[balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA

2009-08-20 Terurut Topik Mama 2D
Diambil dari web www.kompas.co.id



MATIKAN Saja TV Anda!

Jakarta, Kamis

Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis
anak
asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak
berkembang dengan baik.

Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan
main
game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan
belajar
mereka?

Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter
spesialis
anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang
berkaitan
dengan perilaku dan perkembangan.

Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan
melakukan
gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan
dalam
berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya, paparnya.

Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering
menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada
mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia
berhadapan
dengan dampak yang sesungguhnya.

Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang
kecil
atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir.
Ia
tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi
begitu
di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya.

Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta
dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif.
Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di
TV
dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan diulang-ulang.

Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat.
Di
pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian
earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena
itulah,
Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam
bulan
setelahnya, dan perilakunya berubah.

Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang
semuanya
memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, Kalau
saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu,
mereka
dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti
tanpa
masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak
bisa.

Timbul pertanyaan:

a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka
dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan?
b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak berkembang
akibat kebiasaan itu?
Tiga tahap perkembangan otak

Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh
dengan
baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan
terhadap
rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan tertentu
tidak dapat terwujud.

Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga tahun
pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus
bertambah
untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan
antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang
berbentuk memanjang.

Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi
memiliki
5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak usia 18
bulan
atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar untuk menyusun
ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada umur 10 -
11
tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu enzim tertentu
dilepaskan
dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat syaraf (pathways) yang
tidak
termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf
dengan myelin yang berujud protein-lemak).

Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari
otak
primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke
neocortex
(atau disebut juga thought brain, otak pikir).

Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak
primitif
mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks,
mengendalikan
gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk
dari
pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, bersama dengan
otak
limbik, otak primitif menyiapkan reaksi hadapi atau lari (fight or flight
response) bagi tubuh. Kita akan bereaksi secara fisik dan emosi lebih dulu
sebelum otak pikir sempat memproses informasi, papar dr. Susan.

Otak limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan
benci.
Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif. Maksudnya, otak
primitif dapat diperintah mengikuti kehendak otak pikir, di saat lain otak
pikir
dapat dikunci untuk tidak melayani otak limbik dan primitif selama keadaan
darurat, yang nyata maupun yang tidak.

Sedangkan otak 

Re: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA

2009-08-20 Terurut Topik heni nur raina
gw pasang di fb ya
tfs mbak

--- On Fri, 21/8/09, Mama 2D mam...@gmail.com wrote:

 From: Mama 2D mam...@gmail.com
 Subject: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA
 To: balita-anda@balita-anda.com
 Date: Friday, 21 August, 2009, 12:07 PM
 Diambil dari web www.kompas.co.id
 
 
 
 MATIKAN Saja TV Anda!
 
 Jakarta, Kamis
 
 Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang
 dokter spesialis
 anak
 asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak
 dan kemampuan anak
 berkembang dengan baik.
 
 Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton
 TV, video, dan
 main
 game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan
 kemampuan
 belajar
 mereka?
 
 Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson,
 M.D., dokter
 spesialis
 anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan
 anak yang
 berkaitan
 dengan perilaku dan perkembangan.
 
 Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada
 pekerjaan, dan
 melakukan
 gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka
 memenemui kesulitan
 dalam
 berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya,
 paparnya.
 
 Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi
 yang sering
 menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua
 iklan ditujukan pada
 mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun
 lalu ia
 berhadapan
 dengan dampak yang sesungguhnya.
 
 Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik
 mengamati binatang
 kecil
 atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau
 main air dan pasir.
 Ia
 tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan
 lingkungannya. Tetapi
 begitu
 di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun
 lingkungannya.
 
 Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu
 berteriak minta
 dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan
 gerakan-gerakannya impulsif.
 Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa
 yang dilihatnya di
 TV
 dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan
 diulang-ulang.
 
 Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi
 sepupunya naik pesawat.
 Di
 pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka
 tidak kebagian
 earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi
 justru karena
 itulah,
 Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi
 ledakan selama enam
 bulan
 setelahnya, dan perilakunya berubah.
 
 Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11
 tahun yang
 semuanya
 memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah.
 Menurut Susan, Kalau
 saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali
 huruf tertentu,
 mereka
 dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan
 apa-apa - berarti
 tanpa
 masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu,
 mereka tidak
 bisa.
 
 Timbul pertanyaan:
 
 a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan
 berkembang jika mereka
 dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan?
 b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan
 tidak berkembang
 akibat kebiasaan itu?
 Tiga tahap perkembangan otak
 
 Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan
 dipupuk agar tumbuh
 dengan
 baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan
 perlindungan
 terhadap
 rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta
 kemampuan-kemampuan tertentu
 tidak dapat terwujud.
 
 Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di
 otaknya. Tiga tahun
 pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel
 glial terus
 bertambah
 untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk
 ribuan sambungan
 antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang
 laba-laba, dan axon yang
 berbentuk memanjang.
 
 Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang
 dewasa, tapi
 memiliki
 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak
 anak usia 18
 bulan
 atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar
 untuk menyusun
 ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti
 pada umur 10 -
 11
 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu
 enzim tertentu
 dilepaskan
 dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat syaraf
 (pathways) yang
 tidak
 termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses
 pembungkusan jalur syaraf
 dengan myelin yang berujud protein-lemak).
 
 Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga
 tahapan, mulai dari
 otak
 primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan
 akhirnya ke
 neocortex
 (atau disebut juga thought brain, otak pikir).
 
 Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi
 sendiri-sendiri. Otak
 primitif
 mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak
 refleks,
 mengendalikan
 gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses
 informasi yang masuk
 dari
 pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya,
 bersama dengan
 otak
 limbik, otak primitif menyiapkan reaksi hadapi atau lari
 (fight or flight
 response) bagi tubuh. Kita akan bereaksi secara fisik dan
 emosi lebih dulu
 sebelum otak pikir

Re: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA

2009-08-20 Terurut Topik Mahdi
artikel yang sangat bagus Mama 2D, mungkin harus saya baca beberapa
kali nih supaya bisa mudeng!

Pada tanggal 21/08/09, heni nur raina heni_...@yahoo.com menulis:
 gw pasang di fb ya
 tfs mbak

 --- On Fri, 21/8/09, Mama 2D mam...@gmail.com wrote:

 From: Mama 2D mam...@gmail.com
 Subject: [balita-anda] MATIKAN SAJA TV ANDA
 To: balita-anda@balita-anda.com
 Date: Friday, 21 August, 2009, 12:07 PM
 Diambil dari web www.kompas.co.id



 MATIKAN Saja TV Anda!

 Jakarta, Kamis

 Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang
 dokter spesialis
 anak
 asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak
 dan kemampuan anak
 berkembang dengan baik.

 Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton
 TV, video, dan
 main
 game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan
 kemampuan
 belajar
 mereka?

 Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson,
 M.D., dokter
 spesialis
 anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan
 anak yang
 berkaitan
 dengan perilaku dan perkembangan.

 Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada
 pekerjaan, dan
 melakukan
 gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka
 memenemui kesulitan
 dalam
 berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya,
 paparnya.

 Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi
 yang sering
 menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua
 iklan ditujukan pada
 mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun
 lalu ia
 berhadapan
 dengan dampak yang sesungguhnya.

 Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik
 mengamati binatang
 kecil
 atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau
 main air dan pasir.
 Ia
 tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan
 lingkungannya. Tetapi
 begitu
 di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun
 lingkungannya.

 Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu
 berteriak minta
 dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan
 gerakan-gerakannya impulsif.
 Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa
 yang dilihatnya di
 TV
 dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan
 diulang-ulang.

 Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi
 sepupunya naik pesawat.
 Di
 pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka
 tidak kebagian
 earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi
 justru karena
 itulah,
 Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi
 ledakan selama enam
 bulan
 setelahnya, dan perilakunya berubah.

 Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11
 tahun yang
 semuanya
 memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah.
 Menurut Susan, Kalau
 saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali
 huruf tertentu,
 mereka
 dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan
 apa-apa - berarti
 tanpa
 masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu,
 mereka tidak
 bisa.

 Timbul pertanyaan:

 a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan
 berkembang jika mereka
 dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan?
 b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan
 tidak berkembang
 akibat kebiasaan itu?
 Tiga tahap perkembangan otak

 Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan
 dipupuk agar tumbuh
 dengan
 baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan
 perlindungan
 terhadap
 rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta
 kemampuan-kemampuan tertentu
 tidak dapat terwujud.

 Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di
 otaknya. Tiga tahun
 pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel
 glial terus
 bertambah
 untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk
 ribuan sambungan
 antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang
 laba-laba, dan axon yang
 berbentuk memanjang.

 Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang
 dewasa, tapi
 memiliki
 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak
 anak usia 18
 bulan
 atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar
 untuk menyusun
 ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti
 pada umur 10 -
 11
 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu
 enzim tertentu
 dilepaskan
 dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat syaraf
 (pathways) yang
 tidak
 termielinasi dengan baik (mielinasi adalah proses
 pembungkusan jalur syaraf
 dengan myelin yang berujud protein-lemak).

 Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga
 tahapan, mulai dari
 otak
 primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan
 akhirnya ke
 neocortex
 (atau disebut juga thought brain, otak pikir).

 Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi
 sendiri-sendiri. Otak
 primitif
 mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak
 refleks,
 mengendalikan
 gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses
 informasi yang masuk
 dari
 pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya,
 bersama dengan
 otak
 limbik, otak primitif

[balita-anda] MATIKAN Saja TV Anda!

2004-02-24 Terurut Topik Wanda Pradipta
e mail dari seorang teman,
semoga bermanfaat.



MATIKAN Saja TV Anda!

Jakarta, Kamis 

 

Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis anak asal 
Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan anak berkembang 
dengan baik. 

Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan main game di 
komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan belajar mereka?

Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter spesialis anak 
asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak yang berkaitan dengan 
perilaku dan perkembangan.

Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan melakukan gerakan 
motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui kesulitan dalam berhubungan 
dengan orang dewasa dan kelompok seusianya, paparnya.

Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering menampilkan 
kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada mereka. Tetapi, baru 
semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia berhadapan dengan dampak yang 
sesungguhnya.

Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang kecil atau 
serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan pasir. Ia tampak 
begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. Tetapi begitu di depan TV, 
ia begitu cuek dengan si ibu maupun lingkungannya.

Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak minta dinyalakan 
lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya impulsif. Boro-boro bikin kreasi 
sendiri, ia justru meniru saja apa yang dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak 
kreatif, kaku, dan diulang-ulang.

Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik pesawat. Di 
pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak kebagian earphone 
sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru karena itulah, Ia mendapat 
mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi ledakan selama enam bulan setelahnya, dan 
perilakunya berubah.

Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang semuanya 
memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut Susan, Kalau saya 
tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf tertentu, mereka dapat 
melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan apa-apa - berarti tanpa masukan visual 
- lalu saya suruh menuliskan huruf tertentu, mereka tidak bisa.

Timbul pertanyaan:

  a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika mereka 
dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan?
  b..  Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak berkembang akibat 
kebiasaan itu?  
Tiga tahap perkembangan otak

Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh dengan baik. 
Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan terhadap rangsangan 
yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan tertentu tidak dapat terwujud.

Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga tahun pertama 
sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus bertambah untuk memupuk 
neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut 
dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang.

Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi memiliki 5 - 7 
kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak usia 18 bulan atau orang 
dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar untuk menyusun ribuan sambungan 
antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti pada umur 10 - 11 tahun jika tidak 
dikembangkan atau digunakan. Saat itu enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan 
melarutkan semua jalur atau urat syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan 
baik (mielinasi adalah proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud 
protein-lemak).

Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari otak 
primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke neocortex (atau 
disebut juga thought brain, otak pikir).

Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak primitif mengatur 
fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks, mengendalikan gerak motorik, 
memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi yang masuk dari pancaindera. Saat 
menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, bersama dengan otak limbik, otak primitif 
menyiapkan reaksi hadapi atau lari (fight or flight response) bagi tubuh. Kita akan 
bereaksi secara fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir sempat memproses 
informasi, papar dr. Susan.

Otak limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan benci. Otak 
ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif. Maksudnya, otak primitif dapat 
diperintah mengikuti kehendak otak pikir, di saat lain otak pikir dapat dikunci 
untuk tidak melayani otak limbik dan 

[balita-anda] Matikan saja TV Anda!

2004-02-19 Terurut Topik Vivi Noviyanti
MATIKAN Saja TV Anda!

 Jakarta, Kamis



 Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter spesialis
anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan kemampuan
anak berkembang dengan baik.

 Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan
main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan
belajar mereka?

 Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter
spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak
yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan.

 Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan
melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui
kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya,
paparnya.

 Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering
menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan pada
mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia
berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya.

 Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang
kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan
pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya.
Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun
lingkungannya.

 Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak
minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya
impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang
dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan
diulang-ulang.

 Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik
pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka tidak
kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru
karena itulah, Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi
ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah.

 Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang
semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut
Susan, Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali huruf
tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan
apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf
tertentu, mereka tidak bisa.

 Timbul pertanyaan:

   a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika
mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan?
   b..  Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak
berkembang akibat kebiasaan itu?
 Tiga tahap perkembangan otak

 Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar tumbuh
dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan perlindungan
terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta kemampuan-kemampuan
tertentu tidak dapat terwujud.

 Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga
tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial terus
bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan
sambungan antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, dan
axon yang berbentuk memanjang.

 Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi
memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak
usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar
untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti
pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu
enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan semua jalur atau urat
syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan baik (mielinasi adalah
proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud protein-lemak).

 Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai dari
otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke
neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir).

 Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak
primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak refleks,
mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses informasi
yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya,
bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi hadapi atau
lari (fight or flight response) bagi tubuh. Kita akan bereaksi secara
fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir sempat memproses informasi,
papar dr. Susan.

 Otak limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan
benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif. Maksudnya,
otak primitif dapat diperintah mengikuti kehendak otak pikir, di saat lain
otak pikir dapat dikunci untuk tidak melayani otak limbik dan primitif
selama keadaan darurat, yang nyata maupun yang tidak.

 Sedangkan otak pikir, yang 

RE: [balita-anda] Matikan saja TV Anda!

2004-02-19 Terurut Topik Setyardi Wirajaya
iyo, kapanane aku yo wis mboco. Tapi lali ngomong nang kowe.


 -Original Message-
 From: Vivi Noviyanti [SMTP:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Friday, February 20, 2004 11:54 AM
 To:   [EMAIL PROTECTED]
 Subject:  [balita-anda] Matikan saja TV Anda!
 
 MATIKAN Saja TV Anda!
 
  Jakarta, Kamis
 
 
 
  Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter
 spesialis
 anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan
 kemampuan
 anak berkembang dengan baik.
 
  Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan
 main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan
 belajar mereka?
 
  Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter
 spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak
 yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan.
 
  Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan
 melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui
 kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya,
 paparnya.
 
  Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering
 menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan
 pada
 mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia
 berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya.
 
  Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang
 kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan
 pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya.
 Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun
 lingkungannya.
 
  Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak
 minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya
 impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang
 dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan
 diulang-ulang.
 
  Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik
 pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka
 tidak
 kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru
 karena itulah, Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi
 ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah.
 
  Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang
 semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut
 Susan, Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali
 huruf
 tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan
 apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf
 tertentu, mereka tidak bisa.
 
  Timbul pertanyaan:
 
a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika
 mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan?
b..  Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak
 berkembang akibat kebiasaan itu?
  Tiga tahap perkembangan otak
 
  Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar
 tumbuh
 dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan
 perlindungan
 terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta
 kemampuan-kemampuan
 tertentu tidak dapat terwujud.
 
  Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga
 tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial
 terus
 bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan
 sambungan antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba,
 dan
 axon yang berbentuk memanjang.
 
  Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi
 memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak
 usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar
 untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti
 pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu
 enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan semua jalur atau
 urat
 syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan baik (mielinasi adalah
 proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud
 protein-lemak).
 
  Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai
 dari
 otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke
 neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir).
 
  Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak
 primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak
 refleks,
 mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses
 informasi
 yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya,
 bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi hadapi atau
 lari (fight or flight response) bagi tubuh. Kita akan bereaksi secara
 fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir sempat memproses informasi,
 papar dr. Susan.
 
  Otak