Wah mantap Genre kito kini "Roman Pertempuran".
Salam andiko Pada 8 Februari 2011 11:40, Dasriel Noeha <dasrielno...@yahoo.com> menulis: > Di ansue ciek lai, panukuak kaba nan tibo, kok untuang jadi curito, > pambarito ka generasi mudo, dulu inyiaknyo alah sato, parang sudaro di Tanah > Bundo, > > Wassalam, > > Dasriel, > > SELAMAT TINGGAL, ISAH > > Air Tawar terletak kira-kira 7 kilometer dari Padang arah jalan ke > Bukittinggi. > > Disini terletak dua kampus perguruan tinggi yaitu Institut Keguruan dan > Ilmu Pendidikan (IKIP) Padang, dan Universitas Andalas (Unand). > Kedua kampus ini berdampingan ibarat saudara kembar. > > IKIP mendidik mahasiswanya menjadi guru, sedangkan Unand mendidik mahasiswa > menjadi sarjana beberapa ilmu terapan seperti Ilmu dan Teknologi Pertanian, > Ilmu dan Teknologi Peternakan, Ilmu Pasti dan Ilmu Alam. > > Sedangkan untuk sarjana Hukum terletak di Muaro, Kedokteran di Pondok dan > Jati, serta Ekonomi juga di Jati. > > Pada tahun 1957, saat akan meletus peristiwan PRRI, mahasiswa IKIP dan > Unand sedang asyik-asyiknya kuliah. > Namun, semuanya berubah setelah adanya pengumuman di Sungai Dareh atas > berdirinya PRRI. > Ahmad Husein menghimbau partisipasi generasi Sumatera Barat untuk ikut > andil mempertahankan martabat daerah yang sedang diinjak-injak oleh > pemerintah pusat. > > Dalam pidatonya di lapangan sepak bola di depan Fakultas Peternakan, pada > bulan January 1958, apa apel mahasiswa Unand, Husein berpidato berapi-rapi > akan perlunya Sumbar bangkit untuk memajukan daerah termasuk Unand dan IKIP, > yang dikatakan sedang dianak tirikan oleh Pusat dibanding dengan UI, > Gajahmada di Jawa. > Makanya kita harus berani melawan pusat untuk menuntut hak kita, demikian > Husein membakar semangat mahasiswa waktu itu. > > Makanya setelah 15 February, dilakukan pendaftaran besar-besaran tentara > pelajar yang diikuti oleh ratusan mahasiswa Unand dan IKIP serta ada juga > pelajar STM dan SMA di beberapa kota di Sumbar, ramai diikuti oleh mereka. > > Terbentuklah beberapa kompi pelajar, yang dilatih secara kilat bagaimana > cara menggunakan senjata dan bertempur. > Sebenarnya waktu latihan yang pendek itu hanya lebih banyak pada kegiatan > baris berbaris dan pidato untuk membangkitkan semangat bertempur, belumlah > cukup untuk menguasai ilmu perang dan kemiliteran secara benar. > > * > Anisah, gadis kelahiran Solok, ikut mendaftar jadi anggota palang merah. > Waktu itu Anisah masih kuliah di IKPI jurusan Bahasa Indonesia. > > Kemaren ia pulang kampung. > Ayah Anisah, Mak Kari yang jadi guru sekolah rakyat di Solok juga ikut > PRRI. Kari diajak oleh mamak rumahnya kopral Salim yang telah jadi tentara > dan anak buah Pak Husien. > Waktu Anisah mengatakan dan minta ijin ajahnya mau ikut palang merah di > Padang, ayahnya menyetujuinya. > Hanya ibunya yang keberatan. Maklumlah Anisah adalah putri satu-satunya. > Adiknya masih duduk di SMA Solok dan itu laki-laki. > > Tapi Anisah mengatakan, bahwa tugas palang merah adalah hanya di rumah > sakit dan tidak ikut perang, ibunya akhirnya mengalah. > > Anisah mempunyai pomle seorang mahasiswa fakultas Peternakan Unand bernama > Rustam. Rustam anaknya ganteng. Rambut ikal lebat dan dagunya kekar dengan > sedikit brewok. Maklumlah ia anak seoarng nelayan dari Naras dan juga > pesilat tangguh. > > Mereka saling mencintai satu sama lain. > > Sebelum Anisah meminta ijin ayahnya untuk masuk palang merah, ia telah > mendiskusikan hal itu dengan Rustam kekasihnya. > > * > Pantai Padang sore itu kembali ramai oleh pasangan anak muda yang menikmati > deburan ombak pantai. > Deburan ombak itu membawa alunan suara cinta yang merasuk kedalam sukma > para pasangan remaja yang menikmatinya dengan duduk di loneng tembok pantai, > dikerimbunan pepohonan yang tumbuh di pantai itu. > > Para nelayan juga sibuk mempersiapkan perahu mereka untuk melaut. > Setiap sore sebuah perahu nelayan yang dimuati dengan bekal untuk > perjalanan semalam dan sebuah lampu sitarongkeng dinaiki oleh tiga orang > nelayan. > Setelah didorong ketengah air, lalau mereka mendayung sekitar satu jam > ketengah untuk memancing ikan ambu-ambu dan ikan pinang-pinang yang pada > musimnya banyak di laut. > > Sore itu pulang kuliah di Pantau Padang di Muaro. > Sepasang muda mudi sedang asyik duduk makan rujak di kedai di pinggir > pantai Padang yang terkenal itu. > Ada banyak kedai rujak dan limun yang dibangun oleh para isteri nelayan di > pantai itu. > > Rustam dan Anisah, seperti pasangan lainnya sedang memandang indah deburan > ombak pantai Padang yang seakan nyanyian asmara yang mengalun indah. > > Rustam mengajak Anisah turun ke air. > Sambil berjalan memainkan ombak di kaki dan bergandengan tangan dua muda > mudi yang dimabuk asmara itu berjalan gontai. > > ”Sah, saya telah mendaftar menjadi tentara kemaren”, kata Rustam memecah > kesunyian mereka. > > Suara Rustam terdengar seperti getaran petir di telinga Anisah. Suara itu > diselingi oleh gempuran ombak pantai yang berdebur dengan suara gemuruh. > Suara ombak pantai Padang memang spesifik. Sering dijadikan madah buat lagu > asmara. > > ”Uda, sudah mendaftar kemaren”, Anisah mengulang dengan pertanyaan. > > ”Ya Sah, saya dan enam orang teman mendaftar di Dodik Simpang Haru. Minggu > depan kami akan menjalani latihan di Padang Besi Indarung. Ada banyak juga > mahasiswa Unand yang mendaftar. Juga banyak temanmu dari IKIP yang ikut”, > kata Rustam. > > Anisah hanya terdiam. Sambil mempererat genggamannya di tangan Rustam, ia > berhenti melangkah. > Sekarang di pipinya yang bak pauh dilayang, mengalir dua butir air bening. > Ia tahu apa artinya mendaftar jadi tentara pelajar. Minggu lalu sewaktu > Letkol Husein berpidato di lapangan sepakbola didepan kampus IKIP, ia > mendengar bahwa sekarang perjuangan suci mengadapi pernag dengan tentara > pusat seakan menjadi panggilan bagi para mahasiswa. > Perang, ya perang, berulang Husien mengatakan kata-kata itu dalam > pidatonya. > > Perang berarti menggunakan senjata untuk saling bunuh. > Akankah nantinya Rustam ikut terbunuh? > Itu yang ada dibenak Anisah sekarang. > > ”Anisah, kenapa kenapa Isah menagis”, tanya Rustam. > > ”Saya tidak mau kehilangan uda Rustam”, kata Anisah pelan. > > ”Saya tidak akan terbunuh sayang. Dan lagi soal mati hidup, kan ada di > tangan Tuhan. Isah tidak usah ragu melepas uda”, kata Rustam membujuk. > > ”Da, perang ini tidak tahu kapan usainya. Yang jelas pasti tentara pusat > akan segera kemari. Uda akan bertempur. Dan uda akan jadi korban.. > > Air mata Anisah semakin deras. Rustam mengambil ujung selendang Anisah. Ia > mengusap pipi lembut kekasihnya. Basah selendang itu kini. > > ”Kalau begitu, Anisah minta ijin uda untuk daftar jadi palang merah. > Kemaren Putri mengajak Anisah untuk mendaftar”, kata Anisah. > > ”Jangan sayang, kamu tinggal di kampus sajalah. Kasihan kuliahmu kan > tinggal tiga semester lagi. > > ”Uda, aku juga mau turut menyumbangkan tenagaku untuk daerah kita. Toh > sudah pasti kuliah akan tutup selama pergolakan”, kata Anisah. > > Mereka kembali ke pondok jualan. > Rujak yang tadi mereka pesan telah hampir habis. > Rustam memanggil Etek Ami penjual rujak. Dan ia membayar dua piring rujak > yang mereka pesan. > > ”Kamu pasti tidak akan diijinkan oleh ayahmu. Sudah minta ijin belum”, > tanya Rustam. > > ”Belum da, besok rencananya Isah mau pulang. Putri juga pulang. Sekalian > siap-siap untuk latihan di Rumah Sakit tentara Simpang Haru. > > ”Ya, kalau memang ayahmu mengijinkan, baiklah mari kita sama-sama berjuang. > Kalau umur kita sama panjang, dan jodoh kita direstui Tuhan, kita akan tetap > ketemu”, kata Rustam sambil merangkul bahu Anisah. > ”Yang jelas saya tidak mau kehilangan kamu dewiku”, kata Rustam. > > Hari semakin petang. Sebentar lagi maghrib akan datang. Rembang petang > matahari mau turun di ujung kaki langit di lepas laut sana memang indah. > Warna langit yang kuning kemasan bercampur kemerahan perlahan turun ke kaki > langit. > > Mereka beranjak pergi. Naik oplet kearah Air Tawar. > Dua sejoli itu duduk terdiam di atas oplet tua jeep Wilis yang > rumah-rumahnya terbuat dari kayu. > Sebentar lagi mereka akan berpisah. Dipisahkan oleh pergolakan daerah yang > mereka akan turut ambil bagian di dalamnya. > > * > Hari baru jam sembilan di Air Tawar. > Hanya beberapa mahsiswa IKIP yang terlihat pergi kuliah pada pagi itu. > Unand telah dua minggu libur. Karena beberapa dosen ada yang ikut latihan > di Padang Besi. > Yang tidak mendaftar jadi tentara memilih pulang kampung. > > ”Assalamualaikum”. > > ”Wa alaikum salam, eh uda Rustam”. > > Rustam muncul pagi itu di tempat kos Anisah di Air Tawar. > > Anisah sudah memakai pakaian putih-putih. Ia bersiap akan menuju Simpang > Haru rumah sakit tentara temapt ia kini mulai bertugas jadi perawat yang > disebut anggota palang merah. > > ”Sudah mau berangkat Sah”, tanya Rustam. > > ”Ya da, saya barusan mau menyetop oplet ke Simpang Haru”, kata Anisah. > > Rustam datang dengan pakaian tentaranya. Sebuah senjata LE tersandang > dibahunya. > > ”Uda kelihatan gagah dengan seragam ini”, kata Anisah. > > ”Isah juga makin cantik dengan pakaian palang merah”, balas Rustam. > > ”Sah, keadaan semakin genting. Tadi malam kami di berikan briefing oleh > komandan di asrama Simpang Haru. Semua pasukan disiagakan. Kita sedang siaga > satu menghadapi peperangan. Aku diperintahkan bersama kompi B bertugas di > sekitar lapangan Tabing. Dan kompi A bertugas di sepanjang pantai Ulak > Karang. > Menurut berita intelijen, akan ada pendaratan pasukan APRI hari ini. > Sah, keadaan seirus sekarang. > Kalau terjadi sesuatu pada kita, saya mohon kerelaan Isah”. > > Rustam mengeluarkansebuah bungkusan dari kantong celananya. Ia berikan > kepada Anisah. > > ”Sah, ini sebuah cincin yang saya beli di toko emas di Padang kemaren. Isah > simpanlah cicncin itu. Cincin itu bertuliskan nama kita. Ia menjadi saksi > cinta kita berdua”. > > ”Uda, kita harus segera bicara dengan ayah saya. Juga kita harus ketemu mak > dan abak uda. Kita bicarakan ke pada mereka. Mari kita langsung bertunangan > saja. > Ibu saya pernah menanyakannya kemaren sewaktu minta ijin menjadi palang > merah”, kata Anisah. > > ”Sebenarnya memang baiknya begitu Sah. Tapi sekarang waktunya kelihatannya > tidak mungkin lagi. Pakailah cicncin itu. Anggaplah kita sudah berikatan”. > > Anisah membuka kotak beledru biru itu. Sebuah cincin emas seberat 8 gram > berkilauan. Di bagian dalam bertuliskan ”Anisah-Rustam”. > Rustam memasukkan cincin itu ke jari Anisah. > Cincin polos berbentuk ring itu pas benar di jari manis Anisah. > > Tiba-tiba terdengar sayup-sayup dengungan pesawat terbang. Makin lama deru > mesinnya makin keras. > Rustam melihat kelangit arah ke Gunung Padang. Dari sana di balik awan > kelihatan iringan pesawat terbang. > > ”Isah, cepat sembunyi. Mereka telah datang. Aku harus segera gabung dengan > pasukanku”. > > ”Jaga diri uda”. > > ”Assalamualaikum”. > > * > > Rustam terus berlari ke arah mudik. Larinya cepat menuju ke lapangan udara > Tabing bergabung dengan pasukannya. > > Ada lima pesawat terbang berputar-putar disepanjang pantai antara Ulak > Krang dengan Tabing. > Kelihatan dengan jelas dari perut pesawat keluar pasukan payung terjun dari > udara. > Paling banyak diterjunkan di sekitar lapangan udara Tabing. > Segera saja terjadi pertempuran di sana. > > Rupanya itu adalah pasukan payung tiruan. Ternyata yang diterjunkan yang > pertama itu adalah boneka kayu yang didandani mirip tentara yang berbaju > loreng. > Pasukan PRRI yang kebanyakan anggotanya adalah mahasiswa dan pelajar itu > tertipu. Mereka menembaki boneka kayu itu. > Peluru banyak yang mereka habiskan percuma. > Komandan kompi becarut bungkang. > > ”APRI kalera, dikicuhnya awak”. > > Segera ia kembali mengumpulkan pasukan untuk konsolidasi. > > Lima pesawat yang pertama kedengaran menjauh. Tetapi segera diganti dengan > kedatangan tiga pesawat pembom dan dua pesawat penerjunan pasukan. > Kembali pasukan payung terjun di seputar bandara. > Kali ini lapangan udara Tabing dihujani oleh bom dari pesawat. > > Pasukan loreng yang terjun kali ini benar pasukan dari APRI. > Kembali terjadi tembakan seru. Pertempuran kembali pecah. Pasukan APRI yang > terlatih perang dari kesatuan lintas udara Brawijaya dan Siliwangi > berhadapan dengan pasukan PRRI yang terdiri dari mahasiswa dan pelajar yang > masih hijau dengan suasana pertempuran. > Sungguh tidak seimbang keadaan perang siang itu. PRRI segera menjadi > sasaran empuk pasukan APRI. > > Hanya lima belas menit lapangan udara tabing dikuasai oleh pasukan > pemerintah pusat. > > Para pasukan kompi B dan kompi A banyak yang menjadi korban. Yang luka dan > masih hidup segera di tawan. Mereka dikumpulkan di hanggar lapangan udara. > > * > > > Sejak mendengar bunyi pesawat pagi itu, dan setelah Rustam lari kearah > Tabing, Anisah kembali masuk ke kamarnya. > Ia mengambil tas palang merah. Ia tidak jadi ke rumah sakit di Simpang > Haru. > > Anisah menyetop oplet menuju ke Tabing. > Setelah turun dari oplet, Anisah berlari kearah lapangan terbang. > Pertempuran terjadi di sana. > > Banyak korban berjatuhan di pihak PRRI. Tentara yang masih muda-muda itu > meringis dan meregang nyawa tersambar peluru. > Anisah segera menolong para korban peretmpuran itu. Baju putihnya kini > sudah terpercik oleh darah para korban. > > Di ujung landasan, dibawah pohon ketapang, seseorang menyeret badannya yang > telah berlumuran darah. > > ”Tolong”, panggil orang itu. > > Anisah segera berlari kearah orang itu. > Disampingnya empat mayat telah tercabik pecahan bom. > > ”Uda”, Anisah terpekik manakala melihat yang terluka berat itu adalah > Rustam kekasihnya. > > ”Sah”, kata Rustam parau. Dari mulutnya keluar darah. Punggungnya robek > kena pecahan bom. > > Anisah segera membuka tas palang merahnya. Perbannya sudah habis terpakai > untuk membalut luka para korban. > Sambil menangis ia membuka baju Rustam. Air matanya makin deras melihat > dada bidang kekasihnya berlumuran darah. > Dua botol obat merah yang masih tersisa ia tuangkan ke luka Rustam. Rustam > terluka parah. Ia kebatkan baju Rustam ke punggungnya yang ternganga. Darah > terus mengalir. > > Kaki kirinya juga patah dan terlihat tulang keringnya. Anisah membuka > bajunya. Ia tidak peduli walau hanya tinggal kutang saja. Kulit putihnya > belepotan darah Rustam. Kaki itu ia balut dengan robekan bajunya. > > ”Sah, jaga dirimu. Aku sudah tidak tahan lagi. Mataku mulai kabur Sah”, > kata Rustam tertahan-tahan. > Rustam kehilangan banyak darah. Itu membuatnya lemah dan hampir pingsan. > > ”Uda luka parah, jangan banyak bicara dulu”, kata Anisah sambil menangis. > Anisah memeluk tubuh kekasihnya. > Jemarinya ia sisirkan ke rambut ikal Rustam. > Rustam tersenyum kepada kekasihnya. > > > Kabut mesiu masih tebal di seputar lapangan terbang. Tembakan masih > terdengar sayup-sayup di pantai. Rupanya ada pertempuran juga di sana. > Pasukan katak angkatan laut mendarat di pantai Tabing. > Mereka segera mengadakan pembersihan dan memburu para PRRI yang ada di > pantai. > > ”Sah, aku cinta padamu. Selamat ting...gal..Sah”. > > Sambil tersenyum di bibirnya akhirnya Rustam menutup matanya. > Anisah meraung sambil tetap memeluk Rustam. > > ”Udaaaa”. > > Tragedi itu telah terjadi. Dua kekasih itu telah terpisahkan oleh maut. > Maut itu sungguh cepat datangnya. Pagi jam sembilan tadi mereka masih saling > tersenyum menyatakan cinta mereka. Mereka masih saling mencium cincin > pemberian Rustam. > Kini salah satu telah tiada. > > Perang memang kejam. Perang hanya menyisakan duka dan nestapa. Cinta dua > anak manusia, Anisah dan Rustam terenggut siang itu. > > Rustam telah pergi. Ia menjadi korban pertempuran di lapangan udara Tabing > antara PRRI dengan APRI. > > Anisah memandang tubuh Rustam yang telah kaku. Ia menggemgam tangan > kekasihnya itu. Tangannya yang di jari manisnya lekat sebuah cincin yang > diberikan Rustam tadi pagi, berlumuran darah Rustam sendiri. > > Rustam pergi selamanya membawa cinta mereka berdua. > > > > > -- > . > * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain > wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet > http://groups.google.com/group/RantauNet/~<http://groups.google.com/group/RantauNet/%7E> > * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. > =========================================================== > UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: > - DILARANG: > 1. E-mail besar dari 200KB; > 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; > 3. One Liner. > - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet > - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting > - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply > - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & > mengganti subjeknya. > =========================================================== > Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: > http://groups.google.com/group/RantauNet/ > -- . * Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet http://groups.google.com/group/RantauNet/~ * Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email. =========================================================== UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi: - DILARANG: 1. E-mail besar dari 200KB; 2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 3. One Liner. - Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet - Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting - Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply - Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti subjeknya. =========================================================== Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/