ya Allah ya Rabbiii.... barek bana baban nan ditangguang dunsanak awak
di kampuang. mudah-mudahan tugas mulia sanak Indra jo team mandapek
Ridha dan petunjuk sarato pertolongan dari Allah SWT, sahinggonyo
dunsanak kito indak lai mati dalam katakutan saraman nan lah paranah
dirasokannyo. amiiiiin.
mudah-mudahan sugiro didapek jalan tabaiak baik bagi penguasa maupun
untuak dunsanak nan menderita. amiiiin.
 
salamai bajuang untuak ransanak sanak Indra J Piliang sarato team. wak
tolong jo do'a dari jauah (iko pulonyo mampu awak). amiiin.
 
 
wassalam
Batuduang Ameh (40)

"4 Rancak 5 Lamak Bana" 


________________________________

From: RantauNet@googlegroups.com [mailto:[EMAIL PROTECTED] On
Behalf Of Indra Jaya Piliang
Sent: Saturday, December 06, 2008 3:16 PM
To: Rantau Mail
Subject: [EMAIL PROTECTED] Fw: Hentikan Gangguan Atas Peladang Ganggo
Mudiak!!



Sent from my BlackBerry(r) wireless device from XL GPRS network

________________________________

From: "Indra Jaya Piliang" 
Date: Sat, 6 Dec 2008 14:19:09 +0700
To: 'indra piliang'<[EMAIL PROTECTED]>
Subject: Hentikan Gangguan Atas Peladang Ganggo Mudiak!!


Hentikan Gangguan Atas Peladang Ganggo Mudiak!!

 

Ketika Posko IJP-09 Center diresmikan tanggal 30 November 2008, enam
orang petani atau peladang di Kenagarian Ganggo Mudiak, Kecamatan
Bonjol, Pasaman, datang. Usai acara, mereka kembali menyampaikan tentang
permasalahan yang mereka hadapi, sebagaimana mereka kirimkan via fax ke
kantor saya di Jakarta. Mereka terlihat ketakutan, lesu, dan seakan
tidak lagi memiliki masa depan. Saya menjanjikan untuk datang tanggal 14
Desember 2008 ini ke lokasi. 

 

Tetapi Allah SWT menggariskan lain. Kebetulan saya memiliki waktu,
tanggal 3 Desember, usai seminar di Perpustakaan Bung Hatta,
Bukittinggi. Apalagi Ibrani SH, rekan saya yang menjadi pengacara -
termasuk pengacara Gus Dur --, datang malam sebelumnya. 

 

Malam itu juga kami berangkat ke Pasaman, sebanyak 7 orang, dengan dua
buah mobil, satu kijang dan satu sedan. Sempat kebingungan karena krisis
bensin di Bukittinggi. Kami terpaksa membeli ketengan, lalu memasukkan
sendiri ke tangki bensir dengan plastic. 

 

Perjalanan dari Bukittinggi ke Bonjol lebih dari satu jam. Jalannya
berliku dan berbelok. Saya hampir saja muntah. Untuk mengendalikan suhu
tubuh, saya minum jamu tolak angin. Begitu lelah, namun mengusahakan
untuk tidak tertidur, khawatir sopir yang juga kakak saya lalai di
banyak tikungan. Kabut tebal. Hutan terbentang luas. 

 

Tiba pukul delapan. Sudah ada hidangan makan malam. Walau sudah makan di
Bukittinggi, saya dan rombongan tetap makan, sekalipun sedikit.
Begitulah di Minang, pantang hukumnya untuk menolak suguhan makan,
sekalipun anda sudah makan. Saya terkadang makan dan minum sampai 6 kali
sehari. Tidak heran kalau berat badan naik. Untuk mengendalikan
kolesterol, saya makan ikan dan sayuran, serta menolak makanan-makanan
seperti teh telor. 

 

Lalu, kami berdialog. Ratusan massa berkumpul. Diperkirakan mencapai 300
orang. Motor berjejeran di sepanjang jalan. Padahal, di tempat yang
sama, Letjen Purn Djasri Marin (nomor urut 4 di Sumbar 2 dari Partai
Golkar) baru saja mengadakan pembukaan pertandingan Djasri Marin Cup,
dengan biaya mahal, namun massa yang datang sedikit. Saya tidak sempat
meng-sms Djasri untuk ini. 

 

Kami berdialog sampai pukul 2.30 dini hari. Semula, terlihat begitu
frustrasinya masyarakat. Mereka menggunakan bahasa-bahasa Minang kelas
tinggi. "Ibarat rusa tersandar ke tebing, tidak ada lagi tempat kami
mengadu!" Yang bicara bukan hanya Pak Santoso dan Wali Nagari, tetapi
juga sesosok pria tua berumur 75 tahun dan nenek-nenek dengan usia yang
hampir sama. 

 

Saya begitu terkesan dengan pria tua itu, karena dia dulu termasuk staf
yang direkrut dalam PRRI. Dia hafal kata-kata Sjafruddin Prawiranegara,
Zulkiefli Lubis, Ahmad Hosen, dan tokoh-tokoh PRRI yang dikawalnya. Saya
lihat masyarakat tidak begitu memperhatikan orang tua itu, tetapi saya
memperhatikannya dan memintanya duduk bercerita. 

 

Ibrani SH, kawan yang saya kenal belum dua bulan, terlihat begitu
bersemangat. Bahkan, terlihat provokatif dengan kalimat pembuka: "Hanya
satu kata, lawan!" Tentu sebagai sosok yang lebih senior dari Ibrani,
sekalipun masuk kategori cucu, anak dan adik dari tokoh-tokoh masyarakat
yang datang, saya banyak melontarkan argumen-argumen legal, serta
sesekali bercanda. 

 

Pukul 00.30, kami disuguhi durian dan ketan. Ketan lama matang, karena
sumbu kompor yang digunakan terlalu pendek. Terpaksa pakai kayu bakar.
Hujan yang turun deras pas setelah rombongan kami masuk rumah,
memberikan kesejukan. 

 

Pagi ini, kami melihat kebun warga yg bukan saja sudah berbuah, tetapi
sudah dibuat 30an rmh. Kebun itu terletak di ketinggian, sehingga
membutuhkan energi ekstra untuk mendaki. Nafas jelas terengah, tetapi
juga bagiku mengurangi kolesterol di dalam darah. 

 

Kebun itu masing-masing seluas 2 hektar. Saya begitu miris melihat
pisang-pisang yang bernas-bernas dan bagus, matang di pohon. Begitu juga
pohon jeruk. Beberapa buah pohon coklat alias kakao juga sudah menunggu
panen. Kopi yang ditanam juga sudah merah. Getah karet teronggok di
dalam cawan penampungnya, bercampur air hujan. Kenapa itu terjadi?
Karena penduduk takut berladang, apalagi kaum wanita yang tidak punya
saudara laki-laki, nenek-nenek. 

 

Beberapa hari lalu, aparat yang datang. Salah satunya meletuskan
tembakan ke atas. Bisa jadi dia berniat menakut-menakuti dan kepada
warga bilang sedang menembak babi. Tetapi, jelas itu teror mental.
Karena bupati Pasaman mantan tentara, bisa saja pola-pola dia
mengendalikan warga seperti zaman dulu. 

 

Bersama rombongan ada seorang nenek yang begitu ceria. Dia tetap
berjalan di samping saya. Kadang dia bernyanyi. Lucunya, dia punya hape,
tetapi kalau ada sms masuk, tidak bisa membaca. Saya sekali diminta
membaca sms yang masuk. Banyak sekali ceritanya, termasuk dulu ketika
melahirkan putranya dalam usia 10 bulan di kandungan. Aduh, dalam hati
saya begitu terharu dan mata berkaca-kaca. Tiap ada telepon yang datang,
terdengar dia bicara: "Kami kini di ladang, bersama orang Pusat, pak
Indra.." Terdengar nada berani dalam bicaranya. 

 

Di sela-sela belukar, di pemberhentian, kami berdiskusi. Benar-benar
melakukan diskusi tentang negara, konstitusi, dll. Ibrani membawakan
materi tentang hukum, termasuk hukum tanah. Saya masuk dengan hak-hak
warga negara. Bagi saya, inilah kalangan yang patut dijangkau oleh
pendidikan politik dalam artian riil.  

 

Sebelum pulang, mereka membawa bertandan-tandan pisang. Saya mengerti
sekali, pisang-pisang itu tidak boleh ditolak, untuk dibawa pulang. Kami
melewati sungai berair jernih. Inilah itikaf politik dalam artian paling
dalam. 

 

Sejak tadi malam, saya bersama Ibrani sudah bertekad, akan membantu
menyelesaikan masalah ini, sampai selesai, sampai warga benar-benar
tenang. Bahkan saya sudah melupakan soal pencalegan. Sungguh adalah
itikad yang buruk, apabila ini dimaksudkan untuk meraih suara massa.
Bagi saya yang menerapkan prinsip the working politics dan the working
party, tindakan lebih mewakili dari perkataan apapun. 

 

Yang jelas, kami sudah menyusun sejumlah langkah. Langkah pertama, Insya
Allah, akan ada Dialog Aktual di TVRI, Selasa, 09 Desember 2008, dengan
tema "Konflik Tanah: Warga versus Negara". Tentu kami juga menempuh
cara-cara hukum, termasuk menggugat lewat pengadilan, advokasi lapangan,
dan lain-lain. 

 

Kepada petani atau peladang ini, kami berpesan: "Kalau ada aparat yang
bertanya, kenapa masih ke ladang, bilang sama mereka bahwa semua urusan
hukum sudah dikuasakan kepada Pak Ibrani SH dan Pak Indra Jaya Piliang!"


 

Kami meminta agar peladang itu membersihkan ladang-ladangnya yang
kembali penuh semak, memanen buah yang bisa dipanen, dan lain-lain,
sebagaimana pekerjaan petani biasa. 

 

Yang juga mengharukan, kami dilarang menggunakan uang untuk makanan dan
minuman yang kami nikmati. Bahkan, kalau kami datang lagi dalam
kesempatan berikutnya, mereka berjanji memotong kambing dan membakarnya
bersama kami di area peladangan. Mereka tahu, bahwa proses hukum juga
pasti membutuhkan waktu lama, tetapi mereka mengatakan bahwa sekarang
kening mereka tidak lagi berkerut, ragu di hati terkuak kabut. 

 

Semoga saja, pekerjaan ini memang benar-benar bisa kami tuntaskan. Mohon
dukungan seluruh teman dan sahabat! 

 

Tim Advokasi IJP Center untuk Ganggo Mudiak, Pasaman. 

 

 

www.indrapiliang.com

 


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke