urusan kecil, sederhana, tidak 
> mungkin diubah bagai membalikkan telapak tangan. Minangkabau adalah satu 
> etnik unik, berumur amat panjang dan takkan mungkin habis, kecuali kiamat. 
> Minangkabau jadi milik dan kebanggaan jutaan orang, di sini, di mana-mana, 
> di seantero jagad. Ratusan kitab sudah memapar dan bicara tentang 
> Minangkabau.
> Sumbar adalah sebuah provinsi yang di dalamnya terdapat Kabupaten dan 
> Kepulauan Mentawai. Sumbar didiami oleh pelbagai etnik. Selain Mentawai, di 
> sini bermukim etnik Jawa, Sunda, Tapanuli, Tionghoa, Keling dan bahkan 
> Arab. Dengan mayoritas Islam, di sini ada orang-orang yang beragama 
> Katolik, Protestan, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu.
>
>
> Dengan semua keunikan dan sekaligus kehebatan Sumbar, apa perlu provinsi 
> ini dijadikan Daerah Istimewa Minangkabau? Pertanyaan bisa diubah, apakah 
> penubuhan DIM takkan menimbulkan masalah? Lalu, bagaimana keberadaannya di 
> NKRI? Bila direntang bisa panjang. Banyak hal bisa disebut. Saya khawatir, 
> isu DIM bisa berbuah konflik internal, berlama-lama, dan bukan tidak 
> mungkin berdarah-darah.
>
>
> Saya terkesan dengan Wasit Garis Khairul Jasmi “Hari Bela Negara” 
> (Singgalang, Minggu, 21 Desember 2014): “Tapi HBN itu tak cukup alasan 
> untuk menjadikan Sumbar sebagai daerah istimewa. Adat yang hebat dan nagari 
> juga tak cukup. Matrilineal juga belum.” Di ujung kolom KJ menulis 
> sarkastik: “Kami lebih banyak mengurut dada saja atau tersenyum melihat 
> kurenah sejumlah pihak yang merasa bisa meng hitam-memutihkan Minangkabau.”
>
>
> SMS Sutan Rajo Endah, kolom KJ, ota di lepau, merupakan ketak-setujuan 
> terhadap DIM. Lebih bijak kita amal dan rayakan ABSSBK. Lebih baik kita 
> selesaikan terutama bengkalai kultural yang tentu saja menjadi beban 
> bersama. Tabik! (*)
>

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet~ 
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, yang melanggar akan dimoderasi:
* DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. Email One Liner.
* Anggota WAJIB mematuhi peraturan (lihat di http://goo.gl/MScz7) serta 
mengirimkan biodata!
* Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
* Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
* Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
--- 
Anda menerima pesan ini karena Anda berlangganan grup "RantauNet" dari Google 
Grup.
Untuk berhenti berlangganan dan berhenti menerima email dari grup ini, kirim 
email ke rantaunet+unsubscr...@googlegroups.com.
Untuk opsi lainnya, kunjungi https://groups.google.com/d/optout.

Kirim email ke