[budaya_tionghua] Fw:EXPO Shanghai 2010 == 上海世博��全�^自由 行
- 原始�]件- 寄件者: kunmingswie 收件者: �魉腿掌�: 2010年5月24日 12:14 主旨: 上海世博��全�^自由行 EXPO Shanghai 2010 http://en.expo.cn/index.html#lang=tc=home
回覆: [budaya_tionghua] Re: PELAJ ARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PE NTING
Mbak Maria yb, Maksud kalimat terakhir, Harus ada yang memulai untuk merubahnya. Itu apa maksudnya, ya? Kan, kalau orang tidak ber-Agama atau Agama yang dianut tidak termasuk Agama yang diakui sah oleh Pemerintah, misalnya Agama Kong Hu Chu dimasa Soeharto berkuasa yang tidak diakui sebagai Agama yang sah, itu akibatkan mereka jalankan kawin kebo. Tidak tercatat di catatan sipil, karena mereka tidak hendak menghianati Agama yang menjadi keyakinannya, atau disuruh ganti Agama untuk tercatat perkawinan mereka. Saya SETUJU, jangan libatkan Agama dengan NEGARA. Orang kawin apapun Agama-nya tidak ada hubungan denegan catatan sipil, CATAT-lah mereka sebagai warga yang melangsungkan perkawinan secara sah. Negara tidak usah ikut mencampuri Agama orang yang dianut, berilah kebebasan pada masing-masing. Karena kepercayaan dan keyakinan Agama itu sepenuhnya adalah masalah pribadi orang, yang tidak seharusnya direcoki oleh Pemerintah. Jadi, untuk merubahnya bukan harus ada orang yang memulai. Itu sudah banyak orang yang memulai tidak mencatatkan diri dicatatan sipil, ... tapi, Pemerintah yang berkuasa harus ambil tindakan untuk merubah. Bahkan bubarkan saja itu Dept. Agama, yang katanya hanya jadi sarang korup. Biarlah setiap Agama yang ada diurus sendiri oleh Agama masing-masing. Salam, ChanCT - 原始郵件- 寄件者: Maria Claudia 收件者: budaya_tionghua@yahoogroups.com 傳送日期: 2010年5月23日 15:21 主旨: Re: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Surya Paloh itu bener banget. Coba lihat UU Perkawinan. Masa sebelum menikah di catatan sipil harus nikah di lembaga keagamaan dulu. Apa urusannya agama dan negara? Nenek moyang juga kita juga bisa nikah di catatan sipil tanpa harus nikah di gereja. Memangnya kalau nikah di lembaga keagamaan dijamin bakal jadi orang beragama? Yang bener adalah waktu mau kawin sibuk cari tempat yang bisa mengawinkan, tapi setelah upacara selesai, mungkin lewat tempat ibadat pun tidak. Ga bener tuh! Harus ada yang memulai untuk merubahnya. Salam Maria -- From: ChanCT sa...@netvigator.com To: tionghoa-...@yahoogroups.com Sent: Sat, May 22, 2010 5:43:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Setuju! Pengalaman sejarah jangan dilewatkan begitu saja, bahkan banyak pengalaman sudah dibayar sangat mahal dengan korban jiwa manusia yang begitu banyaknya, ... Jadi, benar-benar harus dijadikan cambuk untuk menuntut generasi berikut lebih keras dan berani melihat kenyataan sejarh. Dengan berani akui dan betulkan yang salah, untuk maju lebih lebih baik dan jangan sampai terulang jatuh korban-korban yang tak diperlukan! Seandainya kita perhatikan, saat-saat Tong Sien Fu yang meninggalkan Indonesia ditahun 1960, sebagaimana saya ketahui, Pemerintah Indonesia saat itu menetapkan bagi mereka yang pulang kampung (Hui Guo) lebih dahulu harus menandatangani pernyataan TIDAK AKAN KEMBALI KE INDONESIA LAGI, maka ketidak berhasilan Tong Sien Fu mendapatkan WNI ada benarnya juga. Tentu saya tidak menyangkal kemungkinan hanya karena sang pejabat yang nakal dan serakah, setelah gaet 50 juta, merasa KURANG, ingin dapatkan lebih banyak, akhirnya Tong balik pikiran setelah kesal-mendongkol melihat busuknya birokrasi dinegeri ini. Karena sayapun melihat kenyataan, tidak sedikit Tionghoa bisa kembali hidup di Indonesia, sekalipun juga yang pulang kekampung tahun 60, bahkan jelas tergolong korban PP-10. Jadi, Pemerintah yang berkuasa sekarang ini, kudu lebih dahulu dengan TEGAS benahi ketentuan-ketentuan yang dirasakan SALAH pemerintah terdahulu dan, ... benahi birokrasi Pemerintahan, agar setiap pejabat Pemerintah secara jujur menjadi pengabdi rakyat yang baik-baik, menjadi KACUNG rakyat yang membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat sebaik-baiknya. Salam, ChanCT - Original Message - From: Flowing Water syahr...@cbn.net.id To: tionghoa-...@yahoogroups.com Sent: Sunday, May 23, 2010 8:13 AM Subject: RE: [t-net] PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Kutipan: Om Tong memang cerita tentang kesulitan dia memperoleh izin naturalisasi. Dia telah mengajukan selama lebih dari sepuluh tahun dengan biaya sendiri hingga habis lebih dari Rp 50 juta-an, kata Alan. Awalnya dia telah mendapatkan KIMS (kartu izin menetap sementara) yang diperpanjang dengan menerima KIM (kartu izin menetap), tetapi ketika saatnya mendapatkan surat bukti WNI, dia malah diminta mengurus ulang proses mendapatkan KIMS, katanya. Membaca ini saya tidak bisa mengelak untuk marah. Apakah ulat2 yang menjijikkan yang mengatur urusan beginian di kantor2 masih bercokol. Pantes saja negeri ini terpuruk. Soalnya kebanyakan orang2 bermental b***k yang bercokol dimana-mana. Alan benar negeri ini bukan hanya kurang bisa menghargai nilai2 tetapi bahkan TIDAK
Re: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING
Itulah masalahnya. Karena ga ada yang berani angkat bicara. Para pemuka agama kan ga akan protes karena mereka diposisikan untuk menjadi 'teladan', coba kalau kita, umatnya yang ramai-ramai protes, didengar kal ... Kalau aku protes sendirian .. siapa juga yang mau peduli Maria From: zho...@yahoo.com zho...@yahoo.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sun, May 23, 2010 7:57:24 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Saya kok belum dengar para tokoh agama yg keberatan dng pemaksaan nikah secara agama ini? Rupanya para agamawan senang2 saja dpt bantuan negara untuk mengumpulkan umat. Dimana nilai2 kejujuran dan ketulusan yg seharusnya dijunjung tinggi dlm ajaran agama??? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Maria Claudia claudia_maria_ a...@yahoo. com Sender: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sun, 23 May 2010 00:21:49 -0700 (PDT) To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com ReplyTo: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Surya Paloh itu bener banget. Coba lihat UU Perkawinan. Masa sebelum menikah di catatan sipil harus nikah di lembaga keagamaan dulu. Apa urusannya agama dan negara? Nenek moyang juga kita juga bisa nikah di catatan sipil tanpa harus nikah di gereja. Memangnya kalau nikah di lembaga keagamaan dijamin bakal jadi orang beragama? Yang bener adalah waktu mau kawin sibuk cari tempat yang bisa mengawinkan, tapi setelah upacara selesai, mungkin lewat tempat ibadat pun tidak. Ga bener tuh! Harus ada yang memulai untuk merubahnya. Salam Maria From: ChanCT sa...@netvigator. com To: tionghoa-net@ yahoogroups. com Sent: Sat, May 22, 2010 5:43:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Setuju! Pengalaman sejarah jangan dilewatkan begitu saja, bahkan banyak pengalaman sudah dibayar sangat mahal dengan korban jiwa manusia yang begitu banyaknya, ... Jadi, benar-benar harus dijadikan cambuk untuk menuntut generasi berikut lebih keras dan berani melihat kenyataan sejarh. Dengan berani akui dan betulkan yang salah, untuk maju lebih lebih baik dan jangan sampai terulang jatuh korban-korban yang tak diperlukan! Seandainya kita perhatikan, saat-saat Tong Sien Fu yang meninggalkan Indonesia ditahun 1960, sebagaimana saya ketahui, Pemerintah Indonesia saat itu menetapkan bagi mereka yang pulang kampung (Hui Guo) lebih dahulu harus menandatangani pernyataan TIDAK AKAN KEMBALI KE INDONESIA LAGI, maka ketidak berhasilan Tong Sien Fu mendapatkan WNI ada benarnya juga. Tentu saya tidak menyangkal kemungkinan hanya karena sang pejabat yang nakal dan serakah, setelah gaet 50 juta, merasa KURANG, ingin dapatkan lebih banyak, akhirnya Tong balik pikiran setelah kesal-mendongkol melihat busuknya birokrasi dinegeri ini. Karena sayapun melihat kenyataan, tidak sedikit Tionghoa bisa kembali hidup di Indonesia, sekalipun juga yang pulang kekampung tahun 60, bahkan jelas tergolong korban PP-10. Jadi, Pemerintah yang berkuasa sekarang ini, kudu lebih dahulu dengan TEGAS benahi ketentuan-ketentuan yang dirasakan SALAH pemerintah terdahulu dan, ... benahi birokrasi Pemerintahan, agar setiap pejabat Pemerintah secara jujur menjadi pengabdi rakyat yang baik-baik, menjadi KACUNG rakyat yang membantu meningkatkan kesejahteraan rakyat sebaik-baiknya. Salam, ChanCT - Original Message - From: Flowing Water syahr...@cbn. net.id To: tionghoa-net@ yahoogroups. com Sent: Sunday, May 23, 2010 8:13 AM Subject: RE: [t-net] PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Kutipan: Om Tong memang cerita tentang kesulitan dia memperoleh izin naturalisasi. Dia telah mengajukan selama lebih dari sepuluh tahun dengan biaya sendiri hingga habis lebih dari Rp 50 juta-an, kata Alan. Awalnya dia telah mendapatkan KIMS (kartu izin menetap sementara) yang diperpanjang dengan menerima KIM (kartu izin menetap), tetapi ketika saatnya mendapatkan surat bukti WNI, dia malah diminta mengurus ulang proses mendapatkan KIMS, katanya. Membaca ini saya tidak bisa mengelak untuk marah. Apakah ulat2 yang menjijikkan yang mengatur urusan beginian di kantor2 masih bercokol. Pantes saja negeri ini terpuruk. Soalnya kebanyakan orang2 bermental b***k yang bercokol dimana-mana. Alan benar negeri ini bukan hanya kurang bisa menghargai nilai2 tetapi bahkan TIDAK menghargai nilai2, seperti para pelatih nasional. Sangat memalukan... -Original Message- From: den suta [mailto:sutawiy...@yahoo. com] Sent: Sunday, May 23, 2010 6:44 AM To: tionghoa-net@ yahoogroups. com Subject: [t-net] PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Dear T-neters, Untuk dapat cepat membangun suatu bagsa dan negara, harus ada keinginan keras dan mau cepat berubah Tak cepat berubah takkan sampai ke-mana2. Kayaknya sudah
[budaya_tionghua] Re: istilah cokin dan batek
Istilah COKin (Cina) berasal dari bahasa âprOKemâ (preman alias penjahat) di Jakarta yang popular sejak jamannya novel remaja tahun 70-an âAli Topan Anak Jalananâ karya siapa yah (lupa), seperti juga istilah bOKinâ (bini alias istri at pacar), âbOKapâ (bapak), ânyOKapâ (nyak alias ibu), âsendOKurâ (saudara), âJOKawâ (Jawa), âBetOKawâ (Betawi) âplOKisâ (polisi), âsendOKirâ (sendiri), mOKat (mati),âboâilâ (mobil), âbaâon (Ambon), âogutâ (gua alias saya) dst. Kalu âbatekâ mah tidak tahu dan baru denger ini hari. DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Roy Thaniago jagoanpa...@...wrote: Salam, Jaman remaja, saya pertama kali dengar istilah cokin untuk cina, dan istilah batek untuk pribumi. Mungkin teman2 ada yg bisa berbagi pengetahuan tentang asal mula kedua kata ini? Terima kasih. Salam, Rothan
Re: [budaya_tionghua] Re: istilah cokin dan batek
Saya pernah dengar Bateking, tapi nggak tahu dari mana asalnya, artinya motret. (ambil foto) apakah Batek asalnya dari Bateking ? salam, Dr.Irawan. 2010/5/24 David dkh...@yahoo.com Istilah COKin (Cina) berasal dari bahasa “prOKem†(preman alias penjahat) di Jakarta yang popular sejak jamannya novel remaja tahun 70-an “Ali Topan Anak Jalanan†karya siapa yah (lupa), seperti juga istilah bOKin†(bini alias istri at pacar), “bOKap†(bapak), “nyOKap†(nyak alias ibu), “sendOKur†(saudara), “JOKaw†(Jawa), “BetOKaw†(Betawi) “plOKis†(polisi), “sendOKir†(sendiri), mOKat (mati),“bo’il†(mobil), “ba’on (Ambon), “ogut†(gua alias saya) dst. Kalu “batek†mah tidak tahu dan baru denger ini hari. DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com budaya_tionghua%40yahoogroups.com, Roy Thaniago jagoanpa...@...wrote: Salam, Jaman remaja, saya pertama kali dengar istilah cokin untuk cina, dan istilah batek untuk pribumi. Mungkin teman2 ada yg bisa berbagi pengetahuan tentang asal mula kedua kata ini? Terima kasih. Salam, Rothan
Re: 回覆: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING
Adik Chan sayang, he he he . so akrab Maksud saya juga begitu. Ada banyak orang Tionghoa yang sebenarnya ga punya agama, ngakunya Budha tapi doanya apa juga ga tau, mereka cuma percaya Thian, tapi Liam Keng juga ga pernah, mereka cuma pegang hio kalau ada anggota keluarganya yang meninggal atau pas melayat. Nah, giliran mau kawin, ada peraturan harus nikah di lembaga agama, kelabakan deh. Ujung2nya lari ke Budha, yang paling dekat dan mungkin paling gampang persyaratannya, atau yang lebih modern ke Katolik, supaya masih bisa 'pegang hio' dan nanti ananknya gampang cari sekolah. Nah, setelah dapat surat dari vihara atau gereja, apa mereka mau ke sana lagi? Mungkin iya kalau mau cerai ., kalau ga sih boro-boro .. lewat juga ga . Selain itu ada masalah yang lebih penting. Masalah kdrt. Tau ga kalau gereja Katolik itu ketat banget aturannya. Kalau udah kawin, suliit banget untuk cerai apa pun alasannya. Tanpa UU Perkawinan itu aja udah susah, ditambah lagi ada aturan itu. Bayangin lho, itu korban kdrt, udah tiap hari disiksa suami, mau cerai ke catatan sipil, ga bisa, karena diancam terus, lari ke gereja eh malah disuruh ke catatan sipil dulu Akhirnya menderita seumur hidup ... Kasian ga dengernya? Mendingan kita ikutan deh mikiran nasib orang2 yang seperti itu. Kasihan kan mereka ga bisa apa2. Kalau kawin kebo mah bodo aja ceweknya. Yang rugi siapa? Jangan mau dong diajakin kawin kebo. Ntar cowoknya kabur, minta pertanggung jawabannya gimana? Maria From: ChanCT sa...@netvigator.com To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Mon, May 24, 2010 12:54:18 AM Subject: 回覆: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Mbak Maria yb, Maksud kalimat terakhir, Harus ada yang memulai untuk merubahnya. Itu apa maksudnya, ya? Kan, kalau orang tidak ber-Agama atau Agama yang dianut tidak termasuk Agama yang diakui sah oleh Pemerintah, misalnya Agama Kong Hu Chu dimasa Soeharto berkuasa yang tidak diakui sebagai Agama yang sah, itu akibatkan mereka jalankan kawin kebo. Tidak tercatat di catatan sipil, karena mereka tidak hendak menghianati Agama yang menjadi keyakinannya, atau disuruh ganti Agama untuk tercatat perkawinan mereka. Saya SETUJU, jangan libatkan Agama dengan NEGARA. Orang kawin apapun Agama-nya tidak ada hubungan denegan catatan sipil, CATAT-lah mereka sebagai warga yang melangsungkan perkawinan secara sah. Negara tidak usah ikut mencampuri Agama orang yang dianut, berilah kebebasan pada masing-masing. Karena kepercayaan dan keyakinan Agama itu sepenuhnya adalah masalah pribadi orang, yang tidak seharusnya direcoki oleh Pemerintah. Jadi, untuk merubahnya bukan harus ada orang yang memulai. Itu sudah banyak orang yang memulai tidak mencatatkan diri dicatatan sipil, ... tapi, Pemerintah yang berkuasa harus ambil tindakan untuk merubah. Bahkan bubarkan saja itu Dept. Agama, yang katanya hanya jadi sarang korup. Biarlah setiap Agama yang ada diurus sendiri oleh Agama masing-masing. Salam, ChanCT - 原始郵件- 寄件者: Maria Claudia 收件者: budaya_tionghua@ yahoogroups. com 傳送日期: 2010年5月23日 15:21 主旨: Re: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Surya Paloh itu bener banget. Coba lihat UU Perkawinan. Masa sebelum menikah di catatan sipil harus nikah di lembaga keagamaan dulu. Apa urusannya agama dan negara? Nenek moyang juga kita juga bisa nikah di catatan sipil tanpa harus nikah di gereja. Memangnya kalau nikah di lembaga keagamaan dijamin bakal jadi orang beragama? Yang bener adalah waktu mau kawin sibuk cari tempat yang bisa mengawinkan, tapi setelah upacara selesai, mungkin lewat tempat ibadat pun tidak. Ga bener tuh! Harus ada yang memulai untuk merubahnya. Salam Maria From: ChanCT sa...@netvigator. com To: tionghoa-net@ yahoogroups. com Sent: Sat, May 22, 2010 5:43:53 PM Subject: [budaya_tionghua] Re: PELAJARAN SEJARAH, YANG MAHAL TAPI PENTING Setuju! Pengalaman sejarah jangan dilewatkan begitu saja, bahkan banyak pengalaman sudah dibayar sangat mahal dengan korban jiwa manusia yang begitu banyaknya, ... Jadi, benar-benar harus dijadikan cambuk untuk menuntut generasi berikut lebih keras dan berani melihat kenyataan sejarh. Dengan berani akui dan betulkan yang salah, untuk maju lebih lebih baik dan jangan sampai terulang jatuh korban-korban yang tak diperlukan! Seandainya kita perhatikan, saat-saat Tong Sien Fu yang meninggalkan Indonesia ditahun 1960, sebagaimana saya ketahui, Pemerintah Indonesia saat itu menetapkan bagi mereka yang pulang kampung (Hui Guo) lebih dahulu harus menandatangani pernyataan TIDAK AKAN KEMBALI KE INDONESIA LAGI, maka ketidak berhasilan Tong Sien Fu mendapatkan WNI ada benarnya juga. Tentu saya tidak menyangkal
[budaya_tionghua] FW: [WCILCOS] Inter-Asian temple and trust networks within and out of Southeast Asia [1 Attachment]
From: wcilcos-boun...@listserv.ohio.edu [mailto:wcilcos-boun...@listserv.ohio.edu] On Behalf Of Geoffrey Wade Sent: Monday, May 24, 2010 11:22 PM To: Keng We Koh Cc: wcil...@listserv.ohio.edu Subject: [WCILCOS] Inter-Asian temple and trust networks within and out of Southeast Asia International Conference on Inter-Asian Connections II: Singapore Singapore: December 8-10, 2010 CALL FOR WORKSHOP PAPER ABSTRACTS: DEADLINE - MAY 31, 2010 Workshop Title: Inter-Asian temple and trust networks within and out of Southeast Asia Workshop Director: Kenneth Dean East Asian Studies, McGill University kenneth.d...@mcgill.ca Dear Colleague, Enclosed below please find a Call for Papers for Inter-Asian temple and trust networks within and out of Southeast Asia. This workshop will be part of the International Conference on Inter-Asian Connections II, to be held in Singapore from Dec, 8-10, 2010. I would like to invite you to submit a CV and brief abstract (see page 2 below) to the organizers of the conference at the following email address: intera...@ssrc.org The deadline for submissions is fast approaching, so if you are interested in taking part in the workshop, kindly send in your abstract this week. More information on the conference is available on the website given below. Inter-Asian temple and trust networks within and out of Southeast Asia Although considerable empirical research has been done on Southeast Asian trading networks, so far less attention has focused on the role of Chinese and Indian temples and Islamic institutions in fostering, facilitating, and shaping the flow of people, capital, and cultural resources within these trust networks. With some notable exceptions, so far there has been little examination of the historical role of these temples and community networks in the spread of the Chinese, Indian, and Islamic communities into Southeast Asia. Nor has their current role in reviving connections between Overseas Chinese, Indian, and Islamic communities, and their ancestral temples, communities, and holy sites in China, India, and the Middle East been explored. The study of these intricate, overlapping networks is one way to prevent local history from falling into the trap of endless recuperation by national history. In that model, local history can be nothing more than an endless series of minor variations on a theme, with the underlying issue being the process of cultural unification of the locale with the state. A focus on trans-national, and even global networks, works against the prevalent model of hierarchical encompassment and state control of local society by introducing multiple planes of reference, alternative and transversal sources of cultural invention and investment, and the possibility of local cultural self-definition drawing creatively from multiple sources. Study of the historical development and recent renewal of these networks -whether through ritual or other socio-cultural processes--should reveal essential aspects of the process of globalization and its impact on specific locales. This workshop will raise important questions about the ability of local cultures to negotiate the forces of capitalism, ethnic identity and cultural nationalism sweeping through Asia today. For instance, ritual practices among Chinese networks show extraordinary versatility and flexibility in creatively engaging with these forces without losing relevance to their participants. This in turn raises broader questions about the impact of modernity on contemporary Asia and the value of theories of alternative modernity for the study of these developments. This workshop will examine and compare a number of specific temple networks or parallel trust networks that operate within and out of Southeast Asia. Papers will trace the spread of specific cults of regional deities and particular ritual practices (local Daoist traditions, collective spirit medium training and group trance dance) out of China, across Southeast Asia into Malaysia, Singapore, Indonesia, and into a wider inter-Asian region, where they often evolved new ritual forms. We will also explore the return flow of ritual knowledge and economic support within these networks during the massive revival of popular religion in Southeast China over the past 30 years. Papers will be presented on Islamic trust networks and networks of Indian temples and their links to trade and other cultural networks. The workshop can also showcase new technologies for the mapping and analysis of religious networks (GIS and spatial network analysis). Case studies of specific sites (Malacca, Penang, Singapore, Semarang, Kuching, etc.) will examine the complex interactions between different temple communities, and their interactions with other ethnic and religious communities. For additional details and application guidelines, please visit the Conference website:
[budaya_tionghua] Re: Hao, hauw, åã Lv Da gadis yang membawa ibu tuna netra kuliah I.
apeq , kok gak ada attachmentnya ya ? apa dikirim ke modie ajenti ditaro difile? --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u lian...@... wrote: Salah satu dari tulisan tentang Lv Da. Diterjemahkan bebas. Tulisan dan foto pada lampiran. Kiongchiu,