*Saya mengajak anggota milis RantauNet untuk mencermati komentar dari penulis komentar di bawah yang mengaku Gaek Drs. Noor Indonesia St.Sati 72th.* *Saya (Andrinof A Chaniago) meyakini penulis komentar ini hanyalah seorang berusia 30an tahun yang hobby merusak diskusi-diskusi serius yang jelas dimaksudkan untuk mencari kebaikan. Penulis ini saya yakini seorang yang mempunyai masalah psikologi,yakni tidak bisa menghilangkan perbuatan isengnya sebagai sebuah kenikmatan yang memuaskan dirinya. * *Kalau kita tanyakan ke ahli semiotika dan sosiolinguistik, akan didapatkan kesimpulan bahwa gaya dan struktur bahasa penulis tanggapan ini bukanlah buah tangan orang sekolahan jaman Belanda atau jaman Jepang ataupun jaman Orde Lama. Inilah bahasa orang yang mengikuti pendidikan formal sekitar tahun 1990-an.* *Cobalah periksa juga struktur tulisan, alur logis dan argumentasi yang digunakan. Banyak sekali yang tidak ada hubungan sebab akibat.* *Perhatikan juga cara mengutip tulisan saya untuk dijadikan bahan kritiknya. Jelas sangat menyalahi kaidah berargumen secara logis. Dia hanya mengambil bagian yang berupa pernyataan atau penilaian dari tulisan saya, lalu melepas argumentasi dan data penting yang ada di dalam tulisan aslinya. Gaya kritiknya terhadap pernyataan yang dipenggal secara tidak normal itu seakan-akan dia seorang yang amat arif dan bijaksana. Tetapi, setelah diikuti lanjutan tulisannya, alur logikanya sangat ngawur.* *Mengapa saya meyakini ini adalah tulisan orang yang punya masalah psikologis? Karena sebelumnya juga ada tulisan tanggapan yang mirip seperti ini beberapa waktu yang lalu dengan nama samaran yang lain dan juga menyebut diri sebagai seorang tua yang bijak.* ** *Saya masih berharap saya salah duga. Tetapi kalau identitas Gaek Drs. Noor Indones St.Sati 72th ini benar, silahkan beliau menunjukkan bukti dan referensi. Dimana bisa ditemui, siapa saja yang bisa disebutkan sebagai orang yang mengenal Gaek, dsb. Kalau benar, saya akan menulis kalimat permohonan maaf di milis ini sebanyak seratus kali. Kalau dianggap kurang boleh ditambah.* ** *Tujuan saya mengingatkan kalau praktek ini benar adalah, ini betul-betul pekerjaan merusak yang tidak bermoral karena merugikan banyak orang yang berpikir serius untuk memajukan masyarakat dan negeri kita dan merugikan masyarakat kita secara tidak langsung.* *Salam hormat dan mohon maaf,* ** *Andrinof A Chaniago* *46 tahun, tinggal di Depok, bisa ditemui di kampus FISIP UI hampir setiap hari.*
Saya yakin, ada konsep ekonomi alternatif untuk mengelola kawasan Salingka Maninjau secara terpadu antarsektor ekonomi dan antara kepentingan ekonomi dengan lingkungan dan keindahan. Kawasan ekonomi Salingka Maninjau bisa meletakkan sektor Pariwisata sebagai sektor unggulan yang terintegrasi dengan sektor agribisnis, industri makanan, industri kerajinan dan industri-industri kreatif lainnya. Meletakkan sektor pariwisata ini sebagai sektor unggulan dikarenakan masih tersedianya potensi pengunjung yang cukup besar. *Potensi itu sudah memperhitungkan penutupan ruang bagi wisatawan porno aksi * seperti yang terdapat di Bali. Sebab, dari potensi wisatawan rombongan dari Asia Timur (Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong) saja, peluang yang tampak masih cukup besar. Yth. Kmd. Andrinof A Chaniago sarato dunsanak ketek indak disabuik namo, gadang indak diimbau gala. Ambo ingin mangomentari pandapek Kmd. dengan komentar sbb: 1. Tampaknya Kmd sangaek yakin terhadap pembatasan pornoaksi dalam praktek pariwisata oleh undang-undang. Manuruik ambo nan Gaek ko, kecuali *pariwisata umroh* (nan acok dikarajokan dek artis-artis seleb kito), aktivitas pariwisata *sulik* dipisahkan jo karajo esek-esek. Perlu Kmd. ketahui, di Indonesia UU tidak menjamin terlidungnya rakyat/masyarakat pribumi/anak-nagari. Sebagai contoh, kiniko masih banyak konglomerat nan mancilicok pitih malalui BLBI bakaliaran di kandang Singo atau di sarang Nago, bak kato pituah dari tanah leluhur: *Indak ado dindiang nan indak tabuak dek pilasau ameh.* 2. Daulunyo, nagari salingka danau Maninjau disabuik, nagari banamo Ula Lidi, sapuluah koto di dalamnyo, Tanjuang Sani ma adang abih, Sungai Batang cadiak sadonyo Maninjau tinggi randahan Bayua mudo sakampuang Anam Koto di simpang jalan Lubuak Basuang ma intai taruah Si Tanang tatagun aniang Batu Kambiang Rang singgah lalu Sitalang Barajo surang Sarik dagang ka Bawan Cadiak mati, binguang tajua Olok-olok pambia utang Barundiang Tiku jo Bawan Manggopoh ka dibagi duo Kato putuih, rundiang indah sudah Bakasam salamo-lamonyo. 3. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, silakan Kmd menganalisis ulang usulan pelaksanaan pariwisata sebagai *program unggulan* di salingka danau Maninjau. Supaya program pamarentah RI iko sukses dan indak marusak budaya anak-nagari, mako wisatawan paralu diajai tantang budaya adat masyarakat salingka danau, sabalun mereka menikmati keindahan danau Maninjau. Hormat dan maaf dari ambo Drs. Noor Indones St. Sati, 72th. Suku Tanjuang, nagari Sitalang. 2009/1/21 Andrinof A Chaniago <andri...@gmail.com> - Show quoted text - Tulisan ini diterbitkan di Rubrik Teras Utama, halalman depan, Padang > Ekspres kemarin, 20 Januari 2009. Silahkan dikomentari, jika berkenan, > sesuai maksud isinya. Terima kasih. Wass, > > Andrinof A Chaniago > > > > Danau Maninjau dan Cara Berpikir Kita > > Oleh Andrinof A Chaniago > > Pengamat kebijakan publik dan aktifis sosial di Jakarta > > > > Saya sungguh prihatin dengan wacana tunggal yang berkembang dalam melihat > dan memberi solusi atas "musibah" matinya ribuan ton ikan keramba di Danau > Maninjau pada bulan Januari 2009 ini. Wacana tunggal itu jelas mengarah pada > pemulihan usaha budi daya ikan keramba semata dan tidak membuka wacana yang > melihat kepentingan yang lebih besar atau perhitungan agregat dari berbagai > sisi. Dari sudut pandang ekonomi mikro dan teknik perikanan, analisis yang > dikemukakan pakar perikanan, pejabat Dinas Perikanan dan politisi itu memang > tidak keliru. Tetapi, mencarikan solusi semata-mata dari sudut pendang > ekonomi mikro dan teknik perikanan atas "musibah" matinya ribuan ton ikan > itu, jelas menunjukkan bahwa sebagian besar tokoh-tokoh kunci kita masih > terkungkung dalam pola pikir sektoral dan parsial. > > Diukur dari kepentingan pemodal yang menjadi pemilik usaha budi daya ikan > keramba di sekeliling Danau Maninjau itu dan dari sudut pandang sektor > perikanan, kerugian akibat matinya ribuan ton ikan keramba pada Januari 2009 > ini memang relatif besar. Media memberitakan bahwa kerugian untuk peristiwa > Januari 2009 ini mencapai Rp150 miliar. > > Tetapi, kematian massal ikan keramba Danau Maninjau yang terjadi Januari > tahun 2009 bukanlah yang pertama. Pada tahun 1997, sekitar 950 ton ikan > mati, dengan kerugian mencapai miliaran rupiah. Berikutnya terjadi pada > tahun 2004 dengan kerugian yang tentu lebih besar dari kejadian tahun 1997. > Dengan terulangnya peristiwa pada Januari 2009 ini, maka peristiwa ini > bukan lagi tergolong musibah. Sebab, sudah jelas ini karena kesalahan > manusia yang tidak mau berpikir atau menggunakan akal, seperti yang > diperintahkan berulang-ulang dalam Alqur'an. > > Lalu, bagaimana semestinya jalan keluar yang harus diambil setelah ini? > Ditinjau dari sisi mikro ekonomi saja, berulangnya siklus kematian massal > ikan keramba ini menunjukkan bahwa usaha ini tidak *sustainable*. Apalagi > kalau kita mau jernih melihat dengan pandangan menyeluruh untuk kepentingan > yang lebih besar. > > Tidak perlu lagi bertanya kepada ahli lingkungan untuk mengetahui bagaimana > aktifitas budi daya perikanan keramba telah mengakibatkan perubahan warna > air danau. Bagi mereka yang senang berulang berkunjung dan memperhatikan > kondisi air danau dalam sepuluh tahun terakhir, jelas sekali terlihat > perubahan kejernihan air danau yang dulu di tahun 1990-an sangat bening kini > menjadi hijau pekat. Ini jelas salah satu indikator bahwa ekosistem danau > ini telah mengalami kerusakan akibat usaha budi daya ikan keramba, yang > secara ekonomi mikro juga sudah terlihat tidak *sustanable*. > > Ternyata, pencemaran lingkungan ini bukan hanya telah mengurangi kenyamanan > hubungan manusia dengan perairan danau ini, tetapi terbukti berbalik > merugikan usaha sektoral perikanan itu sendiri. Analisis beberapa ahli > lingkungan telah mengatakan bahwa salah satu sumber penyebab kematian ribuan > ton ikan keramba Danau Maninjau ini adalah makanan ikan yang tidak semua > masuk perut ikan, melainkan sebagian mengendap di dasar danau. setelah > melalui suatu proses pelet yang mengendap di dasar danau dan mencapai > konsentrasi tertentu, pelet tadi lama kelamaan berubah sebagai racun bagi > belasan ribu ton ikan-ikan keramba itu. > > Besarnya volume limbah dari pakan ikan keramba ini cukup menjelaskan > hubungannya dengan peristiwa matinya ribuan ton ikan keramba untuk kesekian > kalinya. Rata-rata sekitar 292,88 ton pakan yang ditebar di danau setiap > tahunnya yang bersumber dari tiga kali pemberian makan ikan setiap hari. > Sebagian besar pakan menjadi limbah organik yang menjadi sedimen ataupun > larutan. Selain itu keramba juga menimbun danau dengan nitrogen sebanyak > 146,68 ton per tahun dan urea sekitar 310 ton per tahun. Inilah sumber dari > kerusakan ekosistem yang akhirnya memukul balik usaha budi daya ikan keramba > ini. > > Melihat sifat tidak berkelanjutan dari pertumbuhan ikan yang bisa > dimanfaatkan secara ekonomi tadi, jelas tidak ada salahnya kita berpikir > kalau untuk selanjutnya usaha keramba ini digantikan dengan usaha lain yang > terkait dengan jasa pariwisata, seperti rekreasi air, rumah makan, hotel > atau penginapan khas, dan sebagainya. Sebab, kita hanya berpikir untuk > memulihkan usaha budi daya ikan keramba ini, berarti kita tidak mau keluar > dari beberapa masalah yang makin membesar selama ini. Di dalam masalah yang > terus membesar itu, yang terjadi bukan hanya konflik sektoral antara usaha > ternak keramba dan pengembangan pariwisata, tetapi juga kerusakan ekosistem, > penurunan kualitas lingkungan dan kerugian nonmateriil yang tidak tampak > langsung, seperti hilangnya kebanggaan masyarakat Sumbar atas keindahan > Danau Maninjau. > > Saya yakin, ada konsep ekonomi alternatif untuk mengelola kawasan Salingka > Maninjau secara terpadu antarsektor ekonomi dan antara kepentingan ekonomi > dengan lungkungan dan keindahan. Kawasan ekonomi Salingka Maninjau bisa > meletakkan sektor Pariwisata sebagai sektor unggulan yang terintegrasi > dengan sektor agribisnis, industri makanan, industri kerajinan dan > industri-industri kreatif lainnya. Meletakkan sektor pariwisata ini sebagai > sektor unggulan dikarenakan masih tersedianya potensi pengunjung yang cukup > besar. Potensi itu sudah memperhitungkan penutupan ruang bagi wisatawan > porno aksi seperti yang terdapat di Bali. Sebab, dari potensi wisatawan > rombongan dari Asia Timur (Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong) saja, peluang > yang tampak masih cukup besar. > > Dari potensi wisatawan rombongan ini kita bisa menjadikan Maninjau dan > Sumbar berbeda dengan Bali. Kalau Bali pengunjung terbesarnya adalah para > ABG dari Australia yang menyukai tempat-tempat dugem dan kehidupan bebas, > pariwisata Danau Maninjau sangat memungkinkan diarahkan menjadi tempat > ekowisata, wisata budaya dan wisata pendidikan dengan ciri pengunjung > rombongan keluarga, rombongan kelompok pencinta alam, rombongan karyawan > perusahaan, rombongan organisasi profesi, rombongan lansia atau pensiunan, > dan sebagainya. Belum lagi kita bicara potensi wisatawan domestik. > > Kalau model perekonomian Salingka Maninjau dengan komoditi andalan > perikanan keramba ini sudah jelas mengandung konflik antarsektor, terutama > antara perikanan dan pariwisata, secara makroekonomi pun kawasan ini akan > sulit berkembang. Padahal, dari sisi mikro ekonomi, juga sudah terlihat > usaha budi daya ikan keramba ini tidak akan *sustainable*. Belum lagi kita > berbicara tentang kelestarian ekosistem, kelestarian keindahan alami Danau > Maninjau, dan sebagainya. > > Kalau dalam melihat Danau Maninjau ini kita gunakan lagi cara berpikir > sistemik dan agregatif, maka pihak Pemda dan DPRD, baik Kabupaten Agam > maupun Provinsi Sumbar, harus mengambil sikap tegas untuk mengubah model > ekonomi Salingka Maninjau saat ini. Mencoba menjadi pahlawan dengan mendesak > Pemda mengeluarkan anggaran APBD untuk cepat memulihkan usaha keramba dengan > modelnya yang sekarang, sebetulnya adalah langkah sesat yang merugikan > kepentingan yang lebih besar. Sebab, selain usaha ini sendiri tidak mungkin > akan berkelanjutan secara ekonomi mikro, ada yang namanya eksternalitas > ekonomi yang harus ditanggung oleh masyarakat dan generasi yang akan datang. > Kerugian itu ada yang terlihat langsung, seperti mandegnya sektor > pariwisata, dan ada yang kurang terlihat langsung, seperti kerusakan > ekosistem, berkurangnya nilai estetika alami Danau Maninjau yang menjadi > kebanggaan orang Minang, dan beberapa kerugian lainnya. > > Kalau kita mau konsisten berpikir logis saja, maka semua bentuk kerugian > seharusnya masuk dalam daftar target untuk dihindari. Kalau kita sudah tahu > bahwa dengan mengandalkan usaha budi daya ikan keramba ini banyak kerugian > dan biaya lain yang harus kita tanggung dengan mengeluarkan anggaran publik > (APBD), mestinya pikiran kita tidak hanya tertuju pada pemulihan usaha budi > daya keramba paska kematian massa ikan keramba Januari 2009 ini. Kita harus > memikirkan sektor usaha mana yang patut dikembangkan karena sifatnya tidak > menghambat pertumbuhan sektor lain. Kita juga harus memikirkan bagaimana > menyelamatkan ekosistem Danau Maninjau dari sektor usaha yang bersifat > merusak ekosistem danau tersebut. Dan kita juga harus memikirkan bagaimana > agar kita tidak kehilangan sebuah sumber kebanggaan kita sebagai orang > Sumatera Barat, yakni keindahan Danau Maninjau sebagai salah satu danau > terindah di dunia. > > Seharusnya kita mengambil hikmah dari peristiwa Januari 2009 ini untuk > mengubah pola pikir yang selama ini terkungkung dengan ego sektoral dan > parsial. Misalnya, pihak pejabat Dinas Perikanan jangan lagi hanya berpikir > bagaimana memiliki laporan akhir tahun yang berisi peningkatan produksi ikan > yang membuat ia hanya berpikir bagaimana memulihkan secepatnya usaha budi > daya ikan keramba paska peristiwa Januari 2009. Sementara, akibat > mementingkan laporan kemajuan sektoral tadi kita menutupi informasi tentang > rendahnya nilai manfaat usaha ini secara makroekonomi dan adanya kerugian > lain yang harus ditanggung oleh masyarakat luas. Bahkan, kita lupa, bahwa > usaha tersebut menggunakan permukaan danau, yang berstatus barang publik > murni, seperti laut dan sungai, yang tidak boleh dikuasai secara ekslusif > dan menghalangi orang lain untuk menikmatinya. Sekaligus, kita harus > mengingatkan para politisi di Sumbar agar tidak ceroboh memanfaatkan isu ini > untuk menaikkan popularitas. Demikian juga bagi para ahli, sebaiknya > membicarakan masalah ini dari perspektif lintasdisiplin, bukan hanya melihat > dari sudut pandang ilmu teknik perikanan semata. > > > > > --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned: - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama - DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---