Bung Indra, saya sepakat dengan telaahan Anda ini. Sistem serta kultur politik 
yang ada dewasa ini memustahilkan munculnya seorang Obama di negeri ini, 
setidak-tidaknya untuk jangka waktu yang cukup lama.
Namun kita juga harus menyadari bahwa untuk sampai pada era Obama ini Amerika 
Serikat selain telah melalui sejarah yang cukup panjang, juga oleh karena 
situasi dan kondisi sangat mendukung tampilnya Obama. Dalam hubungan ini sangat 
menyolok peranan keras kepalanya Bush, Perang Irak 2003 yang ternyata 
didasarkan pada strategic intelligence yang keliru dan telah menguras bujet 
pemerintah Amerika, serta paling akhir rontoknya sistem keuangan Amerika 
Serikat, yang telah menyebabkan kerugian besar di negeri itu.
Juga tidak dapat dipungkiri -- seperti diakui Obama sendiri -- betapa besarnya 
peranan chief strategist dan campaign manager-nya, yang secara tepat membaca 
situasi dan memberikan saran yang jitu kepada Obama, yang melaksanakannya 
dengan energi yang bagaikan tak habis-habisnya dalam kampanye yang berlangsung 
selama 21 bulan itu. Seluruhnya itu didukung oleh para sukarelawan pendukung 
Obama yang secara intensif dan ekstensif melancarkan kampanye melalui internet 
dan melakukan canvassing, mengubungi para pemilih satu demi satu, via tilpon. 
Bukan main.
Last but not least, jangan lupakan kualitas dan kapasitas pribadi Obama yang 
ruaarr biasa. Jelas sekali bahwa selain mempunyai instink sebagai politisi, 
beliau memiliki kualitas sebagai negarawan. Saya mencermati rangkaian 
pernyataannya, baik selama kampanye maupun setelah memenangkan pilpres yang 
sangat bersejarah itu. Sungguh, bersama dengan orang Indonesia lainnya, saya 
sangat kagum kepada bung Obama ini, yang oleh Gatra disebut sebagai 'anak 
Menteng'.
 
Wassalam,
Saafroedin Bahar
(L, masuk 72 th, Jakarta)
Alternate e-mail address: [EMAIL PROTECTED];
[EMAIL PROTECTED]






________________________________
From: Indra Jaya Piliang <[EMAIL PROTECTED]>
To: RantauNet@googlegroups.com
Sent: Saturday, November 8, 2008 9:39:30 AM
Subject: [EMAIL PROTECTED] Andai Obama WNI


Andai Obama WNI  
 
Oleh
Indra Jaya Piliang
Dewan Penasehat The Indonesian Institute
 
Sindo, Saturday, 08 November 2008  
Mimpi Barack Hussein Obama melanda mimpi sejumlah anak-anak muda Indonesia . 
Mereka berharap Obama- Obama made in Indonesia lahir dan hadir.Apakah mimpi itu 
ketinggian? Tidak. 

Tanpa perlu mimpi serupa, sebetulnya Obama adalah made in Indonesia . Dalam 
dirinya menyebar kandungan gizi sejumlah makanan Indonesia.Ingatannya yang 
sekarang juga tentu berisikan sejumlah memori tentang negeri yang disinggahinya 
ketika mulai mengeja dunia. Jadi agak keliru kalau kita menyebut Obama bukan 
fenomena Indonesia . 

Tetapi mengklaim itu secara serampangan juga akan memunculkan persoalan ketika 
status kewarganegaraannya adalah penduduk Amerika Serikat.Pertanyaan spekulatif 
layak diajukan untuk membongkar lagi cara berpikir kita tentang politik, 
demokrasi dan ide-ide besar yang disampaikan dalam pidato kemenangan Obama. Apa 
itu? 

Andaikan Obama adalah warga negara Indonesia, alias memilih kewarganegaraan 
ayak tirinya, lalu menempuh pendidikan yang sama di Indonesia dan mancanegara, 
akankah dia bisa dipilih menjadi presiden Republik Indonesia? 

Tentu banyak cara untuk menjawab pertanyaan itu.Yang terpenting adalah 
sekalipun Indonesia tidak menganut paham ”orang Indonesia asli”dalam 
konstitusinya untuk menjadi presiden,tetap saja secara politik terdapat impuls 
”kepurbaan politik” itu. Impuls itu muncul dari proses pendidikan politik yang 
keliru yang dilakukan oleh kalangan elite politik. Orisinalitas diletakkan pada 
pangkal sebuah klaim yang sulit diterima secara biologis,bahwa seseorang harus 
putra asli sebuah daerah untuk menjadi kepala daerah atau harus berasal dari 
suku terbesar di Indonesia untuk menjadi presiden. *** 

Kepurbaan berpikir itulah yang harus diberantas sampai habis.Kalau tidak, 
Indonesia tetap terjerat dengan imajinasi yang keliru tentang status 
kewarganegaraan seseorang. Ketika salah satu partai politik mencalonkan mantan 
warga negara asing (WNA) sebagai calon anggota DPR, seorang wartawan bertanya 
kepada saya,”Apakah dia tidak mewakili kepentingan asing?” 

Dengan nada sinis saya justru katakan bahwa justru ada warga ”pribumi” yang 
lebih menanamkan agenda-agenda asing ketimbang mantan WNA itu.Sebagian dari 
kita masih juga percaya pada teori-teori konspirasi, betapa kegagalan kita 
dalam sejumlah bidang kehidupan adalah akibat pengaruh kepentingan asing itu. 

Karena itu juga pertanyaan apakah Obama akan dipilih menjadi presiden Republik 
Indonesia sudah terjawab. Jangankan dipilih,bahkan untuk dicalonkan saja 
barangkali masih merupakan mimpi.Akar popularitas dalam dunia politik lebih 
banyak dibangun dalam paradigma lama, betapa anak seorang pahlawan nasional 
akan lebih tepat mewakili kepentingan politik nasional. 

Seseorang yang berkulit hitam dan berambut keriting adalah ”makhluk asing”dalam 
dunia politik Indonesia.Masih butuh waktu lama untuk mencalonkan seorang warga 
negara Indonesia yang berasal dari Flores atau Papua untuk jabatan presiden dan 
wakil presiden. Padahal, dalam perjalanan saya, terdapat sejumlah anak-anak 
Papua dan Flores yang betul-betul pintar, berkepribadian baik, serta 
berkarakter Indonesia yang bisa menjadi tokoh- tokoh nasional yang baik.

Namun, hanya karena mereka berkulit lebih gelap dan beragama yang bukan agama 
mayoritas, sulit berharap kalau orang-orang brilian itu akan masuk dalam 
kompetisi politik. Di beberapa daerah pemilihan, kita juga masih melihat 
bagaimana sentimen ”asli” dan ”tidak asli” dijadikan sebagai senjata untuk 
menjatuhkan seorang calon kepala daerah, calon anggota legislatif atau juga 
untuk jabatan presiden dan wakil presiden. 

Maka, jangan kaget kalau terlalu banyak orang cerdas di Indonesia yang justru 
menemukan rumahnya di luar Indonesia . Mereka menjadi pekerja di 
perusahaan-perusahaan multinasional, menjadi tenaga pengajar di universitas 
terkemuka, juga menjadi pemimpin di bidangnya justru bukan di negara asalnya. 
Seorang senior saya di sekolah menengah,SMA 2 Pariaman, kini menjadi dosen di 
sebuah universitas bergengsi di Belanda, setelah ditolak di 
universitas-universitas dalam negeri. 

Kepandaian seseorang menjadi hilang hanya karena sistem rekrutmen para tenaga 
pengajar waktu itu masih mengandalkan nepotisme, kolusi, dan korupsi. *** 

Rakyat Indonesia menunjukkan rasa syukur yang tinggi atas terpilihnya Obama. 
Sebaliknya, dalam berbagai kesempatan apatisme terus diluapkan untuk proses 
pemilu dalam negeri. Seakan tidak ada lagi para pemimpin yang mampu menjadi 
harapan untuk memperbaiki kehidupan, terutama ekonomi, yang sulit. 

Kalaupun ada, tokoh-tokoh itu dari sisi popularitas dianggap kalah dengan 
calon-calon lain yang memiliki dana kampanye besar.Idealnya,optimisme atas masa 
depan Amerika juga dicangkokkan kepada masa depan Indonesia melalui proses 
Pemilu 2009 yang sedang berlangsung. Untuk tidak kehilangan lagi sosoksosok 
seperti Obama, sudah menjadi kewajiban bagi seluruh kekuatan politik guna 
mendata lagi orang-orang Indonesia yang terbaik, di mana pun mereka berada. 

Sistem politik harus diperbaiki agar bisa menerima orangorang yang dianggap 
belum berpengalaman itu.Mereka layak dipanggil pulang, seperti dulu BJ Habibie 
dipulangkan. Tentu kepulangan mereka disiapkan dengan penyediaan fasilitas yang 
memadai,bukan diharuskan untuk bekerja di banyak tempat, mencari sesuap nasi, 
lalu kehilangan kecerdasan individual,karenaterlalusibukdengan honor yang satu 
ke honor yang lain. 

Pemilu 2009 juga patut didesain untuk menemukan kembali keindonesiaan itu. 
Orang-orang dari kelompok yang kecil secara minoritas bisa diajukan sebagai 
alternatif pemimpin nasional, sembari disandingkan dengan stok pemimpin yang 
sudah tersedia.Saya yakin sekali bahwa ada satu dan dua orang Indonesia, entah 
tinggal di Indonesia atau di mancanegara, yang memiliki kemampuan untuk 
memberikan inspirasi kepada seluruh warga negara Indonesia, bahkan dunia.

Makanan yang pernah masuk ke perut Obama ketika menetap di Indonesia pasti 
lebih banyak dikonsumsi oleh orang-orang itu. Parade dari orang-orang terbaik 
inilah yang akan memengaruhi harapan orang atas masa depan politik di Indonesia 
dan atas masa depan Indonesia itu sendiri.Jangan sampai oligarki politik justru 
menutupi peluang bagi munculnya orang-orang semacam Obama.

Tinggal sekarang bagaimana kita mencari dan menemukan orangorang itu, sebagai 
bagian dari ijtihad dan terobosan politik, siapa pun dan partai manapun yang 
melakukannya. Hingga,suatu hari nanti, orang-orang seperti Obama lebih memilih 
untuk mencalonkan diri sebagai presiden Republik Indonesia, ketimbang di negara 
asal ibunya itu.Andai saja.(*)  
 
 
www.indrapiliang.com
 

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN:
- Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting
- Dilarang mengirim email attachment! Tawarkan kepada yg berminat & kirim 
melalui jalur pribadi
- Dilarang posting email besar dari >200KB. Jika melanggar akan dimoderasi atau 
dibanned
- Hapus footer & bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Jangan menggunakan reply utk topik/subjek baru
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk dpt melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke