Kelapa Gading 6 April 2009
 
Assalamu’alaikum w.w
 
Nan ambo hormati Angku Dt.Endang Pahlawan
Nan ambo hormati angko Bapak Andiko St.Mancayo
Nan ambo  Evy Nizhamul bt Djamaludin, sarato dunsanak sapalanta.
 
 
Ambo sangat bersyukur ateh terjadi diskusi yang sangat menarik yang Angku, 
Bapak Ibu sarato dunsanak di palanta lakukan, yaitu tentang Perda  tanah ulayan 
( Perda  16 tahun 2008 )  mako izinkan pulo lah ambo memberikan pendapat serta 
masukan sbb:
 
Bab I Pasal 1
Ayat  13  Mamak kepala waris atau sebutan lain adalah  laki-laki tertua atau 
yang di tuakan di jurai / paruik dalam suatu keluarga. 
Tanggapan : Istilah mamak kapalo waris pengertiannyo menurut saya adolah, 
seorang mamak yang paling mengetahui tentang perwarisan “sako jo pusako”, dalam 
kaum atau sukunya, dan sudah barang tentu dia yang tertua dan paling aktif. Dan 
mamak kepala waris seharusnya tidak sama dengan seorang penghulu, karena 
seorang penghulu adalah sebagai pucuk bulek didalam suku atau kaum yang 
berpungsi sebagai gantiang nan ka mamutiuh liang nan kamanabuak.   
Padapek angku Dt.Endang dan Ibu Evy, tentang Bundo Kandung sebagai yang akan 
mengelolah harta pusaka. Kalau istilah ini yang kita pakai, hal ini akan 
menimbulkan pertanyaan, Bundo Kandung yang di maksud Bundo Kandung yang mana?  
Apakah Bundo kandung yang ada dalam kisah Cindur Mato? Yang terjadi pada tahun 
antah barantah, antah iyo antah indak. Atau Bundo kandung nan dibuat oleh 
pemerintahan Orde baru pada th 1967? Atau bundo kandung yang di kiaskan oleh 
pepapatah Adat sebagai limpapeh rumah rumah nan gadang, sumarak anjung 
paranginan…..? Jika yang terakir ini yang di maksud, maka banyak wanita yang 
akan kecewa, karena setiap bundo kandung itu pasti wanita, tetapi belum tentu 
setiap wanita Minang itu Bundo Kandung. Mako ambo usulkan, mungkin yang lebih 
tepat adolah kaum perempuan.      
Selanjutnya tentang istilah “Ganggam Bauntuak iduik bapanggado” atau istialah 
lain “ Ganggam bauntuak hak bapunyo” untuak hal ko ambo sapandapek dengan Ibu 
Evy dan pak andiko. Kita  harus sangat hati-hati dalam melaksanakannya, sebab 
bukan tidak mungkin, malah bisa sajo timbul anggapan bagi nan manarimo ganggam 
bauntuak tersebut, se akan-akan sudah menjadi milik pribadi, sehingo harta 
pusako tinggi bisa berobah menjadi harta pusaka randah, malah ujung-ujungnyo di 
sertifikatkan dan di jual. Seperti yang di jelaskan oleh pak Andiko. Konon 
kabarnya pada zaman dahulu, seorang kemanakan yang baru bersuami, diberitahukan 
oleh mamak, jika urang samando mau menolah sawah, di beritahu dimana tumpak 
sawah, jika mau mengolah ladang, diberitahu dimana tumpak ladang, begitu juga 
jika mau membangun rumah, diberitahu  tanah perumahan. Semuanya itu bukan lah 
dengan arti ganggam bauntuak hak bapunyo, tetapi tetap sebagai hak pakai. 
Disitulah timbulnya papatah
 Adat :
 
            Daun ipak timbakau padang
            Api-api duo samenggo
            Undua nikah pailah kaladang
            Baitu adat kami rang disiko
 
Pasal 20. Gadai atas tanah adalah gadai menurut hukum Adat Minangkabau sebagai 
salah satu bentuk pengalihan hak pengelolahan tanah ulayat.
 
Tanggapan : Menurut pandapat dan setahu saya tidak ada aturan Adat tentang 
“pagang gadai” malah aturan adat mengatakan “ dijua indak dimakan bali di gadai 
indak dimakan sando” tetapi praktek dalam masyarakat memang ado dan itu 
sipatnya darurat. Dalam aturannya pada umumnya tidak ado bagi asil, tetapi 
harta yang di gadaikan itu bisa kembali setalah uang si pemangang di 
kembalikan. Mako menurut pendapat saya sebaknya hal t tersebut tidak dilakukan  
dengan cara “gadai” tetapi dengan sistem “kontarak sewa”  dengan batas-batas 
tertentu, dan berlaku apa yang di katakana oleh pak Andiko “Kabau pai Kubangan 
tingga” nan buliah dibao hanyolah nan lakek di badan atau keutungannya. 
 
Bab V Pasl 8
 
Huruf   e. Terhadap bagian tanah ulayat yang sudah diberi izin oleh penguasa 
dan pemilik tanah ulayat kepada perorangan yang di kerjakan secara terus- 
menerus dan sudah terbuka sebagai sumber kehidupan, bila di kehendaki dapat di 
daftarkan, setelah memenuhi “ Adat di isi limbago di tuang” 
 
Tanggapan : Menurut pendapat kami ada dua hal yang perlu penjelasan :
 
Yang peratama, bila di kehendaki dapat di daftarkan, apa yang maksud dengan 
dapat “didaftarkan”, apakah ada hubungannya dengan pelepasan hak tehadap tanah 
ulayat atau bagaimana?
 
 Yang kedua, tentang Istilah “ Adat di isi Limbago dituang”  menurut pendapat 
kami istilah ini sebaiknya tidak usah di gunakan kerana hal ini menyangkut 
tanah ulayat, yang mana tanah ulayat tersebut mempunyai nilai yang jelas dan 
dapat memberikan manfaat atau keuntungan kepada yang mengelolahnya, dan 
pemiliknya.  Menurut pandapat kami, apa pun alasannya tanah ulayat jangan 
sampai berpindah tangan, tetapi tetap memakai prinsip “ Kabau pai kubangan 
tingga”  Jangan sampai terulang kasus yang terjadi di “ Nagari Lubuak Kilangan” 
dengan alasan “adat di isi limbago dituang” yang hanya di buatkan satu buah 
mesjid dan satu buah kantua wali nagari, tanah ulayat lebih kurang 126 Ha  di 
berikan kepada PN.Semen Padang, yang sudah jelas-jelas untuk usaha komersil 
yang keuntungannya mungkin ratusan milyar setiap tahun, yang terjadi pada tahun 
1972. Dan sekarang kita sama tahu apa yang terjadi tentang Semen Padang.
Demikianlah nan dapek ambo sampaikan, sebagi tambahan informasi semoga 
bermanfaat hendaknya untuk kemajuan Minangkabau, dan mohon maaf bila ada 
kesalahan dan terima kasih atas segala pertain. 
 
Wasalam,
 
Azmi Dt.Bagindo

--- Pada Sen, 6/4/09, andiko <andi.ko...@gmail.com> menulis:


Dari: andiko <andi.ko...@gmail.com>
Topik: [...@ntau-net] Re: Perda Tanah Ulayat
Kepada: RantauNet@googlegroups.com
Tanggal: Senin, 6 April, 2009, 11:09 AM



Ambo akan menambahkannyo mak. Kalau ditambah jo fakta-fakta kasus yang 
ado, mungkin menarik jadi buku. Oh yo, tadi pagi ambo ditelepon dek Pak 
Franz, baliau alah sampai di Padang dari Medan katonyo. Ambo sampaikan 
diskusi kito tentang perda ulayat iko. Mungkin wakatu batamu jo mamak, 
akan menarik diskusinyo dan kalau buliah mamak share juo di palanta ko.

Salam

Andiko ST. Mancayo

Datuk Endang wrote:
> Sanak Andiko,
> Alah rancak itu, kalau dapek ditambahkan jo komentar-komentar umum nan 
> takaik jo itu dalam bagian terpisah. Ambo raso paralu ditunggu 
> babarapo hari kalau-kalau ado nan ka manambahkan komentar dan 
> saran. Mudah-mudahan dapek disalurkan lebih lanjut. Di ambo sendiri 
> bahan dari sanak itu akan ambo cubo salurkan ka babarapo pihak yang 
> berkompeten. Sampai ado revisi tantu Perda 16 itu masih balaku sebagai 
> hukum positif di Sumbar.
>  
> Wassalam,
> -datuk endang
>
> --- On *Sun, 4/5/09, andikoGmail /<andi.ko...@gmail.com>/* wrote:
>
>     Mak Datuak
>
>     Ambo kirimkan baliak, matrik catatan mamak yang alah ambo lengkapi jo 
>     masukan terakhir.
>
>     salam
>
>     Andiko ST Mancayo
>
>               
>
>
>
> >






      Berbagi video sambil chatting dengan teman di Messenger. Sekarang bisa 
dengan Yahoo! Messenger baru. http://id.messenger.yahoo.com
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
=============================================================== 
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi di setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
=============================================================== 
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Daftarkan email anda yg terdaftar disini pada Google Account di: 
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
===============================================================
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke