Bahaya Mengafirkan Sesama Muslim menurut Ustadz Hassan Bandung Alm.

Sanak dan kemenakan di Palanta yang saya hormati;

Ustadz A. Hassan (w 1956) atau lebih dikenal sebagai Hassan Bandung atau Hassan 
Bangil adalah seorang ulama besar dari PERSIS (Persatuan Islam) organisasi 
pembaharuan di zaman prakemerdekaan RI di samping Muhammadiyah dan Al-Irsyad. 
Beliau juga dikenal sebagai sahabat dari tokoh nasional M Natsir yang juga 
bergiat di organisasi yang sama, serta  guru Islam Bung Karno [1]. Walaupun 
kemudian berbeda pandangan politik, Bung Karno sangat menghormati  Ustadz A. 
Hassan, sebagaimana yang terekam  pada Bab "Surat-Surat Islam dari Ende" dalam 
kumpulan tulisan Bung Karno "Di Bawah Bendera Revolusi".

Beliau meninggalkan dua karya besar, terjemahan Al-Quran yang berjudul Al 
Furqan (1922) dan buku Soal Jawab. Saya masih sempat membaca keduanya masih 
dalam ejaan lama (masih menggunakan `oe' untuk mengeja `u'). Kitab Soal Jawab 
di atas adalah cetakan ulangan dari edisi sebelum kemerdekaan yang merupakan 
catatan dari Majalah Soal Jawab yang diterbitkan tahun 1931 s.d. 1934.

Organisasi PERSIS sendiri memang hanya berkembang di Jawa Barat dan di Jawa 
Timur, yakni di Bangil dan sekitarnya serta di Pulau Sapekan di arah Timur Laut 
Madura. Di blok tempat tinggal saya di kompleks Perumnas Depok Tengah mereka 
membangun Masjid Ar-Riadh yang tidak terlalu besar tetapi terawat baik. Saya 
dan orang-orang awak di blok tersebut umumnya shalat Jumaat dan shalat Subuh 
berjamaah di sana. Karena itu masjid tersebut banyak yang menyebut "Masjid 
Muhammadyah" :). Kalau sehat dan tidak hujan saya dulu senang mengikuti kuliah 
Minggu pagi yang disampaikan mubaligh-mubaligh PERSIS, khususnya Tafsir dan 
Fikih. Mereka sangat hati-hati dalam menetapkan hukum; hanya bepegang kepada 
Al-Quran dan Hadis Shahih. Mereka menolak bahkan pendapat Imam Mahzab yang 
empat kalau menurut penelusuran mereka tidak didukung  oleh Al-Quran dan Hadis 
Shahih. Mereka juga menolak Nasikh-mansukh.

Salah satu yang menarik yang disampaikan oleh Ustadz A. Hassan dalam  Buku  
SOAL – JAWAB tersebut ialah tentang hukum mengkafirkan orang Islam, yang 
menurut beliau "bukan perkara kecil", di mana beliau antara lain menulis: 
"Adapun orang Islam yang bersalahan faham di dalam masalah agama, walaupun 
masalah I'tiqad, itu tadi boleh dikafirkan…..Pendeknya, tidak patut meringankan 
mulut tentang mengkafirkan seseorang yang bersalahan faham di dalam masalah 
agama walaupun bagaimanapun besar kesalahan itu." (hal 383).

Dan dilanjutkannya di alinea lain di halaman yang sama: "Oleh sebab itu orang 
yang kita pandang salah itu cukuplah disalahkan saja, itupun kalau sudah cukup 
quat alasan  kita…..Janganlah sekali-kali berani mengkafirkan, karena bahayanya 
terlalu besar."

Lalu beliau mengutip tiga sabda Nabi. Saya cuplikan salah satu saja.

"Barang siapa mengkafirkan seorang atau ia panggil `Hai musuh Allah!' padahal 
tidak ia begitu, melainkan kembalilah (panggilannya) itu kepadanya sendiri" 
(H.S.R Muslim).


Sekian, semoga bermanfaat 

Wassalam, HDB-SBK (67-) 
Asal Padangpanjang, tinggal di Depok, Jawa Barat  

Catatan: [1] Bung Karno tidak terlahir sebagai muslim. Ayahanda beliau penganut 
Teosofi sebuah aliran yang memercayai inkrnasi, sedangkan ibunda beliau 
perempuan Bali penganut agama Hindu. Ketertarikan beliau kepada Islam 
sepertinya berawal sejak kos di rumah HOS Tjokroaminoto (CMIIW) dan "resmi" 
menjadi muslim setelah menikahi putri HOS Oetari yang kemudian diceraikannya. 
BK kemudian menikah dengan Ibu Inggit dan setelah itu menikahi Ibu Fatmawati 
putri konsul Muhammadyah di Bengkulu sewaktu beliau dibuang Pemerintah kolonial 
Belanda di sana. Dugaan saya, ketertarikan BK kepada gerakan Muhammadyah 
dimulai di sana. Bahkan setelah BK memerintah secara otoriter dan menjebloskan 
banyak tokoh-tokoh Islam. a.l. Pak Natsir dan Buya Hamka ke penjara tanpa 
melalui proses peradilan atas hasutan PKI, beliau lantang mengatakan bahwa 
beliau adalah "orang Muhammadyah". Sangat mungkin ke-muhammadyah BK itulah yang 
menyebabkan beliau tidak memenuhi desakan PKI dan organisasi mantelnya CGMI 
untuk membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Ke-muhammadyahnya kembali 
dinyatakan BK dalam amanatnya, kalau beliau wafat agar dimakamkan di Bogor dan 
jenazahnya ditutup dengan bendera Merah Putih dan bendera Muhammadyah. Kita 
tahu, ketika Presiden RI pertama itu wafat, seluruh amanat itu tidak 
dilaksanakan oleh Pak Harto penguasa ketika itu yang notabene juga pernah 
mengaku "orang Muhammadyah".

Wallahu a'lam.


-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke