Alaikumussalaam ww

Haa...3x mantap mak Lembang, thread iko pernah ambo postingkan dipalanta awak 
ko 
juo dan mak Lembang mangomentari good, kini mak Lembang reposting dan tantu 
sajo 
dek ambo ka buah bari no, good...good ..good

Trims telah mengembalikan sweet memory ambo suruik kabulakang babarapo tahun 
silam kutiko masih mamakai username arm...@ptci.com
Jazakallah Khairan Katsiran
abp58




________________________________
Dari: Muhammad Dafiq Saib <stlembang_a...@yahoo.com>
Kepada: rantaunet@googlegroups.com
Terkirim: Sen, 14 Maret, 2011 08:47:40
Judul: Cerpen Lamo; Seorang Sopir Taksi  [R@ntau-Net] Tablig Akbar.


Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

Cerpen nan ditulih hampia sapuluah tahun nan lapeh......


SEORANG SOPIR TAKSI
 
Sebuah taksi berjalan pelan di belakangku. Begitu aku berbelok kekiri di 
persimpangan jalan taksi itu ikut berbelok dan terus melaju menuju ke arah 
mesjid. Suara azan maghrib tengah berkumandang dan terdengar lantang dari 
pengeras suara di kubah mesjid. Taksi itu berhenti persis di depan mesjid. Dari 
kejauhan kulihat sopir taksi itu keluar dari taksinya. Tangannya memegang 
kopiah 
beledru hitam. Aku yang masih beberapa puluh langkah lagi dari pagar mesjid 
dapat melihat sosok sopir yang kurus tinggi itu. Dalam hati aku bergumam, ‘wah, 
seorang sopir yang saleh rupanya, alhamdulillah.’ 

 
Waktu melihat kebarisan saf yang sudah tersusun rapi, mataku bersirobok dengan 
mata pengemudi taksi kurus tinggi tadi. Dia berada di saf yang pertama. 
Pandangan matanya tajam. Guratan wajahnya terlihat keras. Aku hanya sepintas 
melihatnya sebelum pandangan mataku menyapu segenap jamaah yang saat itu sudah 
siap memulai shalat. Kamipun shalat. Seselesai shalat, seperti biasa aku 
memutar 
dudukku menghadap serong ke belakang ke arah kanan. Kami larut di dalam 
kesyahduan dan keheningan zikir. 

 
Dalam keheningan itu aku dikejutkan oleh zikirnya yang mendengus, lirih dengan 
bunyi lah…lah…lah… beraturan. Sepertinya dia berusaha menahan suara itu tapi 
tetap saja ujung lah…lah…lah… berhamburan keluar di setiap tarikan nafasnya. 
Matanya terpejam dan kepalanya berayun-ayun mengiringi desisan suara lirih itu. 
Beberapa puluh detik aku sempat memperhatikannya sebelum istighfar, memejamkan 
mata pula, aku mencoba menghindar darinya untuk meneruskan kesunyian zikirku. 
Kemudian aku tutup rangkaian zikir itu dengan shalat sunah ba’diyah.
 
Waktu aku mengakhiri shalat dengan tolehan salam ke kiri, laki-laki sopir taksi 
itu sudah duduk persis di belakangku, sudah lebih dahulu selesai shalat 
agaknya. 
Diulurkannya tangannya kepadaku diiringi ucapan salam yang lengkap, 
‘assalamu’alaikum warahmatullahi wabaratuh’. Akupun menjawab utuh. 

 
‘Khusyuk benar rasanya saya shalat di sini. Mesjid apa namanya ini pak haji?’ 
katanya memulai percakapan.
 
‘Alhamdulillah kalau begitu. Mesjid Al Husna. Sampeyan sopir taksi yang di 
depan 
mesjid itu bukan?’ aku bertanya berbasa-basi. 

 
‘Benar. Nama saya Ali Masykur. Rupanya pak haji mengenali setiap jamaah mesjid 
ini dan tahu kalau ada pendatang baru.’ ungkapnya dengan dialek Jawa Timur. 

 
‘Bukan begitu. Kebetulan saya melihat taksi sampeyan berjalan perlahan di 
belakang saya sebelum berbelok ke arah mesjid ini tadi.’
 
‘Oh iya, saya ingat tadi mengikuti pak haji. Saya sedang mencari-cari dari arah 
mana datangnya suara azan. Begitu saya melihat menara mesjid saya langsung 
bergegas dan tidak ingat mengajak pak haji bersama-sama. Maafkan saya.’ 

 
‘Tidak apa-apa. Jadi tiap hari membawa taksi?’ aku coba mengalihkan 
pembicaraan.  

 
‘Berganti hari. Sehari jalan, sehari istirahat.’ jawabnya. 
 
‘Tapi ngomong-ngomong ini mesjid Muhammadiyah rupanya?’ 
 
‘Bukan. Kenapa agaknya?’ tanyaku setengah menyelidik.
 
‘Masak sih bukan mesjid Muhammadiyah? Dari cara shalatnya, dari cara zikirnya, 
dari suasana mesjidnya saya yakin ini mesjid Muhammadiyah.’ 

 
‘Baiklah, coba jelaskan bagaimana ciri mesjid Muhammadiyah dan bagaimana pula 
ciri mesjid yang bukan Muhammadiyah? Karena ini bukan mesjid Muhammadiyah, 
mesjid apa lagi kira-kira menurut dugaan sampeyan?’
 
‘Saya terlahir dari lingkungan NU. Orang tua saya, orang sekampung saya semua 
orang NU. Di mesjid kalangan NU sesudah azan biasanya ada alunan salawat badar, 
imamnya biasanya pakai sorban dan berbaju gamis. Sesudah shalat biasanya kami 
zikir beramai-ramai. Sesudah itu kami bersalawat nabi sambil bersalam-salaman 
sebelum mengerjakan shalat sunat. Sedang di sini tidak demikian. Dan biasanya 
yang tidak melakukan demikian hanya di lingkungan orang Muhammadiyah, yang 
kononnya selalu bersu’uzhon bahwa orang NU terlalu banyak bid’ah. Apakah mesjid 
ini benar-benar bukan mesjid Muhammadiyah?’ tanyanya lagi. 

 
‘Bukan. Mesjid ini bukan mesjid Muhammadiyah dan bukan mesjid NU. Mesjid ini 
mesjid umat Islam. Di mesjid ini kami tidak pernah mempercakapkan Muhammadiyah 
atau NU, kami berusaha hanya mempercakapkan Islam tanpa ada sekat-sekat.’
 
‘Wah! Cerita baru bagi saya. Bagaimana dengan amalan-amalan sehari-hari seperti 
zikir dan sebangsanya? Apakah juga hanya berdasarkan Islam tanpa sekat-sekat 
itu 
tadi?’
 
‘Betul sekali. Cukup hanya berdasarkan Islam. Lagi pula bukankah yang sampeyan 
maksudkan tadi hanya menyangkut ibadah-ibadah sunah? Apakah shalat tadi 
misalnya 
berbeda dengan shalat yang sampeyan kenal atau sampeyan lakukan? Apakah bacaan 
al fatihahnya berbeda dengan yang sampeyan kenal? Mudah-mudahan tidak berbeda 
bukan? Islam tidak pernah membagi diri menjadi NU dan Muhammadiyah. Di mesjid 
ini kami bersama-sama membaca-baca kitab hadits baik sahih Bukhari, Muslim, Abu 
Daud dan sebagainya. Yang menyangkut amalan sehari-hari, apa-apa yang kami 
baca, 
dan kami yakini kesahihannya atau bisa pula setelah kami bertanya kepada para 
ustad, kami coba mengamalkan. Kalau memang tidak ada tuntunan suatu amalan 
tersebut kami tidak mau melakukan.’
 
‘Kalau tidak salah itu juga yang dikatakan oleh orang-orang Muhammadiyah. Itu 
juga yang dijadikan alasan oleh mereka untuk mengatakan orang NU sering 
mengada-adakan amalan yang tidak ada tuntunannya. Bukankah itu berarti bahwa di 
mesjid ini lebih diterima faham Muhammadiyah?’
 
‘Sekali lagi tidak. Kalau orang Muhammadiyah mengatakan demikian tidak ada 
sangkut pautnya dengan kami di mesjid ini. Kami berusaha menjadi orang Islam, 
mengikuti al Quran dan hadits Rasulullah SAW. Itu saja. Tahukah sampeyan bahwa 
NU dan Muhammadiyah itu hanya ada di negeri kita ini saja sementara Islam ada 
di 
seluruh bagian bumi? Apakah sampeyan akan menuduh imam shalat di masjidil Haram 
orang Muhammadiyah pula karena di sana juga tidak ada zikir bersama-sama, tidak 
ada salawat badar? Coba bayangkan kalau sesudah zikir semua orang harus 
bersalam-salaman pula seperti yang saudara katakan tadi, belum selesai semua 
orang disalami sudah masuk lagi waktu shalat, bisa jadi urusan semua orang 
nantinya hanya shalat dan bersalam-salaman saja.’
 
‘Benar juga yang pak haji katakan. Tapi apakah pak haji terganggu dengan cara 
zikir saya tadi?’
 
‘Mulanya saya terganggu. Artinya saya tertarik untuk memperhatikan sampeyan. 
Tapi tidak lama, setelah itu saya sudah larut lagi dengan diri saya sendiri.’
 
‘Apakah jamaah disini kira-kira terganggu?’ 
 
‘Saya tidak tahu. Tapi paling tidak tentu sampeyan merasa seolah-olah begitu 
karena cara sampeyan kebetulan agak berbeda dengan jamaah di sini. Tapi 
bukankah 
tidak ada yang menegor sampeyan?’
 
‘Tidak ada yang menegor tapi saya telah tampil berbeda. Tentu akan jadi omongan 
jamaah lain.’
 
 ‘Tidak perlu pula sampeyan pikirkan.’
 
‘Bagaimana sebenarnya pandangan pak haji tentang NU dan Muhammadiyah di negeri 
kita ini? Apakah itu merupakan suatu kekeliruan?’
 
‘Wah! Sampeyan jangan terlalu cepat menafsirkan kemungkinan pendapat orang 
lain. 
Saya tidak pernah mengatakan NU dan Muhammadiyah itu merupakan suatu 
kekeliruan. 
Berkumpul dalam suatu wadah organisasi dengan nama apapun tentu tidak ada 
salahnya. Mau bergabung dengan NU atau Muhammadiyah sebagai suatu induk 
organisasi massa Islam silahkan saja. Apalagi kalau tujuannya untuk 
kemashlahatan umat, untuk mendidik umat dengan pesantren-pesantren, dengan 
madrasah-madrasah, dengan sekolah-sekolah bahkan sampai ke perguruan tinggi. 
Semuanya itu bagus sekali. Yang kurang elok adalah kalau sesudah itu yang lebih 
ditonjolkan adalah organisasinya ketimbang Islamnya. Lalu saling merasa 
organisasinya yang serba lebih. Lalu saling jelek menjelekkan. Cara seperti ini 
tentu bukan cara-cara Islam.’
 
‘Benar. Benar sekali yang pak haji katakan. Saya setuju. Setuju sekali. 
Baiklah. 
Apakah saya boleh sering-sering menumpang shalat di mesjid ini? Kalau pas 
kebetulan liwat dekat-dekat sini?’ 

 
‘Masya Allah! Tidak ada istilah menumpang shalat di mesjid. Mesjid itu tempat 
shalat. Mesjid yang manapun. Janganlah sampeyan merasa bahwa mesjid itu 
bersekat-sekat, ada mesjid kelompok ini, kelompok itu.’
 
‘Benar pak haji. Pak haji benar sekali. Saya yang salah melulu. Saya mohon 
maaf.’ 

 
Perbincangan kami berakhir saat dikumandangkan azan shalat Isya. 
 
                                                                        *****
Wassalamu'alaikum

 Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
Lahir : Zulqaidah 1370H, 
Jatibening - Bekasi



________________________________
From: Arman Bahar <arman_ba...@ymail.com>
To: rantaunet@googlegroups.com
Sent: Sun, March 13, 2011 9:32:32 PM
Subject: Bls: Bls: [R@ntau-Net] Tablig Akbar.  oleh Ustazd Abu Thohir LC 
diMesjidUmar bin Khattab, Jln Delima - Pekanbaru


Alhamdulillah, lah matrap kegiatan musajik mak Zultan tu mah.....

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke