Re: [assunnah] Re: Urgent: Terlampir surat edaran kesaksian mereka yang melihat hilal maghrib t
Assalamu'alaikum. Saya sudah membaca uraian-uraian yang telah masuk ke milist ini mengenai perbedaan penentual 1 Syawal. Dari tulisan-2 yang bermanfaat tersebut, saya melihat bahwa memang masalah perbedaan pendapat (yang sudah berdasarkan dalil yang kuat dan sah) tidak perlu dilebihlebarkan lagi. Tetapi saya cuma ingin bertanya, apakah jika di satu daerah saja, misal-nya Jakarta, apakah adanya perbedaan 1 Syawal tetap harus diterima (yang notabene dilaku-kan oleh organisasi-2 yang bukan dari pemerintah) ? Dalil-dalil yang dipaparkan, saya hanya melihat bahwa perbedaan tersebut karena beda wilayah yang cukup jauh, seperti halnya apa yang terjadi di Jawa Timur dengan Jakarta (contoh dari sikap pengurus organisasi NU yang beda wilayah sehingga beda pula tanggal 1 Syawal nya). Saya tidak melihat perbedaan tersebut untuk satu wilayah. Apalagi Jakarta yang tidak sebesar wilayah propinsi-2 lainnya seperti Jawa Barat, Tengah dan Timur. Bagaimana hukumnya muslimin yang ber-Idul Fithri dengan patokan organisasi-2 tersebut ? Kebetulan ada keluarga saya yang bertanya mengenai hal ini, karena telah timbul perdebatan kecil. Terima kasih. Yose Ma'ruf. (1976 M) "der_saebel" <[EMAIL PROTECTED]> Sent by: assunnah@yahoogroups.com 10/28/2006 10:11 AM Please respond to assunnah@yahoogroups.com To: assunnah@yahoogroups.com Subject: [assunnah] Re: Urgent: Terlampir surat edaran kesaksian mereka yang melihat hilal maghrib t Assalaamu'alaikum, perkenalan member baru. Saya lampirkan artikel menarik di bawah ini. Pada prinsipnya, perbedaan Idul Fithri menurut hemat saya, tidak bisa dihindari, meskipun sama-sama menggunakan rukyatul hilal. Jumhur ulama menyatakan berpuasa/berbuka mengikuti hilal di daerah lain. Atau sebagian ulama menyatakan untuk mengikuti pemerintah. Meskipun hal ini tampaknya mudah, tapi di lapangan sangat sulit realisasinya. Jaman sekarang mungkin lebih mudah, karena ada televisi, ada sms, ada Internet, ada radio satelit. Tapi jangan bayangkan bahwa semua daerah bisa langsung mendapat informasi secara cepat dan akurat. Di Indonesia pun, masih banyak daerah yang belum terjangkau listrik, dan transportasi juga belum baik, jadi untuk menyatakan berpuasa/berbuka menurut hilal pertama negara lain atau bahkan pemerintah, itu hal yang prakteknya sulit sekali dilakukan. Buat kita yang ngecek Internet ini, sih itu hal sepele. Tapi bayangkan di daerah pelosok, yang nggak ada listrik, yang baru bisa dijangkau dengan kendaraan berjam-jam. Kalau awal Ramadhan sih masih nggak begitu masalah, karena bagi yang misalnya pas awal puasa menurut hilal awal/pemerintah, dia belum berpuasa, dia bisa mengqadha (karena dia tidak tahu) atau menggenapkan. Tapi yang sulit ketika penentuan 1 Syawal. Banyak wilayah, yang tidak memungkinkan untuk dijangkau informasi ini, apalagi kita hanya punya waktu kurang lebih 12 jam untuk menyebarkan informasi hilal Syawal ini. Justru yang lebih mudah dilakukan, dan ini tidak menyulitkan siapapun sepanjang jaman, baik jaman dulu hingga jaman sekarang, adalah seperti apa yang disampaikan oleh Ibnu Abbas kepada Kuraib, dalam hadits yang shahih dan gharib tersebut di bawah. Dan yang mempraktekkannya tidak hanya Ibnu Abbas, tetapi penduduk Madinah (logikanya begitu, karena informasi puasanya orang Syam baru sampai ketika Kuraib datang). Dan secara logika sangat sesuai dengan kondisi jaman itu, ketika belum ada sistem komunikasi yang baik antara Syam dan Madinah. Dan ketika Kuraib meminta supaya waktu puasa Madinah disesuaikan dengan Syam, padahal Mu'awiyah saat itu khalifahnya, maka Ibnu Abbas menolak dengan mengatakan bahwa itu yang diperintahkan Rasulullah (tetap menggunakan hilal yang malam Sabtu). Na'udzubillah bagi yang mengatakan Ibnu Abbas berdusta atas nama Rasulullah. Hadits Kuraib tersebut (pembahasan hadits Kuraib ada di almanhaj.or.id) Bahwa setiap daerah/negeri, memiliki ru'yah masing-masing, dan hal ini yang menjadi pegangan Imam Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Imam Nasa'i, sebagian ulama Syafi'iyah. Yang kontra dengan pendapat ini, ada yang mengatakan bahwa itu pendapat Ibnu Abbas, bahkan ada yang menolak karena ke-gharib-an hadits ini (padahal sudah dishahihkan Tirmidzi, Daruquthni, dan juga diriwayatkam Muslim). Dengan konsekuensi, hampir pasti terjadi perbedaan, dimana ulama mutaakhirin sepakat bahwa semenjak 14 abad lalu, belum pernah terjadi persatuan ummat dalam satu ru'yah. Dan mestinya ini tidak perlu dipermasalahkan. Yang penting adalah sampainya ilmu kepada masyarakat, bahwa perbedaan itu adalah hal yang lazim, masing-masing punya dasar dan tidak perlu menjadi permasalahan apalagi perdebatan. Jauh lebih penting dari perdebatan itu, adalah sampainya ilmu bahwa hisab tidak boleh dipergunakan sebagai dasar penentuan Ramadhan dan Syawal. Wallahua'lam. Yang menjadi masalah adalah ketika di suatu daerah (misal di Jatim kemarin), ada sekelompok yang menyaksikan hilal, dan sudah disumpah (sehingga sa
[assunnah] Re: Urgent: Terlampir surat edaran kesaksian mereka yang melihat hilal maghrib t
Assalaamu'alaikum, Kalau misalkan sudah berbuka mendahului keputusan pemerintah, krn keyakinan sudah terlihat hilal (sah menurut hadis-2x yang disebutkan di sini - dan didukung pada daerah sekitar yang kebanyakan mendahului krn 2 ormas besar keputusannya sama, satu ru'yah/hilal, satu hisab), apakah disunnah-kan juga utk menambah 1 lagi (mengikuti pemerintah), ataukah cukup puasa syawal 6 hari utk menutup/menyempurnakan puasa Ramadhan yang 29 hari tsb? Secara hukum sih sptnya memang tidak masuk akal, krn sudah yakin dan sudah sholat Ied di hari ke-30 (puasa 29 hari). Mohon dalil-2x-nya kalau ada. Saya sptnya spt Mas Fauzan, justru ragu-2x kalau harus "aneh" sendiri, berpuasa tambah 1 hari, terus sholat Ied sendiri (atau cari di tempat yang agak jauh kalau harus mengikuti keputusan pemerintah). Mudah-2x-an masing-2x yang memilih kedua hari tsb sama-2x diterima ibadahnya oleh Allah SWT dan diampuni kalau ada kekhilafan. Wassalaamu'alaikum, Ervin L --- In assunnah@yahoogroups.com, FAUZAN <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Jazakallahu khoir atas penjelasannya. > > mengetahui bahwa penentuan hari Eid yang berbeda sebenarnya sudah menjadi > hal yang biasa, lebih tepatnya hal yang tak bisa dihindari membawa > perspektif yang baru > > paling nggak, saat ini syubhatnya sudah hilang. > > sekali lagi jazakallahu khoir. > > > > On Sat, 28 Oct 2006 10:11:40 +0700, der_saebel <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Assalaamu'alaikum, perkenalan member baru. > > > > Saya lampirkan artikel menarik di bawah ini. Pada prinsipnya, > > perbedaan Idul Fithri menurut hemat saya, tidak bisa dihindari, > > meskipun sama-sama menggunakan rukyatul hilal. Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [assunnah] Re: Urgent: Terlampir surat edaran kesaksian mereka yang melihat hilal maghrib t
Jazakallahu khoir atas penjelasannya. mengetahui bahwa penentuan hari Eid yang berbeda sebenarnya sudah menjadi hal yang biasa, lebih tepatnya hal yang tak bisa dihindari membawa perspektif yang baru paling nggak, saat ini syubhatnya sudah hilang. sekali lagi jazakallahu khoir. On Sat, 28 Oct 2006 10:11:40 +0700, der_saebel <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Assalaamu'alaikum, perkenalan member baru. > > Saya lampirkan artikel menarik di bawah ini. Pada prinsipnya, > perbedaan Idul Fithri menurut hemat saya, tidak bisa dihindari, > meskipun sama-sama menggunakan rukyatul hilal. -- Wassalamu'alaykum Wa Rahmatulloh Wa Barokatuh Brian Arfi Faridhi / Fauzan bin Hadi 0856-336-4677 Semolowaru Elok G-7 Surabaya 60119 Using Opera's revolutionary e-mail client: http://www.opera.com/mail/ ___ Try the all-new Yahoo! Mail. "The New Version is radically easier to use" The Wall Street Journal http://uk.docs.yahoo.com/nowyoucan.html Website anda: http://www.assunnah.or.id & http://www.almanhaj.or.id Website audio: http://assunnah.mine.nu Berhenti berlangganan: [EMAIL PROTECTED] Ketentuan posting : [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[assunnah] Re: Urgent: Terlampir surat edaran kesaksian mereka yang melihat hilal maghrib t
Assalaamu'alaikum, perkenalan member baru. Saya lampirkan artikel menarik di bawah ini. Pada prinsipnya, perbedaan Idul Fithri menurut hemat saya, tidak bisa dihindari, meskipun sama-sama menggunakan rukyatul hilal. Jumhur ulama menyatakan berpuasa/berbuka mengikuti hilal di daerah lain. Atau sebagian ulama menyatakan untuk mengikuti pemerintah. Meskipun hal ini tampaknya mudah, tapi di lapangan sangat sulit realisasinya. Jaman sekarang mungkin lebih mudah, karena ada televisi, ada sms, ada Internet, ada radio satelit. Tapi jangan bayangkan bahwa semua daerah bisa langsung mendapat informasi secara cepat dan akurat. Di Indonesia pun, masih banyak daerah yang belum terjangkau listrik, dan transportasi juga belum baik, jadi untuk menyatakan berpuasa/berbuka menurut hilal pertama negara lain atau bahkan pemerintah, itu hal yang prakteknya sulit sekali dilakukan. Buat kita yang ngecek Internet ini, sih itu hal sepele. Tapi bayangkan di daerah pelosok, yang nggak ada listrik, yang baru bisa dijangkau dengan kendaraan berjam-jam. Kalau awal Ramadhan sih masih nggak begitu masalah, karena bagi yang misalnya pas awal puasa menurut hilal awal/pemerintah, dia belum berpuasa, dia bisa mengqadha (karena dia tidak tahu) atau menggenapkan. Tapi yang sulit ketika penentuan 1 Syawal. Banyak wilayah, yang tidak memungkinkan untuk dijangkau informasi ini, apalagi kita hanya punya waktu kurang lebih 12 jam untuk menyebarkan informasi hilal Syawal ini. Justru yang lebih mudah dilakukan, dan ini tidak menyulitkan siapapun sepanjang jaman, baik jaman dulu hingga jaman sekarang, adalah seperti apa yang disampaikan oleh Ibnu Abbas kepada Kuraib, dalam hadits yang shahih dan gharib tersebut di bawah. Dan yang mempraktekkannya tidak hanya Ibnu Abbas, tetapi penduduk Madinah (logikanya begitu, karena informasi puasanya orang Syam baru sampai ketika Kuraib datang). Dan secara logika sangat sesuai dengan kondisi jaman itu, ketika belum ada sistem komunikasi yang baik antara Syam dan Madinah. Dan ketika Kuraib meminta supaya waktu puasa Madinah disesuaikan dengan Syam, padahal Mu'awiyah saat itu khalifahnya, maka Ibnu Abbas menolak dengan mengatakan bahwa itu yang diperintahkan Rasulullah (tetap menggunakan hilal yang malam Sabtu). Na'udzubillah bagi yang mengatakan Ibnu Abbas berdusta atas nama Rasulullah. Hadits Kuraib tersebut (pembahasan hadits Kuraib ada di almanhaj.or.id) Bahwa setiap daerah/negeri, memiliki ru'yah masing-masing, dan hal ini yang menjadi pegangan Imam Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Imam Nasa'i, sebagian ulama Syafi'iyah. Yang kontra dengan pendapat ini, ada yang mengatakan bahwa itu pendapat Ibnu Abbas, bahkan ada yang menolak karena ke-gharib-an hadits ini (padahal sudah dishahihkan Tirmidzi, Daruquthni, dan juga diriwayatkam Muslim). Dengan konsekuensi, hampir pasti terjadi perbedaan, dimana ulama mutaakhirin sepakat bahwa semenjak 14 abad lalu, belum pernah terjadi persatuan ummat dalam satu ru'yah. Dan mestinya ini tidak perlu dipermasalahkan. Yang penting adalah sampainya ilmu kepada masyarakat, bahwa perbedaan itu adalah hal yang lazim, masing-masing punya dasar dan tidak perlu menjadi permasalahan apalagi perdebatan. Jauh lebih penting dari perdebatan itu, adalah sampainya ilmu bahwa hisab tidak boleh dipergunakan sebagai dasar penentuan Ramadhan dan Syawal. Wallahua'lam. Yang menjadi masalah adalah ketika di suatu daerah (misal di Jatim kemarin), ada sekelompok yang menyaksikan hilal, dan sudah disumpah (sehingga sah menurut jumhur), sehingga mereka yakin bahwa di daerah itu sudah wajib berbuka. Sedangkan yang mengikuti pendapat 4. sesuai dengan pemerintah, sehingga hari itu masih berpuasa. Sehingga terjadi 2 Ied di tempat yang sama. Saya pribadi, tidak bisa menyalahkan salah satunya, karena keduanya berpegang kepada pendapat ulama, yang kuat, dan tampaknya tak perlu dibawa ke perdebatan yang justru mengarah ke perpecahan ummat. (Perpecahan umat yang terjadi karena perdebatan, bukan karena perbedaan Idul Fithri). Mohon diluruskan kalau ada pendapat yang keliru. Wallahua'lam bish shawab. Wassalaamu'alaikum Abu Fathimah = Penentuan Awal dan Akhir Ramadhan Senin, 28 Agustus 06 Pendahuluan Segala puji hanya bagi Allah Subhaanahu wa Ta'ala. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurah kepada qudwah dan panutan kita Nabi Muhammad Shallallaahu 'aliahi wa sallam, keluarga beliau dan para sahabat dan orang-orang yang sebabtiasa istiqamah dan iltijam di jalannya sampai akhir zaman. Selanjutnya, permasalahan penentuan awal dan akhir Ramadhan/ awal Syawwal setiap tahun menjadi bahan perbincangan dan polemik di kalangan mayoritas kaum Muslimin. Karena itulah dalam rangka menyambut bulan Ramadhan nan agung ini, sengaja redaksi mengangkat topik ini secara ringkas dan garis besarnya saja dengan harapan kaum Muslimin mendapat informasi yang benar dan akurat berkaitan dengan permasalahan tersebut. Penetapan dengan Ru'yah al-Hilal Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman