RE: [budaya_tionghua] Re: OOT: Jimmy, kenapa anti RRT sekali...??

2008-02-22 Terurut Topik *
Warga Tionghoa Harapkan Tidak Ada Lagi Diskriminasi   Jakarta, (Analisa)   
Warga Tionghoa mengharapkan dengan telah disahkannya Undang-Undang nomor 12 
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan maka tidak ada lagi diskriminasi perlakuan 
dalam segala bidang.   Dengan adanya undang-undang tersebut dan UU nomor 23 
tahun 2006 tentang administrasi kependudukan maka sebutan pribumi dan 
nonpribumi tidak lagi relevan saat ini karena kita sesama bangsa Indonesia, 
kata Koordinator Forum Bersama Indonesia Tionghoa Murdaya W Poo dalam acara 
puncak perayaan Cap Go Meh di arena Pekan Raya Jakarta, Kamis malam.   Dalam 
acara yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani 
Yudhoyono itu, Murdaya W Poo juga menyatakan dengan kondisi itu maka warga 
etnis Tionghoa di Indonesia juga harus lebih bekerja keras membangun Indonesia 
bersama-sama suku lainnya di Nusantara.   Marilah kita tidak saling 
menjelekkan, apalagi saling menjatuhkan, marilah kita saling mengisi, mendukung 
dan
 membangun bersama, katanya.   Ia juga menyatakan sudah saatnya semua konflik 
yang pernah ada diakhiri untuk bersama-sama membangun Indonesia yang lebih 
baik.   Forum bersama etnis Tionghoa ini terbentuk secara alami oleh para 
tokoh organisasi Tionghoa yang ingin mengajak segenap generasi tua dan muda 
etnis Tionghoa di Indonesia meningkatkan rasa nasionalisme sebagai bangsa 
Indonesia, ujar Murdaya.   Murdaya juga menyampaikan rasa terima kasih kepada 
Presiden Yudhoyono yang telah melakukan upaya untuk mengakhiri diskriminasi 
terhadap etnis Tionghoa.   Cap Go Meh merupakan bagian akhir sebagai penutup 
dari perayaan Tahun Baru Imlek selama dua minggu lamanya.   Cap Go Meh berarti 
lima belas yaitu pada tanggal 15 bulan satu kalender Lunar yang umumnya 
dilakukan dalam perayaan itu adalah warga etnis Tionghoa dan warga non Tionghoa 
melakukan arak-arakan dengan membawa Toa Pe Kong dari Kelenteng-Kelenteng 
Budha.   Cap Go Meh merupakan pesta yang membudaya sejak jaman awal
 generasi Tionghoa tiba di Indonesia dan merupakan keanekaragaman budaya 
Indonesia termasuk dengan kulturasi budaya yang terjadi kemudian.   Dalam 
kepercayaan warga Tionghoa, Cap Go Meh merupakan awal dari siklus tahunan satu 
tahun yang akan datang. (Ant)   Teks foto: 
HADIRI PERAYAAN CAP GO MEH: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani 
Yudhoyono memasuki ruang acara perayaan Cap Go Meh di Jakarta Internsional 
Expo, Kamis malam (21/2). Perayaan tersebut selain dihadiri Kepala Negara juga 
para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu dan warga Tionghoa.

   
-
  E-Mails jetzt auf Ihrem Handy.. 

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Re: SEMBAYANG TI KONG

2008-02-22 Terurut Topik david_kwa2003
Sdri. Siao Ling yth,

Nanas banyak digunakan untuk sembahyang Thi Kong, karena dalam dalam 
dialek Hokkian selatan (Minnan/Banlam) nanas adalah ong-lai, yang 
sama bunyi dan nadanya dengan frasa ong lai yang bermakna 'datanglah 
kemakmuran.' Ini menyiratkan harapan agar Thi Kong berkenan memberi 
kemakmuran di tahun yang sedang berjalan. 

Kiongchiu,
Kian Hauw

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Han Siao Ling 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Bpk Xoan Tong yth,
 
 Xie-Xie atas jawabannya.
 tapi timbul satu pertanyaan lagi, kenapa kok tidak boleh yg 
berduri?
 bagaimana definisi duri itu?
 apakah seperti durian? bagaimana dengan nenas? setahuku, nenas 
banyak
 digunakan delam acara sembahyangan.
 
 oh ya tentang jam, ternyata seperti itu maknanya. Jika jam 23.00 
adalah jam
 Zi, apakah tiap jam ada namnya sendiri?
 Bagaimana dengan jam yg juga dihubungkan dengan shio? aku pernah 
dengar
 katanya jam 23.00 s/d 01.00 itu termasuk dalam jam tikus?
 Apakah jam kelahiran juga ada hubungannya dengan karakter?
 Mohon pencerahannya.
 
 
 Ling.
 
 
 
 
 2008/2/16 perfect_harmony2000 [EMAIL PROTECTED]:
 
Sdr. Siao Ling,
 
  buah yang boleh digunakan adalah buah lokal tapi hindari buah 
yang
  berduri.
 
  Mengenai kue, maaf saya tidak tahu artinya.
 
  Sembahyang dimulai pada jam 11 pm - 1 am. Maknanya adalah 
pergantian
  qi Yin menuju Yang dan juga jam tersebut adalah jam Zi, dimana Zi
  dianggap permulaan dari pergerakan waktu.
 
  Hormat saya,
 
  Xuan Tong
 
  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%
40yahoogroups.com,
  Han Siao Ling
  hansiaoling@ wrote:
  
   Dear semuanya,
  
   terima kasih infonya tentang tebu.
   Saya mau nanya lagi nih, apakah buah yg dipakai buah lokal?
   atau memang sdh ditentukan buah apa yg boleh.
   Mohon pencerahannya.
  
   Satu lagi, tentang kue ku (yg warnanya merah dan dalamnya 
kacang
  ijo), apa
   maknanya.
   JUga bakcang (tanpa isi) dan ketan yg dimasak dng gula jawa.
  
   Oh ya, kenapa acara sembahyangnya kok tengah malam? bukannya 
pagi2?
   terima kasih.
  
  
   salam,
  
   ling
  
  
   2008/2/15 Hendri Irawan henyung@:
 
  
Saudari Rahadi,
   
Untuk kue bulan, ini berkaitan dengan festival Tiongciu / 
Zhongqiu.
Sebuah festival yang berasal dari kebudayaan petani yaitu 
festival
masa panen. Hal ini bisa disearch di arsip milis, banyak 
yang membahas
mengenai festival ini dan kue bulan.
   
Sebagai contohnya saya kutipkan pesan dari bung Jiang di 
bawah.
   
Hormat saya,
   
Yongde
   
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/20839
   
*Legenda Kue Bulan*
   
Sumber : ftjenet.or.id
   
Masyarakat Cina menyantap dan membagikan kue ini sebagai 
tanda syukur
terhadap rejeki yang mereka terima sepanjang tahun ini. 
Dibalik
  rasa dan
penampilannya yang manis, kue ini ternyata menyimpan cerita 
yang
menarik. Versinya pun banyak sekali, hampir semuanya 
mengandung nilai
filsafat yang tinggi.
   
Versi Raja Ho Le
   
Raja Ho Le adalah seorang raja yang tamak dan senang 
memperkaya diri
sendiri. Rakyatnya sangat menderita, apalagi saat sang raja
memerintahkan tabib istana agar membuatkan dia obat untuk
  memperpanjang
umur. Ratu Jango sang permaisuri tidak setuju dengan 
permintaan sang
suami, maka dicurilah ramuan obat tersebut kemudian 
diminumnya.
  Beberapa
saat setelah meminum ramuan tersebut, ratu Jango menghilang 
dan muncul
dalam mimpi seorang suhu. Lewat mimpi tersebut sang ratu 
mengatakan
bahwa dirinya sekarang telah bersemayam di bulan dan 
menyebut dirinya
Dewi Bulan. Sejak saat itu setiap tahun menurut kalendar 
Cina,
masyarakat Cina selalu memperingati perjuangan ratu Jango 
dalam
menyelamatkan masyarakat dari ketamakan Raja Ho Le.
   
Versi perjuangan prajurit Cina
   
Kue bulan bermula ketika cina dibawah penjajahan Mongolia. 
Pada akhir
rejim mereka, pemerintahan sangatlah buruk. Raja hidup 
berhura-hura,
padahal rakyat mereka penuh penderitaan. Saat keadaan 
ekonomi negara
kacau, ada beberapa aktivis menyerukan revolusi. Sebuah 
revolusi
direncanakan. Namum, karena pengawasan yang ketat dari 
pemerintahan
mongolia, pesan dan surat dari para pemberontak tidak mungkin
disebarkan. Akhirnya seorang aktivis bernama Chu Yuen-chang, 
dan
  deputi
seniornya, Liu Po-wen memperkenalkan sejenis makanan yang 
disebut kue
bulan. Ia mengatakan dengan memakan kue bulan saat festival 
terang
bulan (Chung Chiu festival) akan menjaga mereka dari 
penyakit dan
  segera
terbebas dari krisis. Liu berpakaian sebagai pendeta Tao 
membawa dan
membagikan kue bulan penduduk-penduduk kota.
Saat Chung Chiu festival tiba, rakyat membuka kue bulan dan 
mereka
menemukan secarik kertas dalam kue, habisi orang-orang 
tartar tanggal
15 pada bulan ke delapan. Sebagai hasilnya semua rakyat 
bangkit
berevolusi melawan pemerintahan Mongolia dan mereka 
berhasil !!!.
  Sejak
saat 

Re: [budaya_tionghua] OOT: Jimmy, kenapa anti RRT sekali...??

2008-02-22 Terurut Topik Dada

- Original Message - 
From: extrim_bluesky
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Sent: Friday, February 22, 2008 11:43 AM
Subject: [budaya_tionghua] OOT: Jimmy, kenapa anti RRT sekali...??


Ataukah Jimmy sulit menerima bahwa sistem
sosialis RRT itu ternyata lebih baik dari
sistem liberal demokrasi ala Western Power?
ketahuilah Jim, bahwa Cerita Sukses Tiongkok
itu bukan tantangan baru bagi liberal demokrasi
pasca rezim Fasis 1930-an.

Dada :
saudara jimmy mengajukan pentingnya wni membela kepentingan negara RI , 
bukan berarti menegaskan dirinya anti RRT...

Tidak ada system yang terbaik , yang ada system yang paling tepat untuk 
setiap negara..
sosialis berhasil di tiongkok , lum tentu berhasil di barat ,
vice versa...demokrasi dibarat pun nyatanya tidak berhasil di negara 
berkembang

Dari kalimat  bahwa sistem sosialis RRT itu ternyata LEBIH BAIK dari sistem 
liberal demokrasi ala Western Power? 
saja sudah dibangun secara tidak rasional

=


anda pasti mengira bahwa peran agama yg bebas
dari intervensi negara adalah pondasi dari liberal
demokrasi.

Tapi mari kita liat contoh Amerika deh.

Jimmy Carter, dalam bukunya yg berjudul
Our Endangered Values, berkata: One of
the most bizarre admixtures of religion and
government is the strong influence of some
Christian fundamentalists on US policy
in the Middle East.

Dada :
Jimmy Carter pun mencantumkan kata fundamentalist sebagai penegas , yang 
semestinya anda cermati.



Xie Xie

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Jimmy Tanaya
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pak Thio,

 Sekalian didiskusikan 2 email anda ya. Yg pertama seperti judul
 diatas. Yg kedua soal org tionghoa indonesia harus membela yg mana
 misal perang RRC-NKRI. Saya pandang, 2 hal ini saling terkait.

 Utk awal, daripada salah paham, mungkin bisa anda jelaskan kriteria
 baihua itu seperti apa? siapa yg anda 'tuding' sebagai baihua? lalu
 apakah harus bisa baca aksara (bukannya orang dulu juga banyak yg
 buta huruf)?


 Oh ya, btw, yg menggencet 'tionghoa' bukan cuma Suharto lho.
Kroninya
 (yg tidak sedikit ber-etnis tionghoa) juga punya peran besar. Kita
yg
 (sadar maupun tidak) lebih memilih 'menyogok' daripada susah payah
 mengurus, juga ikut mengamini segala macam pemerasan (jadi ada
salah
 kita juga, yg mungkin bahkan lebih besar).

 Himbauan anda, yg meneruskan dorongan kawan pak Thio, itu bagus.
 Sayangnya Pak Thio, himbauan tersebut mungkin hanya masuk telinga
kiri
 keluar kanan. Toh 'terbukti' sedikit sekali org tionghoa yg masuk
ke
 TNI, polri, dll. Bo cwan katanya hahahahhaa. Tapi lagu lama yg
selalu
 diulang yaitu kami didiskriminasi uwoh.. uwoh Ada kata dalam
 bahasa jawa yg cocok menggambarkan perilaku ini yaitu kelakuan.

 Soal bila perang harus bela mana,
 Ya jelas tergantung kewarganegaraannya ybs. Bila dia WNI (ras
apapun)
 ya jelas bela NKRI (kita kesampingkan dulu soal kenapa perang,
dll).
 kalau dia WN PRC, ya silahkan mudik ke mainland, dan mo jadi
tentara
 apa tidak, itu urusan PRC dengan WN PRC.

 Betul nenek moyang kita datang dari tiongkok. Tapi kita semua yg
 MEMILIH berwarganegara Indonesia, ya jelas disanalah loyalitas dan
 'pengabdian' diberikan dan nasionalisme kita berada. Kalau tidak
mau
 loyal kepada NKRI, ya simply lepaskan kewarganegaraan RI gitu lho.
Ini
 bukan soal nasionalisme sempit, ataupun ultra nasionalist,
melainkan
 soal hukum bela negara.

 Nah posisi pak Thio sendiri gimana?


 salam,
 jimmy


 



Pianhoa Lagi? (Re: [budaya_tionghua] Re: OOT: Jimmy, kenapa anti RRT sekali...??)

2008-02-22 Terurut Topik Akhmad Bukhari Saleh
- Original Message - 
From: * 
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
Sent: Friday, February 22, 2008 5:49 PM
Subject: RE: [budaya_tionghua] Re: OOT: Jimmy, kenapa anti RRT sekali...??

 Warga Tionghoa Harapkan Tidak Ada Lagi Diskriminasi Jakarta, (Analisa) 

--

Wah, ini posting dari si bu-beng yang mana lagi ya?
Apa dari si jago pianhoa yang puthauw itu juga?

Mana judulnya dan isinya jaka sembung lagi!

Yang begini ini yang bikin milis ini jadi nggak nyaman...

Wasalam.


Re: [budaya_tionghua] Re: milis budaya tionghoa

2008-02-22 Terurut Topik Can Kheng Hong
Pak Danardono HADINOTO, 

Mengapa cuma take or leave? Bukankah sejarah justru mengajarkan opsi pilihan 
antara, apakah itu mau disebut adaptasi, modifikasi, inkulturasi, 
konstekstualisasi, or sinkretisasi. Saat Jepang pada zaman Meiji berhadapan 
dengan budaya Barat, mereka tidak serta merta take or leave it, tetapi 
mengadopsi dan mengadaptasi budaya dalam hidup mereka. Jadilah Jepang bentuk 
baru, maju setara Barat tetapi tetap kental tradisinya. 

Bukankah juga mungkin bagi setiap individu, saat berjumpa dengan budaya 
tertentu, tidak serta merta take it or leave it, tetapi mengadaptasi ataupun 
mengkonstektualisasi kedalam kondisinya? 

Salam, 
Kheng Hong

RM Danardono HADINOTO [EMAIL PROTECTED] wrote:   
...
 
 Take it or leave it.
 
 Salam budaya
 
 Danardono
 
 -





   
-
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Re: milis budaya tionghoa

2008-02-22 Terurut Topik RM Danardono HADINOTO
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Can Kheng Hong 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pak Danardono HADINOTO, 
 
 Mengapa cuma take or leave? Bukankah sejarah justru mengajarkan 
opsi pilihan antara, apakah itu mau disebut adaptasi, modifikasi, 
inkulturasi, konstekstualisasi, or sinkretisasi. Saat Jepang pada 
zaman Meiji berhadapan dengan budaya Barat, mereka tidak serta merta 
take or leave it, tetapi mengadopsi dan mengadaptasi budaya dalam 
hidup mereka. Jadilah Jepang bentuk baru, maju setara Barat tetapi 
tetap kental tradisinya. 
 
 Bukankah juga mungkin bagi setiap individu, saat berjumpa dengan 
budaya tertentu, tidak serta merta take it or leave it, tetapi 
mengadaptasi ataupun mengkonstektualisasi kedalam kondisinya? 
 
 Salam, 
 Kheng Hong



Sebelum kita melanjutkan diskusi ini, saya ulangi kalimat saya yang 
berhubungan dengan take it or leave it:

Falsaafah Bali yang menggambarkan dunia mikrokosmos dan makrokosmos
mereka, diterangkan secara cpmprehensive dalam kepercayaan mereka,
bukan dalam kepercayaan lain, yang mungkin datang ke Bali dikemudian
hari.

Demikian pula dengan pembahasan dan pembelajaran budaya Tionghoa,
budaya Jepang, budaya India, budaya Jawa, dll.


Take it or leave it...

Anda tanyakan, apakah tak ada opsi lain, seperti adaptasi, 
modifikasi, inkulturasi, konstekstualisasi, or sinkretisasi. Kita 
kembali ke contoh Budaya Bali. Budaya Bali ber-intikan kepercayaan 
Hindu Bali, yang dimanifestasikan dengan seni tari, seni musik, seni 
bangunan, senirupa sampai ke tradisi khas Bali, seperti pembakaran 
jenazah, upacara perkawinan dll.

Andaikata manusia me modifikasinya, men-sikretisasinya, apakah yang 
muncul? masih budaya Hindu Bali? Dapatkah kepercayaan Hindu bali 
dengan pemahaman Trimurti sebagai sentra-nya, anda adaptasi dengan 
akjaran Trinitas atau ajaran yahudi, ajaran Islam? lalu kita mau 
kemanakan ke Hindu Bali-an budaya ini? Bukankah akan muncul budaya 
lain, yang mungkin bentuk yang mirip atau yang lain, tetapi masihkah 
kita bicara tentang Hindu Bali? Mangga Harumanis yang kita silang 
dengan mangga Gadung, masihkah mangga harumanis? Mungkin masih 
mangga , ya, tetapi inikah yang kita maksud?

Bagaimana anda mau meng-kontexualisasikan kebudayaan Tionghoa yang 
berintikan ajaran Dao atau Konghucu? bagaimana kita meng-
kontextualkan budaya Jawa? Kita tetap harus memilih, antara menerima 
inti kebudayaan itu as it is, atau membentuk suatu benda yang baru.

Inkulturisasi. OK. Ketika Islam masuk ke Jawa, maka timbul 
inkulturisasi dalam bentuk perkawinan antara ajaran Islam dan elemen 
budaya Jawa. Tetapi, perhatikanlah lebih dalam, bentuk budaya ini 
tidak dibenarkan menurut akidah Muslim yang khaffah. Apabila anda 
menikmati pertunjukan wayang, yang mengisahkan dua epos, Mahabharatta 
atau Ramayana, maka selalu terdapat dialog yang menyangkut faham 
Hindu dengan ke Trimurtian-nya. Disini, inkulturisasi berakhir. Dalam 
setiap lakon wayang, beratus kali muncul peran Dewa, yang secara 
tegar ditolak dalam ke tauhidan kepercayaan Semit.

Tentu saja, saya dapat memakai sarung Jawa dari bahan batik, lalu 
memakai jas Eropah dengan dasi. Tetapi apa yang saya pakai 
sebenarnya? busana apa?

Mungkinkah anda masukkan patung bunda Maria dan yesus serta Yosef 
ketengah altar di kelenteng? Tentu saja dapat, tetapi apakah ini 
masih khas kelenteng?

Anda dapat menjawabnya

salam budaya

Danardono





[budaya_tionghua] Re:Fw: Sungguh, Kami etnis Tionghoa Enggak Eksklusif

2008-02-22 Terurut Topik KK Lie
Bila saja semua orang Indonesia berpandangan seperti sdr Ivan Wibowo,
Oktavianus, Fivi dan fifi, tentunya Indonesia akan menjadi negeri yang
damaa...
Namuun... sayang 1000 sayang sebagian besar masih mempunyai rasa cemburu
 iri dan dengki.
Dahulu saya pribadi berpendapat ooh mungkin rasa cemburu tsb karena banyak
etnis Tionghoa yang Show Off, namun pada kenyataannya sama sekali tidak...
coba kita lihat etnis India ataupun Arab yang kaya raya, nggak pernah saya
mendengar sentimen Anti Arab atau sentimen Anti India.

Bahkan kalau kita menyimak kota Singkawang di Kalimantan, banyak etnis
Tionghoa yang hidup melarat (dibawah garis kemiskinan), tetap saja mereka di
diskriminasi. Lebih dekat lagi di daerah kampung Naga, Mauk, Tangerang juga
banyak etnis Tionghoa yang bahkan sudah membaur (berasimilasi) dan hidup
miskin, tetap saja yang di tonjolkan ke Cina-annnya utk di diskriminasi.

Bila ada sekelompok tokoh masyarakat, pemerintah yang berpendapat etnis
Tionghoa sekarang sudah diterima ah.. itu kan cuma sebagian kecil saja
yang di expose untuk kepentingan politis.

Masalah diskriminasi etnis sebenarnya terjadi dimana saja, bahkan di negara
baratpun.
Namun disana pemerintah benar benar menjalankan fungsinya utk menegakkan
hukum. Di Indonesia masih banyak terjadi organisasi organisasi massa bisa
dengan mudah turun kejalan utk menunjukkan kekuatan anti etnis dan agama
tertentu.

Perang Orang Tua, Guru dan sesepuh dalam membentuk karakter generasi muda
yang baik dan toleran sangat menentukan. Semua kembali kepada kita masing-2
dan akhirnya waktu pula yang menentukan.

Salam damai..



.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


[budaya_tionghua] Larangan Atraksi Barongsai Bertentangan dengan Hukum - Cap Go Meh, Merayakan Perbedaan - Mengangkat Masa Kelam Tionghoa

2008-02-22 Terurut Topik HKSIS
SUARA PEMBARUAN DAILY 



Larangan Atraksi Barongsai Bertentangan dengan Hukum 
[SINGKAWANG] Surat Keputusan (SK) Wali Kota Pontianak, Kalimantan Barat 
(Kalbar) No 127/2008 tentang Larangan Penjualan Mercon dan Pengaturan Permainan 
Naga dan Barongsai di Kota Pontianak sangat bertentangan dengan hukum. 
Kebijakan itu sangat bertentangan dengan pengembangan dan khazanah budaya. 

Hal tersebut dikatakan Agustinus Clarus, anggota DPR asal Kalbar kepada SP, 
Kamis (21/2), di Kota Singkawang, Kalbar. 

SK Wali Kota Pontianak No 127/2008 merupakan satu bentuk sempitnya wawasan 
tentang kebudayaan. Karena budaya adalah hakikat hidup masyarakat dan 
kebudayaan itu hidup di masyarakat. 

Cara hidup masyarakat dapat diketahui dari bentuk budaya yang dijalankan 
masyarakat. 

Jadi, tidak perlu wali kota melarang atau mengatur terhadap permainan satu 
budaya. 

Budaya itu menyangkut hak asasi manusia, jadi kebijakan wali kota Pontianak 
sangat bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Untuk itu, pihaknya 
mengharapkan kepada masyarakat dan penegak hukum agar lebih bijak dalam 
menafsirkan dan membuat satu peraturan. Hendaknya peraturan itu tidak merugikan 
pihak lain. 

Saat ini kita sedang mengembangkan wisata budaya di seluruh Tanah Air. Namun, 
di sisi lain ternyata ada daerah yang melarang atau mengatur permainan 
kebudayaan. Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran kita terhadap perkembangan 
kebudayaan menjadi mundur. Karena beberapa waktu yang lalu kita memperkenalkan 
dan mengembangkan semua budaya untuk dapat dijadikan sebagai aset bangsa dan 
wisata, katanya. [146] 





Last modified: 22/2/08 

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0802/22/opi01.html
Cap Go Meh, Merayakan Perbedaan  



Oleh
Tom Saptaatmaja

Pesta Cap Go Meh sebagai puncak Tahun Baru Imlek telah tiba. Seperti diketahui, 
Imlek adalah tahun baru paling unik dibanding sistem kalender yang lain, karena 
dirayakan selama 15 hari, bukan cuma satu hari atau sekadar satu malam seperti 
tahun baru Masehi.
Pada Kamis 7 Februari 2008 lalu adalah 1 Cia Gwee atau hari pertama Imlek dan 
penutupannya jatuh pada hari ke-15 bertepatan dengan 23 Februari 2008 yang 
biasa disebut Cap Go Meh. Istilah ini berasal dari dialek Hokkian dan secara 
harafiah berarti hari kelima belas dari bulan pertama. 
Lepas dari segala aspek ritualnya, Cap Go Meh telah menjadi pesta multibudaya 
atau multi-etnis karena tidak hanya menonjolkan peran etnis Tiong-hoa saja. Di 
Jakarta tempo doeloe, Cap Go Meh selalu menjadi ajang pawai budaya seluruh 
kelompok masyarakat baik Tionghoa, Betawi, Arab dll. Bahkan kali ini, Gubernur 
Fauzi Wibowo dikabarkan siap membuka pesta Cap Go Meh di Jakarta. 
Malah Cap Go Meh di Singkawang dimanfaatkan untuk mendukung program Visit 
Indonesia Year 200, sedang di kawasan lain di tanah air, Cap Go Meh menjadi 
pesta keragaman budaya yang menarik. Bayangkan, pelaku ritual tatung berasal 
dari penganut Khonghucu, penari barongsai dari kelompok pesilat Tionghoa, 
penabuh tambur dari suku Madura, etnik Melayu mengambil peran sebagai 
pengangkat tandu (Toa Khio). Malam harinya giliran pertunjukan wayang potehi 
(wayang boneka katun dari Fujian, RRC) yang mengangkat cerita klasik dari 
Tiongkok dengan dalang dari suku Jawa.
Memang sejak pencabutan Inpres No 14/1967 oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 
tahun 2000 lalu, ada pemandangan yang membanggakan setiap kali pesta Cap Go 
Meh. Semua lapisan masyarakat, khususnya yang bukan Tionghoa, ikut 
beramai-ramai dalam kemeriahan atraksi budaya barongsai, liang-liong. 
Partisipasi warga non-Tionghoa itu mengingatkan Cap Go Meh sebelum tahun 1965. 
Partisipasi itu jelas layak diapresiasi. 

Merayakan Perbedaan
Jadi jika dikaji, pesta Cap Go Meh kini berada dalam proses pergeseran dari 
pesta milik masyarakat Tionghoa menjadi pesta milik bangsa Indonesia secara 
keseluruhan, tentunya dengan dipelopori oleh masyarakat Tionghoa di Indonesia. 
Proses pergeseran atau lebih tepatnya integrasi itu, paling tampak dalam sajian 
lontong Cap Go Meh yang bisa kita temui di restoran, rumah makan atau warung. 
Makanan ini disajikan pada hari ke-15 yang merupakan penutupan rangkaian acara 
perayaan Imlek. Dengan demikian lontong ini menjadi simbol atau representasi 
pertautan lintas entis. Pasalnya lontong bukanlah makanan asli China, tapi 
jenis makanan asli negeri ini. 
Apalagi kalau kita tanya siapa yang suka lontong Cap Go Meh, rasanya juga bukan 
monopoli satu etnis saja. Dengan demikian, lontong menjadi simbol etnis 
Tionghoa tidak alergi pada apa yang baik yang berasal dari luar etnisnya. 
Lontong itu juga menjadi ungkapan bahwa jika kita bisa meramu perbedaan, yang 
satu ini bisa menjadi berkah dan memberi nilai tambah bagi kebudayaan nasional 
kita.
Karena itu, pesta Cap Go Meh menjadi momentum tepat untuk menggelorakan 
semangat toleransi dan 

[budaya_tionghua] Re: SEMBAYANG TI KONG

2008-02-22 Terurut Topik Purnama Sucipto Gunawan
Boleh sedikit menambahkan;
Sembayang Ti Kong kemarin baru saya pelajari itu pada tanggal 8 bulan
1 kalender tionghoa. Yang saya baru ketahui ada upacara sembayang pada
hari ini disebut kunjungan sembayang 8 Klenteng atau wihara dalam 1
hari. Tujuan sembayang ini untuk mengucapkan Syukur dan berkah kepada
Ti Kong atas tahun yang baru. yang saya belum ketahui adalah sejarah
mengenai ini ?.



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, david_kwa2003
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Sdri. Siao Ling yth,
 
 Nanas banyak digunakan untuk sembahyang Thi Kong, karena dalam dalam 
 dialek Hokkian selatan (Minnan/Banlam) nanas adalah ong-lai, yang 
 sama bunyi dan nadanya dengan frasa ong lai yang bermakna 'datanglah 
 kemakmuran.' Ini menyiratkan harapan agar Thi Kong berkenan memberi 
 kemakmuran di tahun yang sedang berjalan. 
 
 Kiongchiu,
 Kian Hauw
 
 --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Han Siao Ling 
 hansiaoling@ wrote:
 
  Bpk Xoan Tong yth,
  
  Xie-Xie atas jawabannya.
  tapi timbul satu pertanyaan lagi, kenapa kok tidak boleh yg 
 berduri?
  bagaimana definisi duri itu?
  apakah seperti durian? bagaimana dengan nenas? setahuku, nenas 
 banyak
  digunakan delam acara sembahyangan.
  
  oh ya tentang jam, ternyata seperti itu maknanya. Jika jam 23.00 
 adalah jam
  Zi, apakah tiap jam ada namnya sendiri?
  Bagaimana dengan jam yg juga dihubungkan dengan shio? aku pernah 
 dengar
  katanya jam 23.00 s/d 01.00 itu termasuk dalam jam tikus?
  Apakah jam kelahiran juga ada hubungannya dengan karakter?
  Mohon pencerahannya.
  
  
  Ling.
  
  
  
  
  2008/2/16 perfect_harmony2000 perfect_harmony2000@:
  
 Sdr. Siao Ling,
  
   buah yang boleh digunakan adalah buah lokal tapi hindari buah 
 yang
   berduri.
  
   Mengenai kue, maaf saya tidak tahu artinya.
  
   Sembahyang dimulai pada jam 11 pm - 1 am. Maknanya adalah 
 pergantian
   qi Yin menuju Yang dan juga jam tersebut adalah jam Zi, dimana Zi
   dianggap permulaan dari pergerakan waktu.
  
   Hormat saya,
  
   Xuan Tong
  
   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%
 40yahoogroups.com,
   Han Siao Ling
   hansiaoling@ wrote:
   
Dear semuanya,
   
terima kasih infonya tentang tebu.
Saya mau nanya lagi nih, apakah buah yg dipakai buah lokal?
atau memang sdh ditentukan buah apa yg boleh.
Mohon pencerahannya.
   
Satu lagi, tentang kue ku (yg warnanya merah dan dalamnya 
 kacang
   ijo), apa
maknanya.
JUga bakcang (tanpa isi) dan ketan yg dimasak dng gula jawa.
   
Oh ya, kenapa acara sembahyangnya kok tengah malam? bukannya 
 pagi2?
terima kasih.
   
   
salam,
   
ling
   
   
2008/2/15 Hendri Irawan henyung@:
  
   
 Saudari Rahadi,

 Untuk kue bulan, ini berkaitan dengan festival Tiongciu / 
 Zhongqiu.
 Sebuah festival yang berasal dari kebudayaan petani yaitu 
 festival
 masa panen. Hal ini bisa disearch di arsip milis, banyak 
 yang membahas
 mengenai festival ini dan kue bulan.

 Sebagai contohnya saya kutipkan pesan dari bung Jiang di 
 bawah.

 Hormat saya,

 Yongde

 http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/20839

 *Legenda Kue Bulan*

 Sumber : ftjenet.or.id

 Masyarakat Cina menyantap dan membagikan kue ini sebagai 
 tanda syukur
 terhadap rejeki yang mereka terima sepanjang tahun ini. 
 Dibalik
   rasa dan
 penampilannya yang manis, kue ini ternyata menyimpan cerita 
 yang
 menarik. Versinya pun banyak sekali, hampir semuanya 
 mengandung nilai
 filsafat yang tinggi.

 Versi Raja Ho Le

 Raja Ho Le adalah seorang raja yang tamak dan senang 
 memperkaya diri
 sendiri. Rakyatnya sangat menderita, apalagi saat sang raja
 memerintahkan tabib istana agar membuatkan dia obat untuk
   memperpanjang
 umur. Ratu Jango sang permaisuri tidak setuju dengan 
 permintaan sang
 suami, maka dicurilah ramuan obat tersebut kemudian 
 diminumnya.
   Beberapa
 saat setelah meminum ramuan tersebut, ratu Jango menghilang 
 dan muncul
 dalam mimpi seorang suhu. Lewat mimpi tersebut sang ratu 
 mengatakan
 bahwa dirinya sekarang telah bersemayam di bulan dan 
 menyebut dirinya
 Dewi Bulan. Sejak saat itu setiap tahun menurut kalendar 
 Cina,
 masyarakat Cina selalu memperingati perjuangan ratu Jango 
 dalam
 menyelamatkan masyarakat dari ketamakan Raja Ho Le.

 Versi perjuangan prajurit Cina

 Kue bulan bermula ketika cina dibawah penjajahan Mongolia. 
 Pada akhir
 rejim mereka, pemerintahan sangatlah buruk. Raja hidup 
 berhura-hura,
 padahal rakyat mereka penuh penderitaan. Saat keadaan 
 ekonomi negara
 kacau, ada beberapa aktivis menyerukan revolusi. Sebuah 
 revolusi
 direncanakan. Namum, karena pengawasan yang ketat dari 
 pemerintahan
 mongolia, pesan dan surat dari para pemberontak tidak mungkin
 disebarkan. Akhirnya seorang aktivis bernama Chu Yuen-chang, 
 dan
   deputi
 seniornya, Liu 

[budaya_tionghua] Re: milis budaya tionghoa - sambungan

2008-02-22 Terurut Topik RM Danardono HADINOTO
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Can Kheng Hong 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Pak Danardono HADINOTO, 
 
 Mengapa cuma take or leave? Bukankah sejarah justru mengajarkan 
opsi pilihan antara, apakah itu mau disebut adaptasi, modifikasi, 
inkulturasi, konstekstualisasi, or sinkretisasi. Saat Jepang pada 
zaman Meiji berhadapan dengan budaya Barat, mereka tidak serta merta 
take or leave it, tetapi mengadopsi dan mengadaptasi budaya dalam 
hidup mereka. Jadilah Jepang bentuk baru, maju setara Barat tetapi 
tetap kental tradisinya. 
 
 Bukankah juga mungkin bagi setiap individu, saat berjumpa dengan 
budaya tertentu, tidak serta merta take it or leave it, tetapi 
mengadaptasi ataupun mengkonstektualisasi kedalam kondisinya? 
 
 Salam, 
 Kheng Hong
 

Can Heng yang baik, saya sambung penuturan saya mengenai thema itu 
sebagai penuntasan tanggapan saya.

Contoh anda mengenai sikap bangsa Jepang justru baik sekali untuk 
menjelaskan hal ini. Reformasi Meiji memang membentuk bangsa Jepang 
baru, correct, tetapi tidak menimbulkan budaya Jepang baru. Budaya 
Jepang, yang dimanifestasikan dalam seni sstra, seni musik, seni 
tari, kepercayaan  way of life, TIDAK berubah. Tak ada perbedaan 
antara Budaya Jepang pra dan post era Meizi tenno.

Mereka memakai busana barat se-hari hari, mengadopsi tekhonology 
Barat, berkomunikasi dengan Barat, tetapi, mereka tetap mempunyai 
busana kimono, theater Kabuki (yang tak berubah sejak entah berapa 
ratus tahun), seni musik, kepercayaan Shinto, dan... yang essential 
semangant Bushido yang shintowi itu.

Balatentara Jepang mengobarkan Perang Pacific Raya diawal tahun 40an 
100% dengan tekhnik persenjataan Barat (Navy menurut gaya Inggris, 
Army menurut gaya Jerman), tetapi sebagai kekuatan militer Jepang 
yang membawa budaya Jepang ke tanah yang diduduki! Mengibarkan 
bemdera matahari bersinar demi keagungan Tenno Heika.

Kuil untuk penghormatan bagi yang gugur dan operasi tempur itu 
sendiri masih sama, sampai kini, kuil perang Yasukuni. Mereka tak 
mengadakan penghormatan pada arwah pahlawan menurut gaya dan dirumah 
ibadat Non Shinto.

Pemimpin jepang yang melawat ke LN tak pernah berpidato dalam bahasa 
asing, selalu dalam bahasa Jepang!

Budaya Jepang tetap utuh, tidak mereka modifikasi. Tambahan tambahan 
dari unsur budaya luar memperkaya mereka, tetapi mereka tempatkan 
diluar bangunan budaya mereka, TIDAK mereka synkretisasikan menjadi 
sesuatu yang hybrid. Mereka punya KFC dan Mc Donnald's, tetapi 
tempura tetap tempura...

Salam budaya

Danardono




[budaya_tionghua] Kenapa dengan anda...??

2008-02-22 Terurut Topik extrim_bluesky
Wah, Jimmy anda terlalu prejudice. 
Saya tidak hendak berdiskusi mengenai
anda pribadi. Subjek saya itu bukan
pertanyaan tapi pernyataan. Siapa pribadi
anda, saya tidak perduli. Yg saya tanya
adalah pendapat anda. So, jangan terlalu
gede rasa hingga saya berniat mencari
tau tentang diri anda. 

Tentu saja, saya berniat baik dalam diskusi
masalah semangat anti RRT yg bisa
berimplikasi pada dipersekusinya etnik
Tionghoa di negeri-negeri rasis anti RRT.
Apa yg pernah terjadi di Indonesia merupakan
salah 1 contoh dari pendapat saya itu. Oleh
karena itu, saya kira, penting bagi kita
semua untuk memahami relasi antara sebuah
negeri asing, etnik Tionghoa, Tiongkok. 

Saya menghina anda? Kapan, dimana dan
di bagian mana dari tulisan saya yg
menghina anda? pelintir buku Soe Hok
Gie yg mana pula? anda ini ngomong
apa sih Mbak? coba anda baca baik-baik
sekali lagi tulisan saya yg kemarin itu. 
Tolong sebut di mana saya menghina anda,
tidak hormat sama anda dsb. Nih saya
tampilkan kembali tulisan saya itu ya:


Beberapa kali saya baca email Sdr. Jimmy,
tampak benar anda itu sangat anti RRT. Saya
sangat bingung dgn sikap ini. Semoga sudi
memberi pencerahan ya Jim, dgn memberi
penjelasan yg cukup rasional (bukan cuma
kehendak menjilat penguasa pribumi aje).

Menurut saya, saat ini ada 2 term menyangkut
RRT i.e. China Threat dan China Model.
Tampaknya, Sdr. Jimmy terpengaruh dgn istilah
China Threat tersebut. SEdangkan saya lebih
memilih pendekatan China Model yg bisa
diterapkan, ditiru oleh banyak negara berkembang
dan terbelakang di Asia-Afrika-Amerika Latin.

Istilah China Threat sering digunakan sbg
senjata untuk menyudutkan dan mengisolasi
RRT. Dampaknya, hua-ren di sluruh dunia yg akan
kena.

Ataukah Jimmy sulit menerima bahwa sistem
sosialis RRT itu ternyata lebih baik dari
sistem liberal demokrasi ala Western Power?
ketahuilah Jim, bahwa Cerita Sukses Tiongkok
itu bukan tantangan baru bagi liberal demokrasi
pasca rezim Fasis 1930-an.

Adalah totally keliru jim, kalau anda menilai
RRT dgn perspektif Western atau lebih parahnya
berpijak pada sejarah Barat yg telah dipelintir.

Ataukah Jimmy terprovokasi atas berita-berita
miring tentang tiadanya kebebasan di RRT? Bukankah
bagi liberal demokrasi kapitalis roader, unsur
demokrasi adalah perpaduan dari network antara
negara, club, agama, kelompok dan masyarakat
yg mandiri? anda pasti berpendapat spt ini.
anda pasti mengira bahwa peran agama yg bebas
dari intervensi negara adalah pondasi dari liberal
demokrasi.

Tapi mari kita liat contoh Amerika deh.

Jimmy Carter, dalam bukunya yg berjudul
Our Endangered Values, berkata: One of
the most bizarre admixtures of religion and
government is the strong influence of some
Christian fundamentalists on US policy
in the Middle East.

oke, segitu dulu. nanti kita bahas lebih mendalam.

Xie Xie



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Jimmy Tanaya 
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Wahahahahaha,
 
 Seorang yg tidak tahu balas budi,
 tidah punya respect pada member lain (yg keduanya merupakan tanda 
anda
 tidak tahu/paham bahkan pada bentuk praktis 'kebudayaan tionghoa' 
yg
 paling sederhana sekalipun ttg hauw'), mau mencoba utk memancing 
saya
 dalam debat mengenai personal saya?
 
 Wahahaha, ya jelas saya tidak mau. Apa relevansinya debat ttg 
diriku
 dengan milis ini, sehingga harus diperbincangkan disini? saya juga
 tidak tertarik untuk membela diri saya dari fitnah maupun 
penghinaan
 anda. Saya anggap semua bentuk penghinaan anda sebagai 
compliments :).
 
 Plus, anda tidak punya niat baik utk berdiskusi. Lihat saja judul 
anda
 yang sudah mengambil kesimpulan bahkan sebelum diskusi dimulai
 hehehehe. Buat apa ada diskusi? atau tepatnya, memang akan ada 
diskusi?
 
 Plus memahami dengan baik pendapat orang lain saja anda tidak bisa.
 Apa yg bisa diharapkan dari sebuah diskusi dengan anda?
 
 Saya tidak butuh (dan tidak peduli akan) penilaian apakah saya 
baihua
 atau tidak, ataukah saya anti RRC atau tidak. Siapa anda yg bahkan
 tidak tahu apa aktivitas saya tetapi sok pintar mengambil 
kesimpulan
 seperti tercermin dalam judul diatas? Hehehehe. sono belajar 
lagi
 sama group intel ndeso bin katro anda utk cari info ttg saya. Nama
 saya nama terang dan asli kok. (Bahkan) saya pun tidak khawatir
 mencantumkan asal kota saya. Memperbandingkan kualitas ini saja 
anda
 sudah kalah jauh.
 
 So, silahkan nista/menghina/memfitnah saya semau anda. Itu hak 
anda.
 Hak saya juga untuk mengabaikan (ignore) segerombolan 'orang' yg
 mengaing2 atau melolong2 qeqeeqeqeqe :D.
 
 Anda belajar lagi deh teknik 'memancing' orang, maupun teknik debat
 dan teknik diskusi.
 
 Saya tidak butuh pujian, demikian pula, saya tidak peduli atas 
hinaan
 orang. Apalagi penghinaan/fitnah/etc dari jejadian/klonengan (yg
 ngaku2 dengan nick perempuan lagi). hiii ngeri ahhh hehehehehe.
 mengaku masih hidup dan seorang pria saja tidak berani :p.
 
 Ok, saya tunggu penistaan lainnya dari anda. Ataupun segala macam
 silat lidah anda yg mengatakan anda tidak 

[budaya_tionghua] PAWAI 1000 Lampion

2008-02-22 Terurut Topik Freddy H. Istanto

Hallo Rekans,
saya bergabung kembali di milist ini, barang lama kemasan baru :D
sekaligus mengirim infor tentang Perayaan Cap Go Meh di Surabaya.

Besok sore, minggu 24 februari 2008, berangkat dari Kya-kya Kembang Jepun,
Kapolwiltabes Surabaya dan Dahlan Iskan CEO Jawa Pos Group pk.18:00 akan
memberangkatkan 1000 peserta pawai lampion. jalan kaki menuju balaikota
Surabaya. Rombongan akan diterima Walikota Surabaya Bambang DH.

Di balai kota seluruh peserta akan dihibur atraksi barongsai.
arak2an di awali tarian naga. disiapkan 3 naga, puluhan barongsai dan
ditutup dengan tarian naga yang mengiringi sepanjang perjalanan.

JTV, televisi lokal surabaya menyediakan hadiah2 menarik untuk peserta,
disamping dipilih peserta dengan desain lampion paling kreatif dan
attraktif.
juri antara lain Ibu Marlupi Sijangga (Seniman Ballet dan Direktur marlupi
Dance academy), Chandra Wurianto (Pemerhati Budaya, pengurus Paguyuban
Masyarakat Tionghoa Surabaya) dan saya sendiri mewakili akademisi
(Universitas Ciputra Surabaya)

sampai sabtu ini, sudah sekitar 800 peserta mendaftar, terbesar memang
dari yayasan2 dalam koordinasi Paguyuban Masyarakat Tionghoa. yang masih
mau bergabung, silahkan besok datang 1 jam sebelum acara dimulai di
Kya-kya Kembang Jepun surabaya.

So dont Miss it!

banyak tabik,
Fred


___DISCLAIMER___
This email and any files transmitted with it are confidential and intended 
solely for the use of the individual or entity to whom they are addressed. If 
you have received this email in error please notify the sender. Please note 
that any views or opinions presented in this email are solely those of the 
author and do not necessarily represent Universitas Ciputra as an academic 
institution. Finally, the recipient should check this email and any attachments 
for the presence of viruses. Universitas Ciputra accepts no liability for any 
damage caused by any virus transmitted by this email.


[budaya_tionghua] Fwd: Day 1 in Pontianak

2008-02-22 Terurut Topik Hendri Irawan
Rekan-rekan semua,

Berikut saya forward-kan laporan hari pertama perjalanan ke Pontianak
dan Singkawang tim peneliti dari Singapura dan Canada bersama saudara
Ardian. Laporan ini dikirim langsung dari Pontianak oleh salah satu
peserta.

Hormat saya,

Yongde

--- In [EMAIL PROTECTED], Victor Yue [EMAIL PROTECTED]
wrote:

Hi folks,
This morning, at 6.30am, like excited schoolkids we were SMSing (text
messaging) each other to check that we were indeed going to the right
place.
And so, by 6.45am, we were all ready to check into the departure lounge at
Harbour Front. There was Margaret, Ronni, Tim, Aaron, Arthur and me .. the
six of us, going into unknown land (as far as we are concerned). But with
two veterans, we have no problems. One has the journalistic instinct
and the
other just has a nose for something interesting. And so, through many
misadventures we got to learn a lot of things.

By 12.15pm (Indonesian time .. it is one hour behind Singapore) we
landed at
Pontianak, after travelling over sea, land and air. Each of us had our
impressions of how Pontainak will look like and I am sure each of us
have to
adjust our impression after bring met by the heat wave and the
surroundings.
The fluent Malay of Ronni and Margaret ensured that our trips to be
smooth.
Of course, we chipped in with our broken Mandarin and Teochew. Apparently,
many of the Chinese in Pontianak are Teochew, whereas those in Singkawang
are Hakka,

Ready to go on our hunt, the poor friendly guy at the Gajah Mada Hotel
frontdesk kena grilled by us. The more we checked around, it seems that
Pontianak does not see much foreigners! And so, Ronni caused quite a stir
wherever he went, what with his Malay and Hokkien!

With so much to look for, we just went naturally into two groups, the
research group and the hunter group. (^^) So, while Margaret, Tim and
Arthur
went to interview Pontianak Post (Chinese news paper), Ronni, Aaron and I
decided to go for lunch first. We went a couple of steps away to have nasi
padang. Not sure if the young SIngaporeans would eat, but we did and even
has Bintang (beer) with 7UP in locally produced ice. Keeping our fingers
crossed, we are still alive. (^^)

After lunch we went walking along Jln Gajah Mada, checking on Teo
(Zhang) Association - they are linked to the world Teo Federation and
there
was a poster of recent world conference in SIngapore, And then, we stepped
into a joss shop. Woaw, the Teochew Ah Nya were tickled pink by this
Angmoh
(caucasian) barging in asking about the kim-shin (statue) in Hokkien. And
soon, we struck up a lively conversation with the ladies. Wah, they have
quite a range of joss papers, which according to this lady, were imported
from China via Kuching (Sarawak, Malaysia) has an important main trunk
road
linking to Pontianak.

Soon, we extracted the juicy tales such as why the Chap Goh Meh (15th
day of
Lunar New Year) celebrations was cancelled in Pontianak this year. Ah, on
the surface, it was mentioned that there was an issue. From the streets,
apparently, it is politics. And then, we learnt about tangki. There is one
84 year old tangki representing Guan Sheuy (Yuan Shuai) but they could not
identify which Guan Sheuy.

Along the way, Ronni spotted one nice Hu (talisman) and asked to take
pictures. Of course, the lady was intrigued and soon, she sent us through
the local transport (pickup truck buses) to this Chinese temple near to
Tanjongpura. We just trusted her direction to the driver and were told to
pay R2000 per person.

This temple is dedicated to Mazu, NaZha and GanTianDaDi, with other
Deities.
The temple was said to be old but seemed new. According to one guy
there who
was very friendly and offered much information, they had done some
renovations recently. Gosh, instead of giant joss sticks, here in
Pontianak,
it is giant candles!! On thing for sure from what I learnt from Yeow
Wee, I
looked for that extra beam under the roof. It was there. (^^)

The guy sent us to the next temple dedicated to Guan Gong. But with no
idea
where we were going with his rapid Indonesian names, we walked and walked,
exploring alleys and those wet market places that were history in
Singapore.
Ah, with an Angmoh, we became minor celebrities la .. everyone shouted
Hi to
Ronni .. wah, even girls in tudungs were waving vigorously at him to go to
them. Not sure to buy food from them, for some proposals. (^^) So, far I
have not seen a single angmoh! Maybe, we were in the wrong places. (^^)

And then, we saw a temple named Shuang Zhong Miao (Siang Tong Beo as
told to
us by the people there). Here, we could not recognise the Deities. So, we
need Jave's comments. (^^) I will send pictures later. The courtyard was
just filled with dozens of giant candles on both side of a narrow
walkway as
we walked into the temple! We could feel the heat as we walked in. The
Deities were different from what we have seen, And the devotees were
lining
up lions (like those of lion dances), probably made of dough According to

[budaya_tionghua] Fwd: Day 2: Pontianak to Singkawang

2008-02-22 Terurut Topik Hendri Irawan
Yang ini laporan hari kedua. Saudara Rudi, salah satu teman kita di
forum ini juga sudah turut serta.

Hormat saya,

Yongde

--- In [EMAIL PROTECTED], Victor Yue [EMAIL PROTECTED]
wrote:

Hi folks,
Alas, there was internet access problem when were in Pontianak hotel
and in
Singkawang, no internet access. So, I hope this gets through tonight.
We are
leaving for home tomorrow, or rather later this morning. (^^)

What a trip!

Victor


Hi folks,

It was another adventurous day. Alas, I could not give live update as our
hotel in Sengkawang has no internet access.



We had a rather leisure morning, having breakfast at 9am Pontianak
Time. As
usual, we could continue discussing and talking until Ronni decided we
should be doing the walking and not the talking. (^^)



We were still on the trail of the Guan Shuey mentioned to us. There were
conflicting information. Margaret got from another source that they
would be
having consultations at 9am! When we finally found the temple which is at
the alley facing Ligo Supermarkt, the people there were somewhat expecting
us. Word must have gone around about a siow angmoh (crazy angmoh) looking
for this Guan Sheuy.



We were welcomed warmly. Ah, the people of Pontianak are so warm and
friendly. It is as if they were not spoilt by the commercialism of
tourism. We were quickly introduced to the 84 year old medium. Soon,
we were
being led to the three halls of the temple and even to the family
history
of the medium. He has a sister living in Singapore! He came to Pontianak
with his father at the age of 15. His father brought the lao-yah
(statue of
Xuan Tian Shang Di) from China to Pontianak. Since there, they also
have on
the second hall, the God of Medicine and on the front, Chao Gong Ming,
i.e.
the Teo Guan Shuey we were looking for. The locals only know him as Guan
Shuey!



In Pontianak, instead of the praying to Tai Sui, of which it is part of it
during the Chinese New Year, they actually have a table indicating
which God
to pray to depending on the year one was born. One of the common ones was
the praying to the White Tiger (Bai Hu), Heavenly Dog (Tian Gou) and
Wu Gui.



We were all over the place, with six of us talking to more than six of
them!
There was this lady who is probably the niece to the medium, who was
giving
me the testimonies of how the Teo Guan Shuey had treated the people
and one
of them stayed to become a volunteer in the temple.



Two of them were so kind as to guide us to our next destination, the
Tua Pek
Kong Temple. Margaret was told that this is the temple where most mediums
would visit. The temple was very busy when we visited the place at almost
12noon. There were so many offerings – fresh meat, eggs and fish! I don't
remember seeing fresh fish being offered in the Hokkien temples in
Singapore.



The sky was turning dark and Ronni was intent on visiting the Cheng Huang
Temple we saw last evening. So, we continued our journey, when we saw the
Ming Shan Tan. We decided to pay a visit to this Buddhist looking
temple. To
our surprise, there was actually a mix of Deities. Taking the centre place
was Yiao Ci Jin Mu (Ardian told us she is Xi Wang Sheng Mu) and above her
was Tai Shan Lao Jun. On their left was Yu Huang and above him, three
Buddhas, There was a very nice picture of Gui Shen. On the other side was
Cai Sheng. This temple has communications with the Buddhist temples in
Singapore.



We then carried on to the City God Temple. It was a small temple in a
shophouse but it was crowded and everyone was waiting for his/her turn to
seek petition to the City Gods. The City God and his wife (I think) looked
like they must have been officials before, very much like what I saw in
Shanghai, unlike those in Singapore who are more related to the Hades.



It was past 1pm and we rushed back to the hotel to prepare for checkout.
Ardian and his wife, Mei have arrived, and together we went for lunch.
Thereafter, Rudi joined us with more friends, Jack, Johnnie and Leong.
With
one more group, we were able to space out into two cars to Sengkawang.



It was a four hour drive along a two-way road from Pontianak to
Sengkawang.
The road reminded me of the roads in the eastern part of Peninsula
Malaysia,
except that the traffic is heavier.



With a brief stopover for a cup of coffee while waiting for the other
car to
catching, we were on our way again. Ronni confessed that he wanted to ask
the driver of his car to stop some 20 times! There were just so many
beautiful temples to explore.



As we neared towards Sengkawang, about 15 minutes away, we stopped at this
place called Yian Ting (Salt District) or Jam Thang in Hakka.
Apparently, in
the old days, this was the first place where the Hakkas lived upon
arriving
in Kalimantan and salt making was one of their early business. Rudi's
friend, Eugenia, who is in Taiwan for some 10 years or so, has just come
back for the Chap Goh Meh and she agreed to arrange for us to meet some
tangki (known as 

[budaya_tionghua] Kelenteng di TiongKok, Kelenteng di Indonesia

2008-02-22 Terurut Topik harry alim
Beberapa belas tahun yang lalu, waktu pertama sekali menginjak ke Tiongkok, 
Beijing waktu itu, banyak hal terasa berbeda, dan khususnya tentang 
kelenteng, terasa benar perbedaan, kelenteng di Tiongkok dan di Indonesia.
Setelah mengamati kelenteng di Tiongkok utara, di selatan, timur, barat dan 
tengah, dan mencoba mendalami sejarah, baru kemudian terasa benang merahnya.

Tentu saja tulisan ini dibuat oleh seorang awam, bukan untuk diperdebatkan, 
tetapi mungkin pengamatannya bisa digunakan untuk menambah masukan. Tetapi 
tetap lah perlu juga di catat, bisa jadi pengamatan yang dituliskan disini 
tidak cukup banyak untuk mewakili pembentukan satu pendapat.

Sebenarnya yang disebut dengan kelenteng di tulisan ini, ada bermacam macam 
aslinya , ada yang di sebut miao, si, guan, ting dllsb. Tetapi untuk 
memudahkan semuanya di sebut kelenteng, karena yang di Indonesia (dalam 
bahasa Indonesia atau bahasa lokal populer) semuanya di sebut kelenteng. 
Walaupun sebenarnya dari sebutan aslinya sudah menunjukkan paling tidak 
sedikit perbedaan. Agar tidak larut dalam masalah perbedaan penyebutan nya, 
maka semua disebut kelenteng.

Jadi kelenteng dalam hal ini lebih merujuk kepada semua bangunan yang 
digunakan orang Tionghua untuk melakukan kegiatan keagamaan atau 
kepercayaannya diluar dari agama yang datang dari barat seperti kristen, 
katolik dan islam.

Di Beijing ada kelenteng Budha, ada kelenteng Tao, tetapi sedikit susah 
untuk mencari kelenteng Khong Hu Cu. Di Qu Fu, kota kelahiran Khong Hu Cu, 
di samping rumah Khong Hu Cu ada sebuah kelenteng yang dipersembahkan untuk 
menghormati Khong Hu Cu.

Di Tiongkok sebelah utara, baik di Hebei, Shanxi, Shaanxi, Gansu, XinJiang, 
LiaoNing, kebanyakan terdapat pemisahan yang jelas kelenteng Budha dan 
kelenteng Tao.  Mungkin hanya ada satu pengecualian yang teramati di 
Xuankongsi, kelenteng yang termasyhur karena tergantung di tebing di Hunyuan 
dekat Datong, Shanxi.

Situasi pemisahan yang jelas antara kelenteng Budha dan kelenteng tao juga 
masih terlihat dengan jelas sampai di Tiongkok tengah, seperti di Shanghai, 
Jiangsu, Jiangxi, Henan, Hubei, Hunan, Anhui dan Sichuan.
Juga di zhejiang, kecuali di Tiantaishan, yang dikatakan tempat lahir Zen, 
dimana ajaran Budha dan Tao bersinggungan, dalam banyak hal menyatu  dan 
membentuk zen.

Sebenarnya di luar kelenteng Tao dan dan kelenteng Budha, ada lagi kelenteng 
dengan obyek pemujaan leluhur. Kelenteng seperti ini mempunyai obyek 
pemujaaan dengan tokoh tokoh yang terkait dengan sejarah Tiongkok, seperti 
KwanKong, dan kebanyakan memang kelenteng ini mempunyai obyek pemujaan Kwan 
Kong. Tentu saja obyek pemujaan nya tidak hanya terbatas Kwan Kong saja, 
bisa juga leluhur satu kelompok atau satu she tertentu atau figur bersejarah 
yang mempunyai jasa tertentu. Atau bisa juga dengan obyek ritual tunggal 
seperti Kwan Im saja. Walaupun Kwan Im adalah obyek ritual Budha, tetapi 
agaknya menempati tempat khusus di kalangan orang Tionghua. Karena situasi 
yang banyak tertinggal justru kelenteng yang Kwan Kong ini.

Entah berapa banyak kelenteng yang dihancurkan pada waktu revolusi 
kebudayaan dulu. Ada yang mengatakan yang banyak hancur justru type 
kelenteng yang ketiga, kelenteng pemujaan leluhur itulah. Kelenteng pemujaan 
leluhur biasanya lebih kecil, populasinya lebih banyak dan tersebar di 
lingkungan perumahan penduduk.  Kalau kelenteng kelenteng yang lebih besar 
masih terselamatkan sampai sekarang, kelenteng kelenteng pemujaan leluhur 
yang kecil kecil ini sudah hilang tanpa bekas. Apa lagi dengan derap 
pembangunan yang sangat cepat seperti di alami beberapa tahun terakhir. Yang 
tersisa adalah apartemen2 dan bangunan gedung berlantai banyak seperti di 
kota besar di Amerika sana, atau kota besar dunia lainnya.

Di Hokkian (Fujian) khususnya, yang teramati di Quanzhou barulah ada 
kelenteng dengan setting seperti kelenteng di Indonesia, dengan obyek 
ritual, baik dari Budha, Tao maupun leluhur. Di Fujian relatif masih banyak 
kelenteng pemujaan leluhur terutama yang berkaitan dengan she tertentu. 
Agaknya (mungkin) karena banyak orang Tionghua perantauan yang berasal dari 
daerah Hokkian turut menyelamatkan banyak kelenteng itu dari revolusi 
kebudayaan dulu

Keadaan kelenteng di Tiongkok yang demikian agaknya sejalan dengan sejarah 
itu sendiri. Agama Budha memasuki Tiongkok pada abad ke 3 atau 4, dimulai 
dengan jelas pada saat dinasti Wei utara, yang ibukotanya berada di Datong, 
Shanxi sekarang. Dari Utara merembes ke selatan. Bahkan pada saat Kwan Kong 
hidup (pada jaman Sam Kok) Budha belum masuk dan belum menjadi agama 
kebanyakan rakyat Tiongkok waktu itu.

Pada waktu Khong Hu Cu lahir kurang lebih abad 6 sebelum masehi, Khong Hu Cu 
tidak lahir di masyarakat yang belum bertatanan atau belum mempunyai ritual. 
Walaupun pada saat itu (periode ini) kemudian disebut Warring States (Spring 
and Autumn, CunCiu), masyarakat sudah mempunyai tatanan yang rapi dan ritual 
yang sudah dijalankan, bahkan 

[budaya_tionghua] Keramaian di Kemayoran ?

2008-02-22 Terurut Topik andre susanto
Dear Moderator,

Saya mau tanya mengenai Cap Go Meh yang dirayakan beruntun di Kemayoran, 
apa tidak ada seorangpun yang mau menceritakan kemeriahan acara tersebut  dari 
para saudara yang ada di milis ini ?

Kan  acara  Cap Go Meh  ini juga budaya Tionghua ?
Tapi sampai saat ini di milis ini belum ada juga yang menuliskan apapun tentang 
ini.
Padahal dari hari Kamis 21 Februari 2008 saya selalu ditawari undangan dari 
teman untuk menghadiri acara tersebut di Kemayoran ( PRJ ).

Untuk pemberitahuan, hari ini dan besok , saya ditawari undangan untuk 
performance dari 12 Girls Band dari RRC.

Dari pihak penyelenggara juga tidak ada promosinya dimilis. Sungguh sangat 
disayangkan kurangnya pemberitaan dari kegiatan budaya Tionghua yang 
diselenggarakan di Jakarta ini.
Mudah-mudahan nanti akan banyak yang mengulas acara ini.

 
Best Regards.

Andre Harto.

PT Central Bandung Raya
Kom. Ud. Supadio 31 Bandung Phone :  6222 603 2021
CBR Branch
Villa Tomang Mas blok C-10 Jakarta 11510   Phone :  6221 560 1855





  

Looking for last minute shopping deals?  
Find them fast with Yahoo! Search.  
http://tools.search.yahoo.com/newsearch/category.php?category=shopping

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] salam Perkenalan

2008-02-22 Terurut Topik prabu nusantara
Ass wr wb,,,
Salam Sejahtera.

Hallo semua, perkenalkan saya Prabu mahasiswa Antropologi Unand, member baru 
dimilis ini. belakangan sangat tertarik dengan kebuudayaan Tionghoa Indonesia 
dan berencana akan menjadikan topik ini sebagai skripsi saya. tolong dong share 
beberapa website yang terkait dengan adat istiadat dan kebudayaan Tionghoa. 
Mohon informasinya yah ...


Prabu


   
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi 
Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/

[Non-text portions of this message have been removed]



[budaya_tionghua] Re: salam Perkenalan

2008-02-22 Terurut Topik Purnama Sucipto Gunawan
Dear Saudara prabu;
anda sebenarnya mau bahas skipsi anda dari segi apa ?, Sejarah
keseluruhan ?. Sejarah Tionghoa Muslim ?. Sejarah perjuangan suku
Tionghoa di Indonesia untuk kemerdekaan Indonesia atau Kebudayaan dan
Tradisi atau Bangunan sejarah ? . Jika anda menulis secara keseluruhan
skripsi anda apa ngak takut keteteran ?. 6 bulan untuk menyelesaikan
semua sejarah Tionghoa di Indonesia, ngak cukup waktu buat anda .
Saran saya  : sering member disini untuk bertanya tentang kebudayaan
dalam skripsinya. Saya saran saudara Prabu untuk membuat sub bagian
dari anda bahas upaya anda cepat selesai skripsi anda; dan lebih cepat
lulus.Kalo anda bahas semua akan makan waktu yang banyak, nanti ngak
cepat selesai .
 
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, prabu nusantara
[EMAIL PROTECTED] wrote:

 Ass wr wb,,,
 Salam Sejahtera.
 
 Hallo semua, perkenalkan saya Prabu mahasiswa Antropologi Unand,
member baru dimilis ini. belakangan sangat tertarik dengan kebuudayaan
Tionghoa Indonesia dan berencana akan menjadikan topik ini sebagai
skripsi saya. tolong dong share beberapa website yang terkait dengan
adat istiadat dan kebudayaan Tionghoa. Mohon informasinya yah ...
 
 
 Prabu
 
 
    
 Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda!
Kunjungi Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/
 
 [Non-text portions of this message have been removed]