Ibu Evy yth.
Sebelumnya terima kasih atas tanggapannya. Saya coba kembangkan sbb:
 
1. Pengertian mamak kapalo warih saya kira berbeda-beda dalam setiap nagari. Di 
Sulit Air istilah ini melekat pada penghulu andiko. Namun menyimak komentar 
ibu, saya kira bisa disesuaikan lebih lanjut dengan pemahaman lebih umum. 
Dengan kata lain peraturan ini juga harus menjangkau satuan paruik, sehingga 
strukturnya: nagari - suku - kaum - paruik. Atau lebih lanjut : nagari (KAN) - 
suku (penghulu-penghulu sesuku) - kaum (penghulu andiko) - paruik (mamak nan 
tuo/dituokan dalam paruik itu).
Paruik perlu diperjelas maksudnya adalah suatu susunan keluarga dalam kaum, 
yang ditunjukkan oleh batas-batas ruang dalam rumah gadang, dst.
Namun register tanah hendaknya berdasarkan kaum (pemangku sako dan pusako), 
selaku pemegang wilayat yang dikenal di dalam negeri, dan tersumpah. Dengan 
kata lain register tanah yang dilakukan oleh KAN untuk tanah-tanah ulayat kaum 
adalah berdasarkan susunan jabatan penghulu andiko.
Memang setiap negeri ada perbedaan sistem kelarasan dan kebiasaan serta kondisi 
wilayah dan masyarakat, yang turut membedakan hubungan antara penghulu andiko 
dengan mamak kapalo warih ini. Namun saya berpegang pada tambo bila liabilitas 
sako dan pusako ini terletak di jabatan penghulu andiko. Beberapa jalan 
pemecahan yang bisa dilakukan adalah 1) penghulu andiko menunjuk di dalam 
setiap paruik seorang mamak kapalo warih, yang bisa berdasarkan usulan paruik, 
yang bertugas dalam membantu dan membina alokasi pemanfaatan tanah ulayat untuk 
kebutuhan paruik tersebut; 2) pendelegasian wewenang dan sebagainya dapat 
dimufakatkan dalam musyawarah kaum; 3) atau seperti kasus di Sulit Air, 
penghulu andiko juga merangkap sebagai mamak kapalo warih (namun akan coba kami 
sesuaikan nantinya).
Satu catatan penting yang perlu saya sampaikan, dalam kejadian jua indak makan 
bali, gadai indak makan sando serta komersialisasi tanah ulayat oleh pemegang 
ganggam bauntuak, harus sepengetahuan mamak kapalo warih; dan untuk sampai 
tingkatan tertentu harus berdasarkan persetujuan penghulu andiko.
 
2. Pengertian ganggam bauntuak sebenarnya adalah modal dari kaum kepada bundo 
kanduang dalam memulai dan menjalani kehidupan secara layak, yang dulunya 
diperuntukkan untuk hunian dan pertanian. Tanah untuk hunian dapat dilekatkan 
berbagai kekayaan sebagai jerih payah dalam kehidupan. Namun untuk pertanian, 
sebenarnya perlu diperhitungkan kebutuhannya sehingga dapat dicapai rasa 
keadilan di dalam kaum. Dalam hal ini penghulu dan mamak kapalo warih memegang 
peranan dalam mengatur dan membina peruntukannya. Namun diperhatikan juga bila 
adaik jawek-manjawek pusako tarimo-batarimo dalam suatu keluarga di dalam suatu 
paruik, untuk bisa dihargai dan dilestarikan.
Saya juga prihatin bila banyak tanah ulayat selama ini yang terlantar atau 
tidak dimanfaatkan, sehingga menjadi mubazir. Untuk itu saya menyarankan perlu 
dilakukan evaluasi dalam tiap 20 tahun, bila terjadi hal seperti itu maka 
penguasaan dan pengelolaannya dipulangkan kembali kepada kaum. Selanjutnya oleh 
penghulu andiko maupun mamak kapalo warih dapat dialokasikan kepada kemanakan 
yang lain untuk dapat dimanfaatkan.
Jadi sebenarnya tidak ada istilah Hak Milik Adat untuk perorangan di dalam 
Hukum Adat Minangkabau.
Satu catatan penting lagi yang hendak saya sampaikan, lokasi tanah yang menjadi 
ganggam bauntuak adalah tanah-tanah relatif datar yang dapat digunakan untuk 
hunian/pertanian. Jadi bila di sekitar lokasi itu terdapat tanah dengan 
kemiringan (kontur) yang curam, apalagi tebing dan bukit, hutan, badan air, 
pematang jalan; adalah tidak termasuk dalam tujuan tersebut, atau tetap berada 
dalam penguasaan kaum atau umum.
 
3. Saya pernah mendapat pelajaran dari Prof AP Parlindungan mengenai ketentuan 
Pasal 19(1) UUPA, tentang keharusan untuk melakukan pendaftaran tanah. 
Ketentuan ini sebenarnya mengacu kebiasaan administrasi pertanahan (kadaster) 
sejak masa Hindia Belanda. Ketentuan ini khususnya berlaku untuk pengembangan 
aturan konversi eigendom dan erfpacht yang telah diregister sebelumnya; 
termasuk berbagai pengembangan hingga terbentuknya BPN tahun 1988. Namun untuk 
tanah-tanah adat, sesuai ketentuan UUPA, perlu pengaturan sendiri yang 
mengikuti sistem adat dan kebiasaan setempat. Pada masa Hasan Basri Durin Dt. 
..... pernah diterbitkan peraturan kepala BPN mengenai pendaftaran tanah adat 
ini, namun belum operasional. Termasuk juga yang paling parah adalah UU 
Kehutanan itu yang sangat mengerdilkan peran masyarakat adat.
Saya kira ini saatnya kita menyusun kembali wewenang masyarakat adat yang bisa 
dimulai dari Minangkabau, sambil memberdayakan berbagai pranata kemasyarakatan 
kita. Bila fungsinya hanya pendaftaran (register) terhadap hak-hak ulayat ini, 
saya kira tidak menjadi masalah, karena KAN tidak melakukan penganugerahan hak. 
Dalam pelaksanaannya nanti perlu disiapkan atau diseragamkan format, tata cara, 
dan sebagainya; bisa disusun dalam suatu bentuk petunjuk teknis. Apalagi 
sekarang sudah ada citra satelit yang bisa membantu dalam identifikasi lokasi 
dan batas-batas. Saya kira dalam hal ini KAN justru membantu dalam 
mengoperasionalkan ketentuan Pasal 19 itu.
 
Mungkin demikian dulu Ibu Evy, tentunya masih perlu diskusi dan pendalaman 
lebih lanjut. Saya harapkan juga pandangan dari sanak-sanak sekalian. Lebih 
kurang mohon maaf.
 
Wassalam,
-datuk endang
 

--- On Wed, 4/1/09, Evy Nizhamul <hy...@yahoo.com> wrote:






Assalamualaikum, wr.wb

1. Didalam komentar pak Datuk Endang pada Perda No 6 tahun 2008 ttg Tanah 
Ulayat dan Pemanfaatannya - Saran Koreksi untuk Revisi Perda (1)
#yiv995809549  
 _filtered #yiv995809549 {font-family:"Cambria Math";panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 
4;}
 _filtered #yiv995809549 {font-family:Calibri;panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;}
 _filtered #yiv995809549 {font-family:Georgia;panose-1:2 4 5 2 5 4 5 2 3 3;}
#yiv995809549  
#yiv995809549 p.MsoNormal, #yiv995809549 li.MsoNormal, #yiv995809549 
div.MsoNormal
        
{margin:0cm;margin-bottom:.0001pt;line-height:115%;font-size:12.0pt;font-family:"Times
 New Roman", "serif";}
#yiv995809549 .MsoChpDefault
        {font-size:12.0pt;}
#yiv995809549 .MsoPapDefault
        {line-height:115%;}
 _filtered #yiv995809549 {margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;}
#yiv995809549 div.Section1
        {}
-->

 

pada butir 13 tertulis :





13.  Mamak kepala waris atau sebutan lainnya adalah laki-laki tertua atau yang 
dituakan di jurai/paruik dalam suatu keluarga.

Namun Pak Datuk memberi komentar :



Pengertian mamak kepala waris adalah jabatan fungsional dari seorang penghulu 
andiko yang memiliki wewenang dalam mengatur pemanfaatan harta pusaka kaum. 
Wewenang ini dapat dilimpahkan atau didelegasikan kepada mamak-mamak nan tuo 
dalam kaum. Namun pengelola harta pusaka adalah terletak pada kaum bundo 
kanduang. 



Pengertian laki-laki tertua atau yang dituakan itu menurut saya sudah benar - 
karena bila menjadi - pengertian mamak-mamak nan tuo - ternyata tidak selama 
merupakan orang yang cakap bertindak selaku Mamak Kepala Waris. 



Lagi pula Pengertian laki-laki tertua atau yang dituakan yang digunakan - akan 
memberi ruang di dalam suatu Kaum untuk memilih laki-laki yang lebih cakap 
dalam bertindak selaku Mamak kepala Warisnya.
.
2. Setahu saya pengertian ganggam nan bauntuak ini sering menimbulkan salah 
penafsiran dari kalangan kaum wanita - bahwa tanah ulayat /tanah kaum itu sudah 
dibagi, apalagi untuk iduik bapangadok. Seandainya hal ini memang disetujui 
kaumnya - boleh-boleh saja bila tidak ada kekawatiran bahwa tanah kaumnya akan 
habis.

3. Sebagai sebuah lembaga kerapatan adat - saya setuju jika KAN dapat melakukan 
kadaster atas tanah-tanah ulayat - akan tetapi melihat aspek hukum yang 
ditimbulkannya maka pemberian peran KAN dalam masalah pertanahan nasional 
rasanya kok kurang pas ketimbang PPAT.

Sebenarnya ada yang saya mau tanyak seputar kasus sengketa tanah kaum dengan 
pihak diluar kaum - akan tetapi saya tetap berkomitmen menelaah seputar isi 
PERDA saja yang memang harus kita pahami satu persatu sesuai dengan pengalaman 
masing-masing tentang masalah ini.

Wassalam,



  Evy Nizhamul bt Djamaludin
(Tangerang, suku Tanjung, asal : Kota Padang)


http://bundokanduang.wordpress.com



 



      
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Reply via email to