Mekipun tulisan lama, saya kira ini menarik diposting lagi, karena milis
RN ini juga menyebut dirinya sebagai "Lapau".
Salam
andiko
Rantau, Surau, Lapau di Minangkabau
Sabtu, 1 Agustus 2009 | 03:30 WIB
*Dewi Indriastuti*
Ini contoh anak muda Minangkabau. Deni (30) merantau ke Bandung setelah
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di Bukittinggi, Sumatera
Barat. Tujuannya memperoleh pendidikan tinggi yang lebih baik. Setelah
itu, ia bekerja di Jakarta. Alasannya, peluang kerja di Jakarta lebih
banyak dan kondisi kerja lebih menantang.
Bisa jadi tipikal anak muda seperti Deni ini semakin banyak. Keengganan
pulang kampung setelah lulus kuliah bukan karena alasan gengsi,
melainkan menyambut tantangan yang lebih berat di rantau.
Bukan juga melupakan kampung halaman. Setiap hari raya Idul Fitri, Deni
beserta adik dan kakaknya—yang juga merantau ke Jakarta selepas
SMA—pulang kampung.
”Di rumah orangtua di Bukittinggi ada enam kamar kosong. Kamar ini akan
penuh saat Lebaran karena kami, enam bersaudara yang semuanya merantau,
pulang ke rumah,” kata Deni, Kamis (30/7).
Rantau menjadi tradisi yang kental di Minangkabau, selain lapau dan
surau. Rantau, lapau, dan surau menjadi bagian dari perjalanan hidup
laki-laki di tanah yang menerapkan sistem matrilineal atau garis
keturunan ibu itu.
Hans van Miert dalam bukunya berjudul Nasionalisme dan Gerakan Pemuda
Indonesia 1918-1930 menyebutkan, untuk orang Minangkabau, bepergian
berarti mengikuti tradisi lama yang dinamakan rantau.
Artinya, meninggalkan daerah sendiri untuk mencari pengetahuan atau
karena pertimbangan ekonomi dan nantinya pulang dalam keadaan sudah
lebih matang dan/atau lebih kaya.
Elizabeth E Graves dalam bukunya, The Minangkabau Response to Dutch
Colonial Rule Nineteenth Century, menyebutkan, merantau adalah interaksi
paling penting antara penduduk nagari dan dunia luar. Rantau berlaku di
mana saja, selama di luar wilayah nagari tempat asalnya. Nagari adalah
wilayah pemerintahan setingkat desa.
Rantau merupakan petualangan pengalaman dan geografis. Secara sadar
memutuskan meninggalkan rumah dan sanak saudara untuk mencoba merantau,
mengadu peruntungan.
*Motif utama*
Ada dua motif utama merantau, yakni melanjutkan pendidikan dan mencari
pekerjaan. Untuk urusan pekerjaan, perkembangan merantau nyatanya
menimbulkan kekhawatiran. Hal itu tergambar dari perbincangan Kompas
dengan warga Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, dan Silungkang,
Kota Sawahlunto.
Pandai Sikek dan Silungkang, yang dikenal sebagai sentra tenun di
Sumbar, selama ini mengandalkan kaum perempuan untuk menjaga
keberlangsungan hidup tenun. Semakin banyak perempuan yang merantau
untuk bekerja berdampak pada berkurangnya jumlah penenun.
Amril, pemilik usaha tenun di Silungkang, menuturkan, tanah di daerahnya
tandus. ”Sebanyak 70 persen penduduk sini ada di perantauan. Sisanya, 30
persen, ada di kampung. Mau tidak mau harus bisa menenun supaya bisa
hidup,” katanya.
Contohnya Azwar, yang pernah merantau ke beberapa kota di Pulau Jawa. Ia
akhirnya kembali ke tanah kelahirannya di Silungkang. Dengan keahlian
menggulung benang—agar siap ditenun—Azwar dapat menghadapi hidupnya.
Rasmi, pemilik usaha tenun di Pandai Sikek, menyampaikan kekhawatiran
yang tak jauh beda. Kota Bukittinggi— yang tak jauh dari Pandai Sikek—
menjadi semakin modern, ditandai dengan munculnya supermarket, kafe,
hotel, pusat perdagangan serupa mal, dan restoran makanan cepat saji.
Modernitas ini membutuhkan tenaga kerja yang juga berasal dari nagari
sekitar.
Tsuyoshi Kato dalam buku Matriliny and Migration: Evolving Minangkabau
Traditions in Indonesia menuliskan, kecenderungan paling penting dalam
praktik merantau Minangkabau adalah penyertaan perempuan karena
perempuan mencari pendidikan yang lebih tinggi.
*Surau dan lapau*
Perubahan proses tradisi juga terjadi pada surau dan lapau. Selama ini,
surau menjadi tempat anak laki-laki hingga beranjak remaja dan dewasa
untuk tidur, mengaji, belajar ilmu agama, bela diri, dan belajar ilmu
pengetahuan lain. Di surau, bocah laki-laki menjalani proses pematangan
diri sebelum akhirnya dewasa dan merantau.
Sosiolog Universitas Andalas, Padang, Rinaldi Ekaputra berpendapat,
simbol surau saat ini menjadi gambaran indah masa lalu. Surau
semata-mata menjadi tempat ibadah. Meski demikian, peran surau untuk
proses pendewasaan anak laki-laki itu bisa jadi masih kental di daerah
yang jauh dari perkotaan.
Perkembangan makna justru terjadi pada lapau. Warung kopi yang banyak
terdapat di seluruh wilayah Sumbar itu semula memiliki konsep ekonomi.
Pranata utang terjadi di lapau, yakni barang dapat diambil lebih dulu
dan baru dibayar saat panen tiba.
Konsep ekonomi masih mendominasi lapau yang berderet di sepanjang jalan
raya Padang-Padang Panjang. Lapau di situ menjadi tempat beristirahat
sambil membelanjakan uang.
Lama-kelamaan, fungsi lapau bergeser menjadi semacam media pertemuan
informal serta tempat pertukaran informasi dan ekonomi. Lapau demikian
biasanya menyediakan televisi dan permainan, seperti kartu.
”Bapak-bapak nongkrong di warung kopi setelah shalat isya atau magrib.
Bicara tidak terstruktur,” kata Rinaldi.
Lapau pula yang akhirnya ”mendidik” kaum laki-laki di Sumbar untuk
terbiasa menyampaikan pendapat, bertukar pikiran, berdebat, tetapi tetap
menghargai pendapat orang lain. Pembicaraan di lapau biasanya
terpengaruh kondisi termutakhir. Misalnya, tahun 2009 ini, isu pemilihan
umum presiden-wakil presiden menjadi topik hangat di lapau.
Dengan surau, lapau, dan rantau, bumi Minangkabau menyiapkan
anak-anaknya menghadapi kerasnya kehidupan.
--
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. Email besar dari 200KB;
2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe