Menyampaikan pesan melalui cerpen adalah cara yang bijak. Tak terkesan
menggurui nan pantang urang awak bana digurui.

Taruihan lah Tan Lembang. Kan rancak bana kalau labiah banyak nan
mambaco dgn mamueknyo di surek kaba.



On 10/25/10, Muhammad Dafiq Saib <stlembang_a...@yahoo.com> wrote:
> Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu
>
> Ee..... alah lamo sangaik lo indak manulih... Ko ado lo carito malakik mato
> mangantuak.....
>
>
> GEMPA
>
> Jam sembilan pagi. Matahari bersinar cerah mengusir embun dan udara dingin.
> Sinar matahari itu terasa enak menghangatkan badan. Malin Marajo, petugas
> mesjid
> sedang membersihkan kolam besar di belakang mesjid. Mengais dan membuang
> kumpulan kalayau sendok atau enceng gondok kata orang di Jawa. Kalau tidak
> segera dikeluarkan tumbuhan itu akan berkembang biak dengan cepat menutupi
> permukaan kolam dan pada gilirannya akan mengganggu kehidupan ikan-ikan di
> dalam
> kolam. Ikan mas, mujair dan gurame. Ikan-ikan yang merupakan cadangan dana
> mesjid. Kalayau sendok itu ikut masuk kolam bersama air bandar, entah dari
> mana
> asalnya.
>
> Kak Zahara, seorang pedagang beras bersiap-siap akan menjemur padi di pagi
> hari
> itu. Wanita separuh baya itu biasa menjemurnya di pekarangan mesjid yang
> rata
> dan luas. Kak Zahara memergoki setumpuk kalayau sendok yang baru saja
> diangkat
> Malin Marajo tergeletak di tepi kolam dekat tempat dia biasa menjemur padi.
> Kak
> Zahara langsung mengingatkan.
>
> ‘Jangan di sana diletakkan kalayau itu Marajo. Tidak elok dipandang dan
> sebentar
> nanti dia akan berbau busuk,’ katanya.
>
> ‘Ah, di mana pula akan busuk. Dipanggang matahari sehari ini akan langsung
> kering. Kalau sudah kering nanti kubakar,’ jawab Malin Marajo.
>
> ‘Jangan kau bantah aku. Kalayau itu belum akan kering meski ditimpa panas
> matahari agak seminggu. Lebih baik kau buang ke pinggir kebun di seberang
> sana.
> Di sini, aku akan kena baunya, orang sembahyang di mesjid akan kena baunya.’
>
> ‘Bagaimana pula aku akan membuangnya ke pinggir sebelah sana, dia adanya di
> pinggir kolam  sebelah sini. Kakak ini mempersulit pekerjaanku saja.’
>
> ‘Lebih baik kau dengar apa kataku. Atau kau akan dimarahi engku Imam. Bau
> kalayau ini busuk memusingkan kepala. Tanggung-tanggung bekerja, lebih baik
> kau
> lakukan sungguh-sungguh atau kalau tidak, tak usah kau kerjakan.’
>
> ‘Kenapa kakak pula yang memerintah-merintah?’
>
> ‘Aku bukan memerintah-merintah. Aku mengatakan yang benar. Bukan asal
> memerintah. Kalau sudah keluar bau busuknya nanti, pasti kau juga yang akan
> disuruh engku Imam memindahkannya.’
>
> ‘Kakak nyinyir. Pening kepalaku mendengar orang nyinyir.’
>
> Malin Marajo bersungut-sungut sambil berusaha mendorong tumpukan kelayau
> yang
> masih di dalam kolam ke arah kebun yang dikatakan kak Zahara. Dia
> mendorongnya
> dengan galah bambu.
>
> ‘Yang ini jangan kau biarkan di sini,’ kak Zahara mengingatkan lagi, sambil
> menunjuk ke tumpukan yang sudah terangkat.
>
> ‘Berhentilah memerintah kak! Tanganku hanya dua. Dan berhentilah jadi orang
> nyinyir.’
>
> Kak Zahara hanya tersenyum sambil medorong gerobak berisi karung-karung
> padi.
> Padi yang akan dijemurnya. Malin Marajo meneruskan pekerjaannya. Masih
> bersungut-sungut.
>
> Tiba-tiba, Malin Marajo yang sedang mendorong-dorong kalayau sendok itu
> terpelanting masuk kolam. Air kolam itu beriak sejadi-jadinya sampai
> memancur ke
> atas. Air itu terpancur sangat tinggi, sementara yang di dalam kolam
> bergoyang-goyang. Bumi bergoncang sangat dahsyat. Malin Marajo yang tidak
> kehilangan kesadaran berpegangan ke pinggir kolam, pada saat bumi bergoncang
> luar biasa dan air kolam bagai diaduk-aduk itu. Entah berapa puluh detik
> suasana
> mencekam itu berlangsung. Malin beristighfar sambil menggigil ketakutan.
> Sambil
> berpegang kuat-kuat ke pinggir kolam.
>
> Terdengar suara bunyi benda besar jatuh. Bunyi sesuatu yang runtuh
> menghantam
> bumi. Malin Marajo bertakbir dengan suara parau. Allaaahu Akbaaar. Dia
> menutup
> matanya. Rasanya inilah akhir hayatnya.
>
>
> Kak Zahara dibantu sepupunya Salma baru saja selesai mengembangkan tikar
> penjemuran padi. Dua lembar tikar mensiro berukuran dua kali empat meter.
> Empat
> karung padi terletak di atasnya siap untuk dijemur, sebelum nanti digiling
> di
> mesin penggilingan padi. Kak Zahara baru akan menuangkan karung pertama
> ketika
> gempa dahsyat itu terjadi. Tubuh wanita separuh baya itu terpelanting dan
> terduduk di tanah. Salma yang berdiri dekat sebuah karung berpegangan
> erat-erat
> ke karung itu sambil berteriak ketakutan.
>
> Kejadian itu berlalu begitu cepat. Hanya dalam bilangan beberapa detik.
> Kubah
> mesjid besar itu jatuh menimpa tepat ke tempat kedua wanita malang itu.
> Kedua
> wanita itu mungkin tidak sempat memikirkan apa yang tengah menimpa mereka.
> Keduanya terkorban. Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
>
>                                                                         ****
>
> Gempa besar itu berlangsung sekitar seratus detik Seratus detik yang luar
> biasa
> mencekam. Yang luar biasa dahsyat. Meninggalkan kehancuran yang mengerikan.
> Di
> kampung itu dua puluh buah rumah runtuh, hancur, rata dengan tanah. Lebih
> banyak  pula yang rusak sebagian atau retak-retak. Menara mesjid runtuh dan
> sebagian dinding mesjid rengkah. Dalam waktu begitu singkat. Beberapa buah
> pohon
> tumbang. Jalan kampung retak aspalnya di sana-sini. Gempa itu terjadi di
> bawah
> cuaca cerah di sebelah pagi. Ada empat orang yang terkorban maut, termasuk
> kak
> Zahara dan Salma.
>
> Malin Marajo menangis meratap ketika dia yang pertama sekali mendapatkan
> jasad
> kak Zahara yang sudah tidak bernyawa.
>
> ‘Berdosa aku kaaaaak…….,’ rintihnya pilu sambil mengusap darah di mulut
> wanita
> itu dengan kain sarungnya.
>
> Tubuh wanita malang itu terhimpit runtuhan kubah mesjid. Hanya bagian
> dadanya ke
> atas yang terlihat. Darah keluar dari mulutnya. Di sebelahnya, terlihat
> sebagian
> kaki Salma. Sungguh sangat mengerikan pemandangan itu. Belum sampai sepuluh
> menit sejak Malin Marajo berbantah-bantahan dengan kak Zahara, yang sekarang
> sudah menjadi mayat dengan kondisi sangat mengenaskan seperti itu.
>
>
> Korban lain adalah seorang laki-laki tua yang terbaring sakit di tempat
> tidur.
> Rumahnya runtuh. Orang tua itu terhimpit kayu besar yang jatuh dari
> langit-langit rumah. Korban ke empat seorang anak laki-laki berumur tujuh
> tahun
> yang terhimpit runtuhan dinding sebuah rumah. Ada belasan orang yang
> luka-luka
> dan patah tulang. Sungguh sebuah musibah dahsyat. Musibah yang terjadi dalam
> sekejap mata.
>
> Semua yang masih selamat terperangah. Terperanjat menyaksikan mimpi buruk di
> siang hari yang datang begitu tiba-tiba. Kampung itu jadi centang perenang
> mengenaskan. Tangis pilu terdengar di sana-sini. Tangis duka memandang
> kehancuran.
>
> Terperangah itu tentu tidak bisa dibiarkan berlama-lama. Beberapa orang yang
> tinggal dekat mesjid bergotong royong mengeluarkan jasad kak Zahara dan
> Salma
>  dari himpitan reruntuhan kubah mesjid. Lalu kedua jenazah itu dibawa pulang
> ke
> rumah mereka , sebuah rumah kayu lama, yang alhamdulillah tidak mengalami
> kerusakan berarti. Satu dari dua puteri kak Zahara jatuh pingsan ketika
> melihat
> jasad ibu dan etek mereka. Yang beberapa menit yang lalu masih segar bugar.
> Masih penuh semangat. Laa hawla wa laa quwwata illa billaahi. Kalau Allah
> berkehendak, apapun terjadi di bawah kekuasaan Nya.
>
>                                                                         ****
>
> Sore harinya bantuan datang dari kota. Dari perorangan maupun dari kelompok
> masyarakat. Menurut berita banyak sekali kampung dan nagari yang juga hancur
> seperti kampung ini, luluh-lantak disebabkan gempa pagi tadi itu. Berpuluh
> banyaknya korban yang meninggal. Entah berapa ratus yang terluka dan
> patah-patah. Entah berapa ratus, atau bahkan mungkin ribuan buah bangunan
> yang
> hancur..
>
>
> Atas saran wali nagari, sekolah dasar yang alhamdulillah selamat, kecuali
> sedikit retak-retak, dijadikan tempat penampungan korban yang rumahnya
> hancur.
> Mesjid masih bisa dipakai untuk shalat berjamaah walaupun bagian atapnya
> sekarang terbuka karena kubahnya jatuh. Dinding mesjid hanya retak-retak di
> beberapa bagian.
>
> Sesudah shalat maghrib, dengan jamaah lebih banyak dari biasanya, Buya Haji
> memberikan ceramah singkat untuk menenangkan hati masyarakat. Buya
> mengingatkan
> agar musibah yang terjadi dijadikan pelajaran untuk menyadari ke Maha
> Kuasaan
> Allah. Sebagai makhluk kita memang tidak ada apa-apanya di bawah kekuasaan
> Allah. Terjadi sedikit tanya jawab sesudah ceramah Buya Haji.
>
> ‘Buya! Apakah yang terjadi ini merupakan peringatan atau hukuman dari
> Allah?’
> tanya guru Sofyan.
>
> ‘Biarlah kita berprasangka baik saja kepada Allah bahwa ini adalah sebuah
> peringatan. Kita diperingatkan agar lebih banyak mengingat Allah dan
> beribadah
> kepada Nya. Karena kita ini ternyata tidak ada apa-apanya. Karena Allah
> begitu
> Maha Perkasa dan Maha Berkuasa. Betapa mudahnya bagi Allah untuk berbuat
> sesuatu. Rumah, bangunan,  mesjid yang kita bina bersusah payah dalam waktu
> lama, dalam beberapa detik saja, dengan kekuasaan Allah jadi porak poranda.
> Allah kuasa melakukannya. Allah kuasa menghancurkan alam raya ini.’
>
> ‘Tapi ada yang mengartikan bahwa ini adalah hukuman Allah karena sudah
> semakin
> banyaknya kemaksiatan, Buya. Bagaimana pula itu?’ tanya etek Syarifah.
>
> ‘Boleh-boleh saja ada yang berpendapat seperti itu. Tapi pada gilirannya,
> kan
> tetap saja merupakan sebuah peringatan Allah. Akankah kita sadar? Akankah
> mereka
> yang suka bermaksiat mau bertobat? Memperbaiki diri? Kalau mereka mau, maka
> beruntunglah mereka.’
>
> ‘Benarkah gempa itu juga merupakan sunatullah Buya?’ kembali guru Sofyan
> bertanya.
>
>
> ‘Benar sekali. Hujan, panas, laut bergelora, gunung-gunung mengeluarkan asap
> atau bahkan letusan yang melemparkan batu-batuan, gempa bumi semua itu
> adalah
> ketetapan-ketetapan Allah. Semua sudah diadakan Allah sejak dunia
> terkembang.
> Begitu kata para ahli. Tentulah guru Sofyan yang lebih tahu tentang itu.
> Tapi
> adakalanya sesuatu yang sunatullah itu dijadikan Allah untuk memperingatkan
> umat
> manusia bahkan ada juga umat-umat terdahulu yang dihukum Allah dengan
> bencana
> yang berasal dari alam. Kaum Luth yang dimusnahkan Allah dengan letusan
> gunung
> berapi. Kaum nabi Nuh yang ditenggelamkan dengan air bah. Kita sebagai orang
> yang beriman kepada Allah, tidak punya pilihan selain bertawakkal dan
> berserah
> diri kepada Allah. Seandainya musibah itu menimpa kita, mendatangkan maut
> kepada
> kita seperti yang dialami saudara-saudara kita hari ini, mudah-mudahan itu
> terjadi pada saat kita ikhlas bertawakkal kepada Nya.’
>
> Begitu Buya Haji mengakhiri ceramah singkat beliau.
>
>
>
>  *****
>
>
>
> Wassalamu'alaikum,
>
> Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
> Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
> Lahir : Zulqaidah 1370H,
> Jatibening - Bekasi
>
>
>
>
> --
> .
> * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain
> wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet
> http://groups.google.com/group/RantauNet/~
> * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
> ===========================================================
> UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
> - DILARANG:
>   1. E-mail besar dari 200KB;
>   2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi;
>   3. One Liner.
> - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
> - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
> - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
> - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama &
> mengganti subjeknya.
> ===========================================================
> Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di:
> http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.
>

-- 
Sent from my mobile device

Wassalaamu'alaikum
Dutamardin Umar (aka. Ajo Duta),
gelar Bagindo, suku Mandahiliang,
lahir 17 Agustus 1947.
Nagari Gasan Gadang, Kab. Pariaman. rantau: Deli, Jakarta,
sekarang Sterling, Virginia-USA
------------------------------------------------------------
"menjadi bagian dari sapu lidi, akan lebih bermanfaat dari pada
menjadi sebatang lidi"

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke