KAWAN2 DI DUNIA MAYA,
 
LEO HARTONO SUTOWIJOYO, PENSIUNAN DIREKTUR MUDA BANK BUMI DAYA, MENYUSUN SEBUAH 
KONSEP PEMBANGUNAN PEDESAAN DI BIDANG PERTANIAN SECARA TERPADU, YANG DITUANGKAN 
DALAM BAHASA MATRIX INFOCUS. JUDULNYA: "GOTONG ROYONG FOR BETTER LIFE."
 
KETIKA KAMI BERTIGA, PAK LEO, PAK SAAFRUDIN BAHAR DAN SAYA BERBINCANG-BINCANG 
BAGAIMANA MEMANFAATKAN KONSEP PAK LEO INI UNTUK DITERAPKAN SECARA MUTATIS 
MUTANDIS DALAM MEMBANGUN NAGARI DI SUMATERA BARAT DI BIDANG PERTANIAN SECARA 
TERPADU INI, KAMI SEPAKAT, SAYA AKAN MENCOBA MENARASIKANNYA KE DALAM BAHASA 
ANALISIS-NARRATIF. KONSEP SEPERTI INI TERASA PENTINGNYA KARENA KITA JUGA SUDAH 
MEMBAHASNYA DALAM SEMINAR KEBUDAYAAN MINANGKABAU TGL 12-13 DES 2010 YL DI 
PADANG ATAS PRAKARSA GEBU MINANG, YANG FOKUSNYA MASIH UMUM DAN FILOSOFIS 
SIFATNYA. KONSEP PAK LEO INI SEBALIKNYA SUDAH SANGAT MENUKIK DAN TEKNIS 
OPERASIONAL SIFATNYA.
 
TERLAMPIR ADALAH DRAFT PERTAMANYA. SAYA MASIH HARUS BERKONSULTASI DENGAN KEDUA 
BELIAU ITU SEBELUM NASKAH INI DIKOMUNIKASIKAN DAN DISOSIALISASIKAN SECARA LUAS. 
 
SAYA BAGAIMANAPUN TIDAK BISA UNTUK JUGA MENYAJIKAN NASKAH ASLINYA DI SINI 
KARENA BELUM ADA IZIN DARI BELIAU PAK LEO.
 
SILAHKAN BACA NARASINYA YANG SAYA SIAPKAN DAN LAMPIRKAN INI DENGAN MENGHARAPKAN 
SARAN-SARAN PERBAIKAN DARI ANDA.
 
MOCHTAR NAIM
040311
 


GOTONG ROYONG
FOR BETTER LIFE
oleh
LEO HARTONO SUTOWIJOYO
 
Dinarasikan oleh
Mochtar Naim
 
1
Ulasan:
 





H
ARI Kamis tgl 3 Maret 2011 kemarin saya diajak oleh Pak Saafrudin Bahar untuk 
bertemu berbincang-bincang dengan seorang pakar pembangunan pedesaan, mantan 
staf senior, terakhir Direktur Muda, Bank Bumi Daya, sambil minum teh di Resto 
Olala di Plaza Bintaro, di Bintaro, Tangerang. Nama beliau: Leo Hartono 
Sutowijoyo. Umur mau 70. Dari namanya saja kita segera tahu dari mana beliau 
berasal. Dan dari nama Leo itupun kita juga bisa menduga bahwa beliau adalah 
penganut agama Nasrani. Memang, karena orang Jawa agamanya bisa macam-macam, 
dari satu keluarga yang sama, bisa dan biasa ada yang Islam, ada yang Kristen 
Katolik ataupun Protestan, bisa juga Buddha, Kejawen, Vrijdenker, Marxis, dsb. 
Ini dimungkinkan karena budaya Jawa yang sifatnya sinkretik, berbeda dengan 
kita orang Minang yang sifatnya sintetik. Bagi orang Jawa yang dipegang adalah 
kepercayaan: Sedaya agami sami kemawon (Semua agama sama saja dan sama 
benarnya), sementara kita, tuntas, tas, tas:
 Take it or leave it (Ambil atau tinggalkan). Malah orang Minang atau Melayu 
yang tidak Islam otomatis dikucilkan dan hilang keminangan atau kemelayuannya, 
dengan hilangnya keislamannya.
*
          Kami membicarakan bagaimana bakda Seminar Kebudayaan Minangkabau 
(SKM) di Padang 12-13 Desember 2010 yl ada langkah-langkah selanjutnya yang 
dipikirkan dan digerakkan dalam membumikan keputusan-keputusan SKM yang 
diambil, khususnya dalam rangka menumbuhkan semangat membangun di lingkungan 
Nagari secara bottom-up di Sumatera Barat. Salah satu yang disepakati itu 
adalah menumbuhkan kegiatan ekonomi bernagari dengan membentuk korporasi 
BUMNagari berbentuk koperasi syariah. Dengan BUMNagari berbentuk koperasi 
syariah maka terbawa sekali bentuk kerjasama bagi hasil (syirkah) tanpa riba 
maupun bunga dan saling menguntungkan dengan semangat gotong-royong keagamaan 
yang mendasari semua kegiatan apapun, dengan dasar ABS-SBK yang disepakati 
bersama itu. Karena Pak Leo bukan muslim, tentu kami tidak menyorot sisi 
keagamaan syar’inya itu dengan beliau secara detail dan meluas. Tetapi beliau 
cukup arif. Silahkan masing-masing daerah yang nuansa
 budayanya berbeda-beda memasukkan nilai tambah yang ada di daerah 
masing-masing itu dalam rangka memperkaya, ulas beliau.          
 
2
Uraian
 
          Pak Leo ternyata sudah punya konsep pembangunan dari bawah yang 
beliau beri judul dengan “Gotong Royong for Better Life.” Konsep ini 
diungkapkan dalam bentuk brosur infocus dengan berisi jargon-jargon yang 
tertuang dalam sketsa matriks serta parameter dan tabel-tabel yang gampang 
dipahami dan dicerna. Seperti biasa, analisa sistemik yang dipakai dimulai 
dengan permasalahan dan solusi, dan berakhir dengan kesimpulan. Setiap 
permasalahan, yang dicari adalah solusinya. Permasalahan kemiskinan di 
pedesaan, solusinya adalah peningkatan produktivitas dengan penekanan pada 
kegotong-royongan dalam melakukan pertanian terpadu dengan menggunakan 
teknologi dan sistem manajemen pertanian yang efektif dan efisien. Prioritas 
yang diusulkan adalah padi, jagung, singkong, kedelai dan gula. Ancaman lalu 
dijadikan sebagai peluang. Ancaman yang sekarang dihadapi adalah krisis pangan 
dan energi.
          Persoalan kemiskinan petani dimulai karena adanya fluktuasi harga: di 
waktu musim panen murah, di waktu musim tanam mahal. Yang bermain dan memainkan 
harga adalah para pengijon dan rentenir. Rendahnya pendapatan dan kesejahteraan 
petani adalah karena pupuk kimia, persoalan tanah dan rendahnya produktivitas. 
Di bidang pertanian juga mengenal tiga aspek yang saling terkait: produksi, 
pemasaran dan keuangan. Untuk mendapatkan added valuenya, penyertaan petani 
tidak hanya di tingkat primer sebagai petani, tetapi juga di tingkat sekunder, 
industri, dan tertier, perdagangan.
          Posisi sentral dari petani ialah, di satu sisi, mendapatkan bibit, 
pupuk dan obat-obatan, dari jasa para pedagang, dan di sisi yang lain, 
menyalurkan hasil produksi pertanian kepada para konsumen melalui jasa industri 
dan perdagangan.  
          Ada 7 faktor ekonomi yang sifatnya saling melengkapi dari segi 
dimensi perkembangan usaha pertanian ini. Ketujuh faktor itu oleh P:ak Leo 
dijabarkan ke dalam “7 M”: (1) Man/SDM, (2) Material/SDA, (3) Machine/ 
Teknologi, (4)Method/Sistem, (5)Market/Pasar, (6) Management/Pengelolaan, dan 
(7) Money/Modal. 
          Bagaimana lalu perkembangannya dari masa lalu ke masa kini dan masa 
nanti? Di masa lalu, yang dikenal hanyalah 3 M: Man/SDM berupa petani, 
Material/SDA berupa tanah dan Machine/teknologi berupa pacul. Yang lain-lain 
(faktor M 4 s/d 7) tidak dikenal atau di luar jangkauan. Di masa kini petani 
telah menjadi buruh. Sedang di masa nanti, seperti terlihat di negara-negara 
maju, bidang pertanian tidak lagi digarap oleh para petani, tetapi para 
pengusaha pertanian dalam skala besar dengan teknologi/sistem/pasar/ 
pengelolaan/modal yang besar dan canggih. Kurang dari 5 persen penduduk yang 
bergerak di bidang industri pertanian dan yang memberi makan kepada semua 
penduduk, bahkan termasuk mengekspor usaha pertaniannya itu secara global 
mancanegara. 
          Pertanyaan yang diajukan oleh Pak Leo: sektor pertanian ini oleh 
siapa dan untuk siapa dalam perkembangannya ke masa depan itu?
          Bisnis pertanian dengan risiko yang dihadapi tergantung kepada 3 
variabel yang masing-masing bersifat manageable (M), semi-manageable (SM), dan 
unmanageable (UM). Bibit, pupuk dan obat-obatan dianggap sebagai M,  sementara 
air termasuk yang SM, sedang matahari/cuaca UM. Hama dianggap sebagai SM, 
sebagaimana juga produk primer, industri, final product dan pasar. Tapi 
regulasi adalah M.
*
          Bicara tentang Visi ke depan, Pak Leo melukiskan: Menjadikan 
Indonesia yang (-) berkedaulatan pangan dan energi; (-) gudangnya pangan dunia 
dan (-) petani yang sejahtera. 
          Misi: (-) Teknologi dan R&D (Reseach and Development), (-) Produk 
unggulan yang marketable, (-) SDM, (-) Keterpaduan dalam sistem pertanian, (-) 
Sistem manajemen yang handal, (-) Infrastruktur yang memadai, (-) Permodalan 
yang kuat, dan (-) Regulasi yang tepat. Dengan demikian, impian bisnis 
pertanian diwujudkan secara realistis.
          Tujuan pembangunan pertanian ini: Smart dalam: (a) Peningkatan 
Produksi beras, jagung, kedelai, singkong, gula; (b) Added value via industri 
derivatif; (c) Kesejahteraan petani; (d) Kedaulatan pangan; dan (e) Harga 
terjangkau. Sementara Strateginya: (1) Intensifikasi lahan pertanian yang sudah 
ada, terutama di Jawa karena lahan yang belum digarap sudah tak tersedia lagi, 
dan (2) Ekstensifikasi lahan pertanian skala industri, khususnya di Luar Jawa, 
karena lahan yang belum digarap masih luas tersedia. Sentra kegiatan kira-kira 
adalah Kalimantan, khususnya Kalimantan Barat.
          Baik di sektor intensifikasi maupun ekstensifikasi, strategi yang 
dipakai adalah: (a) Pertanian sebagai sistem yang berpadu, (b) dengan 
kegotong-royongan dan stakeholders approach, dan (c) penerapan teknologi dan 
sistem manajemen dengan market orientation. Semua ini dilakukan (-) secara 
bertahap, (-) didahului dengan Riset dan Bisnis Plan, dan (-) diawali dengan 
demplot dan pilot project. Kemudian (-) dilanjutkan secara bertahap dalam skala 
industri yang semakin besar, (-) cluster berbasis pertanian, dan (-) kota 
pertanian mandiri.
          Dalam pengimplementasiannya, baik Tujuan, Strategi maupun Manajemen 
dengan basis 7 M tadi, semua dilaksanakan oleh Negara, Rakyat dan Pengusaha 
dengan institusionalisasi kegotong-royongan, baik di sektor produksi/biaya, 
pemasaran/penjualan, dan hasil usaha/keuntungan atas dasar keadilan distribusi. 
          Struktur biaya dan profitabilitas per musim, baik berupa Gabah kering 
panen maupun Industri beras, masing-masing ada 11 komponen dengan rincian biaya 
dan persentase biaya secara menyeluruh. Kesebelas komponen tsb termasuk sewa 
tanah, saprodi, tenaga kerja, bunga (4%), pengeringan, harga GKP premium, 
penjualan, gross profit dan profit per ton. Masing-masing dirinci dalam bentuk 
biaya rupiahnya dan persentase masing-masing dalam perbandingannya.      Dari 
distribusi keuntungan, petani mendapat 20 %, sementara pemegang Holding 40 %, 
Koperasi 30 % dan Teknologi 10 %. Penghasilan petani per bulan berbentuk upah 
tenaga kerja dan bonus, ditambah dividen hasil industri via koperasi dan 
fasilitas fasum fasos berupa kesejahteraan via koperasi. Distribusi keuntungan 
industri sesuai kepemilikan saham.      
*
          Dari segi business engineering, keterpaduan dalam satu kawasan juga 
ditekankan, dan diperlukan, karena dengan penekanan pada pupuk organik 
diperlukan pemeliharaan sapi dengan memanfaatkan kotoran dan urinenya. Dengan 
keberadaan usaha peternakan sapi, selain menghasilkan pupuk organik juga muncul 
by-product lainnya, termasuk industri pakan sapi dan produk olahan lainnya, 
sehingga marketpun berkembang.
          Kawasan ekonomi pertanian bisa dibagi dua: kawasan intensifikasi dan 
kawasan ekstensifikasi. Di kawasan intensivikasi di Jawa diperlukan pilot 
proyek terdiri dari 2 kelompok tani dengan 50-70 ha masing-masingnya. Perlu 
dilakukan pembinaan/kerjasama dengan petani yang sudah ada. Perlu dukungan bagi 
para petani berupa teknologi, sistem budidaya, permodalan dan pemasaran. 
Setelah 2-3 musim baru pilot proyek dikembangkan ke daerah-daerah lain.
          Di kawasan ekstensifikasi, untuk pilot proyek diperlukan 500-1500 ha 
lahan. Sekaligus dikembangkan cluster/kawasan ekonomi pertanian terpadu, 
termasuk peternakan, pengolahan pupuk dan perikanan. Pilot proyek bisa 
dikembangkan setelah 2-3 musim tanam. Sasarannya adalah terbentuknya Kota 
Mandiri dengan lahan sekitar 8,000 ha dan dengan pengembangan sistem manajemen.
*
          Dengan kegotong-royongan, yang berarti Membangun Bersama Rakyat, ada 
11 stakeholders yang terlibat dan dilibatkan: (1) Petani, (2) Koperasi, (3) 
Ilmuwan, (4) Pengusaha, (5) BUMN, (6) Swasta, (7) Bank, (8) CSR, (9) 
Masyarakat, (10) Konsumen, dan (11) Pemerintah.
          Petani dan Koperasi melakukan (-) pengolahan pupuk, (-) berternak, 
dan (-) bertani; dengan manfaat bagi (-) kesejahteraan dan (-) lapangan kerja. 
          Ilmuwan melakukan (-) RD system, (-) Technology, dan (-) 
Produk-tivitas, dengan manfaat: (-) berkembangnya teknologi dan (-) pendapatan 
yang reasonable.
          Pengusaha, BUMN dan Swasta melakukan (-) pemasaran, (-) industri dan 
(-) modal awal; dengan manfaat (-) perluasan usaha, (-) reasonable profit, dan 
(-) berkelanjutan.
          Bank dan CSR melakukan (-) dukungan pembiayaan bagi petani, koperasi 
dan pengusaha; dengan manfaat (-) pembiayaan proyek terpadu yang sehat & 
manageable risk, (-) pay back period yang relatif cepat, dan (-) reasonable 
profit. 
          Masyarakat dan Konsumen ikut menciptakan suasana kerja yang kondusif, 
dengan manfaat perluasan lapangan kerja serta harga terjangkau.
          Pemerintah melakukan perizinan dengan manfaat peningkatan pajak dan 
ekspor.
*
          PT Holding menyangkut PT di bidang teknologi dan manajemen yang 
mencakup unsur: bibit, pupuk, metode dan pembinaan. PT Holding, selain tanah 
dan infrastruktur juga menyediakan upah bagi kelompok/koperasi tani dan petani 
yang menangani produk primer. Produk primer ini lalu diolah oleh PT industri 
pengolahan yang menghasilkan produk olahan yang dilemparkan ke pasar. Sasaran: 
(-) input/faktor produksi dari petani yang teratur; (-) proses manajemen 
pertanian yang terkoordinasi; dan (-) output/pemasaran hasil petani yang 
terjamin. Peran industri adalah pilihan produk, teknologi dan pemasaran produk 
olahan.
*
          Sistem manajemen dan organisasi: Sistem manajemen bagi usaha 
pertanian ini memerlukan pendekatan terpadu dari semua unsur  terkait agar 
diperoleh sinergi yang optimal. Unsur-unsur terkait itu termasuk SDA, SDM, 
Organisasi, SOP, Mis, Modal dan Teknologi yang gabungan dari semua itu 
membentuk Corporate Culture (Budaya badan usaha). Sementara sistem organisasi 
memerlukan pengintegrasian antara sistem kepegawaian dengan struktur 
organisasi. Ke dalamnya termasuk (-) recruitment dan design jabatan, (-) 
struktur organisasi, (-) job description, (-) salary administration, (-) 
performance appraisal, (-) training dan (-) career planning. Dengan memadu 
sistem manajemen dan organisasi yang saling terkait, yang dituju adalah 
“leadership by system.”
*
          Manfaat yang didapatkan bagi stake holders dengan pendekatan terpadu 
dengan semangat gotong royong ini adalah:
          Petani: mendapatkan upah kerja dan bonus yang meningkat serta 
perumahan yang diangsur melalui koperasi dan ketersediaan fasum/fasos dengan 
lingkungan yang sehat untuk keluarga.
          Pengusaha: adanya kepastian bahan baku, pengmbangan produk, dan 
bisnis dengan IRR > 25-35 %.
          Ilmuwan: penerapan dan pengembangan iptek dan kesejahteraan.
          Bank: bisnis yang sehat dan terkendali.
          Pemerintah/Negara: kontribusi dalam kedaulatan pangan dan energi.
          Konsumen: harga terjangkau.
Dengan itu membumikan idealisme melalui pendekatan bisnis.
 
3
Kesimpulan
 
          Penyusunan konsep dan program “Gotong Royong for Better Life” ini 
dijiwai oleh Pancasila sebagai dasar, falsafah dan ideologi negara, yang 
implementasinya memerlukan Visi, Misi, Tujuan dan Strategi yang jelas dengan 
dipimpin oleh Negara dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait. 
          Karenanya, Pancasila tidak dapat diwujudkan hanya dengan retorika dan 
janji-janji belaka ... tetapi dengan amal nyata, kerja keras dan kerjasama 
dengan semangat gotong-royong yang saling memberi dan mendatangkan manfaat. 
*
 
 
Ciputat, 4 Maret 2011 
 


      

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke