Assalamualaikum w.w. Sanak Nofiardi dan para sanak sa palanta,
Saya ucapkan terima kasih kepada Sanak yang telah mem-posting tulisan Bung 
Israr Iskandar tentang dunia pariwisata Sumatera Barat ini.
Dapat saya sampaikan, bahwa rekan-rekan saya dari MAPPAS kelihatan sudah cukup 
lelah untuk menyampaikan kritik dan saran kepada fihak terkait di Sumatera 
Barat, tetapi hasilnya 'bagaikan batu jatuh ke lubuk'. Hek tidak hok juga 
tidak. Keadaannya sudah sedemikian rupa, sehingga Bung Ridwan Tulus -- seorang 
pegiat pariwisata di Sumbar -- pernah berkata bahwa dalam kegiatan pariwisata 
kita tidak usah mengharapkan peranan pemerintah. Sedih, kan ?

Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta)
Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED]


--- On Sat, 8/30/08, Nofiardi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

From: Nofiardi <[EMAIL PROTECTED]>
Subject: [EMAIL PROTECTED] Maninjau (Tak Lagi) Indah
To: RantauNet@googlegroups.com
Date: Saturday, August 30, 2008, 7:59 AM












Maninjau (Tak Lagi) Indah 
 




Sabtu, 30 Agustus 2008 


Oleh : Israr Iskandar, Dosen di Universitas Andalas
Keluhan atas melorotnya kualitas pariwisata di Sumatera Barat sudah lama 
dikemukakan. Banyak aspek terkait di situ. Mulai dari soal kebersihan, 
kerusakan lingkungan, pelayanan yang buruk, hingga sarana dan prasarana 
penunjang yang masih jauh dari memadai. Penulis bukan ahli studi pariwisata, 
tetapi hendak menyorot masalah ini dari sudut pengamatan awam, karena beberapa 
kali membawa tamu dari luar Sumbar, termasuk luar negeri, mengunjungi beberapa 
lokasi wisata di Ranah Minang yang tak terurus dengan baik. 
Salah satunya, Danau Maninjau, yang terkenal sangat indah. Maninjau  memiliki 
panorama alam menakjubkan, mirip danau-danau di Swiss, yang menjadi “icon” 
pariwisata negara Eropa Tengah itu. Dewasa ini, dari puncak Ambun Pagi, suasana 
eksotik alam Maninjau masih terasa, akan tetapi setelah turun ke bawah, 
menuruni kelok 44, perasaan menjadi “lain”. Ada kegundahan, kalau bukan 
kekecewaan, melihat kondisi lingkungan danau sekarang ini. 
Secara umum, pariwisata Indonesia memang mengalami stagnasi sejak krisis 1998. 
Juga terkait isu gangguan  keamanan dan kenyamanan yang tak kunjung 
terselesaikan. Tetapi hancurnya pariwisata Maninjau hingga kondisi seperti 
sekarang mungkin sulit dicerna akal sehat. Maninjau adalah cermin buruknya 
pengelolaan pariwisata, bahkan pengelolaan sumber daya ekonomi daerah. 
Mengapa panorama alam pemberian Tuhan yang begitu indah dibiarkan rusak 
sehingga tidak menarik lagi dikunjungi?. Krisis ekonomi negara dan rakyat jelas 
tidak bisa lagi dijadikan alasan ambruknya pariwisata di Maninjau. Sudah 
menjadi rahasia umum, dan bahkan diakui sendiri oleh masyarakat, bahwa 
pengelolaan kerambah ikan di sekeliling danau, yang memberikan keuntungan besar 
dan langsung kepada warga sekitar, menjadi salah satu faktor utama rusaknya 
pariwisata 
Maninjau, selain sejumlah faktor “humanis” lainnya. 
Apakah masalah seperti ini menjadi semacam dilema, sehingga membuat pihak 
terkait (dalam hal ini Pemda setempat) terbebas dari tanggung jawab atas 
kemunduran pariwisata Maninjau? Maninjau tidak hanya “cermin retak” pariwisata 
Sumbar, tetapi juga seakan mewakili banyak contoh buruk dalam pengelolaan 
sumber-sumber kesejahteraan masyarakat daerah. 
Peran Pemda 
Sejak lama dikumandangkan, selain pendidikan, andalan Sumbar untuk bisa maju 
secara ekonomi adalah pariwisata. Ia dipercaya bakal memajukan daerah. 
Alasannya tidak hanya dilihat dari segi “minimnya” potensi ekonomi sumber daya 
alam, tetapi juga kayanya potensi sosio historis puak Minang sendiri. 
Tentu juga banyak sektor terkait dengan kedua sektor utama itu. Sayangnya untuk 
kedua bidang itu pula pemda di sini terbukti tidak kompeten. Pernyataan ini 
bisa dibuktikan, dengan rendahnya mutu pendidikan serta buruknya kualitas 
pariwisata Sumbar, dengan segala indikatornya, seperti sepinya kunjungan 
wisman. 
Banyak juga keluhan, bahwa penghambat utamanya adalah masyarakat yang kulturnya 
dianggap “tidak cocok” dengan pariwisata yang membutuhkan “seni pelayanan”. 
Untuk hal ini, orang hampir selalu merujuk Bali, yang kekayaan wisatanya 
dianggap tidak melebihi Sumbar, tetapi masyarakatnya “tourism minded”. Nampak 
perbedaan tegas dalam pelayanan wisata antara masyarakat Bali dan Sumbar, 
seperti tercermin di bandara, terminal bus, restoran hingga lokasi-lokasi objek 
wisata. 
Dalam batas tertentu, hal itu bisa dipahami, karena kultur masyarakat 
dipengaruhi lingkungan sosial maupun alamnya. Masyarakat Sumbar yang notabene 
“demokratis-egaliter” justru belum sejalan dengan kredo “ramah” dalam dunia 
turisme. Tidak seperti di negara-negara demokrasi maju, egaliterisme masyarakat 
Sumbar sekarang ini tidak paralel dengan budaya hukum atau tertib sosial yang 
mapan. 
Sekalipun demikian, kunci utamanya tetap pada kemampuan pembuat kebijakan yakni 
pemda. Masyarakat hanya menjadi “faktor sampingan” . Masalahnya pula, pejabat 
dan eks pejabat juga cenderung menyalahkan kultur sosial sebagai penghambat 
kemajuan. Dikatakan, dalam membangun sesuatu, termasuk sektor ekonomi, orang 
Sumbar sulit mengambil keputusan yang bulat. 
Namun, faktor politik, khususnya kepemimpinan, jelas sangat penting. 
Masalahnya, otonomi daerah  bukan makin membuat daerah lebih maju, tetapi 
justru sebaliknya. Apa yang sudah dikerjakan pemda-pemda di era reformasi dan 
otonomi daerah untuk memajukan daerahnya? 
Kalau publik ditanya, jawabannya cenderung negatif. Korupsi dan penyimpangan 
kekuasaan malah makin parah. Desentralisasi keuangan justru memperkuat 
desentralisasi korupsi. Bagaimana mungkin mereka bisa memikirkan kemajuan bagi 
seluruh rakyat kalau mereka lebih banyak berpikir untuk pribadi, keluarga dan 
kroni? 
Dunia pariwisata Sumbar sekarang menunjukkan kegagalan pemerintahan di Sumbar, 
khususnya dalam satu setengah dekade terakhir. Tak heran, potensi pariwisata 
yang besar tak ada relevansinya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat 
secara umum.   
Pariwisata jelas tak hanya soal keindahaan alam dan kekayaan budaya, tetapi 
juga sejarah. Dalam pariwisata sejarah, misalnya, Sumbar termasuk daerah yang 
eksotik, seperti pernah digambarkan dalam momorie van overgave-nya 
pejabat-pejabat kolonial, tetapi kini kita tak banyak lagi menemui 
bekas-bekasnya. 
Sumbar juga masyur dengan sejarah intelektual gemilang, tercermin dari 
sumbangan tokoh-tokoh nasional pendiri Republik dan dunia penerbitan lokal yang 
lebih dini di aras nasional.  Sayang, kita tak lagi bisa menemukan 
“artefak”-nya di ranah ini. Kalau orang luar bertanya terkait itu,  kita sulit 
menjawab secara meyakinkan. Di manakah kampung halaman Hatta, Sjahrir, Tan 
Malaka, Agus Salim, Hamka? Lalu bagaimana kondisinya kini? 
Padahal, untuk kepentingan “pragmatis” saja,  pemda yang memang cenderung 
pragmatis dalam menjalankan kebijakannya sebenarnya bisa menjadikannya sebagai 
“komoditas” yang menyejahterakan rakyatnya di masa kini. Namun sayang,  tak ada 
pihak bertanggung jawab yang bisa mengurusnya dengan baik. Kasus Maninjau, 
seperti dikemukakan tadi, dan absennya visi pariwisata sejarah, jelas menjadi 
“cermin retak” pariwisata Sumbar bahkan pengelolaan sumber-sumber ekonomi 
daerah secara keseluruhan. (***) 
 
http://www.padangekspres.co.id/content/view/16735/114/




      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke