*Assalamu'alaikum Wr. Wb,*

Salam hormat untuk seluruh niniak mamak, urang tuo ambo, uda2 jo uni2
basarato, rakan basarato adiak2...
Partamo, mohon maaf, karano tulisan nan sabalun ko salah kirin... nan
takirin alun ba-edit lai...

Berikut ambo lampirkan sebuah tulisan tentang pembelajaran dari Aceh terkait
dengan penerapan syariat Islam. Semoga ada hikmah yang bisa kita ambil.

Ini ruang bagi kita untuk berdiskusi dan saling mengeluarkan pendapat dari
berbagai perspsektif. Semoga bermanfaat.

Terimakasih banyak.

*Salam hormat ambo*,
Zubaidah Djohar
[nan samantaro ko tasangkuik di Aceh, berbujang dua, 35 tahun sabanta lai]


______________________

Kompas, Sabtu, 16 Januari 2010

*TSUNAMI PERADABAN
**(Zubaidah Djohar, Peneliti Aceh Institute  dan Fasilitator Training Tema
Kebudayaan dan Perdamaian di Aceh)*

Aceh kembali dihantam tsunami. Bukan tsunami ombak yang menyapu seluruh kota
dan penduduknya, tapi tsunami peradaban. Tsunami yang menghancurkan martabat
Aceh sekaligus pembuktian telah terjadi serangkaian kejahatan kemanusiaan di
Aceh.

Tiga oknum Wilayatul Hisbah (WH) diduga memerkosa seorang perempuan yang
diduga berkhalwat di Langsa pada Jum’at (8/1) dini hari lalu (Serambi
Indonesia/SI, 10/01). Dugaan itu pun mendapat jawabannya dua hari kemudian.
Dalam proses penyidikan Kepolisian Resor Langsa, salah seorang pelaku
mengakuinya.

Kasus-kasus pun kembali nyata membentang di depan kita dan mempertanyakan
kualitas WH, bahkan makna hadirnya lembaga ini. Masih di kota yang sama, di
pertengahan 2009, seorang anggota WH diduga melakukan tindakan asusila.
Sebagai bentuk protes warga, baju dinasnya dipajang berhari-hari di pinggir
jalan protokol kota itu (SI, 12/01/2010). Seorang anggota WH di Nagan Raya
terancam dipecat karena terlibat kasus sabu-sabu (SI, 14/01/2009).

*Simbolisasi Akut
*Realita di atas begitu kontras dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
ajaran Islam yang lantang berbicara keadilan, persamaan, kemaslahatan,
perdamaian, kesejahteraan, kebijaksanaan, dan inspirasi kehidupan. Nyatanya,
pemerkosaan justru dilakukan oleh orang  yang seharusnya menjaga
kemaslahatan dan keamanan umat.

Keadaan yang kontras di antara realitas dari prinsip-prinsip Islam
sesungguhnya menunjukkan syariat Islam di Aceh tengah memasuki tahap hanya
sebagai simbol.

Sejak sembilan tahun penerapan syariat Islam di Aceh, yang lebih kental
adalah nuansa razia daripada peningkatan kesejahteraan dan keamanan warga.
Razia itu pun berlaku untuk kalangan rentan, dan kelompok rentan itu adalah
perempuan. Penertiban tubuh perempuan seolah menjadi simbol tengah
berlakunya syariat Islam di Aceh.

Contohnya, Januari ini diberlakukan hukum potong celana bagi perempuan
bercelana ketat di Aceh Barat. Di sisi lain, kesejahteraan masyarakat
semakin turun. Kematian ibu melahirkan tertinggi di Indonesia adalah Aceh
(SI, 15/11/2009), rumah korban konflik dan tsunami belum terealisasi dengan
baik (11/01/10), korupsi makin mengakar hingga ke pelosok kampung (SI,
29/12/2009), banjir hampir di seluruh wilayah Aceh akibat pembangunan tidak
bersahabat dengan alam (SI, 03/01/2010), kekerasan seksual terhadap
perempuan dan anak meningkat (SI, 15/07/2009), begitu juga dengan kekerasan
dalam rumah tangga (03/11/2009).

Temuan penelitian Aceh Institute (2008) menunjukkan, perempuan korban
kekerasan seksual semasa konflik masih belum tertangani pemulihan
kesejahteraan dan martabatnya serta mengalami kesehatan reproduksi yang
buruk. Mereka tetap hidup dalam kemiskinan materi dan
pengetahuan-keterampilan.

*Lima dimensi
*Tentu kita semua tidak ingin menjadi orang yang ahli dalam mengingkari
indahnya Islam. Karena itu, untuk menjadikan SI di Aceh sebagai *rahmatan
lil’alamin*, perlu upaya sungguh-sungguh dari seluruh elemen sipil dan
pemerintah di Aceh, terutama kalangan ulama dan tokoh adat untuk mengkaji
ulang dan merefleksikan penerapan syariat di Aceh.

Dalam salah satu diskusi rutin Aceh Institute yang saya hadiri pada
penghujung 2009, pakar Hukum Islam Aceh, Prof. Dr. Syahrizal menawarkan
refleksi dengan memerhatikan  lima dimensi.

Pertama, apakah produk undang-undang atau *qanun* yang dilahirkan sampai ke
kabupaten-desa? Kedua, kualitas; apakah qanun sudah menjamin kepastian
hukum, keamanan dan kenyamanan masyarakat? Ketiga, implementasi *qanun*,
apakah masyarakat sudah mapan secara kognitif? Keempat, aspek aparat penegak
hukum, apakah sudah memiliki kesadaran hukum dan sumber daya manusia andal
dan berperspektif adil-setara? Begitu pula dengan sarana dan pra-sarana
pendukung kinerja aparat. Kelima, aspek partisipasi masyarakat. Hal terakhir
ini cukup mampu memengaruhi kualitas produk hukum yang dihasilkan kemudian.
Memerhatikan kelima aspek itu dengan menyadari realitas yang ada, dapat
disimpulkan keberadaan lembaga WH dan kualitas produk hukum perlu dikaji
ulang.  Proses kajian yang dimulai dengan perencanaannya perlu melibatkan
perempuan dan memperhatikan aspek kemanusiaan perempuan. Ini bukan persoalan
hafal Al Quran dan lulusan pesantren, tetapi bagaimana makna ajaran Islam
mampu menjadi rahmat bagi seluruh alam, termasuk bagi kaum perempuan.

Bersyariatlah kita dengan makna dan kualitas, bukan polesan dan simbolisasi
belaka. Saatnya Aceh berbenah karena sudah terlalu lama tenggelam dalam
konflik dan bencana tsunami.
Mengambil momentum perubahan dan kebangkitan Aceh melalui penghargaan
terhadap tubuh perempuan dalam bersyariat adalah rahmat. Ini Sebuah
pelajaran berharga bagi daerah dan negara mana pun yang tidak atau tengah
dan akan "bersyar'i".
-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke