--- Pada Sel, 23/11/10, Jacky Mardono Tjokrodiredjo <jackymard...@yahoo.com> 
menulis:


Dari: Jacky Mardono Tjokrodiredjo <jackymard...@yahoo.com>
Judul: KESENIAN RANDAI
Kepada: "Rantau" <rantaunet@googlegroups.com>
Tanggal: Selasa, 23 November, 2010, 1:25 AM






















KESENIAN
Menelusuri Penyederhanaan Pentas Randai
Selasa, 23 November 2010 | 02:43 WIB
(Dikutip dari Kompas Cetak)
 
==============================
 
Problema melestarikan kesenian randai 
di ranah Minang,
nampaknya sama dengan problema
melestarikan kesenian  tradisional
di Jawa.
 
Problemanya adalah 
masalah durasi pementasan 
dan kurangnya dinamika pentas.
 
Warga masyarakat  (Jawa) menginginkan adanya
tontonan yang penuh dengan dinamika.
 
Orang nonton wayang kulit,
tidak lagi untuk menikmati critanya,
namun untuk menikmati selingan
yang berupa dagelan atau campursari.
 
Campursari selalu menampilkan
"sinden/penyanyi perempuan" yang montok2.
Begitu acara selingan selesai,
penontonpun pulang.
 
Satu persatu, 
paguyuban kesenian tradisional,
ambruk.
 
Mis Cicih, Srimulat, Sriwedari dll,
satu persatu musnah atau merana.
 
Selingan merupakan upaya
untuk menarik penonton.
Lebih menarik nonton organ tunggal
atau orkes dangdut 
dari pada nonton wayang kulit-nya.
 
Apabila tidak menyalahi/mengusik
"pakem/crita asli" randai,
mungkinkah pementasan randai.
disisipi acara untuk menarik penonton?
Salah satunya:
http://www.youtube.com/watch?v=9rRdynwxEIY
 
Wassalam, Jacky Mardono.
Waktu bertugas di Lubuksikaping,
pernah mengadakan festival randai,
dalam rangka HUT Polri.
 
=============================
 
Kutipan dari:
http://cetak.kompas.com/read/2010/11/23/02433814/menelusuri.penyederhanaan.pentas.randai

Menihilkan tradisi.

Sementara itu, 
koreografer terkemuka Indonesia asal Sumbar, 
Ery Mefri, 
menanggapi dipersingkatnya durasi 
pementasan randai 
merupakan salah satu proyek pemerintah 
yang justru menihilkan tradisi.

”Randai itu kan kabar atau dongeng 
yang berlaku di kampung-kampung. J
adi akan berbeda cerita di kampung saya misalnya 
dengan di kampung lain. 
 
Awalnya 
adalah Departemen Penerangan 
yang merusak randai pertama sekali, 
jadi bukan individu, melainkan pemerintah,” katanya.

Menurut Ery, 
dipersingkatnya durasi pementasan randai itu 
terkait dengan kepentingan pariwisata. 
 
”Kalau tidak suka (menonton) 
ya sudah pergi saja, 
kenapa juga randai yang dipotong-potong,” kata Ery.

Namun, 
memang yang tidak bisa disangkal, 
dengan dipersingkatnya durasi pentas randai 
membuat salah satu cabang seni tradisi itu 
masih tetap eksis hingga saat ini.

Gurindam atau cerita yang didendangkan, 
tarian randai yang disebut bagalombang 
dengan dasar dari gerakan pencak silat, 
dan permainan alat-alat musik tradisional 
relatif masih kerap dipentaskan 
pada perayaan pernikahan dan batagak 
(menegakkan atau menahbiskan) penghulu 
yang lazim dilakukan oleh suatu kaum 
di suatu wilayah kanagarian. (INK)

 
 


-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke