Assalamu'alaikum Mamak dan Bundo Kanduang sarato dunsanak kasadonyo.. Manumpang 
ambo ciek mangirimkan artikel di milis ko..:)


MENGENANG RUYATI JIKA DUBESNYA PAK ZARKOWI

Tak ada satpam yang berdiri di depan 
pagar. Hanya seorang pembantu wanita  berumuran 30-an tahun yang 
membukakan gerbang pintu. Aku mulai melangkahkan kaki menuju teras rumah
 sambil menatap taman kecil yang ditanami pohon perdu bewarna hijau. 
Rumah itu tidak terlalu istimewa. Seperti rumah biasa dengan arsitektur 
biasa pula. Akupun dipersilahkan masuk oleh seorang bapak tua, yang tak 
lain adalah tuan rumah yang hendak kutemui. Kembali mataku menerawang 
menatap seisi ruangan. Tetap tak ada yang istimewa, kecuali sebuah 
lemari besar yang berisi deretan buku. Selain itu, hanya ada sebuah TV 
flat sekitar 21 inch dan sebuah monitor komputer.

Setelah sedikit basa-basi, bapak tua itu 
mulai bercerita banyak hal. Tentang kisah hidup yang masih kuat dalam 
memorinya. Dengan antusias beliau menguraikan sekuel-sekuel lama yang 
coba kutangkap dengan sedikit pengetahuanku tentang sejarah.

Beliau adalah Drs. Zarkowi Soejoeti,
 Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Saudi Arabia tahun 1997-1999. 
Akupun tak menduga bisa bertemu dengan bapak tua yang kaya pengalaman 
ini dalam 2 kali sore, tadi dan kemarin. Kedatanganku ke rumah beliau 
semula hanya untuk mengambil berkas kata sambutan untuk buku “Krisis 
Timur Tengah” yang ditulis oleh Mamak Zulharbi Salim (mantan Wartawan 
Antara di Timur Tengah yang kukenal pertama kali lewat milis Rantaunet).
 Namanya juga anak muda yang dimintai tolong, akupun menurut saja atas 
permintaan Mamak Zulharbi. Tapi aku tak menyangka, ternyata “tugas” di 
tengah kesibukanku di CRCS UGM ini memberikan pengalaman berharga 
bagiku.

Ketika saat ini banyak orang ribut-ribut 
tentang hukuman pancung terhadap Ruyati, TKW Indonesia di Saudi Arabia 
yang dituduh membunuh majikannya, secara tidak sengaja aku bertemu 
dengan Pak Zarkowi. Kalau kita mau sedikit mencari informasi di 
internet, sebenarnya kasus TKW yang dihukum mati di Saudi bukanlah 
perkara baru. Di titik inilah aku merasa pertemuan dengan Pak Zarkowi 
begitu bermakna, karena beliau adalah Duta Besar yang berhasil 
membebaskan 4 TKI dari jeratan hukum qishas di Saudi Arabia.


Di tahun 1997 itu, saat gejolak dalam 
negeri akibat krisis ekonomi, Pak Zarkowi diamanahi untuk menjadi Duta 
Besar di Saudi Arabia. Baru saja sampai di negeri tempat kiblat kaum 
muslimin itu, beliau sudah dihadapkan dengan 2 perkara pelik: TKI Ilegal
 yang terlantar dan jeratan hukuman pancung 2 TKI.

“Ada 18.027 TKI ilegal yang kita 
kumpulkan di KBRI Jedah. Penuh sesak, hingga meluber ke jalan. Saya 
kemudian minta izin kepada pemerintah Saudi untuk mengosongkan jalan di 
sekitar KBRI yang dipenuhi puluhan ribu manusia. Sayapun meminjam Madinatul Haj
 (tempat penginapan jama’ah haji), agar keramaian itu bisa teratasi. 
Abdul Latief (Menteri Tenaga Kerja kala itu) saya kontak untuk 
menyiapkan dana kepulangan. Edi Sudrajat yang diutus untuk melihat 
situasi di Saudi, merasa iba dengan nasib TKI yang terlantar itu, 
kemudian menitipkan uang $10.000. Tapi tetap tidak cukup, hatta untuk 
memberikan makan sehari. Suasana semakin keruh, ketika para 
preman-preman lokal menakut-nakuti TKI. Mereka meminta uang keamanan.”

Untunglah suasana pelik itu tak 
berlangsung lama. Hanya dalam waktu sebulan, 18.027 orang TKI yang 
terlunta-lunta di Saudi Arabia bisa dipulangkan ke tanah air. Bagaimana 
caranya?

“Lewat Menteri Luar Negeri, saya meminta 
kepada Pak Harto (Presiden Soeharto) untuk mengirimkan armada. Awalnya 
meminta kapal laut, tapi pemerintah mengirimkan Hercules hanya mampu 
mengangkut 300 orang sekali terbang. Jalan lainpun ditempuh. Saya 
hubungi maskapai penerbangan internasional yang punya rute ke Indonesia.
 Dengan ancaman, ‘Kalau tidak mau mengangkut TKI, maka jangan harap bisa
 mendarat di Cengkareng.’ Soal uang urusan belakangan. Yang penting 
semua TKI bisa dipulangkan.”

Begitu pula dengan perjuangan beliau 
membebaskan 4 TKI dari jeratan hukuman mati. Saudi memang dikenal 
sebagai negara penganut Mazhab Hambali, salah satu mazhab hukum populer 
dalam Islam yang agak literal dalam memahami Al Qur’an. Kalau mencuri, 
dihukum potong tangan. Kalau membunuh, dihukum qishas alias nyawa 
dibayar nyawa. Kesaklekan hukum Saudi itulah yang dijadikan alasan utama
 oleh pejabat negara atas perkara yang menimpa Ruyati. Tapi bukanlah 
diplomat namanya, kalau tak pandai berdiplomasi.

“Kita sudah sama-sama tahu bahwa Saudi 
menerapkan hukum potong tangan dan pancung. Tapi sebenarnya ada celah 
yang bisa digunakan. Ketika mendengar berita putusan pancung terhadap 
Nasiroh, seorang TKW yang dituduh membunuh majikannya, kamipun segera 
bergerilya. Laki-laki Arab biasanya menikahi lebih dari satu perempuan. 
Akhirnya, bertemulah kami dengan istri ketiga dari laki-laki terbunuh 
itu. Setelah bercerita panjang lebar, sang istri sekaligus ahli waris 
korban mau memaafkan, sehingga hukuman qishas dibatalkan, diganti dengan
 denda.”

“Tak ada yang sulit, jika mau berusaha. 
Tak ada masalah yang pelik, kalau ada usaha menyelesaikannya.” Kata-kata
 Pak Zarkowi menyentakkanku akan perbedaan bak langit dan bumi 
menyaksikan respon yang diambil oleh pemimpin negeri ini dalam menyikapi
 kasus Ruyati. Mencecar, dan mengutuk di media, tapi tetap saja sekedar 
pepesan kosong, omongan melompong tanpa aksi nyata.

Jika Pak Zarkowi bisa menyelesaikan kasus
 TKI yang dihukum pancung dan memulangkan TKI yang terlantar di luar 
negeri, kenapa Dubes saat ini tidak bisa? Aku tak tahu jawaban pastinya.
 Namun yang jelas memang ada perbedaan semangat antara orang dulu dengan
 orang sekarang.

“Saya ini turut berjuang dalam perang 
kemerdekaan, Mas. Umur 14 tahun saya sudah memanggul senjata. Kakak saya
 mati ditembak Belanda. Saya tahu benar perihnya meraih kemerdekaan. 
Sementara mereka yang menjabat saat ini, hanya menikmati saja.” Ungkapan
 Pak Zarkowi ini membuat mataku semakin terang, tentang dua tipelogi 
pejabat: ada orang yang menjabat karena pengabdian untuk bangsa, dan ada
 juga yang berkuasa hanya demi meraup keuntungan materi dan gengsi. 
Orang yang berjuang untuk rakyat, pasti memikirkan rakyat. Jangankan 
korupsi, meminta balasan imbalan atas prestasipun mereka tak mau. Tapi 
yang bertahta karena gila dunia, hanya manis di mulut tapi tak ada 
tindakan nyata. Boro-boro memikirkan nasib rakyat, malah mereka 
bernyanyi riang ketika korupsi merajalela.

“Saya sebenarnya mau bersuara. Tapi nanti dibilang terjangkit senior syndrom.” 
Begitu kata Pak Zarkowi mengakhiri pembicaraan kami terkait TKI.

Dalam perjalanan pulang ke asrama, akupun
 tercenung lama. Seringkali kita mengeluh tentang krisis keteladanan. 
Tapi jarang sekali kita mau membuka mata tentang keberadaan para sesepuh
 yang bermandikan pengalaman hidup. Kita hanya menganggap mereka sebagai
 orang tua ringkuk yang merepotkan dan tinggal menunggu hari kematian. 
Kita lupa bahwa mereka sangat ingin bercerita tentang kisah hidup yang 
bisa menjadi pegangan masih anak-anak muda rapuh seperti kita. Kita 
sering mengabaikan mereka dan merasa mampu membangun masa depan dengan 
kemampuan diri sendiri. Hingga kitapun menjadi generasi sombong, 
kemudian tak tahu lagi apa arti sebuah perjuangan.

Orang tua jujur dan hebat seperti Pak 
Zarkowi sebenarya banyak di sekeliling kita. Tapi, memang kita adalah 
bangsa yang pelupa. Sakit historia amnesia yang begitu akut. Tidak hanya
 para pejabat, tetapi juga anak-anak muda yang diharapkan menjadi 
pelanjut masa depan negeri ini.

Orang tua seperti Pak Zarkowi sangat 
ingin memberikan kita nasehat hidup. Tapi memang kita terlalu sibuk 
dengan dunia baru yang begitu mengasyikan tapi nihil akan makna. Sudah 
saatnya anak-anak muda seperti kita menjadi mulai mendekatkan diri 
dengan orang-orang tua yang masih peduli dengan nasib negeri ini. Agar 
kita tidak mengulangi kesalahan yang sama, sebagaimana yang diperbuat 
oleh generasi yang sedang berkuasa saat ini.

Terima kasih Pak Zarkowi…

Anggun Gunawan26 tahun - Male SingleWeb Admin Center for Religious and Cultural 
Studies 
Universitas Gadjah Madahttp://grelovejogja.wordpress.com

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke