Assalamu'alaikum Mak Lembang,
Ketakutan kita terbesar saat ini bukan cuma perkara kerugian nyawa dan
material, tapi lihatlah akan banyak orang yang mengaitkan kejadian
"Fenomena Halo" beberapa hari yang lalu dengan Gempa yang terjadi saat ini.
Wallahu'alam... Allah yang lebih tau. Ranah Minang sejujurnya sedang di
uji Keimanannya....
wassalam,
Roland
nb: rasonyo kok di lapangan langsuang awak masih bisa tegar, kini
mandanga berita gampo ko lintuah hati
On 25-Oct-10 5:45 PM, Muhammad Dafiq Saib wrote:
Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
Ee..... alah lamo sangaik lo indak manulih... Ko ado lo carito malakik
mato mangantuak.....
GEMPA
Jam sembilan pagi. Matahari bersinar cerah mengusir embun dan udara
dingin. Sinar matahari itu terasa enak menghangatkan badan. Malin
Marajo, petugas mesjid sedang membersihkan kolam besar di belakang
mesjid. Mengais dan membuang kumpulan /kalayau sendok/ atau /enceng
gondok/ kata orang di Jawa. Kalau tidak segera dikeluarkan tumbuhan
itu akan berkembang biak dengan cepat menutupi permukaan kolam dan
pada gilirannya akan mengganggu kehidupan ikan-ikan di dalam kolam.
Ikan mas, mujair dan gurame. Ikan-ikan yang merupakan cadangan dana
mesjid. /Kalayau sendok/ itu ikut masuk kolam bersama air bandar,
entah dari mana asalnya.
Kak Zahara, seorang pedagang beras bersiap-siap akan menjemur padi di
pagi hari itu. Wanita separuh baya itu biasa menjemurnya di pekarangan
mesjid yang rata dan luas. Kak Zahara memergoki setumpuk /kalayau
sendok/ yang baru saja diangkat Malin Marajo tergeletak di tepi kolam
dekat tempat dia biasa menjemur padi. Kak Zahara langsung mengingatkan.
‘Jangan di sana diletakkan kalayau itu Marajo. Tidak elok dipandang
dan sebentar nanti dia akan berbau busuk,’ katanya.
‘Ah, di mana pula akan busuk. Dipanggang matahari sehari ini akan
langsung kering. Kalau sudah kering nanti kubakar,’ jawab Malin Marajo.
‘Jangan kau bantah aku. Kalayau itu belum akan kering meski ditimpa
panas matahari agak seminggu. Lebih baik kau buang ke pinggir kebun di
seberang sana. Di sini, aku akan kena baunya, orang sembahyang di
mesjid akan kena baunya.’
‘Bagaimana pula aku akan membuangnya ke pinggir sebelah sana, dia
adanya di pinggir kolam sebelah sini. Kakak ini mempersulit
pekerjaanku saja.’
‘Lebih baik kau dengar apa kataku. Atau kau akan dimarahi engku Imam.
Bau kalayau ini busuk memusingkan kepala. Tanggung-tanggung bekerja,
lebih baik kau lakukan sungguh-sungguh atau kalau tidak, tak usah kau
kerjakan.’
‘Kenapa kakak pula yang memerintah-merintah?’
‘Aku bukan memerintah-merintah. Aku mengatakan yang benar. Bukan asal
memerintah. Kalau sudah keluar bau busuknya nanti, pasti kau juga yang
akan disuruh engku Imam memindahkannya.’
‘Kakak nyinyir. Pening kepalaku mendengar orang nyinyir.’
Malin Marajo bersungut-sungut sambil berusaha mendorong tumpukan
kelayau yang masih di dalam kolam ke arah kebun yang dikatakan kak
Zahara. Dia mendorongnya dengan galah bambu.
‘Yang ini jangan kau biarkan di sini,’ kak Zahara mengingatkan lagi,
sambil menunjuk ke tumpukan yang sudah terangkat.
‘Berhentilah memerintah kak! Tanganku hanya dua. Dan berhentilah jadi
orang nyinyir.’
Kak Zahara hanya tersenyum sambil medorong gerobak berisi
karung-karung padi. Padi yang akan dijemurnya. Malin Marajo meneruskan
pekerjaannya. Masih bersungut-sungut.
Tiba-tiba, Malin Marajo yang sedang mendorong-dorong kalayau sendok
itu terpelanting masuk kolam. Air kolam itu beriak sejadi-jadinya
sampai memancur ke atas. Air itu terpancur sangat tinggi, sementara
yang di dalam kolam bergoyang-goyang. Bumi bergoncang sangat dahsyat.
Malin Marajo yang tidak kehilangan kesadaran berpegangan ke pinggir
kolam, pada saat bumi bergoncang luar biasa dan air kolam bagai
diaduk-aduk itu. Entah berapa puluh detik suasana mencekam itu
berlangsung. Malin beristighfar sambil menggigil ketakutan. Sambil
berpegang kuat-kuat ke pinggir kolam.
Terdengar suara bunyi benda besar jatuh. Bunyi sesuatu yang runtuh
menghantam bumi. Malin Marajo bertakbir dengan suara parau. Allaaahu
Akbaaar. Dia menutup matanya. Rasanya inilah akhir hayatnya.
Kak Zahara dibantu sepupunya Salma baru saja selesai mengembangkan
tikar penjemuran padi. Dua lembar tikar /mensiro/ berukuran dua kali
empat meter. Empat karung padi terletak di atasnya siap untuk dijemur,
sebelum nanti digiling di mesin penggilingan padi. Kak Zahara baru
akan menuangkan karung pertama ketika gempa dahsyat itu terjadi. Tubuh
wanita separuh baya itu terpelanting dan terduduk di tanah. Salma yang
berdiri dekat sebuah karung berpegangan erat-erat ke karung itu sambil
berteriak ketakutan.
Kejadian itu berlalu begitu cepat. Hanya dalam bilangan beberapa
detik. Kubah mesjid besar itu jatuh menimpa tepat ke tempat kedua
wanita malang itu. Kedua wanita itu mungkin tidak sempat memikirkan
apa yang tengah menimpa mereka. Keduanya terkorban. /Innaa lillahi wa
innaa ilaihi raaji’uun./
****
Gempa besar itu berlangsung sekitar seratus detik Seratus detik yang
luar biasa mencekam. Yang luar biasa dahsyat. Meninggalkan kehancuran
yang mengerikan. Di kampung itu dua puluh buah rumah runtuh, hancur,
rata dengan tanah. Lebih banyakpula yang rusak sebagian atau
retak-retak. Menara mesjid runtuh dan sebagian dinding mesjid rengkah.
Dalam waktu begitu singkat. Beberapa buah pohon tumbang. Jalan kampung
retak aspalnya di sana-sini. Gempa itu terjadi di bawah cuaca cerah di
sebelah pagi. Ada empat orang yang terkorban maut, termasuk kak Zahara
dan Salma.
Malin Marajo menangis meratap ketika dia yang pertama sekali
mendapatkan jasad kak Zahara yang sudah tidak bernyawa.
‘Berdosa aku kaaaaak…….,’ rintihnya pilu sambil mengusap darah di
mulut wanita itu dengan kain sarungnya.
Tubuh wanita malang itu terhimpit runtuhan kubah mesjid. Hanya bagian
dadanya ke atas yang terlihat. Darah keluar dari mulutnya. Di
sebelahnya, terlihat sebagian kaki Salma. Sungguh sangat mengerikan
pemandangan itu. Belum sampai sepuluh menit sejak Malin Marajo
berbantah-bantahan dengan kak Zahara, yang sekarang sudah menjadi
mayat dengan kondisi sangat mengenaskan seperti itu.
Korban lain adalah seorang laki-laki tua yang terbaring sakit di
tempat tidur. Rumahnya runtuh. Orang tua itu terhimpit kayu besar yang
jatuh dari langit-langit rumah. Korban ke empat seorang anak laki-laki
berumur tujuh tahun yang terhimpit runtuhan dinding sebuah rumah. Ada
belasan orang yang luka-luka dan patah tulang. Sungguh sebuah musibah
dahsyat. Musibah yang terjadi dalam sekejap mata.
Semua yang masih selamat terperangah. Terperanjat menyaksikan mimpi
buruk di siang hari yang datang begitu tiba-tiba. Kampung itu jadi
centang perenang mengenaskan. Tangis pilu terdengar di sana-sini.
Tangis duka memandang kehancuran.
Terperangah itu tentu tidak bisa dibiarkan berlama-lama. Beberapa
orang yang tinggal dekat mesjid bergotong royong mengeluarkan jasad
kak Zahara dan Salma dari himpitan reruntuhan kubah mesjid. Lalu kedua
jenazah itu dibawa pulang ke rumah mereka , sebuah rumah kayu lama,
yang alhamdulillah tidak mengalami kerusakan berarti. Satu dari dua
puteri kak Zahara jatuh pingsan ketika melihat jasad ibu dan etek
mereka. Yang beberapa menit yang lalu masih segar bugar. Masih penuh
semangat. /Laa hawla wa laa quwwata illa billaahi/. Kalau Allah
berkehendak, apapun terjadi di bawah kekuasaan Nya.
****
Sore harinya bantuan datang dari kota. Dari perorangan maupun dari
kelompok masyarakat. Menurut berita banyak sekali kampung dan nagari
yang juga hancur seperti kampung ini, luluh-lantak disebabkan gempa
pagi tadi itu. Berpuluh banyaknya korban yang meninggal. Entah berapa
ratus yang terluka dan patah-patah. Entah berapa ratus, atau bahkan
mungkin ribuan buah bangunan yang hancur..
Atas saran wali nagari, sekolah dasar yang alhamdulillah selamat,
kecuali sedikit retak-retak, dijadikan tempat penampungan korban yang
rumahnya hancur. Mesjid masih bisa dipakai untuk shalat berjamaah
walaupun bagian atapnya sekarang terbuka karena kubahnya jatuh.
Dinding mesjid hanya retak-retak di beberapa bagian.
Sesudah shalat maghrib, dengan jamaah lebih banyak dari biasanya, Buya
Haji memberikan ceramah singkat untuk menenangkan hati masyarakat.
Buya mengingatkan agar musibah yang terjadi dijadikan pelajaran untuk
menyadari ke Maha Kuasaan Allah. Sebagai makhluk kita memang tidak ada
apa-apanya di bawah kekuasaan Allah. Terjadi sedikit tanya jawab
sesudah ceramah Buya Haji.
‘Buya! Apakah yang terjadi ini merupakan peringatan atau hukuman dari
Allah?’ tanya guru Sofyan.
‘Biarlah kita berprasangka baik saja kepada Allah bahwa ini adalah
sebuah peringatan. Kita diperingatkan agar lebih banyak mengingat
Allah dan beribadah kepada Nya. Karena kita ini ternyata tidak ada
apa-apanya. Karena Allah begitu Maha Perkasa dan Maha Berkuasa. Betapa
mudahnya bagi Allah untuk berbuat sesuatu. Rumah, bangunan, mesjid
yang kita bina bersusah payah dalam waktu lama, dalam beberapa detik
saja, dengan kekuasaan Allah jadi porak poranda. Allah kuasa
melakukannya. Allah kuasa menghancurkan alam raya ini.’
‘Tapi ada yang mengartikan bahwa ini adalah hukuman Allah karena sudah
semakin banyaknya kemaksiatan, Buya. Bagaimana pula itu?’ tanya etek
Syarifah.
‘Boleh-boleh saja ada yang berpendapat seperti itu. Tapi pada
gilirannya, kan tetap saja merupakan sebuah peringatan Allah. Akankah
kita sadar? Akankah mereka yang suka bermaksiat mau bertobat?
Memperbaiki diri? Kalau mereka mau, maka beruntunglah mereka.’
‘Benarkah gempa itu juga merupakan sunatullah Buya?’ kembali guru
Sofyan bertanya.
‘Benar sekali. Hujan, panas, laut bergelora, gunung-gunung
mengeluarkan asap atau bahkan letusan yang melemparkan batu-batuan,
gempa bumi semua itu adalah ketetapan-ketetapan Allah. Semua sudah
diadakan Allah sejak dunia terkembang. Begitu kata para ahli. Tentulah
guru Sofyan yang lebih tahu tentang itu. Tapi adakalanya sesuatu yang
sunatullah itu dijadikan Allah untuk memperingatkan umat manusia
bahkan ada juga umat-umat terdahulu yang dihukum Allah dengan bencana
yang berasal dari alam. Kaum Luth yang dimusnahkan Allah dengan
letusan gunung berapi. Kaum nabi Nuh yang ditenggelamkan dengan air
bah. Kita sebagai orang yang beriman kepada Allah, tidak punya pilihan
selain bertawakkal dan berserah diri kepada Allah. Seandainya musibah
itu menimpa kita, mendatangkan maut kepada kita seperti yang dialami
saudara-saudara kita hari ini, mudah-mudahan itu terjadi pada saat
kita ikhlas bertawakkal kepada Nya.’
Begitu Buya Haji mengakhiri ceramah singkat beliau.
*****
Wassalamu'alaikum,
Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
Lahir : Zulqaidah 1370H,
Jatibening - Bekasi
--
*Roland Y. Mandailiang*
????? ????????
/26th - Jeddah, Saudi Arabia/
/"Sebaik-baik manusia, adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi
manusia lainnya"./
--
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi;
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.