Sayang kini surau langang, kalah jo teve. Anak anak jo rang gaeknyo lebih
getol didepan teve. Kalaupun pergi kesurau untuk sholat magrib, segera
kembali kerumah duduk didepan teve. Lapaupun jadi saingan surau. Azan nan
tadanga diacuahkan sajo. Ota jo koa taruih jalan. Emang gue pikiran,
katonyo.

2010/1/21 andikoGmail <andi.ko...@gmail.com>

> Mekipun tulisan lama, saya kira ini menarik diposting lagi, karena milis RN
> ini juga menyebut dirinya sebagai "Lapau".
>
> Salam
>
> andiko
>
> Rantau, Surau, Lapau di Minangkabau
>
> Sabtu, 1 Agustus 2009 | 03:30 WIB
>
> *Dewi Indriastuti*
>
> Ini contoh anak muda Minangkabau. Deni (30) merantau ke Bandung setelah
> menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di Bukittinggi, Sumatera
> Barat. Tujuannya memperoleh pendidikan tinggi yang lebih baik. Setelah itu,
> ia bekerja di Jakarta. Alasannya, peluang kerja di Jakarta lebih banyak dan
> kondisi kerja lebih menantang.
>
> Bisa jadi tipikal anak muda seperti Deni ini semakin banyak. Keengganan
> pulang kampung setelah lulus kuliah bukan karena alasan gengsi, melainkan
> menyambut tantangan yang lebih berat di rantau.
>
> Bukan juga melupakan kampung halaman. Setiap hari raya Idul Fitri, Deni
> beserta adik dan kakaknya—yang juga merantau ke Jakarta selepas SMA—pulang
> kampung.
>
> ”Di rumah orangtua di Bukittinggi ada enam kamar kosong. Kamar ini akan
> penuh saat Lebaran karena kami, enam bersaudara yang semuanya merantau,
> pulang ke rumah,” kata Deni, Kamis (30/7).
>
> Rantau menjadi tradisi yang kental di Minangkabau, selain lapau dan surau.
> Rantau, lapau, dan surau menjadi bagian dari perjalanan hidup laki-laki di
> tanah yang menerapkan sistem matrilineal atau garis keturunan ibu itu.
>
> Hans van Miert dalam bukunya berjudul Nasionalisme dan Gerakan Pemuda
> Indonesia 1918-1930 menyebutkan, untuk orang Minangkabau, bepergian berarti
> mengikuti tradisi lama yang dinamakan rantau.
>
> Artinya, meninggalkan daerah sendiri untuk mencari pengetahuan atau karena
> pertimbangan ekonomi dan nantinya pulang dalam keadaan sudah lebih matang
> dan/atau lebih kaya.
>
> Elizabeth E Graves dalam bukunya, The Minangkabau Response to Dutch
> Colonial Rule Nineteenth Century, menyebutkan, merantau adalah interaksi
> paling penting antara penduduk nagari dan dunia luar. Rantau berlaku di mana
> saja, selama di luar wilayah nagari tempat asalnya. Nagari adalah wilayah
> pemerintahan setingkat desa.
>
> Rantau merupakan petualangan pengalaman dan geografis. Secara sadar
> memutuskan meninggalkan rumah dan sanak saudara untuk mencoba merantau,
> mengadu peruntungan.
>
> *Motif utama*
>
> Ada dua motif utama merantau, yakni melanjutkan pendidikan dan mencari
> pekerjaan. Untuk urusan pekerjaan, perkembangan merantau nyatanya
> menimbulkan kekhawatiran. Hal itu tergambar dari perbincangan Kompas dengan
> warga Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, dan Silungkang, Kota
> Sawahlunto.
>
> Pandai Sikek dan Silungkang, yang dikenal sebagai sentra tenun di Sumbar,
> selama ini mengandalkan kaum perempuan untuk menjaga keberlangsungan hidup
> tenun. Semakin banyak perempuan yang merantau untuk bekerja berdampak pada
> berkurangnya jumlah penenun.
>
> Amril, pemilik usaha tenun di Silungkang, menuturkan, tanah di daerahnya
> tandus. ”Sebanyak 70 persen penduduk sini ada di perantauan. Sisanya, 30
> persen, ada di kampung. Mau tidak mau harus bisa menenun supaya bisa hidup,”
> katanya.
>
> Contohnya Azwar, yang pernah merantau ke beberapa kota di Pulau Jawa. Ia
> akhirnya kembali ke tanah kelahirannya di Silungkang. Dengan keahlian
> menggulung benang—agar siap ditenun—Azwar dapat menghadapi hidupnya.
>
> Rasmi, pemilik usaha tenun di Pandai Sikek, menyampaikan kekhawatiran yang
> tak jauh beda. Kota Bukittinggi— yang tak jauh dari Pandai Sikek— menjadi
> semakin modern, ditandai dengan munculnya supermarket, kafe, hotel, pusat
> perdagangan serupa mal, dan restoran makanan cepat saji. Modernitas ini
> membutuhkan tenaga kerja yang juga berasal dari nagari sekitar.
>
> Tsuyoshi Kato dalam buku Matriliny and Migration: Evolving Minangkabau
> Traditions in Indonesia menuliskan, kecenderungan paling penting dalam
> praktik merantau Minangkabau adalah penyertaan perempuan karena perempuan
> mencari pendidikan yang lebih tinggi.
>
> *Surau dan lapau*
>
> Perubahan proses tradisi juga terjadi pada surau dan lapau. Selama ini,
> surau menjadi tempat anak laki-laki hingga beranjak remaja dan dewasa untuk
> tidur, mengaji, belajar ilmu agama, bela diri, dan belajar ilmu pengetahuan
> lain. Di surau, bocah laki-laki menjalani proses pematangan diri sebelum
> akhirnya dewasa dan merantau.
>
> Sosiolog Universitas Andalas, Padang, Rinaldi Ekaputra berpendapat, simbol
> surau saat ini menjadi gambaran indah masa lalu. Surau semata-mata menjadi
> tempat ibadah. Meski demikian, peran surau untuk proses pendewasaan anak
> laki-laki itu bisa jadi masih kental di daerah yang jauh dari perkotaan.
>
> Perkembangan makna justru terjadi pada lapau. Warung kopi yang banyak
> terdapat di seluruh wilayah Sumbar itu semula memiliki konsep ekonomi.
> Pranata utang terjadi di lapau, yakni barang dapat diambil lebih dulu dan
> baru dibayar saat panen tiba.
>
> Konsep ekonomi masih mendominasi lapau yang berderet di sepanjang jalan
> raya Padang-Padang Panjang. Lapau di situ menjadi tempat beristirahat sambil
> membelanjakan uang.
>
> Lama-kelamaan, fungsi lapau bergeser menjadi semacam media pertemuan
> informal serta tempat pertukaran informasi dan ekonomi. Lapau demikian
> biasanya menyediakan televisi dan permainan, seperti kartu.
>
> ”Bapak-bapak nongkrong di warung kopi setelah shalat isya atau magrib.
> Bicara tidak terstruktur,” kata Rinaldi.
>
> Lapau pula yang akhirnya ”mendidik” kaum laki-laki di Sumbar untuk terbiasa
> menyampaikan pendapat, bertukar pikiran, berdebat, tetapi tetap menghargai
> pendapat orang lain. Pembicaraan di lapau biasanya terpengaruh kondisi
> termutakhir. Misalnya, tahun 2009 ini, isu pemilihan umum presiden-wakil
> presiden menjadi topik hangat di lapau.
>
> Dengan surau, lapau, dan rantau, bumi Minangkabau menyiapkan anak-anaknya
> menghadapi kerasnya kehidupan.
>
>
> --
> .
> Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat
> lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
>  1. Email besar dari 200KB;
>  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
>  3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan
> keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
>
>


-- 
Wassalaamu'alaikum
ajoduta/17081947/usa
-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke