[ac-i] Resensi Novel Najib Mahfudz (Karnak Cafe) di Jawa Pos

2008-06-18 Terurut Topik Pustaka Alvabet


  nbsp;

  nbsp;

  
  
  

  
  

nbsp;
  nbsp;
  
  Wajah Baru Anak-Anak 
  Revolusi
  
  
  Oleh Damhuri Muhammad
  
  (Cerpenis, 
  editor fiksi, tinggal di Jakarta)
  nbsp;
  
  Sumber: Jawa Pos, Minggu, 15 Juni 2008
  
  
  

  

  Kairo, 30 Agustus 2006, lelaki ringkih 95 tahun mengembuskan napas 
  penghabisan. Mesir berkabung, dan para penggemar novel di seluruh dunia 
  berduka atas wafatnya Naguib Mahfouz, pemenang Nobel Sastra 1988 itu. 
  Sepanjang riwayat kepengarangannya, ia sudah menulis tidak kurang dari 40 
  novel dan ratusan cerita pendek. Penulis The Cairo Trilogy (Bayn 
  Qasrayn,1956, Qasr al Shawq, 1957 dan As Sukkariyya, 1957) 
  itu tak luput dari kontroversi. Pada 1994, seseorang menghunuskan belati di 
  lehernya tatkala ia sedang dalam perjalanan menuju pertemuan mingguan dengan 
  rekan-rekan sesama pengarang di sebuah kafe di Kairo. Naguib Mahfouz luka 
  parah, saraf tangan kanannya terganggu. 

  

  Serangan itu sebentuk harga yang mesti dibayar Naguib Mahfouz lantaran 
  novelnya Aulad Haratyna (1962) yang dituding sesat. Ceritanya berkisar 
  di Kairo masa silam dengan tokoh utama, Gabalawi. Banyak yang menganggap 
tokoh 
  ayah dalam novel yang semula dimuat bersambung di harian Al Ahram itu 
  sebagai alegori bahwa Tuhan lebih sayang pada Adham (Nabi Adam) dibanding 
pada 
  Gabal (Musa), Rifa'a (Isa Almasih) dan Qasim (Muhammad SAW). Karena itu, 
  Naguib Mahfouz dituding atheis. Seorang ulama garis keras Mesir 
  mengeluarkan pernyataan: jika Naguib Mahfouz tidak menulis Awlad Haratyna, 
  barangkali Salman Rushdie tidak akan menulis The Satanic Verses yang 
  menggemparkan itu.

  

  Tidak sukar menemukan novel-novel Naguib Mahfouz dalam edisi Indonesia. 
  Misalnya Awal dan Akhir (2001), Lorong Midaq (1996), Pengemis 
  (1997), Tragedi di Puncak Bukit (2000), dan lain-lain. Novel berjudul
  Karnak Cafe (2008) ini merupakan karya Naguib Mahfouz paling anyar 
  dalam edisi terjemahan Indonesia. Edisi Arabnya (Al Karnak) terbit 
  pertama kali di Kairo, 1974. Sementara edisi Inggrisnya terbit pada 2007 
untuk 
  mengenang satu tahun kematian Naguib Mahfouz. Dalam sebuah sesi wawancara, 
  sebagaimana dicatat Nadine Gordimer (1995), Naguib Mahfouz pernah ditanya 
  perihal tema apa yang paling dekat di hati Anda? Novelis itu menjawab, 
  ''Kebebasan. Ya, kekebasan dari penjajahan, dari kepemimpinan absolut 
  raja-raja, dan kebebasan dalam konteks masyarakat dan keluarga. Dalam 
  Trilogi saya, misalnya, setelah revolusi membawa kebebasan politik, 
  keluarga Abdul Jawad menuntut kebebasan yang lebih dari dirinya.'' 

  

  Tapi, berbeda dengan novel-novel Naguib Mahfouz sebelumnya, Karnak Cafe 
  justru menggambarkan pandangan pesimistik terhadap isu kebebasan dan 
demokrasi 
  yang menyeruak pasca-revolusi 1952. Trauma kekalahan Mesir dari Israel pada 
  perang Juni 1967 menjadi mainstream novel ini. Kafe Karnak sebagai 
  poros dari keseluruhan kisah buku ini bukan kafe biasa, tapi sebuah wadah 
  tempat berkumpulnya ''anak-anak revolusi'' yang kecewa akibat perang enam 
hari 
  yang membawa Mesir terpuruk pada fase kemunduran, jauh sebelum revolusi 1952 
(terbebasnya 
  Mesir dari absolutisme kerajaan) terjadi. Di dunia Arab, malapetaka Juni 1967 
  itu biasa disebut dengan al naksa (kemerosotan). 

  

  Periode kekalutan ini bermula dari pengunduran diri Presiden Gamal Abdul 
  Nasser, figur utama yang tak tergoyahkan. Tak lama berselang, pada 1970 ia 
  meninggal dalam sebuah serangan setelah berpidato di hadapan para pemimpin 
  Arab yang tengah berkumpul di Kairo. Penggantinya Anwar Sadat, wakil presiden 
  waktu itu. Banyak darah tertumpah di bawah jembatan Mesir sejak Sadat 
  dikukuhkan menjadi presiden. Para ekstrimis agama, politisi, dan intelektual 
  kiri dibersihkan. Para penyetia Revolusi 1952 seperti Hilmi Hamada, Ismail 
  Syeikh, dan Zaenab Diyab, tokoh-tokoh imajiner dalam Karnak Cafe tidak 
  lagi bisa menghirup udara kebebasan. 

  

  Hilmi Hamada, pengunjung setia kafe itu berkali-kali dipenjara, dituduh 
  sebagai pengkhianat revolusi hanya karena gagasan politiknya berhaluan 
  sosialisme. Lelaki tambatan hati Qurunfula (mantan artis kondang Mesir, 
  pemilik Kafe Karnak) itu akhirnya mati di penjara, tanpa kejelasan di mana 
  jenazahnya dimakamkan. 

  

  Zaenab, aktivis muda, mengalami pencabulan di salah satu ruang interogasi. Ia 
  ditangkap karena punya hubungan khusus dengan Ismail Syeikh yang dituduh 
  sebagai antek Ikhwanul Muslimin, gerakan bawah tanah yang hendak diberangus 
  oleh pemerintahan Sadat. 

  

  Qurunfula, daya pikat Kafe Karnak itu sangat terpukul oleh kematian Hilmi 
  Hamada. Namun kesepiannya sedikit terobati oleh kembalinya Ismail dan Zaenab 
  hingga keriuhan senda gurau masih tetap berdengung di Kafe Karnak. Tapi, 
  Ismail ternyata bukan lagi lelaki yang teguh pendirian seperti dulu, bukan 
  pengikut setia revolusi lagi. Ia bebas setelah menerima tawaran untuk menjadi 
  mata-mata guna membekuk para 

[ac-i] Press release pentas tari: Odissi Dance dari India, Solo

2008-06-18 Terurut Topik infomataya

Press release pentas tari:
 AN EVENING OF ODISSI DANCE
 BY ARUNA MOHANTY GROUP FROM INDIA

Jawaharlal Nehru Indian Cultural Center 
Embassy of India Jakarta

bekerja sama dengan 

Mataya artsheritage

mementaskan ODISSI Dance dari India pada
19 Juni 2008, pk. 19.30 wib
Teater Arena – Taman Budaya Surakarta
Jl. Ir. Sutami No.57 Solo

Worksop
20 Juni 2008, pk. 09.00 – 12.00 wib
Dusun Manahan
Jl. Menteri Supeno 20 Solo

Enam karya tari yang dipentaskan:
Dewi Stutee: (Meditation to the Divine Mother)
Madhurastaka
Ardha Narishwar
Konarks Shree
Krushnaya Tubhyam Namaha
Kanchi Abhijan

Tentang Tari Odissi
Odissi, tari klasik India yang berkembang sebagai ekspresi kebaktian 
spiritual, suatu  bentuk tarian yang anggun kepada Sang Pencipta. 
Kesenian ini masih dipertahankan di tempat-tempat suci di Orissa. 
Banyak kaum perempuan menari yang dikenal sebagai Maharis, mereka 
terikat dengan tempat-tempat suci untuk mengadakan ritual pagi dan 
malam kepada dewa-dewa. Tradisi tari ini dipelihara secara turun-
temurun dari generasi ke generasi berkat ketekunan penari-penari 
kuil. Tari Odissi ini cukup istimewa dan berbeda dari jenis tari-tari 
lainnya, karena keanggunan dan pesonanya.  Karakteristik tari Odissi 
adalah pada defleksi (lekukan) pinggul, sikap berdiri seperti Chauka 
dan Tibhanga (triple bend), desain lengkung pada gerakan tangan, 
gerakan tubuh berputar yang mengalir, juga penuh pose sikap seperti 
patung yang disebut bhangis.


Tentang Aruna Mohanty
 Ia adalah murid utama Guru Shri Gangdhar Pradhan dan juga 
menjabat sekretaris Orissa Dance Academy.  Gaya tari Odissi telah 
membawa Aruna di garda depan dunia tari. Oleh karena itu ia banyak 
memperoleh penghargaan dari Gurunya karena keahlian dan kemampuan 
teknik tarinya, koreografi dan kreativitasnya, pertunjukannya yang 
luar biasa di event internasional. Ia salah satu penari terbaik 
Odissi, khususnya ia melampaui bentuk tari ekspresional yang 
disebut 'Abhinaya'.
Keahlian dan kemampuannya di berbagai bidang membuatnya 
memperoleh banyak pernghargaan dan award baik di tingkat nasional 
maupun internasional. Penghargaan terbaru yang diterimanya 
adalah Ntritya-Nirupama dari  Asian-American Society. Telah pentas 
keliling di Kanada, Amerika Serikat, Amerika Selatan dan Eropa, juga 
di Kenedy Centre USA dan memperoleh visiting faculty di California 
University. Kini ia anggota penasehat the Central Sangeet Natak 
Academy, New Delhi.


Contact:
Heru Prasetya 081667808
Email: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]






[ac-i] Fresh Italian box-office films!! June 18-24, 2008 @kineforum

2008-06-18 Terurut Topik kineforumdkj
Kineforum welcomes fresh Italian box-office films!

The Italian Film Festival is called Italian Cinema and Young People, 
Today. Six fresh films will take us to experience the lives of 
Italian youth. 

This program is a collaboration of kineforum Jakarta Arts Council, 
Istituto Italiano diCultura and the Embassy of the Italian Republic. 

For film synopsis please visit: 
(Bahasa Indonesia) http://kineforum.wordpress.com/2008/06/03/jadwal-
sinopsis-kineforum-bulan-juni-2008/#more-420
(English) http://kineforum.wordpress.com/english-version/

--
Lihat jadwal bulanan dan program pemutaran kineforum di blog: 
http://kineforum.wordpress.com/  
For kineforum monthly schedule and programs please visit our blog: 
http://kineforum.wordpress.com/ 

Dapatkan jadwal program pemutaran dan kabar dari kineforum dari 
mailing list kami, email ke: [EMAIL PROTECTED]   


Kineforum Studio 1 Studio 21 TIM, Jl Cikini Raya 73, Jakarta Pusat 
10330. Tel. 021-3162780 (Anita) email: [EMAIL PROTECTED]  
website: www.dkj.or.id 

---
Screening schedule:
Wednesday, 18 June 2008
2.15pm  LEZIONI DI CIOCCOLATO - Claudio Cupellini, 2007
5.30pm  MIO FRATELLO E' FIGLIO UNICO - Daniele Luchetti, 2006
7.30pm  LEZIONI DI VOLO - Francesca Archibugi, 2007

Thursday, 19 June 2008
2.15pm  LEZIONI DI VOLO - Francesca Archibugi, 2007
5.30pm  MIO FRATELLO E' FIGLIO UNICO - Daniele Luchetti, 2006
7.30pm  LEZIONI DI CIOCCOLATO - Claudio Cupellini, 2007

Friday, 20 June 2008
2.15pm  RICORDATI DI ME - Gabriele Muccino, 2003
5.30pm  LEZIONI DI VOLO - Francesca Archibugi, 2007
7.30pm  MIO FRATELLO E' FIGLIO UNICO - Daniele Luchetti, 2006

Saturday, 21 June 2008
2.15pm  L'ULTIMO BACIO - Gabriele Muccino, 2000
5.30pm  L'UOMO PERFETTO - Luca Lucini, 2005
7.30pm LEZIONI DI CIOCCOLATO - Claudio Cupellini, 2007

Sunday, 22 June 2008
2.15pm  LEZIONI DI VOLO - Francesca Archibugi, 2007
5.30pm  LEZIONI DI CIOCCOLATO - Claudio Cupellini, 2007
7.30pm  L'UOMO PERFETTO - Luca Lucini, 2005

Monday, 23 June 2008
2.15pm  L'ULTIMO BACIO - Gabriele Muccino, 2000
5.30pm  RICORDATI DI ME - Gabriele Muccino, 2003
7.30pm  L'UOMO PERFETTO - Luca Lucini, 2005
 
Tuesday, 24 June 2008
2.15pm  MIO FRATELLO E' FIGLIO UNICO - Daniele Luchetti, 2006
5.30pm  L'ULTIMO BACIO - Gabriele Muccino, 2000
7.30pm  RICORDATI DI ME - Gabriele Muccino, 2003 



[ac-i] Keputusan pemenang PENGHARGAAN SASTERA HSKU 2007

2008-06-18 Terurut Topik anuv chaviddy
UTUSAN MALAYSIAnbsp;nbsp;nbsp; -SASTERA

ARKIB : 15/06/2008
Keputusan pemenang PENGHARGAAN HSKU 2007
Hadiah Sastera Kumpulan Utusan – ExxonMobil 2007 (HSKU 2007) kini telah 
memasuki usia 23 tahun. Sejak diwujudkan 23 tahun lalu, HSKU telah melahirkan 
banyak penulis baru yang berbakat hingga akhirnya menjadi sasterawan yang 
mewarnai lanskap kesusasteraan tanah air.
HSKU menjadi platform paling berkesan untuk penulis baru mencipta nama dan 
penulis tersohor melontarkan cabaran kepada yang baru. Kini acara HSKU tercatat 
dalam kalendar kesusasteraan kerana diadakan saban tahun, tidak terlangkau 
walaupun sekali.
Acara penyampaian hadiah HSKU 2007 tahun ini akan diadakan pada Jumaat ini di 
Crowne Plaza Mutiara Kuala Lumpur pukul 8 malam. Tetamu kenamaan HSKU 2007 
ialah Menteri Kewangan II, Tan Sri Nor Mohamad Yakcop yang akan melancarkan 
antologi karya-karya pemenang kali ini.
Secara sepintas lalu, HSKU 2007 dikuasai oleh penulis generasi baru yang pernah 
memenangi HSKU sebelum ini. Penulis-penulis ini kelihatan konsisten dan 
produktif serta memperlihatkan pendekatan dan pemikiran yang baru dalam karya-
karya mereka.
Berikut ialah senarai penuh pemenang HSKU 2007.
KATEGORI 
NOVEL REMAJA
Hadiah pertama (RM7,000)Khazanah Warisnya Kalbu-Sri Rahayu Mohd Yusop
Hadiah kedua (RM4,500)Sayap-sayap Cendekia-Nisah Haron
Hadiah ketiga (RM3,000)Baromkeh: Matamu di Mataku-Ummi Hani Abu Hassan
KATEGORI 
CERPEN REMAJA 
3 Hadiah Utama (RM2,500)
Banglo Kolonial di Lot 152-Khairunnasriah Abdul Salam-Mingguan Malaysia 2 
Disember 2007
Cerita Sagita dan Sagupa-Saifullizan Yahaya-Mingguan Malaysia 28 Oktober 2007
Rumah Nurul Iman- Ghafirah Idris-Utusan Melayu Mingguan 28 Mei 2007
6 Hadiah Penghargaan – (RM800 setiap satu)
Dunia di Pergelangan Tanganku-Dr. Ilias @ Illias Zaidi- Mingguan Malaysia 28 
Ogos 2007
Kalendar Baru Abang-Siti Aminah Mat (Tie Camar)-Mingguan Malaysia 15 April 2007 
Mamaku Menteri-Salina Ibrahim -Utusan Melayu Mingguan 22 Januari 2007 
Selamat Kembali Nurul Merdeka-Khairunnasriah Abdul Salam-Mingguan Malaysia 19 
Ogos 2007 
Tiga Catatan di Tiga Perhentian-Lim Swee Tin-Mingguan Malaysia 2 September 2007 
Wira Mandala Hijau-Khairul Hafiz Abdul Rahman(Serunai Faqir)-Mingguan Malaysia 
2 Julai 2007
KATEGORI CERPEN
3 Hadiah Utama (RM3,000)
Dari Suatu Tikungan Lorong-Zainal Palit (Zaen Kasturi)-Mingguan Malaysia 4 
Februari 2007
Moluska-Syed Mohd Zakir Syed Othman (S.M. Zakir)-Mingguan Malaysia 29 Julai 2007
Warna-Faizati Mohd Ali-Mingguan Malaysia 4 November 2007
6 Hadiah Penghargaan – (RM800 setiap satu)
Cerita Sebuah Lembah-Muhammad Lutfi Ishak- Mingguan Malaysia 16 Disember 2007 
Ini Chow Kit Road, Sudilah Mampir-Mohamed Ghozali Hj. Abdul Rashid (Malim 
Ghozali PK)-Mingguan Malaysia 23 Disember 2007
Jihad Sang Hamba-Khairul Hafiz Abdul Rahman(Serunai Faqir)-Utusan Melayu 
Mingguan 26 Mac 2007 
Laut Tetap Bergelora-Zaharah Nawawi -Mingguan Malaysia 11 November 2007 
Nilai Cinta Kita-Azizi Haji Abdullah-Mingguan Malaysia 9 September 2007 
Putik Qunaitara-Ummi Hani Abu Hassan-Mingguan Malaysia 10 Jun 2007
KATEGORI PUISI
3 Hadiah Utama (RM 1,000 setiap satu)
Denyut Murba-Zainal Palit (Zaen Kasturi)-Mingguan Malaysia 28 Oktober 2007 
Menggeledah Nurani-Ahmad Fadhlil Mohamad Pakarul-Razy (Fahd Razy) -Mingguan 
Malaysia 14 Oktober 2007 
Suriku, di Sejadah Ini Kita Sujud-Muhamad Ikram Abdullah-Mingguan Malaysia 27 
Mei 2007 
6 Hadiah Penghargaan (RM500-setiap satu)
Bumi Tersohor Kerana Kau Tanah Selatan-Wahyu Budiwa Rendra A.Wahid (WB 
Rendra)-Mingguan Malaysia 20 Mei 2007 
Doa Maal Hijrah di Kaki Maghrib-Shamsudin Othman-Mingguan Malaysia 25 Februari 
2007 
Ingatan Kepada Kawan xx-Zainal Palit (Zaen Kasturi)-Mingguan Malaysia 11 
November 2007 
Lidah Anakku Berbelang-Belang-Zainal Abidin Suhaili (Abizai) -Mingguan Malaysia 
19 Ogos 2007 
Luka Pujangga Bangsa-Roslizan Yaacob (Marjan S)-Mingguan Malaysia 18 November 
2007 
Sajak Anum Kepada Jebat-Siti Raihani Mohamed Saaid-Mingguan Malaysia 13 Mei 2007
KATEGORI KAJIAN amp; RENCANA SASTERA
Kajian Sastera (RM2,000)
Tiada Pemenang 
Rencana Sastera (RM1,000)
Ke Mana Hala Tuju Sastera Melayu?-Dr. Mohd Zariat Abdul Rani-Pemikir-Oktober – 
Disember 2007 
NOVEL REMAJA -BAHASA INGGERIS
Hadiah pertama (RM7,000)
Peace Child-Seliong ak Wau
Hadiah kedua (RM4,500)
Magic Eyes-Teoh Choon Ean
Hadiah ketiga (RM3,000)
Dahlia-Sherifah Binti Baharudin
nbsp;=
nbsp;
Gempuran penulis wanita di HSKU 2007
Oleh AZMAN ISMAIL







KHAIRUNNASRIAH ABDUL SALAM




nbsp;
Sastera Malaysia. Ia tumbuh dalam persekitaran masyarakat yang mencintai damai, 
keharmonian dan rasa integrasi yang menebal. Sastera dibangunkan menjadi sebuah 
tujuan yang tidak lain merupakan ruang katarsis diri manusianya.
Oleh itu, sastera menyediakan ruang yang sangat besar untuk mewujudkan wacana 
tentang apa jua aspek. Boleh sahaja tentang kemanusiaan, gender, ekonomi, 
politik dan sebagainya.
Begitu dengan para penulisnya. Sesiapa sahaja boleh berkarya, 

[ac-i] jurnal sairara: kepada saudara taufiq ismail [14]

2008-06-18 Terurut Topik sangumang kusni
Jurnal Sairara: 
 
 
Kepada Saudara  Taufiq Ismail
 
 
14. HETZE 
  
 

 Saya ingatkan hadirin bahwa ideologi ini telah menceburkan bangsa dalam dua 
perang saudara yang berdarah-darah. Ideologi ini ternyata lancung keujian, 
gagal total di seluruh dunia tak terbukti mampu memecahkan masalah politik, 
ekonomi, sosial dan budaya tiga perempat abad lamanya. Selama 74 tahun 
(1917-1991) Marxisme-Leninisme terbukti buas-ganas-barbar-haus darah, dan 
membantai 120 juta manusia di 76 negara (Courtois: 2000).  
 
 
 Ini kalimat-kalimat Saudara Taufiq Ismail pada alinea kelima dalam respons 
bagian pertamanya  dengan data yang beliau pinjam dari Courtois sebagai senjata 
pemungkas, yang di Perancis sudah dijawab dengan  buku tidak kalah tebalnya, 
seperti yang berulang kali pula kusitat. 
 
 
Baik! Sekarang aku ingin memasuki masalah ideologi yang mampu dan tidak lancung 
keujian yang sudah diketengahkah oleh Saudara Taufiq Ismail sebagai argumen.   
 
 
Karena Saudara Taufiq sudah memasuki masalah ini, maka aku tanyakan kepada 
Saudara Taufiq Ismail, ideologi apakah yang beliau anggap sebagai yang  mampu 
dan tidak lancung keujian? Akan sangat baik dan menggembirakan jika Saudara 
Taufiq Ismail bisa menyebutkan satu negara saja, di mana ideologi yang mampu 
dan tidak lancung keujian itu telah diterapkan? 
 
 
Jika Saudara Taufiq Ismail tidak menunjukkan satu contoh saja maka kukira 
Saudara Taufiq Ismail dengan argumen ini hanya memperlihatkan hetze anti 
Marxisme yang di negeri-negeri Barat dipelajari tanpa emosi  sebagai salah satu 
aliran pemikiran berpengaruh.  Dengan kalimat   ini aku ingin mengatakan agar 
kita tidak perlu terlalu apriori terhadap apa saja, sesuai  dengan hasrat 
mencari dan mencari, bertanya dan bertanya tentang pantai keempat seperti 
yang dikatakan oleh Chairil Anwar,sesuai dengan perangai Ahasveros yang 
dikutuk-sumpahi Eros. 
 
 
Mungkinkah hetze, yang hakekatnya tidak sesuai dengan pluralisme, tidak sesuai 
dengan prinsip bhinneka tunggal ika,  bertolak belakang dengan pandangan 
toleran dan dialektis biar bunga mekar bersama,  seribu aliran bersaing 
suara,  bisa dijadikan dasar untuk menggalang rekonsiliasi apalagi untuk 
mewujudkan perdamaian total?   Dilihat dari segi pandangan cogito ergo sum, 
jika mau dijadikan acuan, maka hetze akan menyangkal eksistensi diri siapa pun 
sebagai manusia.  Di analisa terakhir agaknya hetze adalah sikap, yang entah 
sadar atau tidak sadar, menempatkan dirinya sebagai pengganti Tuhan.  Hetze 
tentu saja bertentangan dengan rangkaian nilai republiken dan keindonesiaan, 
serta sulit mendapatkan dasar pembenarannya dari segi epistemologi.   Ataukah 
pandangan dan pemahamanku keliru? Tolong Saudara Taufiq Ismail koreksi , jika 
aku keliru. 
 
 
Saudara Taufiq Ismail mengatakan bahwa ideologi ini telah menceburkan bangsa 
dalam dua perang saudara.  Katakanlah bahwa perang saudara itu memang ada di 
negeri kita. Tapi apakah perang,  termasuk  perang saudara  penyebabnya 
adalah pertama-tama karena  alasan ideologi? Tidak adakah alasan kepentingan 
ekonomi dan  politik  yang melatarbelakangi  tercetusnya suatu perang? Aku 
masih bisa lebih rinci lagi mengenai hal ini dengan mengambil banyak contoh  
dan yang paling dekat padaku adalah kasus kota kecil Kasongan yang sekarang 
menjadi ibukota kabupaten Katingan pada zaman agresi Belanda. 
 
 
Waktu aku berada di kancah Perang Viêt Nam melawan agresi Amerika Serikat, 
jenderal-jenderal Viêt Nam Utara atau pun dari Front Pembebasan Viêt Nam 
Selatan mengatakan kepadaku bahwa kemenangan perang tidak ditentukan oleh 
kecanggihan senjata, tapi lebih banyak dipastikan oleh kebenaran dan keadilan, 
politik dan situasi politik. 
 
 
Bahwa ideologi bukan penyebab perang, aku pun bisa mengambil apa yang 
berlangsung di Tanah Dayak saat kolonialisme Belanda menyiapkan agresi 
penaklukannya terhadap Tanah Dayak.  Untuk menyiapkan agresi kolonialnya , 
pihak Belanda menyebut budaya Dayak sebagai ragi usang dan Dajakers adalah 
lambang dari segala keburukan serta kejahatan. Menghadapi agresi kebudayaan 
ini,  orang Dayak berhimpun dan melawannya dari bastion budaya Kaharingan. 
Masakre terhadap orang Amerindien dan pendudukan daerah-daerah orang Amerindien 
pada tahun 1492 , menyusul kedatangan Colombus pun, agaknya tidak bermula dari 
perbedaan ideologi. Di Katingan, daerah kelahiranku, orang Dayak Kaharingan, 
Islam atau Kristen, bisa hidup berdampingan secara sangat rukun. Makam mereka 
pun ada di satu tempat yang sama. Keadaan yang bagiku memperlihatkan bahwa 
perbedaan pandangan, ideologi dan agama tidak seniscayanya membuat orang 
bermusuhan. Kapan dan di mana sih, orang berpandangan
 seragam? Orba yang disokong mati-matian oleh Saudara Taufiq Ismail pun tidak 
bisa dan tidak berhasil  memusnahkan keragaman Indonesia melalui konsep 
Pancasilanya. 
 
 
Dalam hal ini, aku sungguh-sungguh dan lagi-lagi memerlukan penjelasan dari 
Saudara Taufiq Ismail tentang jalan pikirannya. Argumen Saudara Taufiq Ismail 
yang 

[ac-i] [DKJ] Undangan Diskusi dan Pembacaan Puisi: CHAIRIL DAN KOTA, 26 - 28 Juni 2008

2008-06-18 Terurut Topik Dewan Kesenian Jakarta
Dewan Kesenian Jakarta mengundang Anda untuk hadir dalam acara :
 
Chairil dan Kota 
 
 
Diskusi
 
Kamis, 26 Juni 2008 
“Chairil Anwar dan sajak-sajaknya serta kaitannya dengan Kota Jakarta”
Pembicara:
Goenawan Mohamad
Arif Bagus Prasetyo
Marco Kusumawijaya
 
Moderator:
Nirwan Ahmad Arsuka
 
Jumat, 27 Juni 2008
“Chairil Anwar sebagai sumber inspirasi kalangan non-sastra”
 
Pembicara:
Rizal Mallarangeng
Robertus Robet
Ihsan Ali-Fauzi
 
Moderator:
Nirwan Ahmad Arsuka
 
Tempat:
Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki
Pukul 14.00—17.00 WIB
 
Pembacaan puisi
Penampil:
Rendra(dalam konfirmasi)
Putu Wijaya
Niniek L. Karim
Iman Soleh
Andi Mallarangeng
Anies Baswedan
 
Tempat:
Teater Studio Taman Ismail Marzuki
Pukul 19.30 WIB—selesai
 
* Terbuka untuk umum, tanpa dipungut biaya.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi:
Endru Aditya, telp. (021) 3193 7639/3162780 / hp +62.817.652.6450
 
Besar harapan kami agar Bapak/Ibu dapat hadir dalam acara ini. Terima kasih. 
Klik www.dkj.or.id untuk melihat agenda kegiatan Dewan Kesenian Jakarta.


  

[ac-i] [opini] Masih 'Maha'-kah Mahasiswa?

2008-06-18 Terurut Topik Roy Thaniago
Masih ‘Maha’-kah Mahasiswa?
Oleh: Roy Thaniago
 
 
Saya ingat sepuluh tahu lalu ketika masih kencur.
Ketika masih berseragam merah putih dan ketakutan melihat keramaian. Saya tidak
tahu menahu. Hanya sebuah kata yang jadi akrab di kuping setelah itu: reformasi.
Kata koran-koran, kakak-kakak mahasiswalah yang melahirkannya.
 
BAYANGAN saya ketika itu, sungguh seru punya titel
mahasiswa. Kalau ditanya orang dari mana, tinggal jawab, dari kampus. Kalau di 
bis uang untuk ongkos kurang, tinggal bilang, mahasiswa, Bang. Kalau diledek 
karena
cuma bisa makan nasi plus mie instan, bisa jawab jahil, namanya juga mahasiswa.
 
Buat
saya yang masih kencur ketika itu, menjadi mahasiswa identik dengan kebebasan.
Merdeka. Tidak harus pakai baju seragam. Tidak harus ikut upacara tiap senin.
Rambut boleh gondrong. Merokok pun tak ada yang jewer. Pokoknya hanya diri
sendiri yang berhak menentukan sikap.
 
Perlahan
saya mengagumi dan memimpikan untuk menjadi mahasiswa. Saat itu, saya sudah
dianggap dewasa oleh orang-orang. Saat itu, orang tidak boleh mengomeli saya
sembarangan lagi. Saat itu, saya bangga memakai status baru, dari siswa menjadi
mahasiswa. Ternyata bukan Tuhan saja yang bisa maha, manusia juga.
 
Sekarang,
ketika sudah memakai predikat mahasiswa, saya jadi bertanya kembali, masih
‘maha’-kah mahasiswa? Mahasiswakah saya? Apakah ‘maha’ – yang berarti sangat,
ter-, paling, tak dapat dijangkau – masih pantas disematkan pada pemuda-pemudi
20-an tahun yang akrab dengan frasa penelitian, tokoh intelektual, demo, tapi
juga dugem, tawuran, dan narkoba ini?
 
Cukup Maha-kah?
 
Sebelum
aksi-aksi demo beberapa waktu belakangan ini, saya berpikir dengan skeptis
terhadap mahasiswa. Saya berpikir, udara reformasi yang sudah berusia 10 tahun
ini hanya dimaknai mahasiswa dengan anteng saja. Saya takut melihat mahasiswa
sudah merasa mapan pada alam baru di era Indonesia pasca Orde Baru ini.
Mahasiswa hanya menggumuli harinya dengan pesta, games, otomotif, asmara,
cari duit, main-main, hingga tenggelam dalam belajar dan buta akan keadaan 
sosial.
 
Pikir
saya, mahasiswa sebagai angkatan muda penerus bangsa hanyalah pion-pion yang
dijalankan sistem yang sudah dirancang penyelenggara negara dan pemilik modal.
Mahasiswa tak lebih dari tukang-tukang yang tengah mendapatkan pelatihan demi 
persiapan
menghadapi dunia kerja sistematis yang mapan dan membosankan. Mahasiswa bak
kumpulan anak penyu yang tengah ditangkarkan untuk siap dibebaskan di pantai
lepas yang ganas. Mahasiswa hanya dicetak untuk siap bertahan hidup, bukan
mengolah hidup, terlebih menentukan hidup. Tidak juga menentukan hidup sendiri,
apalagi kehidupan bangsanya.
 
Namun,
pikiran skeptis di atas menjadi keliru ketika menyaksikan mahasiswa bergiat
dalam forum-forum diskusi yang membahas masalah bangsa dan mulai turun-turun ke
jalan secara intuitif (saya yakin ini desakan hati nurani). Mahasiswa tidak
lagi berbisik-bisik untuk menyuarakan penderitaan rakyat, tapi berteriak
lantang.
 
Tapi
ke-maha-an mahasiswa menjadi cacat ketika mereka bersuara demi diri sendiri,
demi kepentingan kelompok, demi segelintir elit politik yang menyetir. Gelar
itu menjadi cacat ketika mahasiswa bertindak demi melayani emosi tak terkendali
mereka, memuaskan naluri hewaniah manusia yang buas.
 
Peran Mahasiswa
 
“Hanya
angkatan muda yang bisa menjawab”, begitu orasi Pramoedya Ananta Toer ketika
ditanya bagaimana membuat bangsa Indonesia menjadi lebih baik.
Almarhum Pram amat menyadari bahwa angkatan muda punya peran yang sangat
sentral terhadap kehidupan suatu bangsa. Angkatan muda punya potensi untuk
membenahi benang kusut bangsa, bukan malah membuatnya bertambah kusut.
 
Beberapa
waktu belakangan ini, banyak teman-teman mahasiswa yang ‘terpanggil’ untuk
turun ke jalan demi memperlihatkan sikap penolakan akan kenaikan harga BBM.
Mereka yang dengan niat luhur, menunaikan kegiatan ini seperti ibadah. Maka tak
heran mereka rela mengorbankan waktunya demi menyuarakan kesakitan rakyat
kecil.
 
Pada
tahap ini, tindakan mahasiswa sudah tepat. Mahasiswa hadir untuk merefleksikan 
keadaan
rakyat yang semakin sulit dan terjepit. Mahasiwa dengan kemerdekaannya berani
menyuarakan apa yang selama ini dibuat bisu. Memang itulah peran mahasiswa,
untuk menjadi pengingat, untuk menjadi gerakan korektif terhadap pemerintah
yang mulai main mata dengan ratu bohong.
 
Tapi
ketika aksi mahasiswa hanya menambah kusut situasi, sudah selayaknya mahasiswa
memeriksa diri, apakah kendali mereka terhadap oknum-oknum cukup kuat? Banyak 
oknum
mahasiswa yang menjadikan momen ini sebagai ajang untuk bebas dari rutinitas
kuliah, ajang untuk melampiaskan emosi, ajang untuk unjuk diri, ajang untuk
menunjukkan, gue mahasiswa loh!
 
Sudahkah
mahasiswa melengkapi kelompok dengan perhitungan matang ketika melakukan aksi
demo sehingga tidak perlu melakukan kekerasan, merusak fasilitas umum, atau 
membuat
kemacetan yang malah merugikan masyarakat luas karena menghambat laju ekonomi
rakyat yang tengah mereka perjuangkan? Apakah 

[ac-i] Dari Desain Grafis menuju Distro via Branding

2008-06-18 Terurut Topik Hanny Kardinata
Talkshow dengan 2 wirausaha muda berlatar belakang grafis:

- Mendiola B. Wiryawan, founder FDGI, Principal Mendioladesign, dosen Binus
dan penulis Kamus Branding pertama di Indonesia.
- Dendi Darman, founder  principal distro terkemuka di Bandung: 347/unkl
yang baru meluncurkan buku perjalanan 10 tahun 347.

Ikuti obrolan santai dan kesempatan mendapat doorprize buku mereka secara
gratis.

Waktu: Sabtu, 5 Juli 2008, pukul 14.00-17.00
Tempat: Emax Store, Kemang Arcade lantai 2, Jl. Kemang Raya no. 20A

Informasi selengkapnya di:
DGIhttp://desaingrafisindonesia.wordpress.com/2008/06/17/fdgifriends17-dari-desain-grafis-menuju-distro-via-branding/
.

-- 


*Desain Grafis Indonesia* http://www.desaingrafisindonesia.co.cc/
(http://http://tr_1210038663645/
www.desaingrafisindonesia.co.cc) - Creating deeper understandings between
Indonesian Graphic Designers


*Forum DGI*http://www.facebook.com/pages/Desain-Grafis-Indonesia/35708065690(
http://www.facebook.com/pages/Desain-Grafis-Indonesia/35708065690) -
Fostering understanding among Indonesian graphic designers and those
interested in graphic design.


*The Indonesia Museum of Graphic
Design*http://www.museumdesaingrafisindonesia.co.cc/
 (http:// http://tr_1210038663649/www.museumdesaingrafisindonesia.co.cc) -
Timeline for Indonesian Graphic Design History


*Indonesian Green Design* http://www.indonesiangreendesign.co.cc/
(http://http://tr_1210038663651/
www.indonesiangreendesign.co.cc) - Sharing sustainability to Indonesian
Design Community


Vote for *World Silent Day*, here: World Silent
Day.http://worldsilentday.org/blog/


Sign up for *Earth Hour* http://www.earthhour.org/user/eBlb and join the
movement.