Tks banyak tulisan Bung IJP.
Tentulah tugas kita generasi Muda Minang saat ini meng-follow up hasil Seminar 
tsb.

Kita bersyukur sekali Seminar tsb berjalan lancar. Kesabaran dan kesantunan 
semua pihak, baik   penyelenggara, peserta maupun yg dulu menolak KKM sdh 
membuahkan hasil berupa "Kesimpulan/Kesepakatan/Hasil Seminar". Mudah2an jadi 
amal ibadah bagi semua, krn masing2 punya keyakinan sendiri.

Sejauh mana keikhlasan semua pihak terlihat dari bagaimana mereka menyikapi 
Pasca Seminar ini.

Lalu, sebagai peserta/moderator Seminar tsb, apa saran Bung IJP ? Apa yg harus 
kita lakukan utk menindak lanjuti Seminar tsb? 


Wassalam
Firdaus HB.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-----Original Message-----
From: Indra Jaya Piliang <pi_li...@yahoo.com>
Sender: rantaunet@googlegroups.com
Date: Mon, 27 Dec 2010 21:45:42 
To: <RantauNet@googlegroups.com>; <fora...@yahoogroups.com>
Reply-To: rantaunet@googlegroups.com
Cc: Lisi<l...@yahoogroups.com>; <koran-digi...@googlegroups.com>
Subject: [...@ntau-net] Kongres, Eh, Seminar


http://www.indrapiliang.com/2010/12/28/kongres-eh-seminar/
Harian Haluan, 27 Desember 2010
Kongres, Eh, Seminar
Oleh
Indra J Piliang
 
Seorang kawan, Ibrani SH, meminta saya menjadi moderator acara Kongres 
Kebudayaan Minangkabau di Bukittinggi. Belum seminggu, saya mendapatkan 
informasi dari Marzul Very, KNPI Sumatera Barat, bahwa acara itu dibatalkan. 
Yang kemudian terjadi, Kongres Kebudayaan Minangkabau berubah menjadi Seminar 
Kebudayaan Minangkabau. Lokasi acara dipindahkan ke Padang. Selama dua malam 
saya menginap di Hotel Basko. 
 
Apa yang saya bayangkan betapa Kongres, eh, Seminar ini akan menjadi ajang bagi 
keluarnya “rudus” pandeka-pandeka Minang tidak terbukti. Minangkabau tetaplah 
wilayah kebudayaan yang lebih mengandalkan logika dan dialektika, ketimbang 
langkah empat dalam silat. Yang bersemangat hadir adalah kalangan perantau. 
Barangkali karena penyelenggara acara adalah Gebu Minang yang sudah berubah 
dari gerakan ekonomi ke gerakan kebudayaan. 
 
Sayangnya, kalangan yang justru banyak hadir adalah generasi “saisuak”. 
Anak-anak muda Minang entah kemana. Kebudayaan, pada titik ini, hanya bagian 
dari nostalgia kelompok-kelompok lama yang tak ingin melihat nagari demi nagari 
takluk kepada kebudayaan asing. Tanpa upaya untuk melakukan semacam “Kaoem 
Moeda Movement”, sebagaimana terjadi pada awal abad ke 20, kebudayaan hanya 
menjadi sekadar ritual, bukan tradisi yang bisa diperbaharui. 
 
Kongres
Saya tidak tahu akar umbi penolakan atas rencana Kongres Kebudayaan 
Minangkabau. Maklumlah, saya sama sibuknya dengan jutaan anak-anak muda Minang 
lainnya di rantau dalam mengadu untuang badan. Yang saya tahu, anak-anak muda 
Minang bukanlah kelompok yang pengecut dalam berbicara. Ranah mengajarkan 
betapa perdebatan adalah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan.
 
Kongres adalah ajang untuk bergelanggang mata orang banyak. Bersuluh matahari. 
Dan segala bentuk petatah-petitih lama bagi setiap orang dalam mengajukan 
pendapat. Ketika Kongres ditolak dengan beragam ancaman yang tidak perlu, saya 
membatin betapa kebudayaan Minang bak mahkota di kepala seorang raja atau 
kaisar. Kebudayaan Minang diperebutkan, tetapi barangkali hanya sebagai 
kebanggaan semu yang tak mampu memperlihatkan keadaban dalam berkomunikasi.
 
Kalaulah ada masalah dalam penanggalan atau doktrin kebudayaan, kongres menjadi 
ajang untuk mempertukarkan gagasan. Beragam kongres kebudayaan di manapun 
tidaklah bisa menghasilkan satu keputusan tunggal. Kebudayaan juga bukanlah 
sesuatu yang bersifat material (semata), melainkan gabungan dari beragam unsur 
yang bahkan memasuki ranah agama dan ilmu pengetahuan. 
 
Kalau Kongres Kebudayaan Minangkabau tempo hari jadi dilaksanakan, maka catatan 
sejarah hanya akan menyebutnya sebagai Kongres Kebudayaan Minangkabau Pertama. 
Alias nanti bisa dilaksanakan untuk kedua, ketiga, atau keseratus kalinya. 
Setiap kongres bisa berisikan tema-tema yang berlainan atau mengulang tema yang 
sama untuk lebih dipertajam. Dengan cara begitu, kalau kongres adalah ajang 
sekali setahun atau sekali dalam dua tahun, perbincangan menyangkut kebudayaan 
Minangkabau akan terus ada. 
 
Seminar
Ketika Kongres berubah menjadi Seminar, saya kira persoalannya lebih kepada 
kompromi kepada ketidak-mengertian. Harga diri panitia memang ikut-ikutan, 
tetapi bukan unsur utama. Dengan seminar, jawaban sudah diberikan betapa 
kehadiran pemikiran apapun sebetulnya bukan ancaman. Pemikiran bisa dikoreksi, 
kesepakatan bisa diurai kembali. 
 
Dari sisi format, sebetulnya seminar yang digelar belum maksimal. Makalah yang 
dibagikan terlalu sedikit, bercampur antara isu-isu kebudayaan, penanganan 
bencana, serta kawasan laut dan pesisir. Pembagian peserta ke dalam sejumlah 
komisi juga berdasarkan isu-isu kebudayaan dan non kebudayaan tadi. Tampak 
sekali panitia berusaha untuk mempertahankan apapun yang bisa dipertahankan. 
 
Ke depan, kita membutuhkan seminar lagi. Yang lebih lama. Yang lebih besar. 
Dengan makalah yang lebih banyak. Kalau perlu, setiap bupati dan walikota di 
Sumbar menyampaikan makalah. Kalau tidak ada makalah, bupati dan walikota bisa 
menyampaikan masalah-masalah kebudayaan di masing-masing kabupaten dan kota. 
 
Mau lebih banyak lagi, langsung ke tingkat nagari. Alangkah eloknya bila 
masing-masing wali nagari menyampaikan makalah, sementara para ahli, baik dari 
kalangan kampus atau budayawan lain justru menjadi pendengar dan perumus. 
Perbincangan akan jauh lebih hangat, apabila yang berbicara adalah langsung 
suara dari akar umbi kebudayaan Minang itu sendiri, yakni sosok-sosok yang 
bergelimang lunau di sawah, sinaran matahari pantai atau kedinginan di gunung 
tinggi. 
 
Riset
Yang juga tak kalah penting adalah riset-riset kebudayaan. Kita layak semakin 
galau, ketika kian sedikit putra-putri ranah Minang yang ikut dalam kompetisi 
penulisan ilmiah populer di luar Minang. Andrinof Chaniago, seorang dosen 
Universitas Indonesia, sering mengeluh tentang ketiadaan makalah-makalah dari 
Sumatera Barat setiap kali dia menjadi juri. 
 
Masih banyak waktu untuk menjadikan Sumatera Barat tetap sebagai baromater 
kebudayaan di Indonesia bagian barat. Keunggulan pikiran harus digali, kekayaan 
budaya wajib ditelusuri. Riset adalah bagian dari itu. Dari sisi jurnalistik 
dan fotografi, sebetulnya semakin banyak ditemui, terutama di media online. 
Namun yang langsung bersinggungan dengan kegiatan semacam Kongres atau Seminar 
Kebudayaan jarang. 
 
Tugas generasi kini bukanlah mengelap-elap kebudayaan lama yang entah masih 
dipakai atau sudah dibuang bak kain usang. Generasi kini memerlukan dialog 
dengan generasi yang lebih senior. Sungguh ironis, bila yang disaksikan adalah 
bukan perdebatan, melainkan hanya sekadar penolakan atas sebuah peristiwa 
budaya semacam kongres atau seminar.
 
Tentu, kita menunggu lebih banyak kongres atau seminar lagim agar lebih banyak 
makalah atau pemikiran yang bisa dibagi dan berbagi... 
 
 


      

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe.

Kirim email ke