Assalamualaikum Wr Wb
Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke bumi lancang kuning, tepatnya kota Pekanbaru. Kota yang sekarang sedang cerahnya dengan pembangunan di berbgaai bidang. Siang dan malamnya berkilau. Saya begitu kagum dan “Amaze”dengan kota ini. Otonomi daerah dan minyak yang berlimpah tentu sah sah saja kalau pekanbaru menjadi melesat jauh meninggalkan kota rujukannya dulu, Padang. Namun ada fenomena yang menyedihkan disana, khususnya bagi orang Minang yang hidup di peknabaru, khususnya lagi Orang Minang yang berkerja dalam sector formal – pemerintahan. Agaknya pengakuan sebagai orang Minang menjadi sesuatu yang di pantangkan disana. Suatu saat saya berkenalan dengan seorang staff kejaksaan di Bangkinang. Ketika awal perkenalan, beliau mengaku orang asli melayu pekanbaru, kemudian setelah berbicara agak lama, ternyata aslinya orang Minang, Solok. Intinya, kebijakan putra daerah di pekanbaru dan Riau telah memaksa urang awak disana kemudian mengganti identitasnya. Namun hal ini hanya terjadi pada etnis minang, etnis jawa dan batak mereka tetap tegak dengan identitas kesukuannya. Kekaguman saya dengan PKU, tiba-tiba hilang menjadi kecewa dengan pemdanya. Saya berpikir, kisah urang Minang di Riau ibarat orang Yahudi di Jerman dan Perancis pada era NaZI. Demi menyelamatkan diri dari NAZI, akhirny mereka mengecat rambut menjadi pirang, mengganti nama dan menyembunyikan identitas yahudi mereka. Mudah2an ini hanya pandangan saya , danmudah2an itu salah. Tapi memang saya melihat adanya upaya melayunisasi di Riau. Kabupaten yang masyarakatnya secara historis merupakan bagian dari Minangkabau (dalam konteks social budaya), dipaksakan untuk menjadi melayu-riau. Padahal tampilan visual, rumah gadang, bahasa maupun kebiasaan mereka nyata-nyata sama dengan kita. Sebagai contoh di Teluk Kuantan dan Bangkinang. Di Bangkinang, rumah gadang lontiak yang nyata-nyata mengadopsi rumah gadang Minangkabau, kemudian ditambahkan ujung atapnya menjadi seperti atap rumah melayu. What the hell is this…ini adalah pengelabuan sejarah. Memang saat ini Kampar, Teluk Kuantan masuk dalam wilayah Riau, tapi ini adalah wilayah secara administrative. Tindakan pemda Riau untuk memelayukan penduduknyua dengan segala macam dalih, sungguh suatu kebijakan yang tidak menjunjung perbedaan dan kebhinnekaan. Mungkin Mamak, Bundo dan Uda/Uni yang berdomisili di Riau dapat memberikan pencerahan pada ambo. Barusan ambo membaca website pemerintahan Riau, dimana Gurbernur Rusli Zainal memang betul2 mencanangkan melayunisasi ini , khususnya untuk kabupaten Kuansing dan Kampar…. Salam Bot Sosani Piliang Just an Ordinary Man with Extra Ordinary Dream www.botsosani.wordpress.com Hp. 08123885300 --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ . Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. Email besar dari 200KB; 2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama =========================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---