Re: [Keuangan] Waduh, Investor Ternyata Hindari Indonesia
terima kasih Lae Jadi perkaranya bukan soal asing atau bukan, tapi memang kita butuh sejumlah besar modal untuk mengerek (istiilah saya bener gak yah ?) perekonomian kita, senentara mengandalkan modal sendiri (sejauh ini nampaknya) ngga cukup. Kesimpulan yang saya tangkap ini benar tidak, Lae ? kalau misalnya benar, maka info lain yang saya dapat: kebutuhan modal itu sebenarnya bisa diturunkan kalau produktivitas ditingkatkan. tapi produktivitas itu apa Lae ? apakah sekedar menghasilkan produk yang dicatat beredar di pasar, nilai transaksinya (kan bisa jadi berlipat ganda nilainya), atau gimana ya ? TIA BR ari.ams Pada 11 Desember 2009 11:03, Poltak Hotradero hotrad...@gmail.com menulis: At 10:17 AM 12/11/2009, you wrote: terima kasih mas ryan dan lae poltak, jadi memang sebenarnya kita sendirilah yang membuat calon investor asing ini menjauh.. bisa jadi karena alasan nasionalisme yang entah bagaimana mereka mendefiniskan itu.. bisa jadi juga karena alasan lain.. Dalam pandangan saya, ada nuansa semangat anti-kompetisi sekaligus bertindak monopolistis, yang ujungnya berharap pengelolaan SDA jatuh ke tangan-tangan tertentu saja. Pendek kata: mental pemburu rente... ya itu satu masalah, bahwa ada aturan2 yang justru menghambat investasi asing masuk. tetapi sebenarnya, seberapa hebat kah investasi asing mendorong perekonomian suatu negara ? tidak bisakah investasi dalam negeri menggantikannya ? Kalau mau lihat cerita sukses-nya ya lihat China. Investor-investor asing adalah entitas yang berkontribusi pada setidaknya 40% dari seluruh nilai ekspor China, mempekerjakan setidaknya 40 Juta orang di berbagai SEZ - dan berkontribusi sangat besar pada produktivitas. Mengapa saya khusus katakan produktivitas? Karena sistem perbankan di China masih dominan dikuasai Bank BUMN, dan perbankan BUMN ini lebih condong menyalurkan kredit mereka ke sesama BUMN ataupun perusahaan terafiliasi dengan pemerintah daerah. Sebagai akibatnya, perusahaan swasta di China mengalami kekurangan akses modal - dan menjadi tergantung pada investor asing yang memang bukan cuma menyediakan modal - tetapi juga skill dan akses pasar di luar negeri. Coba kita lihat data yang saya sebut di atas -- bila memang pekerja yang bekerja di perusahaan luar negeri di dalam China jumlahnya cuma sekitar 40 Juta orang -- tetapi bisa berkontribusi pada 40% nilai ekspor -- jelas berarti bahwa yang 40 Juta orang tersebut punya produktivitas yang luar biasa tinggi dibandingkan dengan hasil kerja ratusan juta orang lainnya yang berkontribusi pada sisa 60% ekspor. China memang unik - karena yang produktivitasnya tinggi -- memiliki angka produktivitas yang luar biasa tinggi, sementara yang produktivitasnya rendah (umumnya BUMN dan perusahaan daerah) minta ampun sedemikian rendah produktivitasnya (padahal sudah didorong pakai kemudahan kredit dari BUMN). dengan asumsi jumlah investasian sama besarnya, dimana investor dalam negeri jumlah uang per investor tidak terlalu signifikan tetapi bisa jadi membuka 1000 perusahaan menengah baru (sedang kalo asing yang dananya besar bisa jadi membuka 10 perusahaan besar) --ini contoh aja-- kira2 apakah efek pertumbuhan ekonomi yang dihasilkannya berbeda ? Kita hanya bisa melihatnya secara agregat. Gambaran sederhananya begini: Di Indonesia ICOR (Incremental Capital Output Ratio) atau nisbah pertumbuhan dan investasi adalah sekitar 4,5. Ini berarti untuk memperoleh pertumbuhan Rp. 1 diperlukan modal sebesar Rp. 4,5. Nah sekarang kita coba hitung berapa yang Indonesia butuhkan supaya bisa bertumbuh 7% misalnya. PDB Indonesia saat ini besarnya sebesar Rp. 5000 Trilyun. Bertumbuh 7% (secara riil) berarti mengalami pertumbuhan sebesar Rp. 350T. Dengan ICOR 4,5x berarti modal yang diperlukan adalah sebesar Rp. 1575T per tahun. Nah, sekarang kita lihat, sumber pendanaan apa yang paling besar di Indonesia? Ternyata adalah kredit perbankan. Berapa besarnya? Ternyata cuma Rp. 1400T dan bahan mentah sumber pendanaan ini adalah angka akumulasi tahunan dari tabungan masyarakat. (makanya saya masih heran juga kalau ada yang menganggap menyelamatkan perbankan itu tidak perlu...) (CATATAN: Dan kredit itu pun kebanyakan untuk kredit konsumsi dibandingkan kredit investasi ataupun kredit modal kerja). Jelas ini berarti nggak cukup, sehingga kita harus membuka sumber modal eksternal untuk memenuhi sisanya. Dan bila kita melihat bahwa angka 7% tersebut bersifat compounded -- maka semakin lama akan semakin besar selisihnya sehingga dalam suatu rentang normal pembangunan (semisal 5 tahun) -- suka atau tidak suka kita memang harus membuka pintu terhadap modal asing. Itupun kalau memang masih ingin bisa bertumbuh 7%... Kalau mau tumbuh double digit - ya bisa ditebak harus ngapain (dan juga menjadi jawaban kenapa China menjadi tempat tujuan FDI terbesar di dunia). Kenapa angka ICOR kita 4,5x? Karena produktivitas modal di Indonesia relatif rendah.
Re: [Keuangan] Waduh, Investor Ternyata Hindari Indonesia
At 06:24 PM 12/11/2009, you wrote: terima kasih Lae Jadi perkaranya bukan soal asing atau bukan, tapi memang kita butuh sejumlah besar modal untuk mengerek (istiilah saya bener gak yah ?) perekonomian kita, senentara mengandalkan modal sendiri (sejauh ini nampaknya) ngga cukup. Kesimpulan yang saya tangkap ini benar tidak, Lae ? Iya kira-kira seperti itu. Masalah kita terletak pada sumber modal dalam negeri yang kecil dan tingkat produktivitas yang rendah. kalau misalnya benar, maka info lain yang saya dapat: kebutuhan modal itu sebenarnya bisa diturunkan kalau produktivitas ditingkatkan. tapi produktivitas itu apa Lae ? apakah sekedar menghasilkan produk yang dicatat beredar di pasar, nilai transaksinya (kan bisa jadi berlipat ganda nilainya), atau gimana ya ? Betul, efisiensi modal bisa ditingkatkan dengan produktivitas. Produktivitas secara menyeluruh (TFP = Total Factor of Productivity) melibatkan unsur masukan (input) modal (K), tenaga kerja (L), dan tingkat produktivitas (A). Hasil akhirnya adalah berupa berapa nilai produk yang bisa dihasilkan suatu tenaga kerja dalam proses mengubah barang mentah menjadi barang jadi pada suatu periode waktu dengan ikut memperhitungkan segala faktor-faktor pendukung produksi (mesin, skill, dll.) Semakin tinggi produktivitas, maka berarti semakin banyak dan tinggi kualitas nilai produk yang dihasilkan dengan bahan baku sama DAN/ATAU dalam waktu yang sama. Contoh: antara pekerja yang menggunakan mesin dan yang tidak menggunakan mesin - akan terdapat perbedaan hasil kerja (output) yang berbeda, dan di sisi lain - semakin tinggi kemampuan mesin yang diperlukan akan menuntut tenaga kerja yang juga semakin terampil dan berpendidikan. Jadi sekalipun mesinnya lebih mahal, sebuah perusahaan yang mempekerjakan pekerja trampil - secara normal akan mampu menghasilkan output yang lebih besar daripada pekerja yang menggunakan mesin sederhana DAN dioperasikan oleh pekerja yang tidak terampil. Dengan mempertimbangkan hal ini - maka faktor buruh murah saja menjadi tidak cukup - karena produktivitas yang lebih tinggi ternyata hanya bisa dicapai lewat pemanfaatan alat bantu (mesin) dan sistem yang melingkupinya (manajemen), serta faktor pendukung lain (ketersediaan modal dan infrastruktur). Faktor manajemen bisa ikut mendukung produktivitas - karena dalam organisasi yang baik dan hidup - terdapat inputan dari pekerja tentang cara-cara untuk meningkatkan efisiensi (karena mereka yang berhadapan dengan sistem produksi sehari-hari) dan menekan produk gagal, sehingga bisa diperoleh perbaikan yang kontinu. (Sialnya, faktor inisiatif ini terkait juga dengan budaya dan di Indonesia kita punya masalah serius tentang ini).
Re: [Keuangan] Waduh, Investor Ternyata Hindari Indonesia
Ada kasus yang bener2 lagi hangat mas,mengenai pelaksanaan PerDJP No. 61 dan 62 kalau tidak salah ingat nomornya. Di dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa untuk dapat menikmati tarif berdasarkan tax treaty, investor wajib menyerahkan Form DGT1 dan DGT2 yang sudah diverifikasi oleh otoritas pajak tempat mereka berdomisili (Form COD), sebelum tanggal pelaporan pajak di bulan berikutnya. Ini sulit sekali kalau tidak mau dibilang mustahil sama sekali untuk direalisasikan. Artinya, return yang didapat dari investasi di Indonesia akan dikenakan tarif tertinggi yakni 20%. Saya yakin, orang akan berpikir atau minimal berhitung ulang untuk berinvestasi di Indonesia. Salam ryan 2009/12/10 anton ms wardhana ari.am...@gmail.com kalau investor (asing) menghindari indonesia, padahal menurut berita di kontan investasi adalah kunci kemajuan ekonomi, maka apakah itu artinya ekonomi indonesia ngga bakal maju ? apakah sesimpel itu, masalah dan kesimpulannya ? *BR, ari.ams* artikel asli: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/12/09/05154697/waduh.investor.ternyata.hindari.indonesia /Home/Bisnishttp://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/12/09/05154697/waduh.investor.ternyata.hindari.indonesia%0A/Home/Bisnis Keuangan/Ekonomi Waduh, Investor Ternyata Hindari Indonesia RABU, 9 DESEMBER 2009 | 05:15 WIB *JAKARTA, KOMPAS.com *- Uni Eropa meluncurkan hasil studi yang mengungkapkan hambatan- hambatan sekaligus peluang dalam peningkatan hubungan ekonomi UE-Indonesia. Untuk meningkatkan relasi ekonomi, UE akan menghibahkan 30 juta euro untuk Indonesia. Demikian terungkap dalam jumpa pers dengan Duta Besar/Kepala Delegasi Uni Eropa, Julian Wilson di Jakarta, Selasa (8/12). Ketua Kamar Dagang Eropa (EuroCham) Clifford D Rees dan Wakil Ketua Kadin Chris Kanter juga hadir dalam kesempatan itu. Hasil kajian tersebut menyimpulkan bahwa hambatan dalam perluasan hubungan perdagangan EU-Indonesia, antara lain, kurangnya fasilitas penunjang perdagangan. Hal ini antara lain terlihat dari lambatnya sistem administrasi di Bea dan Cukai. Indonesia juga memiliki sistem tarif yang tidak menentu dan berpotensi membawa ketidakpastian. Masalah lain adalah standar dan regulasi teknis yang belum memenuhi standar internasional. Aturan-aturan dari pemerintah juga tidak jelas. Ini belum bicara tentang infrastruktur di Indonesia yang lemah, yang justru amat perlu untuk menunjang perkembangan perdagangan. Investor asing sebelumnya juga mengeluhkan aliran listrik yang sering hidup-mati. Pelabuhan-pelabuhan di Indonesia juga tergolong ketinggalan jika dibandingkan dengan pelabuhan di negara tetangga yang sudah berstandar internasional. Sejumlah jaringan jalan di Indonesia berada dalam kondisi berlubang-lubang, demikian pula akses ke pelabuhan yang sarat dengan jejalan angkutan peti kemas. Masalah lain adalah pembatasan peran investor asing untuk berbisnis di sektor tertentu. Ada juga masalah pengontrolan atas impor komoditas tertentu. *Bisa diubah* Berbagai kendala itu barangkali bisa menjelaskan mengapa Eropa justru memiliki hubungan dagang dan perdagangan yang lebih besar dengan negara-negara tetangga Indonesia, kata Wilson. Situasi itu bisa diubah. Masalah Uni Eropa tetap melihat prospek Indonesia ke depan, apalagi jika Indonesia bersedia melakukan reformasi dalam aturan main bisnis dan bersedia memperbaiki iklim investasi. Ini diperlukan untuk memperdalam basis perdagangan, jasa, dan Investasi antara UE dan Indonesia, kata Wilson. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu dalam kesempatan tersebut mengatakan, Pemerintah akan memfokuskan upaya menyelesaikan isu-isu yang ada serta hambatan-hambatan. Sementara itu, Chris Kanter mengatakan, eksportir belum sepenuhnya mengkaji apa sebenarnya hambatan-hambatan yang merintangi kemajuan perdagangan EU dan Indonesia. Clifford D Rees mengatakan, dengan adanya banyak dialog dan pertemuan di antara kedua pihak akan dapat memberikan informasi lebih banyak kepada para investor di Eropa yang terkadang merasa kekurangan informasi mengenai Indonesia. *Mitra dagang* UE adalah mitra dagang Indonesia terbesar keempat. Nilai perdagangan kedua pihak sebesar 20 miliar euro pada tahun 2008 atau 10 persen dari jumlah perdagangan eksternal Indonesia. Untuk produk nonmigas, EU adalah mitra dagang kedua terbesar setelah Jepang. Porsinya mencapai 13 persen dari total ekspor nonmigas Indonesia pada tahun 2008. EU juga merupakan sumber investasi asing langsung terbesar ketiga di Indonesia. Untuk meningkatkan hubungan ekonomi dengan Indonesia, UE akan memberi hibah 30 juta euro untuk empat tahun mendatang kepada Indonesia. Sebesar 15 juta euro akan dialokasikan untuk meningkatkan kemampuan ekspor Indonesia dalam mengakses pasar UE dan pasar penting lainnya. Pendanaan ini akan membiayai peningkatan kapasitas Indonesia soal standar-standar kebersihan, teknis dan lainnya. Sebanyak 15 juta euro lagi akan
Re: [Keuangan] Waduh, Investor Ternyata Hindari Indonesia
At 10:17 AM 12/11/2009, you wrote: terima kasih mas ryan dan lae poltak, jadi memang sebenarnya kita sendirilah yang membuat calon investor asing ini menjauh.. bisa jadi karena alasan nasionalisme yang entah bagaimana mereka mendefiniskan itu.. bisa jadi juga karena alasan lain.. Dalam pandangan saya, ada nuansa semangat anti-kompetisi sekaligus bertindak monopolistis, yang ujungnya berharap pengelolaan SDA jatuh ke tangan-tangan tertentu saja. Pendek kata: mental pemburu rente... ya itu satu masalah, bahwa ada aturan2 yang justru menghambat investasi asing masuk. tetapi sebenarnya, seberapa hebat kah investasi asing mendorong perekonomian suatu negara ? tidak bisakah investasi dalam negeri menggantikannya ? Kalau mau lihat cerita sukses-nya ya lihat China. Investor-investor asing adalah entitas yang berkontribusi pada setidaknya 40% dari seluruh nilai ekspor China, mempekerjakan setidaknya 40 Juta orang di berbagai SEZ - dan berkontribusi sangat besar pada produktivitas. Mengapa saya khusus katakan produktivitas? Karena sistem perbankan di China masih dominan dikuasai Bank BUMN, dan perbankan BUMN ini lebih condong menyalurkan kredit mereka ke sesama BUMN ataupun perusahaan terafiliasi dengan pemerintah daerah. Sebagai akibatnya, perusahaan swasta di China mengalami kekurangan akses modal - dan menjadi tergantung pada investor asing yang memang bukan cuma menyediakan modal - tetapi juga skill dan akses pasar di luar negeri. Coba kita lihat data yang saya sebut di atas -- bila memang pekerja yang bekerja di perusahaan luar negeri di dalam China jumlahnya cuma sekitar 40 Juta orang -- tetapi bisa berkontribusi pada 40% nilai ekspor -- jelas berarti bahwa yang 40 Juta orang tersebut punya produktivitas yang luar biasa tinggi dibandingkan dengan hasil kerja ratusan juta orang lainnya yang berkontribusi pada sisa 60% ekspor. China memang unik - karena yang produktivitasnya tinggi -- memiliki angka produktivitas yang luar biasa tinggi, sementara yang produktivitasnya rendah (umumnya BUMN dan perusahaan daerah) minta ampun sedemikian rendah produktivitasnya (padahal sudah didorong pakai kemudahan kredit dari BUMN). dengan asumsi jumlah investasian sama besarnya, dimana investor dalam negeri jumlah uang per investor tidak terlalu signifikan tetapi bisa jadi membuka 1000 perusahaan menengah baru (sedang kalo asing yang dananya besar bisa jadi membuka 10 perusahaan besar) --ini contoh aja-- kira2 apakah efek pertumbuhan ekonomi yang dihasilkannya berbeda ? Kita hanya bisa melihatnya secara agregat. Gambaran sederhananya begini: Di Indonesia ICOR (Incremental Capital Output Ratio) atau nisbah pertumbuhan dan investasi adalah sekitar 4,5. Ini berarti untuk memperoleh pertumbuhan Rp. 1 diperlukan modal sebesar Rp. 4,5. Nah sekarang kita coba hitung berapa yang Indonesia butuhkan supaya bisa bertumbuh 7% misalnya. PDB Indonesia saat ini besarnya sebesar Rp. 5000 Trilyun. Bertumbuh 7% (secara riil) berarti mengalami pertumbuhan sebesar Rp. 350T. Dengan ICOR 4,5x berarti modal yang diperlukan adalah sebesar Rp. 1575T per tahun. Nah, sekarang kita lihat, sumber pendanaan apa yang paling besar di Indonesia? Ternyata adalah kredit perbankan. Berapa besarnya? Ternyata cuma Rp. 1400T dan bahan mentah sumber pendanaan ini adalah angka akumulasi tahunan dari tabungan masyarakat. (makanya saya masih heran juga kalau ada yang menganggap menyelamatkan perbankan itu tidak perlu...) (CATATAN: Dan kredit itu pun kebanyakan untuk kredit konsumsi dibandingkan kredit investasi ataupun kredit modal kerja). Jelas ini berarti nggak cukup, sehingga kita harus membuka sumber modal eksternal untuk memenuhi sisanya. Dan bila kita melihat bahwa angka 7% tersebut bersifat compounded -- maka semakin lama akan semakin besar selisihnya sehingga dalam suatu rentang normal pembangunan (semisal 5 tahun) -- suka atau tidak suka kita memang harus membuka pintu terhadap modal asing. Itupun kalau memang masih ingin bisa bertumbuh 7%... Kalau mau tumbuh double digit - ya bisa ditebak harus ngapain (dan juga menjadi jawaban kenapa China menjadi tempat tujuan FDI terbesar di dunia). Kenapa angka ICOR kita 4,5x? Karena produktivitas modal di Indonesia relatif rendah. Di Taiwan, Jepang, dan Korea Selatan pada masa puncak pertumbuhan mereka -- ICOR ra-rata-nya cuma sekitar 3,2x -- jadi mereka bisa bertumbuh dengan cepat secara lebih efisien. Bagaimana memperkecil angka ICOR kita? Kalau melihat tulisan saya di atas tentang investasi asing di China -- ya jawabannya sudah cukup jelas yaitu lewat peningkatan produktivitas.