Istilah atau kata "Gotong Royong", telah saya kenal waktu saya masih kecil di 
Zaman Djepang". Kemudian kata itu menjadi populer setelah Indonesia merdeka, 
mungkin karena dipopulerkan dengan gesit oleh Presiden Soekarno dengan 
kata-kata yang kita hafal tapi artinya kurang dimengerti, "Hulu pis, kontul 
baris".

Sekarang kadang-kadang "tergili-gili" di kepala, apakah kata-kaa dalam subject 
itu GOTONG ROYONG, Kerjapaksa, Romusha, Kerjabakti, Manulang, setali tiga uang? 
...

Waktu kecil umur 9 tahun, pada akhir Perang Jepang akan usai, 1944, saya pergi 
ke Labuah Gadang memegang tangan Ibunda ikut bersama-sama orang kamoung melepas 
keluarga kami pergi ke Loge (yang kemudian saya tahu dengn istilah Kerjapaksa 
Romusha, setelah memaca buku kecil Ke Logas Menjadi Budak). Pemandangan di 
Labuah Gadang antara Batang Aia Katiak dan Simpang Biaro (Jalan Bukittinggi - 
Payakumbuh di Zaman Jepang itu, masih tertancap di ingatan saya. Waktu itu ada 
talempong mengiringi arakan-arakan "Urang Pai ka Loge" itu. Ibu dan keluarga 
semua khawatir bersedih apakah menantu baru itu akan kembali lagi atau tidak. 
Namun sebagai anak-anak saya tidak tahu, hanya senang meliatt orang 
berarak-arak dan mendengar talempong yang riuh rendah...

Setengah abad kemudian, ketika Perang Saudara PRRI sudah usai, 1961, saya 
melihat arakan-arakan dari kejauhan di tempat yang sama dulu. Pada akhir-akhir 
perang itu warlords tingkat Buterpra sungguh-sungguh meraja-lela sangat kuasa. 

Pada hari itu di tahun 1961 seluruh laki-laki Orang Ampat Angkat 
diperintahkannya "gotong royong" mengangkat batu dari Batang Aia Katiak ke 
Biaro sepanjang satu kilometer jalan raya. Pemandangan itu tidak terlupa. 
Sebagaiorang yang sadar itu kerjapaksa, dan saya tak suka kerja buterpra itu, 
saya bersembunyi di kejauhan, mengintip dengan angle mata satu km itu jelas 
kelihatan. Air mata saya bercucuran mengenang masa sekarang dan masa lalu, 
teringat arakan Romusha masa dahulu.

Pada suatu hari, tidak lama sesudah itu, saya kebetulan ada urusan surat-surat 
ke Kantor Kodim di Bukittinggi. Saya tidak kenal dengan Buterpra Biaro. 
Kemudian tanpa nguping, saya dengar beberapa perwira bicara keras berkelakar: 

"Bagaimana hasilnya batu yang dikumpulkan di Biaro itu?" tanya salah seorang 
perwira itu. Seorang temannya menjawab keras dengan sarkastik:
"Lah dijuanyo dek Si Gaek!" sambil menunjuk kepada seorang perwira lain dekat 
itu.

Kemudian baru saya tahu, "Si Gaek" yang ditunjuk itu adalah panggilan "Gaek" 
kepada seorang Buterpra Ampek Angkek yang dikenal sangat kejam di akhir masa 
PRRI...

-- Nyit Sungut






-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke