Waalaikumsallam wr wb

Sanak Bot Piliang, Pak Sa'af, Da Riri

Kalo sampe genocyde gitu nggak lah Da Riri, begitu juga apa yang dikwatirkan 
sanak Bot seperti orang Yahudi yg menyembunyikan identitasnya nggak sejauh itu 
amat

Saya memang merantau di Riau khususnya di Pekanbaru sejak 1993 sampai sekarang 
walau sempat berpindah kerja tapi Pekanbaru sudah menjadi "home base" saya 
bersama klga

Yang saya rasakan memang ini "gaya-gaya" dikalangan birokrat baik pemdakab 
maupun di Pemprov harus bernuansa melayu, bahasa pergaulan sehari2 maupun 
seragam melayu pada hari2 tertentu dan pada acara2 khusus pemerintahan, semua 
suku di luar suku Melayu Riau atau orang Riau mau tak mau mengikuti lagak, gaya 
dan ragam sehari2 di kalangan Birokrat berbeda saya yang diswasta mau bahasa 
minang, jawa, sunda dan batak hajar saja nggak harus memaksakan diri berbahasa 
Melayu

Boleh dikatakan yang melayu riau itu lebih kepada daerah2 seperti Siak, Bagan, 
Bengkalis sedangkan daerah Kampar, kuantan, inhu seperti yang sanak Bot 
sampaikan memang akar budayanya sama dengan Minang (sejarahnya adakan silahkan 
sanak2 yang ahli menjelaskan tentang kekuasaan raja2 Minangkabau sampai ke 
daerah Riau ini) sedangkan daerah Pasir Pangairaian di pengaruhi atau adat 
terutama bahasanya lebih kepada suku Mandailiang 

Tentang orang Minang di Riau khususnya di Pekanbaru seperti apa yang dijelaskan 
Pak Sa'af tetap eksis dan punya peranan penting dalam gerak denyut pembangunan 
dan ekonomi Riau khususnya di perdagangan kecil, menengah sampai besar serta 
bekerja di berbagai sektor baik PNS dan Swasta maupun sektor Informal lainnya.

Seharusnya secara kultural dan agama tentu orang2 Riau ini lebih dekat dengan 
orang Minang sebab bagi mereka "Melayu itu Islam dan sebaliknya begitu juga 
dengan Minang"

Tapi namanya rumor atau sas sus memang sejak otonomi daerah ini ada kesan serba 
"putra daerah" itu terjadi di jabatan-jabatan strategis di birokrat, apaboleh 
buat memang ada sedikit pemikiran primodial yang sempit tapi beda sama swasta 
yang lebih terbuka dan egaliter tidak pandang suku dan agama seseorang tapi 
dilihat dari kemampuan dan keahlian seseorang untuk berkarir 
(terbaca:Profesional) 

Kenyataannya dulu jabatan2 strategis di Birokrat memang banyak posisinya di 
kuasai oleh orang Minang, Batak dan Jawa sekarang ya...begitulah, pandai2lah 
"cakap2 melayu"

Tapi yang paling penting konflik antar suku atau SARA di Riau khususnya di 
Pekanbaru boleh dikatakan jarang terjadi dan situasi cukup kondusif, sepertinya 
karena porsi kue di Riau sangat besar dgan segala potensi SDA nya yang kaya 
serta peredaran uang yang cukup kencang maka semua orang berpacu mendapatkan 
"porsi kue" yang besar itu dan mengabaikan konflik2 tsb secara umum, masyarakat 
Riau yang cukup heterogen memang disibukan dengan segala aktivitas ekonomi 
sehari-hari lazimnya sesuatu daerah yang kaya maka tentunya siapa yang energik, 
berusaha keras, bisa memanfaatkan peluang maka akan sukses dan rata2 jujur saja 
saya bilang etos kerja penduduk tempatan yang malas dan kurang fight maka 
memang mereka kalah dalam merebutkan "porsi kue" yang besar ini akibatnya 
terjadi kecemburuan "karena malas dan etos kerja yang rendah" tapi maaf mereka 
penduduk lokalpun tidak bisa apa2 

Tapi Birokrat terutama petinggi2 mereka putra daerah "yang melayu" memang 
hebat-hebat dan kaya2 luar biasa, dari mana mereka dapat semua itu..nggak 
usahlah saya jabarkan ya, tidak aneh lagi kalau rumah mereka disini rata2 
bernilai 1 milyar harganya tapi sangat disayangkan masyarakat bawah terutama 
putra tempatan banyak yang miskin, boleh dikatakan sepanjang yang saya amati 
dipelosok mereka ini memang "dipecundangi" oleh para putra2 daerah yang duduk 
di kekuasaan yang bergelimpang harta dan kekayaan

Terakhir

Orang Minang dimanapun akan selalu "pandai dan pandai-pandai" diRantau orang 
seperti kata Pak Sa'af "dima bumi di pijak disinan langik dijunjuang plus 
masuak kandang kambiang mangembek, masuak kandang harimai mangaum"

Tapi ingek

Kok lah jadi harimau di nagari urang (rantau) jaan pulo manggaretak kambiang 
tiok hari, skali skali ndak baa do he he untuak manaikan gengsi dan marwah 
urang awak di rantau, baa tu Pak Sa'af lai cocok tu

Wass-Jepe
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-----Original Message-----
From: "Dr.Saafroedin BAHAR" <saaf10...@yahoo.com>
Date: Sun, 29 Nov 2009 05:22:45 
To: <rantaunet@googlegroups.com>
Subject: [...@ntau-net] Re: Minang di tanah Melayu...Melayunisasi???

Waalaikumsalam ww Sanak Bot Piliang,
Tergelitik juga saya hendak menjawab pertanyaan ini. Kebetulan saya sesekali 
juga datang ke Pekanbaru, karena anak dan menantu  bekerja di Chevron. 
Rumbai.Apalagi saya pernah berdinas di sana selama enam tahun (1960-1966) dan 
masih memelihara kontak dengan tokoh-tokohnya sampai sekarang.

Sinyalemen Sanak ini mungkin benar sekitar 40 tahun yang lalu, tetapi rasanya 
sudah tidak demikian menonjol pada saat ini. Kebetulan saya dekat dengan 
tokoh-tokoh Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), dan tidak mendapat kesan adanya 
sikap diskriminatif terhadap orang Minang. Beliau-beliau mengganggap orang 
Minang itu juga sesama orang Melayu. 
Tambahan lagi, setahu saya jajaran Ikatan Keluarga Minang Riau (IKMR) yang 
dipimpin oleh Bung Basrizal Koto -- yang sangat terkemuka di daerah Riau -- 
secara eksplisit menganggap diri sebagai orang Minang Riau,
Oleh karena itu, mungkin yang bung Bot Piliang rasakan itu hanya ya sekedar 
perasaan saja. Sesuai dengan pepatah 'dimana bumi dipijak di sana langit 
dijunjung' tidak ada salahnya kalau kita perantau Minang di Riau pada umumnya 
dan di Pekanbaru pada khususnya, lebih banyak membaur dengan penduduk setempat. 
Dalam aspek keorganisasian -- misalnya --  lebih banyak mendekat dan bekerjsama 
dengan LAMR tersebut. Ada beberapa tokoh Riau yang terbuka untuk maksud ini, 
seperti Prof Drs Suwardi MS, dan Kolonel Abbas Jamil. Beliau-beliau berasal 
dari Cerenti dan Taluk Kuantan, yang secara kultural sangat Minang.
Wassalam,
Saafroedin Bahar(Laki-laki, masuk 73 th, Jakarta) 


--- On Sun, 11/29/09, Bot S Piliang <botsos...@yahoo.com> wrote:

From: Bot S Piliang <botsos...@yahoo.com>
Subject: [...@ntau-net] Minang di tanah Melayu...Melayunisasi???
To: rantaunet@googlegroups.com
Date: Sunday, November 29, 2009, 6:39 PM

Assalamualaikum Wr Wb





Beberapa waktu yang lalu saya berkunjung ke bumi lancang kuning,
tepatnya kota Pekanbaru. Kota yang sekarang sedang cerahnya dengan pembangunan
di berbgaai bidang. Siang dan malamnya berkilau. Saya begitu kagum dan 
“Amaze”dengan
kota ini. Otonomi daerah dan minyak yang berlimpah tentu sah sah saja kalau
pekanbaru menjadi melesat jauh meninggalkan kota rujukannya dulu, Padang.

Namun ada fenomena yang menyedihkan disana, khususnya bagi
orang Minang yang hidup di peknabaru, khususnya lagi Orang Minang yang berkerja
dalam sector formal – pemerintahan. Agaknya pengakuan sebagai orang Minang
menjadi sesuatu yang di pantangkan disana. Suatu saat saya berkenalan dengan
seorang staff kejaksaan di Bangkinang. Ketika awal perkenalan, beliau mengaku 
orang asli melayu pekanbaru, kemudian setelah berbicara agak lama, ternyata 
aslinya
orang Minang, Solok.

Intinya, kebijakan putra daerah di pekanbaru dan Riau telah
memaksa urang awak disana kemudian mengganti identitasnya. Namun hal ini hanya
terjadi pada etnis minang, etnis jawa dan batak mereka tetap tegak
dengan identitas kesukuannya. Kekaguman saya dengan PKU, tiba-tiba
hilang menjadi kecewa dengan pemdanya. Saya berpikir, kisah urang Minang di 
Riau ibarat orang
Yahudi di Jerman dan Perancis pada era NaZI. Demi menyelamatkan diri dari NAZI, 
akhirny mereka mengecat
rambut menjadi pirang, mengganti nama dan menyembunyikan identitas yahudi
mereka. Mudah2an ini hanya pandangan saya , danmudah2an itu salah.

Tapi memang saya melihat adanya upaya melayunisasi di Riau.
Kabupaten yang masyarakatnya secara historis merupakan bagian dari Minangkabau
(dalam konteks social budaya), dipaksakan untuk menjadi melayu-riau. Padahal
tampilan visual, rumah gadang, bahasa maupun kebiasaan mereka nyata-nyata sama
dengan kita. Sebagai contoh di Teluk Kuantan dan Bangkinang. Di Bangkinang,
rumah gadang lontiak yang nyata-nyata mengadopsi rumah gadang Minangkabau,
kemudian ditambahkan ujung atapnya menjadi seperti atap rumah melayu. What the
hell is this…ini adalah pengelabuan sejarah.

Memang saat ini Kampar, Teluk Kuantan masuk dalam wilayah
Riau, tapi ini adalah wilayah secara administrative. Tindakan pemda Riau untuk
memelayukan penduduknyua dengan segala macam dalih, sungguh suatu kebijakan
yang tidak menjunjung perbedaan dan kebhinnekaan.

Mungkin Mamak, Bundo dan Uda/Uni yang berdomisili di Riau
dapat memberikan pencerahan pada ambo. Barusan ambo membaca website
pemerintahan Riau, dimana Gurbernur Rusli Zainal memang betul2 mencanangkan
melayunisasi ini , khususnya untuk kabupaten Kuansing dan Kampar….

   

Salam



Bot Sosani Piliang
Just an Ordinary Man with Extra Ordinary Dream
www.botsosani.wordpress.com
Hp. 08123885300





     







      



--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke