[budaya_tionghua] Re: Mr. Li and Yesus....

2005-03-30 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> owe baru selesai menghayati film Passion...yg controversial...
> 
> cuman sedikit melintas di otak owe,
> 
> Mengapa Yesus tdk lari ke Amerika seperti Mr. Li...

Waktu jaman Yesus, Columbus belum menemukan Amerika

> Atau Mengapa Mr. Li tidak mau disalib supaya ajarannya seperti 
Kristen...

Disalib sudah bukan jamannya lagi sekarang, paling juga di dor atawa 
disuntik mati.
 
> Bagaimana komentar anda sekalian 
> 
> rgds/ rudy (OOPS)
> 
JG





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Salam sejahtera

2005-04-04 Thread jonathangoeij


Apakah solusinya dengan melarang generasi muda untuk study di USA, 
Canada, Australia, Selandia Baru dan dengan mengganti negara tujuan 
study ke Tiongkok, Taiwan, Hong Kong, Singapore.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dananjaya" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> Emang sulit sekali untuk membuat anak-anak yg baru pulang untuk mau
> melihat kenyataan bahwa perbuatan mereka itu sama rendahnya dengan
> orang jual obat palsu di jalanan.
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, onggo sanusi 
<[EMAIL PROTECTED]>
> wrote:
> > 
> > Ya, terutama generasi muda Tionghoa yang baru pulang
> > dari studi atau bekerja di negara-negara macam USA,
> > Canada, Australia, dan Selandia Baru, dan dengan
> > bangganya mengklaim diri mereka sebagai "born-again
> > Christians"--dan siap "bertempur" untuk mengkristenkan
> > siapa pun yang dijumpainya (termasuk papa-mama,
> > engkong, emak, dll, yang non-Kristen). Generasi muda
> > macam ini tidak lebih dari manifestasi plesetan budaya
> > Kristen Amerika yang sudah tercabut dari warisan
> > kultural leluhurnya. Hasilnya apa? Tidak ada, kecuali
> > semangat militan kristenisasi asal tubruk di mana pun
> > mereka berada yang juga menabur bibit-bibit
> > instabilitas dan anarki sosial (terpendam). 
> > 
> > Salam,
> > SOS 






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Salam sejahtera

2005-04-04 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> Memang ini suatu fenomena yang menyedihkan.
> 
> Saya mempunya kenalan baik di sini, seorang wanita Indonesia yang 
> masih cucu seorang Shinshe, dan sangat memburukkan apa yang bukan 
> katholik, juga budaya leluhur di kelenteng, vihara dsb.
> 
> Ini, tanpa memahami, apakah itu ajaran yang diamalkan para leluhur 
> (yang membesarkan dia, dan memanusiakan dia sampai jadi dewasa).
> 
> Seolah, diluar budaya import dari Barat ini, tak ada keelamatan, 
dan 
> satu satunya jalan adalah meniru dan menerima mentah mentah apa 
yang 
> diajarkan dari agama barat ini.
> 
> Padahal, kalau dibayangkan, bangsa kita jaya dalam budaya dan 
> kepercayaan leluhur kita, baik di Nusantara, Tiongkok maupun 
wilayah 
> Asia tenggara lainnya. Tidakkah tetap Borobudur dan Prambanan yang 
> mengingatkan kita akan kejayaan kita dahulu?
> 
> Agama modern ini hanya membawa perpecahan, dan kerentaan akan apa 
> yang datang dari barat.
> 
> Kita harus kembali menemukan kesadaran budaya kita kembali. Karena 
> jatidiri budaya adalah segalanya. Mungkin banyak orang Asia yang 
> kalau menyandang budaya dan agama barat, akan terlihat bule..
> 
> Salam keluhuran budaya
> 
> Danardono

Pertengahan bulan Maret lalu saya berkunjung ke Hong Kong, saya 
kesana mengunjungi Kuku (adik papa) saya yang paling kecil. Sudah 
sekitar 24 th saya tidak berjumpa dengan beliau. Disana saya 
diantarkan keliling2 kota dan mengunjungi beberapa tempat wisata yg 
dipenuhi nuansa religius sam kauw, juga kami mengunjungi rumah abu 
nenek saya (Mereka memang pulang ke Tiongkok pada masa akhir 50an 
awal 60an kemudian keluar ke Hong Kong pada sekitar pertengahan 
mendekati akhir 70an. Saya meresapi perjuangan hidup Kuku saya dan 
keluarganya pada saat awal menginjakkan kaki di Hong Kong, pada saat 
itu Nenek saya yang memang sudah sangat tua meninggal dunia). 
Dirumah abu, Kuku saya sembahyang kepada Kwan Im dan juga kepada 
Nenek saya (Mama-nya) tentunya. Saya ber-kontemplasi (merenung) pada 
saat Kuku sembahyang kepada Nenek. Saya memang tidak bersembahyang 
dihadapan abu Nenek saya, tetapi dengan sepenuh hati saya 
menghormati dan menyayangi Nenek saya almarhum dan Kuku saya yang 
masih hidup dan saat ini sudah tua (dan saya sangat bersyukur beliau 
masih sangat sehat dan kuat). Kuku saya memandang dengan mata maklum 
melihat saya tidak sembahyang didepan abu nenek.

Menurut saya, kuncinya adalah toleransi.

JG
(Beragama Kristen - mungkin fundamentalis, study dan bekerja di US)





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Rev. Yosef P. Widyatmadja: THE INDONESIAN ETHNIC CHINESE

2005-04-15 Thread jonathangoeij


THE INDONESIAN ETHNIC CHINESE 
AND 
THE VIEW OF NATIONHOOD
A few first notes

Rev. Yosef P. Widyatmadja

Preface
The problem of ethnic Chinese in Indonesia can be said as the most 
sensitive racial issue in the world. Compared with other countries 
in Southeast Asia, the treatment applied towards the Indonesian 
ethnic Chinese shows more troubles. For many Indonesian Chinese, the 
riot in May 1998 would be as horrible and unforgettable as 
the "hell" for the Jews. It is for everybody in Indonesia to answer 
whether the problem waits its solution for a hundred or a thousand 
years long. During the late New Order government, rather than living 
in a conducive environment most of the time the Chinese has always 
become a scapegoat, "a milked cow" (in economy their success would 
attract coercive begging) and "cut chicken" (they are an easy target 
for any social dysfunction). What must the government and the 
Chinese do in facing this historical reality? This paper is written 
as a consideration for the policy maker and the Chinese themselves.

Chinese Indonesian: A Special Child or A Milked Cow?
History tells us that before the incoming of Western people, there 
had been a long relationship between Indonesia and China on economy, 
culture and religion since the era of Majapahit and Sriwijaya 
kingdoms. The interaction between the ancient kingdoms had already 
existed even before Ming and Ching dynasties. At that time many 
Chinese sailed from the Mainland China to Southeast Asia regions 
including Indonesia in search for food, a better living condition 
and a fortune. Some of them fled from a poverty and natural disaster 
that often happened in China. During Dutch colonialism in Indonesia, 
ethnic Chinese was officially differentiated from the indigenous 
people (called bumiputera). For example, colonialist law divided the 
society by three groups i.e. European, Eastern Asia and bumiputera. 
It was said that ethnic Chinese had gained more facilities and 
position compared to indigenous people. Was it just a myth or a 
reality? History proved that Dutch colonialist was never doubtless 
to sacrifice ethnic Chinese in order to turn away people's attention 
and anger that should have been directed towards the government. 
While, in fact, in their many aspects of life, ethnic Chinese was 
restricted and barred. They were left free only on businesses. Then, 
Indonesian government, both the Old and New Order reaffirmed the 
practice of the Dutch with the following ways:

1. To use the Chinese as a motor/driving force in economy.

2. To keep the Chinese away from a close relationship with the 
indigenous people.

3. To make the Chinese as a scapegoat whenever a crisis raised.

Furthermore Suharto's New Order government had deliberately created 
a negative image of the Chinese to invoke people's hatred and anti-
Chinese sentiment by: 

1) Replacing a more acceptable term for calling the ethnic: Tionghoa 
(from Chung Hoa: the Chung continent?) with Cina or "the descendant 
citizens". The government and the press widely used the term pribumi 
(indigenous) and non-pribumi (non-indigenous) to distinguish the 
Chinese from the rest of the people. Actually the word Cina is a 
political terminology instead of ethnically one, so is the same with 
the word Indonesia. If we use Cina it would mean the people of China 
rather than the Chinese who has been an Indonesian citizen. In that 
case we have wrongly placed the Indonesian Chinese as the Chinese 
citizen of The People of the Republic of China (PRC). Neither can 
they be called overseas Chinese or Chinese immigrants as these terms 
can only be used for they who live outside China yet still hold 
Chinese citizenship.

2) Issuing a President Decree that coerced the Chinese to change 
their original name for an Indonesian one (in fact any names but 
Chinese). But, it is by no means that after the changing the Chinese 
would receive an equal treatment as their Indonesian counterpart. So 
the rule could easily be seen as one of the political efforts to 
abolish any characters and identity that are typically Chinese.

3) Outlawing Chinese schools. 
The New Order government did not allow the use of Chinese character 
and Mandarin. They summoned for a closing of all Chinese schools 
that existed during the Old Order time. Restriction on using 
Mandarin was also propaganda to arise people's hatred and resentment 
toward the Chinese.

4) Discrimination against the followers of Confucianism.
The New Order government placed many restrictions for the public 
ceremonies of Confucianism. And that there was no civil right given 
to the Confusions unless they wanted to admit themselves as 
Buddhist. 

5) Prejudice of the role of the Chinese during the colonialism and 
communism.
There was a widespread assumption that all Chinese worked for the 
colonial and involved in communist party. But the fact was many 
indigenous people were loyal to the Dutch and became a proponent of 
communism. I

[budaya_tionghua] Transcript dialog interaktif tentang perayaan Imlek di Indonesia

2005-04-19 Thread jonathangoeij


Transcript dialog interaktif tentang perayaan Imlek di Indonesia, 
disiarkan pada siaran radio Hallo VOA tanggal 10 Pebruary 2005 
(tanggal 9 Pebruary di Amerika) pk 05:00 WIB.

Siaran selengkapnya bisa didengarkan pada link berikut (geser klip 
sekitar 30 menit untuk langsung pada dialog interaktif):
rtsp://a1327.r.akareal.net/ondemand/7/1327/2110/973023381/voice.downl
oad.akamai.com/2110/real/voa/eap/indo/audio/indo2200a0209.rm

---
Gugah Pardede (GP): Hallo selamat pagi dan selamat berjumpa dalam 
Hallo VOA para pendengar sekalian, saya Gugah Pardede yang pagi ini 
menggantikan bung Nur Adnan yang sedang bertugas di Jakarta akan 
mengantar anda dalam acara interaktif selama setengah jam berikut. 
Tidak seperti biasanya Hallo VOA hanya akan berlangsung setengah jam 
bukan satu jam, jadi hanya sampai pukul 6 pagi WIB nanti. Topik yang 
akan kita bahas pagi ini adalah Perayaan Tahun Baru Imlek di 
Indonesia. Untuk membahasnya kami telah mengundang dua orang tamu 
yang sangat mengetahui dalam bidang ini yaitu Bapak Jonathan Goeij 
pengamat budaya Tionghoa dari California. Terima kasih, Pak Jonathan 
apakah anda sudah mendengar saya saat ini.

Jonathan Goeij (JG): Pagi untuk mereka yang di Indonesia.

GP: Ya dan anda berada di California saat ini, disana masih sore 
hari toh.

JG: Betul, masih jam dua tiga puluh.

GP: Apa kotanya, Los Angeles toh.

JG: Los Angeles.

GP: Kami juga mengundang partisipasi Ibu Christine Susanna Tjhin 
tenaga peneliti dari CSIS Jakarta. Terima kasih saudara Christine di 
Jakarta, hallo.

Christine Susanna Tjhin (CST): Hallo.

GP: Bagaimana kabarnya.

CST: Baik, terima kasih. Hallo, sore ya buat teman-teman di Amerika, 
ya pak Goeij.

GP: Apa banyak makan kue disana mbak tahun baru Imlek ini.

CST: Ha ha ha

GP: Belum, atau prihatin, atau bagaimana?

CST: Suasananya agak sedikit bercampur ya, dalam arti ada sedikit 
menahan diri juga. 

GP: Oke, kita bicarakan lagi nanti lebih luas mengenai hal itu. 
Disamping narasumber tadi tentu saja keikut sertaan semua pendengar 
untuk membahas topik tadi setidak tidaknya dengan mengajukan 
pertanyaan dan komentar akan sangat kami hargai, dengan menelpon 
kami collect di Washington dan nomer telpon akan kami umumkan 
sebentar lagi. Saya sendiri Gugah Pardede sebagai pengantar acara 
interaktif Hallo VOA ini. 

GP: Para pendengar sekalian, sebelum kami meneruskan acara pagi ini 
rupanya ada berita yang baru terjadi bahwa President Bush baru saja 
mengumumkan ia akan meminta Congress Amerika supaya menyetujui dana 
bantuan Tsunami sebesar 950 juta dolar, dan ini merupakan tiga kali 
lipat dari jumlah yang semula diminta oleh presiden Amerika itu. 
Dalam statementnya hari ini President Bush menyatakan ia meminta 
dana 600 juta dollar lagi yang lebih banyak dari commitment Amerika 
semula sebesar 350 juta dollar. Demikian saudara berita yang barusan 
kami terima dari news room kami news room VOA di Washintgon. Dan 
sekali lagi bahwa pemerintah Amerika telah melipat tigakan dana 
bantuannya untuk korban Tsunami di Asia Tenggara dan Asia Selatan. 
Baiklah saudara bagi para pendengar yang ingin memberikan komentar 
atau mengajukan pertanyaan silahkan menghubungi kami dengan menelpon 
kami collect, collect artinya VOA yang akan membayar biaya telpon 
anda nomer telpon kami di Washington adalah 1, kode Negara nomer 
satu, 202 619 3483 sekali lagi nomer kami di Washington 202 619 3483 
kalau anda tidak tahu caranya menelpon collect ke Amerika hubungi 
saja operator telepon daerah anda biasanya nomer operator anda 101 
atau 104. Dan beritahu nomer kami di Washington, kode Amerika sekali 
lagi nomer 1 dan nomer kami adalah 202 619 3483.

GP: Saudara pendengar sejak tahun 2000 oleh presiden Indonesia Gus 
Dur pada waktu itu Perayaan Tahun Baru Imlek telah dipulihkan 
setelah lebih 30 tahun dilarang. Terlebih dahulu saya ingin 
menanyakan saudara Christine Susanna Tjhin di Jakarta, bagaimana 
perayaan Imlek tahun ini di Indonesia. Sekali lagi, hallo.

CST: Masih cukup meriah ya, walaupun ada sedikit upaya juga dari 
beberapa asosiasi religius maupun asosiasi social yang bernuansa 
Tionghoa itu untuk mencoba untuk menjaga supaya tidak terlalu 
berlebihan mengingat suasana prihatin yang baru terjadi di Aceh 
akhir tahun lalu.

GP: Oh jadi ada kesengajaan untuk tidak terlalu meriah begitu karena 
untuk mencerminkan rasa prihatin bangsa Indonesia atas kejadian yang 
terjadi di Aceh.

CST: Ya, betul.

GP: Bagaimana dengan saudara… Pak Jonathan Goeij di California?

JG: Disini biasa ya, karena setiap tahun sudah dirayakan, tapi pada 
kesempatan kali ini banyak sekali dilakukan penggalangan dana untuk 
Tsunami pada acara-acara makan-makan untuk Imlek. 

GP: Ini khusus masyarakat Indonesia apa…

JG: Hampir seluruhnya itu banyak sekali, bahkan kalau kita ke mall 
misalnya saya lihat banyak sekali pengumuman mereka menerima dana 
untuk Tsunami, hampir disetiap mall. Waktu malam Imlek khan saya ke 
Arcadia, disana ada acara makan malam, yang menyelenggarakan Chines

[budaya_tionghua] Transcript dialog interaktif diskriminasi penganut Kong Hu Cu

2005-04-19 Thread jonathangoeij


Transcript dialog interaktif tentang diskriminasi terhadap penganut 
Kong Hu Cu di Indonesia, disiarkan pada acara Jurnal VOA tanggal 15 
Pebruary 2005 (tanggal 16 Pebruary di Indonesia).
Siaran televisi selengkapnya bisa disaksikan pada link dibawah:
rtsp://a1327.r.akareal.net/ondemand/7/1327/2110/973023381/voice.downl
oad.akamai.com/2110/real/voa/eap/indo/video/indo2205v0215.rm

--
Patsy Widakuswara (PW): Pemirsa terima kasih kembali anda bersama 
Jurnal VOA. Meski sejak jaman pemerintahan Abdurahman Wahid 
pemerintah banyak menghapus peraturan yang diskriminatif terhadap 
warga keturunan Tionghoa namun diskriminasi ini tetap ada. Misalnya 
ketentuan pada Undang Undang Perkawinan yang membatasi WNI bukan 
pemeluk lima agama resmi Indonesia Negara seperti para pemeluk Kong 
Hu Cu untuk mengakses aspek-aspek pelayanan catatan sipil seperti 
menikah dan mengadopsi anak. Dan meski pada tahun 99 Indonesia 
meratifikasi Konvensi Internasional tentang penghapusan segala 
bentuk diskriminasi rasial pada kenyataannya perbedaan perlakuan 
dilapangan tetap berjalan. Saya bahas diskriminasi terhadap penganut 
Kong Hu Cu di Indonesia bersama pengamat budaya Tionghoa Jonathan 
Goeij yang bergabung dari studio VOA di Los Angeles. Pak Jonathan 
terima kasih anda bergabung dengan Jurnal VOA, dalam perayaan Imlek 
kemarin ya bapak Presiden SBY (cat: Susilo Bambang Yudhoyono) sudah 
menegaskan agar penganut Kong Hu Cu tidak usah ragu menjalankan 
ibadah menurut ajaran agama Kong Hu Cu dan Pak SBY juga menyatakan 
kebebasan warga Indonesia yang beragama Kong Hu Cu untuk menjalankan 
ibadah ini dijamin Undang Undang 45, tetapi pada kenyataannya 
dilapangan bagaimana pak?

Jonathan Goeij (JG): Itu tentu suatu hal yang menggembirakan sekali 
dari Bapak SBY memberikan kebebasan kepada penganut agama Kong Hu Cu 
tetapi ah kenyataannya dilapangan itu beberapa perkawinan Kong Hu Cu 
terbukti tidak…, ditolak oleh Catatan Sipil dalam catatannya  Ah… 
dan ada suatu pasangan Kong Hu Cu yang telah masuk ke Mahkamah Agung 
dan diterima gugatan itu dan menang itupun untuk pasangan  
berikutnya masih tetap ditolak pencatatannya dengan alasan yang 
kurang jelas. Padahal kita tahu menurut Undang Undang Dasar 45 
ataupun menurut Undang Undang nomer 1 PNPS 1965 agama Kong Hu Cu 
termasuk salah satu agama  dari 6 agama yang diakui pemerintah.

PW: Jadi anda katakan bahwa eh mungkin peraturannya sudah ada tetapi 
mungkin pelaksanaannya dilapangan belum sampai turun kebawah ya pak 
ya?

JG:  Ah.. benar begitu tapi ah.. tidak juga. Karena alasan penolakan 
baik dari Kantor Catatan Sipil Surabaya atau Kantor Catatan Sipil 
Jakarta Barat itu berdasarkan surat edaran dari Kantor Wilayah 
masing-masing yang mengatakan bahwa agama Kong Hu Cu bukan agama 
yang resmi diakui oleh pemerintah. 

PW: Ehm… Pak Gus Dur waktu itu mencabut Instruksi Presiden nomer 14 
kalau saya tidak salah tahun 67 yang sikapnya diskriminatif, ah 
Megawati juga sudah menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur 
nasional dan sekarang Presiden SBY menyatakan Kong Hu Cu dilindungi 
Undang Undang 45 sebagai agama. Apakah anda melihat bahwa pemerintah 
Indonesia serius menghapus diskriminasi rasial?

JG: Saya berharap serius sekali, dan untuk membuktikannya tentunya 
peraturan-peraturan diskriminasi tersebut harus dihapus ya. Seperti 
ah.. Undang Undang nomer 1 PNPS tahun 65 yang hanya membatasi 6 
agama tentunya tentu tidak boleh karena aliran agama yang lain 
kepercayaan tentu menjadi tidak resmi atau menjadi illegal di 
Indonesia ah hal-hal seperti itu memang harus dihapus dan tentu 
untuk sebagai pamungkas menghilangkan diskriminasi sebaiknya 
dibentuk atau disahkan suatu Undang Undang Anti Diskriminasi dan 
pada kenyataannya sudah diajukan sejak tahun 1999 Rancangan Undang 
Undang tersebut dan sampai sekarang belum disahkan.

PW: Baik, Bapak Jonathan saya ajak anda ke Papua terlebih dahulu 
dengan penelpon kita yang pertama Makakita silahkan.

Makakita (penelpon dari Papua): Baik selamat pagi Metro.

PW: Langsung silahkan.

M: Selamat pagi Metro.

PW: Kami sudah bisa mendengar, bapak silahkan langsung

M: Baik, saya menghimbau kepada bangsa ini ah bahwa secara moral 
marilah kita tumbuh sebagai bangsa yang besar karena bangsa ini 
tumbuh atas kesepakatan atas penderitaan sama dimasa lalu dan adanya 
keinginan untuk hidup lebih baik dimasa depan tanpa filosofi seperti 
ini kita akan tumbuh menjadi bangsa yang sempit dengan pemahaman-
pemahaman kedaerahan yang bahkan menjuruskan bangsa ini kepada 
perpecahan dikemudian hari. Demikian, terima kasih.

PW: Terima kasih banyak Bapak Makakita, Bapak Jonathan sepertinya 
itu adalah salah satu dari pemirsa kita yang mendukung pembauran 
antara warga keturunan Tionghoa dan Indonesia bagaimana pendapat 
anda?

JG: Benar.. ah .. prinsip dari Negara kita adalah Bhinneka Tunggal 
Ika dimana kalau kita terjemahkan didalam bahasa Inggris adalah 
pluralism dimana berbagai–bagai suku berbagai agama semuanya adalah 
menjadi satu dan ini yan

[budaya_tionghua] Tetap Ceria di Usia Senja

2005-04-22 Thread jonathangoeij


Penghuni Panti Jompo Surabaya
Mereka Tetap Ceria di Usia Senja



SH/chusnun hadi
TETAP CERIA – Para penghuni Panti Werdha Usia atau yang dikenal 
sebagai panti jompo di Jalan Undaan Kulon 7, Surabaya, Jawa Timur 
(Jatim) tengah berkumpul dan saling menghibur. Dalam usia senja ini, 
mereka tetap ceria dan menikmati hidup tanpa harus memikirkan dunia.



SURABAYA – Didik (74) dan Sun Yat (72) sedang bermain catur di salah 
satu sudut kamar. Sedangkan Yudi (70) dan Om Liem (80) terlihat 
berdiskusi serius sambil menunjukkan foto dirinya masing-masing. Di 
tempat yang tak jauh, Djoei Lian (72) terlihat santai sambil 
menyisir rambutnya yang terurai. 

Sementara Rohma (82) tampak baru keluar dari kamar mandi sambil 
membawa tongkat untuk menyanggah tubuhnya yang semakin renta. Itulah 
kehidupan sehari-hari di Panti Werdha Usia atau yang dikenal sebagai 
panti jompo, di Jalan Undaan Kulon 7 Surabaya.
Bangunan panti jompo yang sudah berdiri sejak tahun 1947 ini memang 
terlihat sangat asri. Saat kita memasuki pagar, ada kolom ikan yang 
ditumbuhi bunga teratai. Di sebelahnya ada patung orang tua lengkap 
dengan tongkatnya. 
Hingga saat ini, panti jompo tersebut telah dihuni oleh ribuan orang 
tua yang tidak memiliki sanak keluarga. Sedangkan jumlah penghuninya 
selalu tetap 35 orang, karena kapasitas kamar yang tersedia memang 
hanya cukup untuk 35 orang. Dengan demikian, panti jompo ini baru 
bisa menerima penghuni baru, jika di antara penghuni lama ada yang 
meninggal dunia.
Om Liem yang telah berumur 80 tahun, terlihat tubuhnya masih sangat 
sehat. Hanya saja pendengarannya agak terganggu. "Saya dulu salah 
satu pimpinan di perusahaan batu bata di daerah Rungkut Surabaya. 
Tapi hingga istri saya meninggal, saya tidak memiliki anak. Demikian 
sanak saudara sudah tidak ada lagi. Akhirnya saya memilih tinggal di 
rumah jompo ini," kata Om Liem, sambil menunjukkan berbagai foto 
semasa mudanya yang tertata rapi di album besar.
Tidak lama kemudian, sekitar pukul 08.00 wib, terdengar pengumuman 
dari pihak manajemen panti jompo, agar seluruh penghuni menuju ruang 
makan. Di ruang makan ini, telah tersedia berbagai makanan yang 
cukup lezat, mulai dari nasi putih, lauk ayam, ikan, tempe dan tahu, 
sayur asem serta minuman air putih. Setelah semua berkumpul, 
dilakukan doa bersama untuk mensyukuri nikmat kehidupan yang telah 
dijalani. "Wah enak sekali makan hari ini, saya sudah lapar," kata 
Yudi.
Tetapi di sudut ruang makan, tampak Lim Yat yang umurnya sudah 
mencapai 90 tahun, disuapi oleh seorang suster. "Ibu ini pernah 
jatuh, sehingga tangannya retak. Meski sudah sembuh, tapi sulit 
digerakkan. Makanya kalau makan harus disuapi," kata suster tersebut.
Suasana makan tersebut bagaikan sebuah pesta kecil. Hampir semua 
penghuni tampak sangat gembira. Sama sekali tidak ada kesan mereka 
adalah orang-orang jompo. "Wah, teman-teman di sini baik semua. Saya 
senang tinggal di sini. Makan gratis, tidur gratis. Kalau ada 
pengunjung datang, kami juga akan diberi uang," kata Yudi sambil 
melahap tahu rebus kesukaannya. Setelah selesai makan, kembali 
ditutup dengan doa.
Kenangan Masa Lalu
Lagi-lagi para penghuni menuju kamar masing-masing. Mereka duduk-
duduk sambil bercengkerama. Tampak di depan salah satu kamar, ada 
lima orang penghuni perempuan terlihat berkumpul. Setelah didekati, 
ternyata mereka sedang ngerumpi dan bercerita semasa mudanya. 
"Kamu persis anak saya. Tapi kini saya tidak tahu, ke mana anak saya 
tersebut karena ia pamit kerja tapi tidak pernah kembali," kata Sun 
Yat pada SH.
Tidak lama kemudian, Sun Yat tiba-tiba menitikkan air mata. Ia 
kembali mengingat masa mudanya. Tetapi Sun Yat langsung dihibur oleh 
teman-temannya. "Kita ini sudah tua, kita nikmati saja hidup ini 
sampai mati nanti, tidak usah mengingat yang lalu-lalu," kata Djoei 
Lian menenangkan. Tidak lama kemudian, Sun Yat ceria lagi, wajahnya 
kembali bersinar dan bisa melupakan kesedihannya.
Setelah melihat temannya ceria kembali, Djoei Lian masuk ke dapur. 
Tidak lama kemudian, dia keluar lagi sambil membawa sapu ijuk. "Saya 
tidak suka kalau melihat ada yang kotor," katanya sambil menyapu 
taman yang berada di tengah-tengah asrama.
Setelah selesai menyapu dan yakin taman sudah benar-benar bersih, 
Djoei Lian mulai bercerita pada SH. Djoei Lian mengaku kelahiran 
Jombang, 1 Mei 1933, di mana sejak kecil hidupnya sangat 
susah. "Sejak kecil saya ini selalu susah, tidak pernah bahagia. 
Sejak kecil, yang waktu itu zaman penjajahan Belanda, saya selalu 
mengikuti orang tua mengungsi dari kota satu ke kota lain," jelas 
Djoei Lian.
Akibatnya, lanjut Djoei Lian, dirinya tidak pernah sekolah, sehingga 
tidak bisa baca-tulis. "Bagaimana bisa sekolah, wong hidupnya selalu 
dalam pengungsian," tambahnya.
Setelah menikah, Djoei Lian mulai belajar sendiri baca dan tulis, 
juga ikut belajar menjahit pada teman-temannya. "Akhirnya kini saya 
bisa membaca dan menulis. Saya juga bisa menjahit meskipun itu hanya 
menambal atau permak pakaian," jel

[budaya_tionghua] May '98 riot (1): Chinese diaspora - Indonesia

2005-04-30 Thread jonathangoeij
Chinese diaspora: Indonesia  
By Tim Johnston 
BBC, Jakarta  
 
Indonesia's ethnic Chinese community forms a significant part of the 
nation's patchwork of races, ethnicities and tribes. 

But living in a country where nationalism often borders on 
xenophobia, their existence has been punctuated by a series of 
explosions of violence. 

Yet the ethnic Chinese community is starting to rediscover its 
confidence, beginning to take advantage of the democratic reforms 
that have swept through the country over the past seven years. 

In some ways the rise of China has been a vital part of this 
process. 

No-one is entirely sure how many ethnic Chinese there are in 
Indonesia. 

In a census held in 2000, respondents were asked to describe their 
ethnic background: less than 1% of the country s 210 million 
inhabitants described themselves as ethnic Chinese. 

Many sociologists regard this as a serious underestimate: they 
believe that somewhere between six million and seven million people 
of Chinese descent are now living in Indonesia. 

They say the reluctance to describe themselves as Chinese is a 
legacy of years of discrimination. 

Tens of thousands of ethnic Chinese died in the carnage that ripped 
through Indonesia in the wake of President Suharto's coming to power 
in 1965. 

The army, backed by civilian militias, went on the rampage, 
supposedly hunting communists. 

Many Chinese were killed, victims of a simplistic equation of their 
ethnicity with the politics of communist China. 

Suharto imposed the so-called New Order regime. 

For some prominent Chinese businessmen who were friends of Suharto, 
the New Order was a bonanza: they received huge government contracts 
and became some of the richest men in Asia. 

Insecurity 

But for ordinary Chinese, the New Order was a disaster. They were 
forced to adopt Indonesian names and carry identity documents that 
identified them as Chinese. 

They were discouraged from joining the all-powerful security forces 
and banned from celebrating holidays such as the Chinese New Year or 
using Chinese characters on their shops. 

On May 14, 1998, as the Suharto regime limped to an ignominious end, 
riots erupted in areas of cities predominantly populated by ethnic 
Chinese. 

More than 1,200 people died, dozens of women were raped, and 
hundreds of shops were burned to the ground. 

"In May 1998, that was the first time in my life in this country 
that I felt insecure," says Richard Oh, a prominent businessman and 
author. 

"I looked around and thought that maybe I don't belong." 

But those riots marked the end of Suharto's so-called New Order 
regime, and Mr Oh thinks they were the final attempt by Suharto's 
most reactionary supporters to stir up trouble, rather than any 
expression of popular hatred of the Chinese. 

"It was a mistake committed by the dinosaurs, but a mistake that 
gave this country a chance at reformation," he says. 

The violence had a catalysing effect on the ethnic Chinese 
community. 

"1998 has shown that no-one is going to help them, and that they 
have to help themselves," says prominent sociologist Mely G Tan. 

"After 1998, they felt they really should assert themselves and show 
they are part of the nation." 

Pivotal change 

On 21 May 1998 Suharto was forced to resign, and shortly afterwards 
Indonesia held its first free elections in almost 50 years. 

In 2000, new president Abdurrahman Wahid announced that the Chinese 
could celebrate their New Year and use Chinese symbols on their shop 
signs. 

That pivotal change altered everything, says Mr Oh. 

The reforms have been followed by a renewal of confidence by many 
members of the ethnic Chinese community, but some people are still 
preaching caution. 

"I think they should be more prudent, especially those in the 
economy," says Dr Tan. 

She is still worried that the fissures exposed in the 1998 riots are 
still lying under the reformed polity, ready to emerge if too much 
strain is put on the relationship. 

Atmosphere of harmony 

For some, the reforms have not gone far enough. 

Frans Winarta, a lawyer and the founder of the Anti-Discrimination 
Movement in Indonesia, says many regulations promulgated by Suharto 
are still on the books. 

"These regulations can easily be repealed, but they have not been," 
he says. 

Limitations - both de jure and de facto - remain. Indonesian Chinese 
can now use their real names and celebrate New Year, but they are 
still unlikely to get a place at a state-run university, or join the 
army or police. 

Although it is no longer officially necessary, it can still cost 
between 3 million and 7 million rupiah for a person of Chinese 
descent to get the citizenship letter frequently demanded before 
they are allowed to go to school, get a passport or buy land. 

On a more personal level, marriages between the Indonesian Chinese 
community and indigenous Indonesians are still rare, with parents on 
both sides tending to discourage such relation

[budaya_tionghua] May '98 riot (2): Mengupas Kembali Tragedi Mei `98

2005-05-01 Thread jonathangoeij
Mengupas Kembali Tragedi Mei `98 

Liputan6.com, Jakarta: Desing peluru seolah kembali
bergema. Derap sepatu serdadu berbaur teriakan
histeris terdengar lagi memantul dari aspal jalan.
Kenangan pahit 12 Mei 1998, tepatnya Selasa petang
ketika itu, menjadi sejarah kelam Indonesia. Peristiwa
di Kampus Trisakti tidaklah mudah dilupakan. Insiden
yang menelan korban enam mahasiswa itu mengawali aksi
anarkis massal dan berujung pada runtuhnya "kerajaan"
Orde Baru. Hingga enam tahun kejadian Trisakti
berlalu, sosok yang mesti bertanggung jawab atas
peristiwa tersebut tetap misteri. "Saya sudah lelah,"
kata Karsiyati Sie, ibunda Hendrawan Sie, mahasiswa
Trisakti yang tewas tertembak. 

Kelelahan memang terpancar pada raut Karsiyati ketika
berdialog dengan reporter SCTV Indiarto Priyadi di
Studio Liputan 6, Jakarta, Rabu (12/5) malam, dalam
acara Topik Minggu Ini bertajuk "Tragedi Mei 1998,
Sejarah Gelap Negeri Ini". Karsiyati mengaku jiwanya
kosong setelah ditinggal Hendrawan, putra tunggalnya.
Untuk menuntaskan rasa penasaran atas kematian
mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Angkatan
1996 itu, Karsiyati rela meninggalkan Kalimantan.
"Saya bekerja di koperasi Rektorat Trisakti," ungkap
dia. 

Gelisah tak hanya menyergap Karsiyati. Lasmiati, ibu
kandung Herry Hartanto (mahasiswa Fakultas Teknik
Industri Jurusan Mesin Angkatan 1995) malah terpaksa
pindah rumah. "Trauma. Tiga tahun jalan empat tahun,
saya kebayang terus. Kita tidur, kayaknya dia
[Hendrawan] dateng," kata Lasmiati. Jika rindu
menyergap, hanya sehelai jaket almamater menjadi
pengobatnya. Lasmiati mungkin agak beruntung bisa
bertemu "jagoannya". Ketika terbaring di brankar
(velbed), Herry masih segar bugar. "Jam sembilan
[21.00 WIB] saya dibawa teman-temannya, dia [Herry]
sudah di kamar mayat," tutur Lasmiati. Sementara
Karsiyati mengetahui kabar Hendrawan tewas melalui
televisi saat menanti pesawat yang akan
menerbangkannya ke Jakarta. 

Upaya hukum terus ditempuh agar pelaku penembakan
ditangkap. Mulai dari meminta bantuan hukum Tim
Gabungan Pencari Fakta Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (TGPF Komnas HAM), Komisi untuk Orang Hilang
dan Tindak Kekerasan (Kontras) dilakoni keluarga
korban Trisakti. Semua penyelidikan mengerucut pada
kesimpulan seperti diungkapkan Komisi Penyelidikan
Pelanggaran (KPP) HAM Kasus Trisakti dan Semanggi
I-II, bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan dalam
tragedi itu [baca: KPP HAM Trisakti: Terjadi Kejahatan
Kemanusiaan]. 

Kesimpulan demikian belumlah memupus kegelisahan
keluarga korban. "Saya berharap tidak dipolitisir.
Saya tidak anti-TNI/Polri, yang penting berpihak
kepada rakyat semua," tegas Lasmiati. Proses peradilan
memang belum berhenti. Ada sembilan perwira TNI belum
tersentuh. Mereka antara lain Jenderal TNI
Purnawirawan Wiranto, eks Panglima Komando Cadangan
Strategis (TNI) Angkatan Darat (Kostrad) Letnan
Jenderal (Purn) Prabowo Subianto, mantan Kepala Badan
Intelijen ABRI Mayor Jenderal Zacky Makarim, dan
Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. 

Upaya pemanggilan paksa oleh KPP HAM tidak membuahkan
hasil. DPR akhirnya menggelar rapat dengar pendapat
dengan Wiranto, satu tahun silam. Hasilnya: "Kami
sudah dipanggil oleh Pansus [Panitia Khusus]
Trisakti-Semanggi oleh DPR dan akhirnya diputuskan
melalui Sidang Paripurna bahwa Semanggi dan Trisakti
bukan pelanggaran HAM berat," tegas Wiranto. Dan, para
keluarga korban cuma bisa menjerit pilu. 

Kini, Wiranto dan Prabowo kembali disorot. Menjelang
Pemilihan Umum Eksekutif, Wiranto terpilih menjadi
calon presiden dari Partai Golkar. Prabowo--yang juga
mencalonkan diri--gagal dikalahkan Wiranto. Kehadiran
Wiranto berdampingan dengan Ketua Komnas HAM
Solahuddin Wahid (Gus Solah) seolah membangkitkan
mimpi buruk lagi. Padahal Wiranto sudah berusaha
menerangkan posisinya kepada khalayak seperti
dituangkan dalam buku Kesaksian di Tengah Badai [baca:
Wiranto Meluncurkan Buku Lagi]. 

Sang penulis, Aidul Fitricia Azhari, yang juga ikut
berdialog di SCTV mengatakan, buku tersebut juga
bercerita tentang rivalitas Wiranto dan Prabowo. Isu
persaingan antara kedua petinggi TNI itu terus
bergulir sejak Wiranto menjabat Panglima ABRI ada era
Soeharto, sampai menduduki jabatan Menteri Koordinator
Politik dan Keamanan di masa Presiden Bacharuddin
Jusuf Habibie. Belakangan Prabowo "unjuk gigi". Sebuah
buku bertajuk Politik Huru-Hara Mei 1998 diterbitkan
Fadli Zon, kawan dekat menantu mantan Presiden
Soeharto itu, Maret silam. "Jangan sampai anak cucu
kita membaca sejarah yang salah," kata Fadli. 

Lebih jauh Fadli menjelaskan, banyak data dan fakta
dalam buku Kesaksian di Tengah Badai tidak akurat dan
cenderung propaganda pribadi Wiranto. Misalnya kutipan
Wiranto: "...Mendengar laporan kejadian tersebut saya
benar-benar merasa sangat sedih, kesal, dan menyesal,
semuanya menggumpal menjadi satu. Bisa dibayangkan,
kejadian yang sudah diantisipasi sebelumnya dan oleh
karenanya berbagai upaya sudah dilakukan sebagai
langkah pencegahan, namun pada akhirnya juga harus
kita terima seba

Re: ENGKONG ACONG Fw: [budaya_tionghua] Agama = sarana pembauran?

2005-05-02 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "BUD'S" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> sudah umum terjadi di masyarakat, Koruptor itu indentik dengan 
warga keturunan, tapi Rudy Hartono, Lin Sui King, Tan Ju Hok , dll 
nya Warga Indonesia.Bagaimana dengan Kasus Yvana Lee ??? waktu dia 
membela Tanah Air, masih belon WNI dan setelah dia menang baru 
mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, padahal dia sudah mengurusnya 
lama. 
> 
> wassalam
> 
> budiman

Hendrawan dan Ivana Lie jelas adalah orang2 terkenal dan berjasa 
besar bagi negara dalam bidang bulu tangkis. Itupun mengalami 
kesukaran dalam masalah kewarganegaraannya sehingga membutuhkan 
intervensi Kepala Negara. Padahal keluarga mereka beberapa keturunan 
lahir di Indonesia dan telah ada di negara ini sebelum negara 
Indonesia itu sendiri exist. Bila orang2 terkenal yg dianggap 
sebagai pahlawan saja mengalami kesukaran dan diskriminasi didalam 
masalah citizenship, bagaimana dengan komunitas Tionghoa lainnya?

JG
--
The Jakarta Post May 23, 2002

Editorial

Citizenship and graft

Perhaps the most appalling incident of late, amid the national 
crusade for a clean and democratic government, is the story of yet 
another victim of the corrupt bureaucracy. This news came in the 
wake of the authorities demonstration of a greater tolerance toward 
Chinese-Indonesians. The Chinese are now allowed to celebrate their 
New Year festival and it has been declared a national holiday.

Since the casualty in this case was a badminton champion, Hendrawan, 
a Chinese-Indonesian, the news has stunned people as it emerged just 
as the champion was preparing to defend Indonesia in the Thomas Cup 
in Guangzhou, China.

Hendrawan was unable to obtain an Indonesian Citizenship Certificate 
(SBKRI) after trying unsuccessfully to penetrate the jungle of 
illicit business within the bureaucracy. The 30-year-old champion is 
not the only Chinese-Indonesian to have faced this problem. One has 
to question oneself as to how this could have happened when 
Indonesians of Chinese origin have lived in this country for 
centuries, long before the Dutch colonial power set foot in this 
archipelago in the 17th century. In Jakarta, the Chinese have lived 
here since the present day downtown Jakarta was still swamp land.

Hendrawan was only able to obtain the certificate after the personal 
intervention of President Megawati Soekarnoputri. It seems that 
history has repeated itself without anyone learning the lesson. 
Twenty years ago, Ivana Lie, another noted badminton champion, also 
faced the same senseless headache. Ivana's problem ended after the 
personal intervention of president Soeharto. Ivana and Hendrawan 
were able to solve their problem because they are national figures. 
But who will help the lesser known Chinese-Indonesians who have been 
in the same predicament for decades?

To get a citizenship certificate is not only a very complex problem 
but since corruption is also involved it has become a very 
complicated question. You have to beg at least 12 bureaucratic 
institutions before you can get your certificate. You start with 
begging a signature from the head of your neighborhood unit, later 
from the subdistrict office, the district office, the municipality 
office, the governor's office, the police substation, the police 
station, the city police headquarters, the prosecutor's office, the 
district court, and finally the Ministry of Justice and Human 
Rights. In each of these agencies you have to pay. The certificate 
is a must otherwise you cannot process many other documents, 
including passports, business licenses, credit applications and even 
university enrollment.

Actually the authorities have stepped in to take the burden off the 
people's shoulders but the result remains to be seen. For example, 
in 1996, president Soeharto issued a decree stating that a 
citizenship certificate was no longer necessary. The decree was 
further strengthened by president B.J. Habibie's decree in 1998, 
which instructs government agencies to provide the same service to 
all citizens, without prejudice or discrimination. Even though there 
was another instruction, issued in 1999 ordering all government 
officials to follow up on his earlier instruction and barring 
government agencies and officials from discriminating against 
Indonesians based on their ethnic background, the officials always 
find a way to defy orders. This time they said the decree lacked the 
technical instructions to implement it.

Corrupt officials have emerged as victors because the authorities 
have been reluctant to probe further into the case. Lack of 
supervision is an ugly disease in our bureaucracy. And, as in other 
agencies that provide public services, corrupt officials are free to 
blackmail the people. In this case the Chinese-Indonesians have no 
recourse other than to do what the corrupt officials say. In most 
cases the officials are not acting out of ethnic sentiments, much 
less morality. Their vi

[budaya_tionghua] May '98 riot (3): Condition of Our Shared Life

2005-05-02 Thread jonathangoeij
Condition of Our Shared Life:
The May Tragedy in Indonesia 

I. Sandyawan Sumardi, SJ

(Ed. note: Father Sandyawan, secretary of Team of
Volunteers for Humanitarian Causes, was among the
first persons to expose the organised attacks on
ethnic Chinese women in Indonesia during the May 1998
riots. Below is what he told of the tragedy in his
country at a hearing of the U.S. Congress on 28 July
1998.)  

I have come here on behalf of "Tim Relawan untuk
Kemanusiaan," the Indonesian name for the "Team of
Volunteers for Humanitarian Causes." The Team was
formed in the aftermath of the urban riots in Jakarta,
Indonesia, following the attack on the headquarters of
the Indonesian Democratic Party on 27 July 1996. As
repeatedly happened in the history of Indonesia in the
past 30 years, it was the ordinary people who bore the
burden: 5 dead, 149 injured, 136 arrested and 23
missing. The concern of the Team was to help the
victims among these ordinary people. 

Since the incident in mid-July 1996, political events
in Indonesia have been enfolding in a chaotic way,
almost all marred by unnecessary violence and
bloodshed. The political system has gone bankrupt, and
the severe monetary and economic turmoil which started
in July 1997 has intensified the magnitude of the
crisis. Again, it is the ordinary people who have to
bear the suffering. Gone is politics as a noble
vocation, for it has simply become a barbaric venture.
The word "barbaric" is to be understood literally,
that is, hundreds or thousands disappear or die from
organised violence. One of the horrors in a long
series of such barbaric politics is what happened in
May 1998. 

Due to time constraints, I would like to speak only
about the tragic event that happened in mid-May 1998.
I am speaking about this particular event because, in
terms of magnitude and methods of violence, it has
become like the most dramatic manifestation of
politics as practised by the elite in Indonesia. We
are not concerned here about politics as such, but
about the consequences of these barbaric politics on
the future of Indonesia. At your invitation, we have
come here to make an appeal for your solidarity with
and for the victims of the tragedy. 

The Horror 

The May 1998 tragedy was preceded by the
shooting-to-death of four university students on the
occasion of student demonstrations at the University
of Trisakti in Jakarta on 12 May. On that day the
political temperature rose suddenly, and sporadic
violence began to show its face. In the morning of 14
May, a series of violent incidents started to break
out, and by mid-day the city of Jakarta and its
surroundings were on fire. Thousands of commercial
buildings, business offices, supermarkets, residential
houses, public utilities, buses and private cars were
burnt down or simply ramshackle on the streets. 

Amidst the riots, widespread looting and torture took
place in an incomprehensible manner. By 9 June, the
Team of Volunteers for Humanitarian Causes had
catalogued 2,244 dead bodies (mostly burnt), 91
injured and 31 people missing. Again, most of the
victims were ordinary people. The casualties, however,
are only part of the story. It was soon discovered
that the horror also involved a series of gang-rapes
on Chinese women. As of 3 July, we found 152 women
being gang-raped, of whom 20 are dead. The following
is a random example of how these gang-rapes were
perpetrated: 

"A group of unknown persons were looting the victims'
house. By threatening to burn down the house, some of
them forced the victim's son to rape his younger
sister. They also coerced the male house-maid to rape
the mother of the family. The gang-rapes were then
continued by the group and other unknown persons. The
victims' house was burnt down, the siblings were
thrown into the burning fire and the mother threw
herself into the fire." (As told confidentially by an
eyewitness; the gang-rapes occurred in Jakarta on 13
May.) 

The Pattern 

Being shocked, we may ponder: who have planned such
barbaric acts on such a massive scale? We may suspect
that they are spontaneous acts by the mobs, the crowd
of ordinary people. The answer is "no." From our
on-going investigations, we began to see clearly that
the May tragedy involved a highly systematic and
organised plan and its execution. It was not a
"coincidence," for the coincidence-factor simply
cannot explain (a) the scale and (b) simultaneity
(simulacrum) of the tragedy in an area as vast as
Jakarta and its surroundings, (c) the similarity of
their modus operandi and (d) the systematic selection
of targets in the case of gang-rapes on Chinese women.
With regard to the similarity of modus operandi, we
have uncovered the following pattern: 

First, the looting and burning were not initiated by
people from the neighbourhood, but by groups of
strangers not known by the local people. These
strangers were transported in a bus or truck coming
from unknown places. They were the party which
incited, provoked and encouraged the lo

[budaya_tionghua] May '98 riot (4): Tragedi 14 Mei 1998

2005-05-03 Thread jonathangoeij
Tragedi 14 Mei 1998 


Oleh Rosihan Anwar

BERKAITAN dengan Hari Pers Nasional 9 Februari 2003,
saya sampaikan pengalaman sejumlah wartawan Indonesia
tanggal 14 Mei 1998 yang disebut dalam sejarah sebagai
Jakarta s infamous May riots.

Lima tahun lalu, sejumlah wartawan tergesa-gesa balik
dari Solo ke Jakarta, menumpang kereta api Argo Lawu,
Kamis pagi 14 Mei 1998. Mereka baru satu hari
menghadiri lokakarya pers, dan mengeluarkan Deklarasi
Wartawan yang dirumuskan Tribuana Said. Deklarasi itu
menyatakan, kemerdekaan pers berdasar hak asasi
manusia harus ditegakkan.

Ketika para wartawan berangkat dari Bandara
Soekarno-Hatta, 12 Mei menuju Solo, tak kurang 6.000
mahasiswa berdemonstrasi menuntut turunnya Presiden
Soeharto. Mereka adalah wartawan senior: Djafar
Assegaff, RH Siregar, Samuel Pardede, Sinansari Ecip,
Tarman Azzam, August Parengkuan, dan saya sendiri.
Ikut rombongan, Rani D Sutrisno, pengelola cafe Club
45, Jalan Merdeka Timur 17.

Seraya Argo Lawu melaju, mereka ingat demo mahasiswa
Universitas Trisakti Selasa 12 Mei. Pukul 17.45 empat
mahasiswa tewas tertembak peluru tajam aparat. Keempat
mahasiswa itu Hendriawan Sei (20), Elang Mulya (19),
Hafidin Royan (21), Hery Hartanto (21) dinamakan:
Pahlawan Reformasi. Saat dimakamkan 13 Mei, beberapa
tokoh yang mendukung aksi mahasiswa seperti Amien
Rais, Emil Salim, Buyung Nasution, datang di kampus
menyampaikan belasungkawa.

Mereka juga ingat pertemuan Presiden Soeharto dengan
masyarakat Indonesia di Kairo malam 12 Mei.

Soeharto berkata "Jika rakyat tidak lagi percaya pada
saya, tidak apa-apa, ya sudah. Saya tidak akan
berkuasa terus dengan kekuatan senjata. Bukan seperti
itu. Saya akan menjadi pandito, mendekatkan diri
kepada Tuhan". Harian Kompas lalu memberitakan:
Soeharto Siap Mengundurkan Diri.

Berpacu dalam Argo Lawu!

Kereta api melaju. Cirebon sudah lewat. Wartawan yang
punya HP memonitor perkembangan Jakarta. Siregar dan
saya tak punya HP, jadi menerima informasi dari tangan
kedua. Beritanya: di Jakarta, dari pagi pukul 09.00
terjadi kebakaran, dimulai kobaran asap di Grogol.
Toko-toko di daerah Kota milik Tionghoa dibakar dan
isinya digedor. Jalan Kapten Tendean dan Jalan Warung
Buncit penuh penjarah. Swalayan Golden Truly jadi
sasaran. Huru-hara merebak di DKI Jakarta.

Argo Lawu berjalan pelan saat memasuki Bekasi. Toko
Swalayan Yogya yang letaknya dekat rel kereta api
mengepulkan asap. Rakyat yang menjarah menggotong
kulkas, pesawat televisi, mebel, dan barang lain. Saya
tak melihat aparat keamanan. Tiada Polri dan TNI.
Apakah Pangdam Jaya Mayjen Syafrie Syamsuddin lalai
melakukan tugasnya?

Jendela Argo Lawu dilempari batu. Karena kacanya
tebal, hanya timbul keretakan. Plaza Central Klender
terbakar. Suasana mencekam amat terasa.

Para wartawan di Argo Lawu lewat HP sibuk cari
informasi. Di stasiun mana yang aman turun? Jatinegara
atau Gambir? Selagi kereta api masih bergerak, sebelum
sampai di Jatinegara Djafar Assegaff telah meloncat ke
bawah. Ia dijemput keluarganya. Tarman Azzam berbuat
yang sama, meloncat di Jatinegara. Tetapi Siregar,
Sinansari, August Parengkuan dan saya terus ke Gambir.

Siregar dan Sinansari pulang bersama dalam bus. August
dan saya menitipkan koper di Cafe Club 45, lalu
berjalan kaki pulang. Rani D Sutrisno pengelola kafe
juga berjalan kaki menuju Kemang. Cucu saya, Dhira
beserta temannya Ame telah menunggu dekat Patung Tani,
Menteng, tetapi karena saya mengambil jalan lain, kami
tidak saling jumpa. Dhira khawatir karena ia melihat
rakyat menjarah toko Hero, mengangkat barang jarahan
dengan trolley dan Opa tak kunjung muncul. Padahal
saya dan August berjalan pelan menyusuri rel kereta
api Gambir-Cikini.

Kami berpapasan dengan pemuda pemudi yang baru
menyaksikan huru-hara. Mereka mengenali saya, berhenti
sebentar, bercerita tentang apa yang mereka lihat. Hal
itu terjadi beberapa kali. August heran karena banyak
orang menyapa saya. Kami selamat sampai Jalan Surabaya
13. Saya ucapkan terima kasih kepada August yang setia
menjaga saya. Ia lalu naik motor ojek menuju redaksi
Kompas.

Selama hari-hari berikut saya memantau perkembangan.
Saya telepon teman-teman yang punya inside
information, saya ikuti berita media cetak dan
elektronik, dalam dan luar negeri. Memang, saya tak
punya koran lagi, karena harian Pedoman dilarang
terbit oleh Soeharto tahun 1974, tetapi naluri
wartawan belum padam. Maka, saya berusaha berada on
top of the news. Saya merasa bangsa Indonesia sedang
menghadapi suatu perubahan dalam sejarahnya. Apakah
yang terjadi selanjutnya? Beberapa catatan selayang
pandang menyusul.


PRESIDEN Soeharto kembali dari konferensi G-15 di
Kairo, Jumat pagi 15 Mei. Dari Bandara Halim
Perdanakusuma ia dikawal konvoi puluhan kendaraan. Di
tengah jalan dia melihat puing-puing kehancuran gedung
akibat huru-hara 14 Mei. Dia belum punya gambaran
tentang kasus-kasus perkosaan terhadap perempuan
keturunan Tionghoa. Setibanya di Cendana dia bicara
dengan Jenderal Wiranto, lalu dengan keempat Menko. Ia
instruksikan h

[budaya_tionghua] May '98 riot (5): Modern holocaust in Indonesia

2005-05-04 Thread jonathangoeij
Modern holocaust in Indonesia

History will always remember the Hitler and the Jewish
holocaust that killed millions of Jews. Families still
live till today and see clearly the horror of those
darkest and helpless days of their life. 

History will always remember everything that the human
race tells it to write, although consciously and
powerfully some of us try to manipulate the facts and
truths contained in it. G30S will be among the list,
where until this very day 200 millions of Indonesians
have never been told that in the incident of September
30th in 1965, when Soeharto threw over the Indonesian
Communist Party, which then also took over power from
President Soekarno, there were 1 million innocent
Indonesians slaughtered, being accused and slandered
blindly that they were communists. 

May 1998 was an intense month for politic in
Indonesia. The Asian Crisis was not getting any
gentler to the people of Indonesia. At the same time,
the elite, the political players, knew that Soeharto's
time was coming closer, and even Soeharto and his
family also understood this. The system that Soeharto
built worked just fine, therefore, the elite wanted to
keep the system, and just changed the old guards. On
the other hand, the people and the grass root,
demanded total reformation, civil society and
democratic system. People were tired being oppressed
every day and being used all the time by the very
government who were supposed to protect and serve
them, by the system that Soeharto built for 30 years. 

The following pictures provided by Tim Relawan (The
Volunteer Team for Humanitarian Causes) speak very
vividly about what took place during May 13-15
HOLOCAUST in Indonesia - Indonesian Holocaust. 

Riots were engineered and executed very professionally
and viciously. The urban poor were set to be trapped
inside buildings and then burnt to dead by these
unknown force (and yet they exist till this very day).
At the end of the day, there were 2244 burnt bodies
collected from various places in Indonesia.

Females from Ethnic Chinese descent, and those who
look alike, were raped brutally, the kind of gang
rapes that took place in Bosnia and East Timor.  
Females were raped in front of their families by
several people, some of them were killed after being
sexually abused and mutilated. Male members of the
family were forced to rape the female members of the
family. Glasses, curtain rods, metal rods were used to
mutilate the female private parts, after they were
being raped. On and on are the reports. 

People live with very little supplies these days in
Indonesia, rapes are still taking place with no effort
from government to stop this at all (should we
translate the no-real-action from the Government of
Indonesia, as their "blessing" to the most evil
humiliation to the weakest members of society).

History is writing all these stories, even the stories
of those who are very helpless and hopeless today.
Victims and families are terrorized and intimidated,
their phone lines are tab. Volunteer helpers are
harassed and intimidated, including doctors and
psychiatrists. The victims are prisoned and confined
in their own little rooms, full of trauma and
desperation, lonely and full of shame. 

History is also writing that today millions of people
around the world are not accepting this modern
holocaust in Indonesia anymore.

http://www.fica.org/prototype/may-riots/korban/thumb.html






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] May '98 riot (6): Tragedi Mei 1998 dalam Sajak Wilson Tjandinegara

2005-05-05 Thread jonathangoeij
Tragedi Mei 1998 dalam Sajak Wilson Tjandinegara
Catatan Nanang Suryadi 

"Tragedi bulan Mei 1998, telah menggemparkan dunia.
Korbannya kebanyakan dari etnis Tionghoa. Sebuah
tragedi yang meninggalkan noda hitam dalam sejarah
Indonesia. Sebagai penyair yang punya hati nurani,
pasti mengutuk peristiwa tersebut dan menyampaikan
simpatinya kepada para korban, dengan caranya seorang
penyair…."(Tjandinegara, 1999, hal.28) 

Pernyataan yang membuka tulisan ini cukup menghentak
bukan? Tulisan tersebut merupakan pengantar Wilson
Tjandinegara bagi 3 sajak dalam kumpulan sajak "Rumah
Panggung Di Kampung Halaman", untuk memberi perhatian
terhadap peristiwa kerusuhan yang terjadi di bulan Mei
1998.

Satu halaman khusus pernyataan untuk mengantarkan 3
sajak-sajak yang diilhami tragedi tersebut.
Sajak-sajak yang dimaksud adalah sebagai berikut:

KITA TAK BOLEH BERDIAM DIRI

Karena terus bersabar
kita sering jadi korban
jadi kambing hitam

Karenanya, kita tak boleh berdiam diri!

Menerima perlakuan tidak adil
menahan diri terhadap hinaan orang
ternyata ada batasnya

Karena, kita tak boleh berdiam diri!

Kita juga manusia, adalah manusia!
punya hak yang sama
betapa mungkin diinjak-injak

Karenanya, kita tak boleh berdiam diri!


Tangerang, Juni 1998


KAMBING HITAM

Sejak purbakala
yang paling banyak
di dunia ini
adalah 'kambing hitam'

Walau kulit dan bulunya hitam
namun darahnya sama merah

Para ambisius pengejar kekuasaan
politisi pengobral janji
para orang culas
lempar batu sembunyi tangan

Mereka itulah
menghitamkan kambing
jadikan kurban

Ketika dibutuhkan
mereka diperalat
ketika tak mampu kuasai situasi
dijadikan tumbal

Zaman apa pun
negara mana pun
yang paling malang nasibnya
adalah kau:
'kambing hitam'


DI MANAKAH NURANIMU!

Apakah dosanya
maka direncah kelopak bunga
dan dinodai tiada tara

Di manakah nuranimu!

Hanya hewan
bisa melakukan
perbuatan terkutuk itu!

Di manakah nuranimu!

Andai sang korban
adalah anak, istri
atau saudara perempuanmu
apakah kau terima?

Di manakah nuranimu!

Kau reguk madu perawan
kau hancurkan masa depan
insan lemah tanpa dosa
kini memeluk duka lara

Di manakah nuranimu!

Walau kali ini kau terbang bebas
takkan lolos pengadilan Tuhan!

Ya, Tuhan! Turunkan hukum keadilan
bagi pelanggar ajaranmu

Tanggerang, Mei 1998

Terhadap tragedi Mei 1998 , Ariel Haryanto (1998)
memberikan pernyataan: "…..sulit mengatakan bahwa
pemerkosa adalah massa, atau tindakan mereka bersifat
spontan. Bukan kejutan jika penelitian lebih lanjut
akan menyimpulkan kejahatan itu merupakan sebuah paket
program yang dipersiapkan dan diko-mando oleh kelompok
yang ahli dalam kekerasan dan teror. Perkosaan massal
itu merupakan bagian integral dari pembakaran aset
ekonomi nasional dan lebih dari seribu nyawa
penjarah dalam beberapa jam saja. Kelakuan immoral itu
tak mungkin dilakukan oleh rata-rata manusia
Indonesia. Moral-itas menjadi modal utama perjuangan
generasi muda Indonesia menumbangkan otoriterisme Orde
Baru. Tindakan immoral bulan Mei itu hanya mampu
dilakukan oleh mereka yang berada jauh di bawah atau
jauh di atas rata-rata manusia Indonesia."

Pada halaman lain pada buku RPDKH tersebut ada bagian
yang menuturkan pengalaman kreatif dan hal-hal yang
berhubungan dengan dirinya. Sebagai seorang yang
merasa sebagai bagian masyarakat yang dimarjinalkan,
Wilson Tjandinegara berkomentar: "Selama ini ada
anggapan yang kurang obyektif terhadap kaum keturunan
Tionghoa. Meraka dianggap pelit, egois, anasionalis,
tidak peduli pada orang lain dan hanya mencari
keuntungan".(Tjandinegara, 1999, hal.34)

Ariel Haryanto (1998) melihat persoalan itu sebagai:
"seperti korupsi atau kolusi, rasialisme anti-Cina
sudah merasuk dan melembaga dalam kehidupan sosial.
Dalam berbahasa pun rasialisme itu dihayati dan
diamalkan secara lumrah. Misalnya populernya istilah
pribumi dan nonpribumi. Fiksi ciptaan kolonialisme
Belanda ini telah dimanfaatkan secara maksimal oleh
Orde Baru. Di akhir abad 20 ini sudah tidak ada
lagi makhluk pribumi. Kita semua adalah nonpribumi:
tengok bahasa, menu, busana, perabot rumah, atau
rekreasi dan hiburan kita. Baik struktur lembaga,
cita-cita maupun istilah "Republik Indonesia"
sepenuhnya bersifat nonpribumi!"

Dalam pencariannya terhadap riwayat identitas diri,
Wilson Tjandinegara menuangkan tipikal pembauran alami
yang terjadi di sebuah tempat di daerah Tangerang yang
terkenal dengan "Cina Benteng."

BALADA SEORANG LELAKI DI NAN YANG

Sejak abad lima belas
dengan perahu Jung
mereka arungi lautan ganas
larikan diri dari bencana dan malapetaka
tinggalkan negeri leluhur
mencari tanah harapan di Nan Yang*

Perkampungan nelayan di Teluk Naga
seorang encek pembuat arak
mengubur kesendiriannya
bersama seorang pendamping setia
gadis pribumi lugu sederhana

Kikuk seperti ayam dan itik
yang satu pakai sumpit
yang satu doyan sambel
dengan bahasa isyarat
berlayar biduk antar bangsa
beranak pinak dalam kembara

Dari generasi ke generasi
warna kulit makin menyatu
jadilah generasi persatuan:
'Cina Benteng'
teladan 

[budaya_tionghua] May '98 riot (7): AHRC petition for attorney general

2005-05-06 Thread jonathangoeij
ASIAN HUMAN RIGHTS COMMISSION - URGENT APPEALS PROGRAM


20 June 2002 
- 
UA-23-2002: Sign petition for attorney general to
bring justice to May 1998 riot victims 

INDONESIA: Denial of right to adequate remedy for
victims of systematic gross human rights violations 
- 

The Asian Human Rights Commission (AHRC) has prepared
an online petition to call on the attorney general of
Indonesia to finally act to deliver justice to the
victims of the May 1998 riot, an incident infamous
throughout the world for severe sexual violence
targeting Chinese Indonesians. You can sign this
petition, which is available in English and Bahasa
Indonesia and which already has about 300 signatories,
at the following site:
. 

Below we provide some background information, findings
from various commissions of inquiry, the latest news
about the inquiries and a copy of the petition itself.
We urge you to send word of this petition to others as
widely as possible so that the pain of the victims can
finally be eased. 


BACKGROUND INFORMATION 

Four years ago the thousands of victims of the May
riots of 1998 should have seen the perpetrators of the
rapes, murders and destruction of property in court.
Four years ago the new ¡°democratic¡± government
should have been consulting the victims to determine
how to provide adequate compensation and reparation
for the State's role in the devastation. Four years
ago the attorney general should have ensured that
enough evidence was gathered to bring the masterminds
of this crime to justice. 

The attorney general, however, has thus far chosen to
do nothing. In the face of such intransigence,
high-profile citizens took it upon themselves to form
a Joint Fact-Finding Team (TGPF) to investigate the
incident, and they presented their findings to the
attorney general. The attorney general though refused
to act on the findings, as they did not come with
official parliamentary sanction. Recently, however, an
official investigation (known as KPP HAM TSS, an
Indonesian acronym for the Commission to Investigate
the Human Rights Violations of the Trisakti, Semanggi
I and Semanggi II Incidents) into three incidents that
occurred about the same time affirmed that the
original findings and recommendations should be acted
on. 

Still the attorney general says he will do nothing
unless another official investigation is opened
specifically for the ¡°May riot¡± incidents. Such a
commission of inquiry is currently being established
by the National Human Rights Commission (Komnas HAM),
but this should not excuse the attorney general whose
role in bringing perpetrators to justice is vital in
establishing human rights in Indonesia. If the
attorney general does not act, no rights can be
implemented. The attorney general must accept
responsibility for not even attempting to deliver
justice to the victims of the May 1998 riots. 

FINDINGS FROM TGPF 

A highly credible, independent investigation into the
May 1998 riots, known as TGPF (Joint Fact-Finding
Team), verified the following number of deaths and
damage: 

- 1,188 people killed 
- 101 people suffered serious injuries 
- 40 shopping centres burnt 
- 2,479 houses and shops destroyed 
- 1,119 cars destroyed 
- 1,026 civil houses destroyed 
- 383 offices destroyed 
- Unknown number of rape cases 

Thorough investigations by non-governmental
organisations (NGOs) also verified at least 52 cases
of serious sexual violence in which ethnic Chinese
women were the main targets. In addition, the
following four people were kidnapped in related
incidents: 

1. Yadin Muhidin, male(23), in Senen, Central Jakarta 
2. Addun Nasir, male(33), in Lippo Karawaci, Tangerang

3. Hendra Hambali, male(19), in Glodok Plaza, Jakarta 
4. Ucok Siahaan, male(22) 

The hopes of the Indonesian people that the end of
authoritarian rule would bring justice have been
dashed by the inaction of the attorney general¡¯s
office, which has had the official government report
and recommendations since 1999 but has so far failed
to properly investigate the case nor bring any form of
justice to the thousands who suffered in this tragedy.
Credible claims that senior military and government
officials were involved in planning gross human rights
violations perpetrated during the May 1998 riots have
been ignored, making possible further atrocities and
incidents of communal violence which still rage today.


In July 2000, former Attorney General Marzuki Darusman
said, ¡°I think the final investigation can start in
one week provided that the commission submits the
report to my office.¡± Referring to the TGPF report,
he added, ¡°What¡¯s in the reports is all valid. That
is exactly what happened during the May [1998]
riots.¡± 

Now it is June 2002, and an official government
investigation, KPP HAM TSS, has presented the results
of its investigation into three incidents 

[budaya_tionghua] May '98 riot (8): Hati Nurani dan Rekonsiliasi

2005-05-07 Thread jonathangoeij
Hati Nurani dan Rekonsiliasi
Christianto Wibisono

HARI ini, 13 Mei 2003 pukul 21.00 malam, lima tahun
yang lalu, anak saya Jasmine Wibisono dan suaminya
Tandyo Welianto dengan mobil Kijang, meninggalkan
rumahnya di Kapuk karena massa sudah mulai mengepung
wilayah itu. Dua bayi, Christabel (15 bulan), dan
Christopher (lahir 22 Maret atau belum dua bulan)
beserta babysitter hanya membawa sejumput pakaian.
Mereka mengungsi ke rumah saya di Jalan Kartini.

Sehari sebelumnya, 12 Mei, aparat keamanan menembaki
demonstran mahasiswa Trisakti yang sudah mundur
memasuki kampus menjelang sore hari. Suatu provokasi
yang hingga hari ini tidak terungkap tuntas, siapa
intellectual actor-nya.

Besok paginya, 14 Mei, Jakarta lumpuh. Massa
direkayasa untuk membakar dan menjarah.

Dari atas kantor PDBI di Kartini 8 saya bisa
menyaksikan massa bergerak dari arah Mangga Besar
menuju Gunung Sahari. Jika massa itu belok ke Jalan
Kartini, maka barangkali daerah sekitar rumah saya
juga akan terkena penjarahan dan perusakan. Dari atas
lantai gedung itu terlihat bagaimana kelompok perusak
dengan keahlian profesional tim
demolition(penghancuran) merangsek pintu besi
pertokoan di sepanjang jalan yang akan berujung pada
rumah Liem Sioe Liong di Gunung Sahari 6 (di dekat
areal bekas Bandara Kemayoran). Tanggal 15 Mei barulah
sopir saya bisa meninjau Kapuk, ternyata rumah Jasmine
termasuk dalam 80 yang dibakar dan 500 yang dijarah
habis pada
14 Mei.

Tanggal 10 Juni 1998 saya menerima surat kaleng dari
seorang "oknum" bernama Ponidjan yang bunyinya tidak
patut diungkapkan di sini. Karena penuh dengan
caci maki SARA yang sangat tidak beradab, mensyukuri
pembakaran rumah Jasmine dan mengancam akan memenggal
kepala saya karena kritik saya terhadap Orde Baru.

Tanggal 11 Juni 1998 saya berketetapan hati untuk
mengungsikan anak dan cucu saya dari kemelut yang
sangat traumatik untuk memulihkan kondisi kejiwaan
serta reuni dengan putri kedua Astrid Wardhani di AS.



SETELAH lima tahun, bagaimana persepsi saya terhadap
situasi Tanah Air dan rencana masa depan keluarga
saya? Sebenarnya, di zaman globalisasi ini, faktor
domisili sudah teratasi dengan komunikasi real time
melalui internet. Semua yang terjadi di segala pelosok
dunia dapat segera diikuti secara simultan.

Saya juga melihat perkembangan dunia yang makin
tergantung pada satu superpower AS. Di pusat
percaturan politik global ini berlangsung lobbying
lintas nasional dalam skala dan frekuensi tinggi di
mana negara dan civil society mengusahakan dapat
mempengaruhi kebijakan pemerintah AS. Gedung
Putih, Kongres dan Senat, serta media massa,
bersama-sama menentukan agenda politik global.

Karena itu, saya memutuskan untuk berkiprah di
Washington DC dalam proses pemulihan kondisi keluarga
sekaligus membuktikan sebagai unsur civil society
dari negara Dunia Ketiga dapat berperan di pusat lobby
dunia ini. Di AS ini orang paling berpengaruh yang
mengenal Indonesia adalah mantan Duta Besar AS
Dr Paul Wolfowitz yang sekarang menjabat Deputi
Menhan. Ada lagi eselon dua di Gedung Putih, Karen
Brooks yang merupakan asisten langsung Condoleeza
Rice dan kenal baik dengan Presiden Megawati serta
fasih berbahasa Indonesia.

Di Kongres dan Senat juga terdapat Representatives
atau Senator yang berminat terhadap Indonesia. Yang
memerlukan binaan lobby atau pendekatan personal dalam
konteks multitrack diplomacy. Belum lagi belasan
think-tanks, NGO dan civil society yang setiap saat
bisa melakukan demo, aksi terhadap
kebijakan pemerintah RI atau AS yang bisa berdampak
bagi Indonesia.

Dalam kondisi seperti itu saya melihat peluang untuk
mendirikan sebuah lembaga thinktank yang bisa
memberikan pemikiran dari perspektif Dunia
Ketiga. Yang dapat mengajukan alternatif kebijakan
positif dan konstruktif dalam hubungan AS dengan dunia
pasca 11 September.

Lembaga itu bernama Center for World Conscience (CWC)
yang diluncurkan pada 6 November 2002 dengan website
. CWC sedang melakukan studi
tentang kaitan demokratisasi, liberalisasi dan amnesti
utang bersyarat sebagai salah satu langkah mengatasi
poverty gap yang dianggap merupakan
salah satu akar masalah munculnya terorisme global.

Memang tidak mudah. Untuk meluncurkan satu ide seperti
HIPC, misalnya, perlu waktu hampir 20 tahun sebelum
ide itu diterima oleh Bank Dunia dan negara
donor. CWC sedang mempersiapkan satu konferensi
tentang The Post 9/11 Geopolitics: War of Ideas
Against Terrorism.

Sementara itu Jasmine juga telah meluncurkan suatu NGO
yang bergerak di bidang kesenian bernama GRACE
Heritage. GRACE adalah singkatan dari Global
Renaissance of ASEAN American on Culture and
Entertainment. Berduet dengan Karina Sudyatmiko (putri
mantan anggota MPR/DPR Djoko Sudyatmiko), GRACE
Heritage akan menggelar 1st US ASEAN Film and
Photography Festival 29 September 2003.

Ini merupakan upaya terobosan civil society untuk
berkiprah di Washington DC dan telah didukung oleh 10
Dubes ASEAN di AS. Di tengah kemelut SARS dan
dampak bom Bali serta penandatanganan Free Trade
A

[budaya_tionghua] May '98 riot (9): How to be Chinese

2005-05-08 Thread jonathangoeij
How to be Chinese 
Ethnic Chinese experience a `reawakening' of their
Chinese identity

Chang-Yau Hoon 
The post-Suharto era is an exciting period for Chinese
Indonesians and other minority ethnic groups in
Indonesia. After over three decades of cultural and
political repression, Chinese Indonesians are now
being given the opportunity to express their identity.
The re-emergence of Chinese religion, language, and
press in Indonesia since the end of the New Order, has
had a significant impact on the development of ethnic
Chinese identity. 

The strongly anti-Chinese sentiment expressed in the
May 1998 riots in Jakarta and elsewhere in Indonesia,
including the looting of Chinese-owned shops and
businesses and the racially-motivated rapes,
drastically altered the position of the ethnic Chinese
in Indonesia. Psychologists from the University of
Indonesia who studied the post-trauma experience of
Indonesian Chinese have pointed to the identity crisis
they experienced in the aftermath of the riots. 

The political violence of May 1998 showed that despite
their efforts to identify themselves as Indonesians,
ethnic Chinese were unable to escape their
`Chineseness'. Yet one of the consequences of the
riots has been a resurgence of Chinese identity. In
the period since the fall of Suharto, Chinese
political parties and non-government organisations
have been formed and Chinese culture, religion,
language and press revived. Ethnic Chinese took
advantage of the democratisation process brought about
by reformasi to liberate their long-suppressed
identity and cultural heritage. 

Learning Chinese language

In September 1998, President B. J. Habibie carried out
legislative reform to end the official use of the
discriminatory labels pribumi (indigenous) and
non-pribumi, a move many saw as aimed at erasing the
distinction between `indigenous-ness' and
`foreignness'. In May 1999, Habibie issued a
presidential instruction to allow the teaching of the
Chinese language and abolished a regulation requiring
ethnic Chinese to produce certificates of citizenship
when registering for school or making official
applications.

Following this decree, Chinese language experienced a
revival in Indonesia. Among young ethnic Chinese,
learning Mandarin has become a popular pursuit,
triggering a proliferation of after-school and
after-work Mandarin courses. These courses were in
even greater demand after Abdurrahman Wahid lifted the
1978 official ban on the display of Chinese characters
and the importation of Chinese publications in
February 2001. 

The government's encouragement of the use of Chinese
language continued even after Wahid was ousted. In
2002, Megawati declared her support for Chinese
education and for Sinology departments to be
established in Indonesian universities. Since then,
many Chinese language tuition centers have sprung up
in Indonesia's major cities, Chinese language as a
subject has been included in some school curricula and
Chinese studies centres have been established in
various universities.

Despite this recent interest in Chinese language
education in Indonesia, ethnic Chinese are unlikely to
become more `Chinese' as a result. Learning Mandarin
does not necessarily mean they identify less as
`Indonesian' (and hence more `Chinese'), nor doeý it
indicate an orientation towards China. In fact, most
young ethnic Chinese learn Mandarin for economic
reasons rather than for cultural or political reasons.
Learning their ancestral language is a means of
becoming more competitive in the job market, not a way
to discover their Chinese roots. 

Cultural freedoms

Under Wahid's administration, ethnic Chinese were also
given greater freedom to assert their cultural and
religious identity. Presidential Decree No. 6/2000
annulled the discriminatory regulation (Presidential
Decree No. 14/1967) banning public displays of Chinese
beliefs, customs and traditions. In issuing this
decree, President Wahid assured the ethnic Chinese of
their right to observe their cultural practice in the
same way that other ethnic groups had enjoyed theirs. 

Following the amendment of the official cultural
policy, ethnic Chinese were able to celebrate Imlek
(Chinese New Year) publicly and without restrictions
for the first time in over three decades. In January
2001, Wahid went a step further, declaring Imlek an
optional holiday. In February 2002, Megawati declared
Imlek a national holiday beginning in the year 2003.
This edict further established the cultural rights of
the ethnic Chinese and marks a landmark decision. 

However, despite these positive signs of Chinese
cultural freedoms, racial discrimination in Indonesia
is far from over. At least 50 discriminative laws and
ordinances were still in force in 2004. For instance,
despite government declarations to the contàary and
unlike other Indonesians, ethnic Chinese are still
required to produce certificates of citizenship every
time they apply for official documents such as
identification cards and

[budaya_tionghua] May '98 riot (10): Tragedi BCA Dan Nonpri - Kasus Trisakti Tak Juga Selesai

2005-05-09 Thread jonathangoeij
Analisis Christianto Wibisono: Tragedi BCA Dan Nonpri 

JAKARTA - Masuknya BCA dalam perawatan darurat BPPN
merupakan bagian dari siklus suksesi berdarah pola
Keris Empu Gandring, bunuh membunuh dan pengkhianatan
yang sangat tidak bermoral. Wangsit atau cakrawati
restu kekuasaan dari Tuhan Yang Maha Kuasa sebetulnya
sudah mulai dicabut dari diri Soeharto ketika masa
anarkis digerakkan oleh oknum elite yang bersaing
merebut kuasa di bawah Soeharto sejak pendudukan
kantor PDI 27 Juli 1996. 

Jika seorang raja atau penguasa telah mengerahkan
sebagian aparatur negara untuk menculik, menembaki dan
melibas warga negaranya sendiri, maka menurut pakar
politik Mancur Olson, penguasa itu secara modern telah
kehilangan legitimasi dan sumber moral untuk
melanjutkan pemerintahan. 

Korban-korban 27 Juli menurut Megawati masih belum
tuntas diungkapkan. Sementara rentetan pembakaran
gereja dan insiden SARA juga mewarnai periode pra
kampanye pemilu 1997 mulai dari Situbondo,
Tasikmalaya, Rengasdengklok dan berakhir dengan
kebakaran di Banjarmasin yang nyaris menelan tumbal
Menseskab Saadilah Mursyid waktu itu. 

Pada periode Sidang Umum MPR Maret 1998, terjadi
ledakan SARA di Pantura dan Medan yang baru berhenti
setelah utusan khusus Presiden Clinton, Walter Mondale
mengancam bahwa AS akan menyetop bantuan AS bila
rekayasa huru hara SARA itu tidak segera distop.
Soeharto tersinggung dengan ultimatum Mondale, karena
itu melontarkan isu bahwa paket IMF adalah liberalisme
yang bertentangan dengan UUD 1945. Isu ini disampaikan
oleh FPP ketika mereka menghadap ke Cendana dalam
rangka pencalonan kembali Soeharto untuk ketujuh
kalinya 9 Maret 1998. Klimaks dari kekejaman dan
petualangan rezim Soeharto ialah ketika mahasiswa
Trisakti ditembaki dalam kampus pada 12 Mei dengan
kalkulasi bahwa jika mahasiswa Trisakti mati yang
secara random sebagian adalah nonpri, reaksi massa
tidak akan terlalu gegap gempita dibanding jika
mahasiswa UI yang mati ditembak. 

Tragedi biadab yang meledak pada 13 dan 14 Mei sebagai
retaliasi atas gugurnya Pahlawan Reformasi merupakan
konspirasi antara sebagian oknum pengalih sasaran
dengan kebringasan massa. Retaliasi ditujukan kepada
golongan non pribumi sebagai kambing hitam, sapi perah
tradisional pada setiap terjadinya vakum dan suksesi
kekuasaan dari satu rezim ke rezim yang lain. 

Tampaknya dendam kesumat antara golongan pri dan non
pri telah demikian dalamnya tertanam, sehingga insiden
SARA mudah sekali muncul hanya dari sengketa
perorangan soal tetek bengek, sampai teori konspirasi
mirip Kenpetai/KGB meledak menjadi huru hara dahsyat
yang memakan korban harta dan jiwa orang yang tidak
berdosa. 

Massa yang beringas tidak ingat lagi kepada agama dan
Tuhan, yang dilihat hanya penampilan fisik orang
berkulit kuning dan bermata sipit, untuk digebuki,
sebagian wanitanya diperkosa, dibakar hidup-hidup
karena tidak sempat keluar dari rumah serta dirampok
hartanya habis-habisan, sehingga tidak mempunyai
pakaian atau milik pribadi apa pun. 

Saya bisa menulis begini karena anak dan dua cucu saya
yang masih bayi (1,5 tahun dan 2 bulan) mengalami
penjarahan dan pembakaran rumahnya di Pantai Indah
Kapuk pada tragedi biadab 14 Mei tersebut. 

Sebagai pengamat politik yang telah mempelajari
tingkah laku politik rezim Soeharto saya menyatakan
bahwa tragedi 14 Mei adalah suatu konspirasi
kontra-reformasi untuk mendiskreditkan gerakan
mahasiswa yang menolak Soeharto. Saya menyesalkan
bahwa massa pribumi dengan kebencian membakar dan
menjarah milik non pri dipelopori oleh oknum-oknum
terorganisir yang mengeksplotir sentimen primordial
massa dengan motivasi Machiavelis. 

Memahami konspirasi politis di balik tragedi biadab 14
Mei, saya mendesak pemerintah dan Komnas HAM agar
menyidik aktor intelektual, penggerak dan pelopor
tragedi biadab tersebut. Para penembak mahasiswa
Trisakti yang akan diadili juga harus diusut sampai ke
atasannya, siapa di belakang instruksi atau prosedur
biadab membunuh nyawa anak bangsa yang sudah kembali
ke kampus. Amuk massa 14 Mei yang biadab, merupakan
akumulasi akibat politik Machiaveli rezim Soeharto
yang penuh intrik pilih kasih dan fitnah adu domba
yang saling mematikan calon pesaing potensial. 

Kru BBC World Service yang datang dari Belfast
meninjau reruntuhan rumah Jasmine, dengan surprise
menyatakan bahwa puing kebakaran ini mirip dengan
adegan perang gerilya kota di Bosnia. BBC menanyakan
apakah kebencian itu sekadar akibat isu dominasi
ekonomi Indonesia oleh keturunan Cina atau oleh sebab
lain yang lebih berat? Saya terus terang tidak bisa
menjawab tapi membaca wawancara Intenational Herald
Tribune 29 Mei dengan massa pribumi yang anti Cina,
kita memang harus mengakui bahwa proses pembinaan
kesatuan dan persatuan bangsa lintas SARA telah lama
terkontaminasi oleh politik adu domba Machiavelis
rezim Soeharto. 

Di zaman Bung Karno, pemerintah memberi fasilitas
kepada pengusaha istana yang hampir seluruhnya pribumi
yakni AM Dasaad, Hasyim Ning, Abdurachman Aslam, Bram
Tambunan

[budaya_tionghua] Undangan Tim Kasus Mei

2005-05-09 Thread jonathangoeij
--- In [EMAIL PROTECTED], "ICRP" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Undangan 
Tim Solidaritas Kasus Kerusuhan Mei 1998

Launching Buku
"Reka Ulang Kerusuhan Mei 1998"

Jumat, 13 Mei 2005
18.00 s/d 21.00 (diawali makan malam)
Bertenpat di Jakarta Media Centre Gedung Dewan Pers
Jl. Kebon Sirih No. 34 Jakarta Pusat

Narasumber: Emha Ainun Najib (Cak Nun), Aristides Kastopo, Raymond 
Sinaga dan Keluarga Korban Mei 1998

Penyelenggara: SNB, APHI, KOntras, IKOHI, FKKM 98

Informasi disebarluaskan kembali oleh:
=
Sekretariat ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace)
Jl. Cempaka Putih Barat XXI No. 34 Jakarta Pusat 10520
Tel. 021-42802349/ 42802350
Faks. 021-4227243
Email: [EMAIL PROTECTED]

"Beragama Untuk Perdamaian"






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] May '98 riot (11): Widespread Rapes in Riots - No proof of rapes, says Wiranto

2005-05-10 Thread jonathangoeij
Indonesians Report Widespread Rapes of Chinese in
Riots 
By SETH MYDANS The New York Times
June 10, 1998

JAKARTA, Indonesia -- Human rights and women's aid
groups have begun to document what they say appears to
have been an organized campaign of assaults, gang
rapes and killings of ethnic Chinese women during
three days of rioting in Jakarta last month. 

The aid workers say they have talked with dozens of
victims or relatives of victims, and they estimated on
Tuesday that more than 100 women and girls may have
been attacked and raped in Jakarta alone as their
neighborhoods were burning between May 13 and 15.
There were reports of similar attacks during riots in
other cities that preceded the fall of President
Suharto on May 21. 

One worker at a women's aid center, Sita Kayam, said
she believed that hundreds of women were receiving
physical or psychological help at hospitals here. 

Other aid workers said most of the victims remained
too traumatized to talk about their experiences and
too terrified of reprisals to report their ordeals to
officials or even to unofficial rape centers. The
police said no reports of rape had been brought to the
authorities. 

Another worker at the women's aid center, Ita Nadia,
said some women had committed suicide after their
ordeals. 

The reported attacks ranged from the degrading and
humiliating to the horrific; from women who were made
to strip and perform calisthenics in public to women
who were repeatedly raped and then thrown into the
flames of burning buildings. 

The reports involve girls and women ranging in age
from 10 to 55, the aid workers said. Some were
gang-raped in front of a crowd in the Chinese
commercial district of Glodok, said Rita Kolibonso,
executive director of the women's group Mitra
Perempuan. 

"Some of the rapers said, 'You must be raped because
you are Chinese and non-Muslim,"' said Ms. Ita, who
works at a crisis center called Kalyana Mitra. Ethnic
Chinese citizens, who control much of the country's
commerce, have been targets of violence in Indonesia
for years. 

The consensus among human rights workers and rape
counselors is that the attacks were mostly organized
by unknown groups, in the same way that increasing
evidence suggests that organized groups were involved
in instigating attacks of arson and vandalism aimed
largely at ethnic Chinese neighborhoods during the
rioting. This evidence is based on reports that groups
of men arrived simultaneously at various targets in
the city with gasoline bombs and other weapons and
initiated the violence. 

Albert Hasibuan, a member of the National Commission
on Human Rights, said human rights workers had talked
with a participant in the riots who said he had been
recruited, briefed, paid and transported by
unidentified men, who provided him and others with
stones and gasoline bombs. The commission is the
official government human-rights monitoring agency,
but since its formation in 1996 has often been
critical of the government. 

Because of the organized nature of many of the
reported assaults and because of some physical
descriptions of the attackers, the aid workers said
they suspected that some elements of the armed forces
might have been involved. Some witnesses said they
observed men with muscular builds and military
haircuts, and one victim said she was raped by men who
had a military uniform in their car. 

Human rights groups have reported similar suspicions
about reported instigators of the looting and arson,
who traveled in groups through the city in vehicles. 

Hasibuan's group reported last week that at least
1,188 people had died in the rioting in Jakarta and
that 40 large shopping centers, 4,083 shops and 1,026
private homes had been attacked, burned or looted. 

Lt. Col. Iman Haryatna, the Central Jakarta police
chief, told reporters that victims were welcome to
come forward but that the police had so far received
no reports of assaults on women during the riots. 

Because of a widespread mistrust of security forces
both among the victims and human-rights workers, the
reports of rapes are being gathered instead by two
prominent women's crisis centers and three
well-established human rights groups.

Two aid workers said they had received telephone
threats warning them to stop their investigations and
their aid to victims. One of these, a Catholic priest
named Father Sandiyawan who works at the private
Jakarta Social Institute, said someone had sent him a
hand grenade in the mail as a warning. 

The other said she received a telephone call on
Saturday in which a man said: "Do you know that a week
ago we sent a grenade to Father Sandiyawan? Do you
want more than the grenade we sent to Father
Sandiyawan?" 

Ms. Ita said that three weeks after the riots it is
still very difficult to approach the victims of rapes
and harassment "because their trauma is very deep." 

"Even for myself, I will tell you that it is really
emotionally difficult because I have to confront the
experiences of the vic

[budaya_tionghua] DPR Tidak Peduli Ungkap Kasus Tragedi Mei

2005-05-11 Thread jonathangoeij
"Karena itu, saya sangat tidak setuju jika kemudian ada sejumlah 
pihak mengatakan kita lupakan peristiwa Mei 1998. Tidak semudah itu 
memaafkan peristiwa ini, yang benar kita harus belajar agar 
perisitiwa ini tidak terjadi lagi dan kita dorong penegakan hukum 
agar kasus ini bisa terungkap secara terbuka dan jelas serta para 
aktor intelektualnya dapat dihukum sehingga memenuhi rasa keadilan 
masyarakat," ujarnya. (Benny G. Setiono)


DPR Tidak Peduli Ungkap Kasus Tragedi Mei

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak peduli untuk 
mengungkap kembali kasus kejahatan kemanusiaan berat Tragedi 
Trisakti, Tragedi Mei, Semanggi I dan II karena bukan merupakan 
kasus "basah" atau yang dapat mendatangkan kepentingan jangka 
pendek. Karena itu, diperkirakan hingga empat hingga lima tahun 
mendatang kasus ini tidak akan pernah terungkap siapa aktor 
intelektualnya.

"Saya rasa kasus ini akan berakhir sama dengan kasus pembunuhan 
aktivis kemanusian Cak Munir yang tidak akan pernah terungkap secara 
jelas siapa aktor intelektual dibalik pembunuhan tersebut. Selama 
DPR bersikap diam dan tidak terpanggil untuk menyingkap kebenaran 
dan rasa keadilan masyarakat, maka kasus ini tidak akan pernah 
terungkap secara jelas," ujar aktivis kemanusiaan dan Ham, Stanley 
Adi Prasetya dalam seminar Tragedi Kemanusian Mei 1998 Jangan 
Terulang di Kampus Universitas Tarumanegara, Jakarta, Selasa (10/5).

Menurut Stanley, kemungkinan besar kasus Tragedi Mei baru akan 
terungkap setelah para aktor intelektual yaitu sejumlah Jenderal dan 
mantan Presiden Soeharto meninggal dunia sehingga tidak ada pihak 
yang menjadi korban dan kehilangan muka. "Atau jangan-jangan 
peristiwa ini baru bisa terungkap setelah republik ini sudah tidak 
ada lagi," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Indonesia dan Tionghoa (Inti), 
Benny G Setiono menegaskan bahwa tidak mungkin kasus ini tidak 
direkayasa atau didisain oleh tangan-tangan kotor yang memiliki 
kepentingan politik sesaat atau ingin mempertahankan regimentasi 
militer. 

"Karena itu, saya sangat tidak setuju jika kemudian ada sejumlah 
pihak mengatakan kita lupakan peristiwa Mei 1998. Tidak semudah itu 
memaafkan peristiwa ini, yang benar kita harus belajar agar 
perisitiwa ini tidak terjadi lagi dan kita dorong penegakan hukum 
agar kasus ini bisa terungkap secara terbuka dan jelas serta para 
aktor intelektualnya dapat dihukum sehingga memenuhi rasa keadilan 
masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, Koordinator Relawan Kemanusiaan, Romo Sandhyawan 
Sumardi SJ menilai kerusuhan tidak berlangsung begitu saja. Banyak 
fakta yang aneh, menurut mereka, setelah terjadi aksi kerusuhan yang 
sporadis, aparat tampak menghilang, sementara sebagian kecil saja 
hanya memandangi aksi penjarahan yang berlangsung didepan mereka.

Masih menurut laporan Relawan, kerusuhan itu tampak direkayasa.

"Aksi itu dipimpin oleh sekelompok provokator terlatih yang memahami 
benar aksi gerilya kota. Secara sporadis mereka mengumpulkan dan 
menghasut massa dengan orasi-orasi. Ketika massa mulai terbakar 
mereka meninggalkan kerumunan massa dengan truk dan bergerak ke 
tempat lain untuk melakukan hal yang sama," ujarnya.

Dari lokasi yang baru, kemudian mereka kembali ke lokasi semula 
dengan ikut membakar, merampon mal-mal. Sebagian warga yang masih 
dalam gedung pun ikut terbakar. 


Pam Swakarsa

Data dari Tim Relawan menyebutkan sekurangnya 1190 orang tewas 
terbakar dan 27 lainnya tewas oleh senjata. Tragedi Trisakti 
kemudian disusul oleh tragedi semanggi I pada 13 November 1998. 
Dalam tragedi itu, unjuk rasa mahasiswa yang dituding mau 
menggagalkan SI MPR harus berhadapan dengan kelompok Pam Swakarsa 
yang mendapat sokongan dari petinggi militer.

"Pam Swakarsa terdiri dari tiga kelompok, dari latar belakang yang 
berbeda. Pembentukan Pam Swakarsa belakangan mendapat respon negatif 
dari masyarakat. Mereka kemudian mendukung aksi mahasiswa, yang 
sempat bentrok dengan Pam Swakarsa," paparnya.

Dalam tragedi Semanggi I yang menewaskan lima mahasiswa, salah 
satunya Wawan seorang anggota Tim Relawan untuk Kemanusiaan ini, 
tampak tentara begitu agresif memburu dan menembaki mahasiswa. 

Militer dan polisi begitu agresif menyerang mahasiswa, seperti 
ditayangkan oleh sebuah video dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di 
DPR Selasa 6 Maret 2001. Rekaman itu memperlihatkan bagaimana polisi 
dan tentara yang berada di garis depan berhadapan dengan aksi massa 
mahasiswa yang tenang. Pasukan AD yang didukung alat berat militer 
ini melakukan penembakan bebas ke arah mahasiswa.

Para tentara terus mengambil posisi perang, merangsek, tiarap di 
sela-sela pohon sambil terus menembaki mahasiswa yang berada di 
dalam kampus. Sementara masyarakat melaporkan saat itu dariatap 
gedung BRI satu dan dua terlihat bola api kecil-kecil meluncur yang 
diyakini sejumlah saksi sebagai sniper. Serbuan tembakan hampir 
berlangsung selama dua jam. (E-5)

SUARA PEMBARUAN DAILY
Last modified: 11/5/05





.: Forum Diskusi Budaya Tio

[budaya_tionghua] May '98 riot (12): Selamat Jalan Bunga Reformasi

2005-05-11 Thread jonathangoeij
Kompas
Kamis, 14 Mei 1998 

--
Selamat Jalan Bunga Reformasi

"SAYA menangis setelah membaca berita tadi pagi
tentang tewasnya lima mahasiswa Universitas Trisakti
dan beberapa mahasiswa lainnya yang luka-luka akibat
serangan aparat. Saya hanya seorang ibu rumah tangga,
sangat mengutuk perlakuan represif itu dan turut
berduka cita sedalam-dalamnya atas peristiwa ini."

Kata-kata itu ditulis dengan tulisan tangan, dikirim
ke Redaksi Kompas lewat faksimili oleh Nyonya Kurnia
Indawati Nusanto. Sampai pukul 17.00 WIB petang, lebih
dari 150 faksimili berisi ucapan belasungkawa untuk
keluarga korban diterima Kompas. Pesan lewat faksimili
itu masih terus mengalir, belum lagi yang melalui
E-mail. Pesan datang baik dari perorangan, seperti ibu
rumah tangga, pekerja kantor, anak-anak, pejabat,
maupun dari lembaga swadaya masyarakat, kelompok
profesi dan lain-lain. Satu faksimili bisa
ditandatangani satu sampai puluhan orang.

Keluarga korban yang tengah berduka tidak perlu merasa
sendirian. Semua pesan itu mengirim doa, simpati,
cinta, dan belasungkawa mendalam. Di lain pihak juga
kecaman keras terhadap tindakan aparat. 

***
DARI bilik-bilik rumah tangga di berbagai penjuru
daerah, gedung-gedung perkantoran tinggi di Jakarta,
getaran perasaan dan airmata seperti tertumpah lewat
surat-surat itu. "Saya beserta keluarga dan
rekan-rekan di Cilacap sangat shock dan terpukul
dengan insiden Trisakti kemarin," begitu tulis
keluarga Toga Pangaribuan.

"Saya seorang ibu rumah tangga, membaca tewasnya enam
orang mahasiswa Trisakti, saya sangat sedih. Harap
keenam mahasiswa tersebut diusulkan menjadi pahlawan
nasional," ungkap Ibu Ida, beralamat di Meruya Utara,
Jakarta.

Ibu rumah tangga lain, Ibu Sabar dari Kalimalang,
Jakarta, menulis, " ...perasaan saya hancur. Apakah
aparat keamanan pemerintahan Indonesia bertindak
membabi-buta melaksanakan perintah atau bayaran?"

Suara-suara para ibu rumah tangga, karyawan, atau
mereka yang mengaku sebagai orang kebanyakan itu
umumnya tanpa pretensi, mengungkapkan apa adanya apa
yang mereka pikir dan rasakan. Beberapa nama yang
cukup dikenal masyarakat, dari kalangan profesional,
penegak hukum, pengajar, banyak yang mengirimkan
selain ucapan bela sungkawa juga ungkapan hati mereka,
melepaskan diri dari latar belakang sosial mereka
sehari-hari. Mereka mengungkapkan diri sebagai
manusia.

"Duka kami adalah duka para ibu yang ikhlas, perantara
kehidupan anak-anak kami/Duka kami adalah duka para
ibu yang penuh harapan menyaksikan pertumbuhan
anak-anak kami/ Duka kami adalah duka para ibu yang
dengan susah payah menanamkan nilai-nilai pada
kehidupan mereka/Duka kami adalah duka para ibu yang
bangga menyaksikan api-api kehidupan kami menghangati
bumi, mewartakan nurani mereka/Duka kami adalah
perihnya hati mendapatkan api kehidupan telah
dimatikan dengan paksa/Duka kami tak bisa diobati:
tidak juga dengan berubahnya dunia..."

Larik kata-kata itu dikirim Kelompok Ibu Berduka,
ditandatangani antara lain oleh Henny Supolo Sitepu,
Lelyana Santosa, Niniek L. Karim, Joy Ramedhan, Arie
Triadi, dan lain-lain. Mereka berencana segera menemui
Kapolri dan para pejabat berwenang untuk menyatakan
duka mereka.

Komunitas Utan Kayu, ditandatangani antara lain
Goenawan Mohamad, Sitok Srengenge, Ahmad Sahal, Asikin
Hasan, dan puluhan nama lain mengeluarkan "Deklarasi
Utan Kayu". Isinya antara lain: "Bersama-sama dengan
para pemimpin masyarakat, seperti Amien Rais, Megawati
Soekarnoputri, Emil Salim, dan Ali Sadikin, kami
menyerukan dilangsungkannya masa berkabung atas
gugurnya para pejuang reformasi, dengan mengibarkan
bendera Merah Putih setengah tiang di depan rumah
masing-masing selama tujuh hari." 

***
WARTAWAN-wartawan peserta "Lokakarya Penyempurnaan
Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers"
di Surakarta, 12-15 Mei 1998 menyatakan merasa
terkejut dan tersentuh atas gugurnya para mahasiswa.
"Untuk itu kami menyampaikan belasungkawa yang
sedalam-dalamnya." Faksimili ditandatangani antara
lain H Rosihan Anwar, Tarman Azzam, D H Assegaff,
August Parengkuan.

Keluarga pemusik Addie MS dan Memes mengirimkan
pesannya seperti ini: "Saya Memes dan Addie MS
mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya
atas berpulangnya lima mahasiswa Trisakti, semoga
arwahnya diterima di sisi Allah SWT, dan bagi keluarga
diberi kekuatan..."

Sekelompok karyawan mengirimkan puisinya: "Darah
kalian berbau harum membasahi bumi Pertiwi/Menyuburkan
dan menyebarkan semangat perjuangan prodemokrasi..." 

Tjahjo Tamtomo dari Jakarta Selatan mengusulkan kepada
pihak pimpinan Universitas Trisakti, untuk
mengalokasikan suatu tempat di depan pagar atau di
halaman kampus, untuk memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk bisa menaruh bunga ucapan bela
sungkawa. Ini, katanya, untuk menunjukkan cinta rakyat
yang besar kepada mahasiswa. "Terasa bergetar seluruh
kujur tubuh saya mendengar kabar meninggalnya para
pahlawan reformasi yang masih sangat muda-muda,"
tulisnya.

Dari Surabaya, pengirim yang mengatasnamakan
kawan-ka

[budaya_tionghua] Jadikan 12 Mei Hari Anti-Kekerasan

2005-05-12 Thread jonathangoeij
Jadikan 12 Mei Hari Anti-Kekerasan

PEMBARUAN/YC KURNIANTORO

PERINGATAN TRAGEDI TRISAKTI - Mahasiswa menaburkan bunga di tempat 
tertembaknya mahasiwa Universitas Trisakti, di halaman kampus mereka 
di Grogol, Jakarta, Kamis (12/5). Dalam peringatan tujuh tahun 
tragedi itu mereka menuntut diberikannya gelar "Pahlawan Reformasi 
Nasional" kepada empat mahasiswa yang gugur dalam peristiwa itu. 

JAKARTA - Upacara peringatan gugurnya empat mahasiswa Universitas 
Trisakti yang berlangsung di halaman parkir Universitas Trisakti 
berlangsung hikmat dan dihadiri seluruh orangtua korban, tokoh masya-
 rakat, dan segenap civitas akademika. 

Rektor Universitas Trisakti Prof Dr Thoby Mutis mengungkapkan, dia 
telah berkirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar 
menjadikan 12 Mei sebagai Hari Anti-Kekerasan dan Perdamaian 
Nasional. "Saya juga meminta kepada pemerintah agar memberikan gelar 
Pahlawan Reformasi Nasional kepada seluruh korban Tragedi Trisakti 
12 Mei yang telah menjadi martir bagi terbentuknya perubahan di 
Indonesia," katanya dalam upacara peringatan Tragedi Trisakti, Kamis 
(12/5).

Menurut dia, mahasiswa adalah garda terdepan dalam mengawal proses 
demokrasi dan sebuah keniscayaan jika kemudian mahasiswa menjadi 
kekuatan kontrol sosial yang sangat diperhitungkan oleh birokrasi 
pemerintahan. 

Di belahan bumi manapun, tuturnya, mahasiswa merupakan agen 
perubahan sosial dan memiliki posisi tawar yang lebih tinggi karena 
mereka memiliki berbagai "senjata" yang terbukti ampuh dan efektif, 
meskipun bukan dengan peluru atau senapan.

Dia meminta momentum Tragedi Trisakti harus dijadikan Hari Anti 
Kekerasan oleh pemerintah agar segenap bangsa Indonesia menyadari 
bahwa kekerasan bukanlah cara paling tepat untuk menghalalkan 
kepentingan-kepentingan atau melanggengkan kekuasaan. 

Saat ini, lanjutnya, tujuh tahun sudah reformasi bergulir namun 
masih banyak persoalan yang tercecer pasca reformasi. Karena itu dia 
berpesan kepada para mahasiswa sebagai kekuatan kontrol sosial harus 
tetap jeli, cerdas, bijaksana, dan tangkas dalam menyikapi seluruh 
fenomena sosial yang terjadi di tengah masyarakat.

Sementara itu Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas 
Trisakti Maman Abdurahman menegaskan, masyarakat mahasiswa 
Universitas Trisakti menuntut pemerintah segera menuntaskan 
peristiwa 12 Mei 1998 dengan mencabut rekomendasi DPR yang 
menyatakan, kasus Trisakti bukanlah pelanggaran HAM berat.



"Kami juga minta segera dibentuk pengadilan HAM ad hoc kasus 
Trisakti dan melakukan judicial review terhadap pasal 43 ayat 2 UU 
No. 26 tahun 2000 tentang HAM agar tidak terjadi politisasi terhadap 
kasus-kasus pelanggaran HAM," ujarnya.

Menurut Maman, mahasiswa mendukung upaya Rektor Trisakti untuk 
mendesak pemerintah memberikan gelar pahlawan reformasi nasional 
kepada seluruh korban Tragedi Trisakti 1998 dan melakukan agenda 
kesejahteraan rakyat sebagai bagian dari reformasi ekonomi, ujarnya.

Dia berpendapat, melihat kondisi gerakan mahasiswa yang cenderung 
cair dan terjebak pada konflik sektarian sempit yang 
kontraproduktif, perlu kiranya merumuskan kembali esensi gerakan 
mahasiswa, agar perubahan sejati dapat tercapai dan darah martir 
reformasi tidak tumpah sia-sia. 

"Sebaiknya seluruh organ mahasiswa mengkonsolidasi semua elemen 
kekuatan pergerakan mahasiswa nasional dalam suatu perjuangan untuk 
mengawal perjuangan reformasi," ucapnya.

Pemerintah juga harus mendeklarasikan dan menjadikan 12 Mei sebagai 
hari Kebangkitan Mahasiswa Nasional sekaligus sebagai Hari Anti 
Kekerasan.

Orangtua korban tragedi Trisakti Hafidin Royan, Henus Yunus, 
menyesalkan hingga tujuh tahun tidak ada titik terang atas peristiwa 
berdarah itu.

Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia 
Lesmana, Hafidin Royan, Hery Hartanto dan Hendriawan Sie bersimbah 
darah akibat tembakan dari sekelompok pasukan bersenjata dari 
seberang kampus mereka di kawasan Grogol. (E-5)

http://www.suarapembaruan.com/News/2005/05/12/Utama/ut02.htm

SUARA PEMBARUAN DAILY
Tanggal 12/5/2005





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Kapan Kasus Mei Diungkap?

2005-05-12 Thread jonathangoeij
Kapan Kasus Mei Diungkap?

TUJUH tahun silam, tepatnya 12 Mei 1998 kasus Mei terjadi. Mahasiswa 
Universitas Trisakti yang berdemonstrasi di depan kampusnya dengan 
tuntutan turunkan harga, diberondong peluru aparat keamanan. Banyak 
mahasiswa berjatuhan karena terkena peluru tajam, dan empat 
mahasiswa gugur. 

Peristiwa ini akhirnya memicu kerusuhan pada 13 dan 14 Mei di 
Jakarta. Sejumlah gedung dan pertokoan dibakar. Massa menjarah 
barang-barang dari toko dan pusat-pusat perbelanjaan. Meskipun 
datanya masih simpang siur, tercatat pada waktu itu 1.190 orang 
tewas terbakar dan 27 lainnya tewas oleh senjata. Meski harus 
dibuktikan, kabarnya pada saat itu terjadi perkosaan terhadap 
beberapa perempuan keturunan Tionghoa. Kita kemudian mengenang 
peristiwa tersebut sebagai Tragedi Mei.

Situasi tampak "aneh" ketika kerusuhan melanda Jakarta tujuh tahun 
silam itu. Banyak pengamat menilai, kerusuhan itu tidak berlangsung 
begitu saja. Setelah terjadi aksi kerusuhan yang sporadis, aparat 
tampak menghilang. Padahal hari-hari sebelumnya begitu banyak aparat 
yang muncul untuk mengadang gerakan demonstrasi mahasiswa. Memang 
ada juga aparat saat itu, namun mereka hanya memandangi aksi 
penjarahan yang berlangsung di depan mereka. Maka, muncul dugaan, 
bukan mustahil kerusuhan itu direkayasa oleh tangan-tangan tertentu. 
Itulah yang menjadi misteri hingga kini.

KITA kembali memperingati peristiwa tersebut, termasuk tahun ini. 
Selain untuk mengenang mereka yang telah gugur pada saat itu, juga 
untuk meminta penguasa agar segera mengungkapkan siapa aktor 
intelektual Tragedi Mei, agar hukum benar-benar ditegakkan. 
Penegakan hukum adalah salah satu cita-cita reformasi yang 
diperjuangkan oleh mahasiswa pada 1998.

Kita tidak setuju adanya pendapat sejumlah pihak yang mengatakan 
agar kita melupakan Tragedi Mei dan mulai hidup baru. Kita tidak 
pantas semudah itu untuk memaafkan peristiwa tersebut. Kita perlu 
mengungkapkan tragedi itu agar kita bisa belajar sehingga peristiwa 
ini tidak terjadi lagi. Karenanya, kita mendorong penegakan hukum 
agar kasus ini bisa terungkap secara terbuka dan jelas, dan aktor 
intelektualnya dapat dihukum demi memenuhi rasa keadilan masyarakat.

Memang, setiap tahun muncul desakan agar Tragedi Mei diungkap, meski 
dengan nada pesimistis. Karena siapa aktor intelektual yang ada di 
belakangnya sulit terungkap. Nasib kasus Tragedi Mei akan sama 
dengan Tragedi Semanggi I dan II, dan kasus terakhir, yakni 
pembunuhan tokoh hak asasi manusia, Munir. Ada yang berpendapat, 
kemungkinan besar kasus Tragedi Mei baru akan terungkap setelah para 
aktor intelektual meninggal dunia sehingga tidak ada pihak yang 
menjadi korban dan kehilangan muka.

SEBETULNYA, peluang untuk mengungkapkan itu ada bila saja para wakil 
rakyat kita, DPR, yang sekarang duduk di Senayan mau mengangkat 
kasus ini. Namun harapan itu tinggal harapan karena DPR tampaknya 
tidak begitu peduli untuk mengungkap kembali kasus kejahatan 
kemanusiaan berat Tragedi Mei itu, termasuk Tragedi Semanggi I dan 
II. Selama DPR bersikap diam dan tidak terpanggil untuk menyingkap 
kebenaran, kasus ini tidak akan pernah terungkap secara jelas. 

Kita menyayangkan sikap wakil rakyat yang tak mau tanggap dengan 
kasus Tragedi Mei. Hari ini, mahasiswa kembali mengenang peristiwa 
tersebut. Kita tidak boleh melupakan peristiwa itu dan belajar 
darinya agar tidak terjadi lagi.

SUARA PEMBARUAN DAILY
Tajuk Rencana
Last modified: 12/5/05





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] May '98 riot (13): Eyewitness reports of riots and looting

2005-05-12 Thread jonathangoeij
Eyewitness reports of riots and looting 

News online has received e-mails from many parts of
Indonesia detailing individual perspectives on recent
events. 

Bobby, Indonesia
I am a British citizen my wife is Chinese and we have
two children. I have lived here for almost 10 years. I
witnessed what I would say one of the worst events of
my life. I live in the north of Jakarta. The rioters
were on the main roads in front of where I live and to
the left and right, an area of only a few hundred
yards. Terrifying. I witnessed two smiling policemen
on a motor bike carrying, what was obviously a looted
TV. That is how mad this country is. This morning we
had nine army personnel carriers, with about 50
soldiers parked outside our house, having lunch. This
is not why I came and have made my home in this
beautiful country to see. 

Lucelly, East Java
I'm a really Javanese, live in east of Java. I'm a
totally jobless for 6 years. Sometime I feel so
despair but i always try not too emotional facing this
life. I know indonesian youth can do the same thing
i've done. Brutality should not be tolerated by anyone


Just look the sad mother crying the dead body of her
son. Isn't it an illustration that what have been
happened only caused worst tragedy among us? I have an
advise to others that live in lavish lifestyles, just
don't act in a way that only causes jealousy to the
poor. 

Student, Christianto PB Silitonga
I am a Trisakti University student who was at the
location when the so called law enforcement shot and
killed my fellow colleagues. The act of those law
enforcers can not be an act of human but rather an act
of lower than animal. They even shot our girl students
under white flag who tried to get home ! 

Now their death become meaningless for the Indonesian
people destroy themselves. The goverment, although not
directly, is accusing that student protest starts all
the riots in Indonesia. If only people knew that we,
the student, are fighting for all Indonesian, natives
or not, for we know that the greatness of this country
lies in her people. 

I, my self encourage all Indonesian in the world to
give support to our struggles. We are not going to
stop to fight, until the number one trouble maker, the
President (or King ?) is stepping down. 

I also encourage that all Indonesian student outside
the country, to wear black ribbon at upper left arm as
a symbol or national mourning of the death of our
student heroes. 

>From ethnic Chinese, Medan
We've been thru hell these few days ... in the second
day of the riot , the looters and robbers came within
1 km from my house and everyone was so scared !  

You see the scale of the riot was so big that the
authorities just couldn't cope with it, for the first
few days. And on top of that , having to adhere to the
'principles' of Human Rights, they couldn't do any
harm to the rioters which were in fact out not to
demonstrate with the students but to rob and loot -
they could only fire warning shots in the air ...so
the rioters went on their rampage as if no police and
army were present , by first breaking down locked
doors of shophouses and then started looting and in
some bad cases after looting they set fire to us poor
Chinese's houses ! 


In almost all areas , the youths of 12 - 14 year olds
would started to stone and then forced open doors with
crowbars and what-nots and when they succeeded ,
women(grandmothers too)and children as young as 5-6
years old will come for the spoil(these are confirmed
, I don't make them up for dramatisation). 

As a result of these enormous pressures on us who have
been abandoned by our own protectors we paid tax to ,
we were forced to form groups of vigilantes patroling
our own neighbourhood and in some cases there were
clashes resulting in bloody casualties on both sides.
As a result we Medan Chinese had prevented worse
violence on us but we have to give credits to the
reinforcements of special army units from Jawa who
were really professional. 

Andi Y from Jakarta
I am a Chinese-Indonesian and you know that in the
last 3 days, we are living in a war situation. We must
build a barricade and go out with weapon (stick,
umbrella, everything that can defend ourselves). I
don't know why the security forces (ABRI) move so
slow. 

I maybe too selfish but I am supporting the act of
ABRI to 'shoot immediatelly' on the looters and
rioters. Why?? Maybe it go against human rights but I
think they are become a robber and they are disturbing
another people right and they deserves to be shot
down!! that had befallen us here !!! Thanks and
regards. 

James Reyes Philippines
We were in Indonesia during the riots. The riots are
well coordinated, occuring simultaneously in different
cities. Whoever is responsible for organizing these
protests should be held accountable for the deaths and
destruction. By targetting the Chinese community,
these morons are driving away the ingredients needed
to turn around the economy. 

Frightened ethnic Chinese
The loo

[budaya_tionghua] May '98 riot (14): Huru-hara Pertengahan Mei

2005-05-13 Thread jonathangoeij
Huru-hara Pertengahan Mei

TIDAK ada hari ini, juga tak ada hari esok bagi
masalah pengambinghitaman keturunan Cina di Indonesia.
Yang ada hanyalah kemarin, yang berulang lagi terus
menerus setiap masa. Persoalannya selalu sama, itu-itu
juga. Dalam kerusuhan apa pun, warga keturunan Cina
akan menjadi korban sasaran amukan rakyat banyak.
Bakar, kejar, rampok, jarah, dan viktimisasi etnis
Cina sudah menjadi pola, hampir di sepanjang sejarah
bangsa ini, mulai dari abad ke-18 di zaman kolonial
dulu. Terakhir, menyusul peristiwa penembakan
mahasiswa Trisakti, tanggal 13 ,14, dan 15 Mei, di
Jakarta, semacam holocaust skala Melayu terjadi:
penjarahan dan penghangusan ratusan bangunan milik
"non-pribumi" diikuti dengan keberingasan dan
pemerkosaan yang bukan saja melanggar perikemanusiaan,
tetapi juga di luar semua ajaran masyarakat yang
beradab. 
Bagaimana kita harus menghadapi "masalah Cina"
Indonesia ini? Retorika tidak bisa banyak menolong.
Setiap selesai keributan anti-Cina, ratusan kertas
prasaran untuk diskusi dan seminar dibuat; yayasan,
asosiasi, atau badan-badan kontak, komunikasi, usaha
asimilasi, dan sejenisnya didirikan--terutama sejak
peristiwa 10 Mei 1963 di Bandung. Tetapi, tak urung,
pada Mei 1998, di Medan, Jakarta, dan Solo, peristiwa
sama terulang lagi, dalam ukuran yang jauh lebih
besar. Apa yang salah? 

Satu hal yang pasti tidak berguna kalau ingin mencari
jalan keluar ialah mempertahankan kemunafikan. Istilah
Cina saja, misalnya, telah dijadikan isu yang rumit
karena dianggap mengandung makna makian yang
merendahkan, derogatori. Karenanya, akhir-akhir ini
warga keturunan lebih senang memakai sebutan "cainis"
(dari bahasa Inggris Chinese, yang artinya orang Cina
juga). Sebaliknya, dari kalangan keturunan Cina bukan
tidak ada sebutan derogatori yang dialamatkan bagi
warga pribumi, ti-ko misalnya, yang arti harfiahnya
berasosiasi dengan makhluk bukan manusia. Atau, hwa-na
yang artinya orang asing, dengan konotasi berbudaya
kasar. Jadi, harus diakui, memandang dengan stereotip
dan berprasangka etnis itu memang bukan cuma jalan
satu arah. Ada prasangka, ada ketegangan. Ketegangan
yang tak tersalur bisa jadi ledakan. 

Bagaimana caranya menerima kenyataan adanya prasangka
timbal-balik dalam masyarakat kita ini? Ada cara
gampang, ada cara yang kompleks. Yang tidak ingin
bersusah-susah tidak merasa perlu memikirkan jalan
untuk menghapus prasangka dan perbedaan, atau
mengusahakan pembauran. Perbedaan ini tidak perlu
dihapus karena memang tak mungkin berubah. Tetapi
sekalipun begitu, bagi Pak Harto dan Mbak Tutut ketika
masih berkuasa, warga keturunan Cina adalah kelompok
yang wajib memberi sumbangan--kalau tidak ingin
mengalami kesulitan hubungan antaretnis nantinya.
Dengan kata lain, kalau mau selamat dari risiko
ledakan ketegangan, bayarlah. Sederhana saja. Dan,
memang itu tidak terlalu salah rupanya. Dalam
huru-hara penjarahan dan penghangusan 14 Mei yang lalu
di Jakarta, kompleks Pondok Indah dan Kelapa Gading
sama sekali tidak tersentuh sedikit pun. Konon
kabarnya karena penghuni kompleks itu cukup membayar
pasukan keamanan. Kesimpulannya: korban tak terjadi
atau bisa dibatasi kalau ada perlindungan. Tetapi,
kalau harus dibeli, itu semacam diskriminasi juga,
karena hanya yang punya uang yang bisa dilindungi. 

Sama di Muka Hukum 

Yang lebih kompleks pendekatannya mencoba memasukkan
aspek sosiohistorikal kedudukan warga keturunan Cina
di Indonesia. Selama ratusan tahun telah terjadi
migrasi dari utara dan pemukiman orang-orang
Cina--semacam invasi diam-diam dan berangsur-angsur
yang tak mungkin diputar balik lagi--bukan saja di
sini, tetapi meluas di seluruh kawasan Asia Tenggara.
Di setiap wilayah, yang sekarang masing-masing telah
berbentuk negara, semacam eksistensi bersama antara
keturunan Cina dan penduduk "asli" telah berlangsung.
Tidak semuanya berjalan lancar, apalagi bebas dari
ketegangan. Tetapi, tak ada pilihan lain. Di tempat
yang pembaurannya kurang berhasil, seperti di sini,
suatu andalan untuk mengatur kehidupan bersama ialah
melalui hukum. Jelasnya: persamaan kedudukan di depan
hukum. Tetapi, di sini justru letak kompleksitas
masalahnya: apakah hukum mampu melindungi? 

Hukum berjalan ketika hak dihargai. Akan halnya hak
adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dengan
sungguh-sungguh. Dengan kata lain, hukum hanya mampu
berfungsi kalau pasal-pasal peraturannya didesak untuk
dijalankan. Persamaan hak sipil bagi kulit hitam di
Amerika Serikat tahun 1960-an dicapai dengan
perjuangan sengit dan memiliki deretan martir
pemimpinnya: mulai dari Martin Luther King sampai
Malcolm X. Terbayangkah, misalnya, ada gerakan massal
warga keturunan Cina, dibantu oleh warga lain yang
berpikiran maju di Indonesia, menuntut agar pemerintah
yang lalu dihukum karena melakukan, mengatur, dan
membiarkan praktik-praktik diskriminasi terhadap warga
negaranya selama ini? 

Untuk kali ini, kita tidak perlu menggunakan
pendekatan yang kompleks maupun yang menggampangkan.
Tetapi, di antara keduanya yakni tida

[budaya_tionghua] May '98 riot (15): CATATAN YANG TERSISA SEKITAR 14 MEI

2005-05-14 Thread jonathangoeij
CATATAN YANG TERSISA SEKITAR 14 MEI

Kerusuhan sekitar pertengahan Mei 1998 lalu masih
menyisakan penggalan-penggalan kisah dan pengalaman
hidup yang membekas di hati. Jakarta mendadak dilanda
kepanikan dan amuk massa yang diikuti pembakaran dan
penjarahan toko. Inilah bagian dari kisah-kisah yang
tercecer saat itu. 

Kalau menurut perhitungan Cap Ji Shio, tahun 1998 ini
disebut "Tahun Macan Melintas Gunung". Gambaran
peristiwanya menjadi begitu menyeramkan karena tahun
itu diberi makna sebagai tahun penuh bahaya!

Seperti dikutip Intisari Desember 1997, dalam tulisan
berjudul "Tahun 1998 Makin Memprihatinkan", sejumlah
paranormal menguraikan berbagai ramalannya tentang
situasi dan peristiwa yang mungkin terjadi pada Tahun
Macan ini. Di antaranya ada yang menyinggung kondisi
politik di tanah air yang makin berat dan panas.

Betul! (Atau kebetulan?) Tak sampai lima bulan sejak
diterbitkan, ramalan sejumlah paranormal itu menjadi
kenyataan. Situasi politik yang terus memanas akibat
krisis moneter sejak Juli 1997 mencapai puncaknya
setelah kasus penembakan yang menewaskan empat orang
mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta pada 12 Mei
1998.

Tidak berhenti di situ, dua hari setelah tragedi
berdarah itu meledaklah berbagai kerusuhan dan
penjarahan yang diikuti pembakaran oleh massa terhadap
bangunan pertokoan dan fasilitas umum lainnya di
berbagai sudut ibu kota. Mimpi buruk yang berlangsung
selama dua hari itu tak pelak membuat kegiatan
sebagian besar warga ibu kota dan sekitarnya praktis
terhenti. Angkutan umum nyaris tak ada yang
beroperasi. Para pekerja maupun karyawan mengalami
kesulitan mencapai rumah masing-masing. Begitu pun
yang menggunakan kendaraan pribadi mengingat kerusuhan
di titik-titik tertentu masih berlangsung, termasuk di
beberapa ruas jalan tol. Kepanikan merambat ke
mana-mana.

Cerita pengalaman sejumlah pekerja maupun karyawan
yang berusaha pulang ke rumah dari tempat kerjanya
pada Kamis, 14 Mei 1998, ketika terjadinya berbagai
kerusuhan di Jakarta, mungkin memperkaya gambaran
betapa tindakan orang-orang yang tidak bertanggung
jawab itu menyengsarakan banyak orang.

Bau tikus
"Pulang dari kantor pada hari Kamis itu saya dihadang
beberapa kali oleh anak-anak muda yang memberi isyarat
agar saya tidak meneruskan perjalanan, tapi kembali
dan memilih jalan lain. 'Ada demo!' kata salah
seorang," cerita Slamet yang hendak pulang ke rumahnya
di kawasan Jakarta Selatan.

Selama menuju ke Kompleks Perumahan Pertanian melalui
"jalan tikus", Slamet "kagum" betapa banyak orang
turun ke jalan yang sepi. Mereka berkerumun di
mulut-mulut gang seperti sedang menunggu sesuatu. Di
pertigaan Jl. Gatot Subroto dan Jl. Rasamala, ia
dimintai uang. Caranya meminta dengan bahasa Tarzan,
hanya dengan melambaikan tangan yang menggenggam
segepok uang. "Karena saya tidak mau merugi beberapa
ratus ribu rupiah kalau mobil diperbaiki di bengkel
karena dirusak, saya relakan Rp 1.000,- untuk pungli,"
katanya sambil menambahkan, sebelumnya ia mendengar
ada mobil yang dirusak hanya karena penumpangnya tidak
mau memberi pungli cepekan.

Yang bikin ia makin terheran-heran, setiba di rumahnya
di belakang pasar swalayan Hero itu, ia melihat banyak
orang yang mendorong trolley lewat di jalan depan
rumahnya. Isinya barang jarahan dari Hero.

Pasar swalayan itu tidak hanya dijarah isinya, tapi
juga dibakar sesudahnya. Asap hitam yang tebal
mengepul dari tempat gedung Hero yang sudah dijarah.
"Ketika api makin membesar, penghuni kompleks yang
paling dekat rumahnya dengan Hero panik dan mengungsi
karena khawatir kalau api menjalar ke rumah mereka,"
cerita Slamet.

Api ternyata dapat dikuasai dan dipadamkan. Para
penghuni malam itu kembali ke rumah masing-masing,
tetapi esok malamnya disiksa bau tikus yang
merajalela.

"Ini bukan tikus!" komentar salah seorang penghuni.
"Masak Hero ada tikusnya. Mungkin itu bau mayat yang
terbakar dan tidak ada yang mengurus!"

Sampai tiga hari lamanya bau tikus, atau bangkai, atau
mungkin juga bangkai tikus, itu meneror penghuni
kompleks belakang Hero. Sesudah itu tidak berbau lagi.
"Mungkin bangkai sudah disingkirkan, tapi di
koran-koran tidak ada berita tentang mayat tikus di
gudang Hero," tuturnya.

Dua hari sesudah kerusuhan, bertiup kabar bahwa
perusuh atau penjarah akan mengalihkan operasinya ke
perumahan penduduk. Kepanikan pun mulai merasuki
segenap penghuni kompleks-kompleks perumahan.

"Pada 16 Mei saya mendapat telepon dari keponakan saya
bahwa malam itu Jakarta Selatan akan kedatangan
gerombolan perusuh atau penjarah dari Bogor melalui
Depok dan mereka dikerahkan dengan tiga truk. Saudara
saya menambahkan, saat itu rumah-rumah di Lenteng
Agung sudah dilempari batu dan ia meminta kami
besiap-siap, termasuk mengumpulkan surat-surat
berharga, apa saja, untuk diamankan," cerita Slamet.

Tak pelak seluruh keluarganya jadi panik. Pintu pagar
halaman depan rumahnya lantas digembok sore-sore,
garasi ditutup rapat, dan pintu rumah selain dikunci
dan digembok juga diganjal dengan penghalang berupa

[budaya_tionghua] May '98 riot (16): Pemelintiran fakta

2005-05-15 Thread jonathangoeij
Kompas, Surat Pembaca, 28/8/98

Penjelasan Taiwan

Berita pada harian Kompas tanggal 27 Agustus 1998,
halaman 11 yang menyatakan bahwa "11 LSM Taiwan
menyimpulkan bahwa Anda (pemerintah) dikerjain karena
tidak ada bukti-bukti nyata yang ditemukan dalam
dugaan adanya aksi pemerkosaan etnis Tionghoa", tidak
sesuai dengan pernyataan sebenarnya.

Kedatangan kelompok wanita dari Taiwan yang dipimpin
oleh pengacara Wang Ching-Feng pada tanggal 2-5
Agustus 1998 adalah karena rasa peduli terhadap
korban-korban kerusuhan pertengahan Mei. Mereka
bertemu dengan Menperta (Tuty Alawiyah), Wakil Ketua
Komnas HAM (Marzuki Darusman) dan Ketua Umum PBNU
(Abdurrahman Wahid). Mereka menyatakan bahwa, "Kami
tidak bertemu dengan korban, tapi berdasarkan
informasi dari Bpk Gus Dur, ada 108 kasus dan 20 di
antaranya meninggal," Pernyataan tentang "Mereka tidak
bertemu dengan korban dan menyimpulkan Anda
(pemerintah) dikerjain" adalah tidak benar. Taipei
Economic and Trade Office

Berita pada harian Kompas tanggal 27 Agustus 1998,
halaman 11 yang menyatakan bahwa "11 LSM Taiwan
menyimpulkan bahwa Anda (pemerintah) dikerjain karena
tidak ada bukti-bukti nyata yang ditemukan dalam
dugaan adanya aksi pemerkosaan etnis Tionghoa", tidak
sesuai dengan pernyataan sebenarnya.

Kedatangan kelompok wanita dari Taiwan yang dipimpin
oleh pengacara Wang Ching-Feng pada tanggal 2-5
Agustus 1998 adalah karena rasa peduli terhadap
korban-korban kerusuhan pertengahan Mei. Mereka
bertemu dengan Menperta (Tuty Alawiyah), Wakil Ketua
Komnas HAM (Marzuki Darusman) dan Ketua Umum PBNU
(Abdurrahman Wahid). Mereka menyatakan bahwa, "Kami
tidak bertemu dengan korban, tapi berdasarkan
informasi dari Bpk Gus Dur, ada 108 kasus dan 20 di
antaranya meninggal," Pernyataan tentang "Mereka tidak
bertemu dengan korban dan menyimpulkan Anda
(pemerintah) dikerjain" adalah tidak benar.

Taipei Economic and Trade Office

--
KOMPAS TERNYATA TAK HARGAI HAK JAWAB

JAKARTA (SiaR, 3/9/98), Harian KOMPAS ternyata tak
sepenuhnya menghormati hak jawab. Penyataan yang
dikeluarkan Kantor Dagang dan Ekonomi Pemerintah
Taipei (Taipei Economic and Trade Office) yang
mewakili 11 LSM Taiwan kemudian dimuat dalam Kompas
edisi Jumat, 28 Agustus 1998 itu ternyata
disunat habis.

Padahal sanggahan itu dibuat perwakilan resmi
Pemerintah Taiwan sebagai tanggapan atas dimuatnya
pernyataan Pangab Wiranto dan Menpen M. Yunus
Yosfiah oleh Harian KOMPAS dengan mengutip ucapan
Yunus yang mengatakan bahwa menurut penuturan delegasi
LSM Taiwan, "Pemerintah Anda telah dikerjain ...".

Sejumlah pengamat pers dan aktivis LSM yang ditemui
SiaR menuturkan, bahwa pihaknya prihatin pada hal ini,
apalagi terjadi pada KOMPAS. "Seharusnya
koran sekaliber KOMPAS kan harus melakukan cross-check
ke delegasi LSM atau perwakilan Taiwan sebelum
menurunkan berita yang bernuansa kepentingan
politik seperti itu. Kan seharusnya, di era reformasi,
kecenderungan asal kutip omongan pejabat sebagai
kebenaran seperti pada era Soeharto sudah
harus dihapus," ujar seorang aktivis LSM yang tak mau
disebut namanya karena merasa dekat dengan KOMPAS.

"Hak jawab sebetulnya harus diberikan di halaman yang
cukup mencolok, tak bisa disembunyikan sebagai surat
pembaca. Boleh diedit dan diperbaiki bahasanya, tapi
tak boleh disunat habis. Harus diberikan ruang yang
cukup untuknya," ujar pengamat pers.

Sumber yang lain mengatakan, agaknya KOMPAS memang
takut memberitakan bantahan terhadap Pangab Wiranto
dan Menpen Yunus Yosfiah, apalagi ketika belakangan
pemerintah RI kelabakan menbendung gencarnya tekanan
masyarakat dan lembaga internasional mengenai
perkosaan massal terhadap perempuan keturunan Cina di
Jakarta, Suranbaya, Solo dan Medan beberapa waktu
lalu.

"Kompas dan grupnya kan sudah dihajar berkali-kali.
Mulai dari kasus tabloid Monitor, majalah Senang,
tabloid Citra, kasus Aljazair dalam pemberitaan
Kompas dan belakangan Majalah Jakarta-Jakarta. Jadi
harap maklum lah, kalau sampai saat ini semua pimpinan
kami masih terus tiarap," ujar sebuah sumber
di lingkungan Gramedia.***

Berikut ini adalah pernyataan lengkap Kantor Dagang
dan Ekonomi Pemerintah Taipei yang dikirimkan ke
KOMPAS:


PERNYATAAN URGENT

PROTES KERAS TERHADAP PEMBERITAAN HARIAN KOMPAS YANG
SALAH

Lembaga LSM Taiwan yang terdiri dari "Taipei Woman's
Rescue Foundation", "Li-Shing Foundation", "End Child
Prostitution Association Taiwan", "Taiwan Human Rights
Association" dan pengacara Wang Ching-Feng yang
membentuk "Rombongan kunjungan ke Indonesia dalam
rangka rasa peduli pada para korban perkosaan"
menanggapi pemberitaan Harian Kompas pada tgl. 27
Agustus 1998 yang mengatakan bahwa "Berkenaan dengan
peristiwa perkosaan terhadap etnis Tionghoa yang
terjadi pada bulan Mei yang lalu, LSM Taiwan
menyimpulkan pemerintah Indonesia telah dikerjain
karena mereka tidak menemukan korban perkosaan..."
adalah tidak benar, dengan ini kami menyangkal adanya
pernyataan tersebut dan memberi pernyataan sebagai
berikut:

Berdasarkan 

[budaya_tionghua] UNDANGAN : "Malam Peringatan Tragedi Mei 1998 & Refleksi 7 Tahun Reformasi” 16 Mei 2004 Surabaya

2005-05-15 Thread jonathangoeij
--- In [EMAIL PROTECTED], elly ani 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
UNDANGAN,HADIRILAH

"Malam Peringatan Tragedi Mei 1998 & Refleksi 7 Tahun
Reformasi"

Dengan Tema :
" Tragedi Mei 1998 : Negara Harus Bertanggungjawab"
Bertempat di Halaman Depan SMU Muhammadiyah 2 Pucang
Surabaya Surabaya, 16 Mei 2004 Pukul 18.00-22.00 WIB

Oleh Panitia Bersama

DPD IMM Jawa Timur, Solidaritas Nusa Bangsa, APHI,
Forum Keluarga Korban Mei 98, Ikatan Keluarga Orang
Hilang Jawa Timur, Komunitas Tionghoa Peduli Demokrasi
& HAM Jawa Timur, PW-IRM Jawa Timur, LETRAM, LMND Jawa
Timur, FKTI, SBSI Sidoarjo, Barisan Oposisi Bersatu
Jawa Timur

Sekretariat : di Jl. Kertomenanggal VI/02 Surabaya
Tlp (031)60704041, 70527883. HP : 08165437751,
081615092141

Kegiatan ini dilaksanakan pada :
Hari: Senin 
Tanggal : 16 Mei 2005
Tempat  : di Halaman Depan SMU Muhammadiyah 2 Pucang
Surabaya Jl. Pucang Anom 91 Surabaya

SUSUNAN ACARA
Pukul   Acara
19.00 – 19.10   : Panggung Rakyat
19.10 – 19.20   : Pembukaan
19.20 – 19.30   : Sambutan Ketua Panitia Bersama 
  (Syafrudin Budiman)
19.30 – 19.50   : Sambutan Ketua PW Muhammadiyah 
  Jawa  Timur Prof. Dr. Fasich, Apt)
19.50 – 20.20   : Pidato Ketua Solidaritas Nusa Bangsa 
 (Ester Indahyani yusuf , SH.) 
  Aktivis HAM dan mantan   anggota 
  TGPF Kerusuhan Mei 1998 
20.20 – 20.50   : Pidato Koordinator KontraS 
  (Usman Hamid, SH.) Aktivis HAM dan 
  Anggota TGPF Kematian Munir
20.50 – 21.00   : Doa dipimpin Oleh 
  (Drs. Kuswiyanto, MSi.)   mantan 
  Kepala SMU Muhammadiyah 2 Surabaya
21.00 – 22.00   : Visualisasi Acara
a.Pemutaran Film Peristiwa Tragedi Mei 1998 (Sekaligus
Testimoni Keluarga Korban Mei 1998)
b.Pameran Foto dan Sketsa Korban Peristiwa Kerusuhan
Mei 1998.
22.00 - Selesai : Penutup.

Ketua Panitia 

Syafrudin Budiman
(DPD IMM JATIM)
Sekretaris
Amelia Aini
(PW IRM JATIM)






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] May '98 riot (17): "Aku Melihat Anakku Terbakar"

2005-05-16 Thread jonathangoeij
"Aku Melihat Anakku Terbakar" 

24/4/2003 19:21 — Tragedi Mei 1998 tak bisa dihapus
dari kenangan Inah Subiyanto. Karena huru hara itu
telah memakan korban anaknya sendiri yang terpanggang
di Plaza Klender, Jakarta Timur.

Liputan6.com, Jakarta: Kerusuhan Mei 1998 masih
menyisakan luka mendalam bagi sebagian orang atau
keluarga. Bahkan luka itu tak bisa dihapus, seperti
yang dirasakan Inah Subiyanto, warga Duren Sawit,
Jakarta Timur. Gunawan (12), sang anak, ikut
terpanggang dalam amuk massa di Plaza Yogya Klender.
Tragisnya Inah melihat sendiri anaknya meregang nyawa
di gedung tersebut.

Menurut Inah kepada SCTV, baru-baru ini, Gunawan
awalnya hanya ingin menyaksikan penjarahan yang
terjadi di pusat perbelanjaan yang jaraknya sekitar
800 meter dari rumahnya. Gunawan ke sana tidak
sendirian melainkan bersama temannya. Belakangan Inah
khawatir dengan nasib anaknya dan menyusul ke lokasi
penjarahan.

Saat itu Inah sudah tak mendapatkan anaknya di sekitar
areal parkir. Inah yakin anaknya telah ikut bersama
temannya ke lantai atas. Namun, Inah tiba-tiba
mengurungkan niatnya menapaki lantai yang lebih tinggi
karena terdengar teriakan: "Bakar... Bakar"
Bahkan, orang yang berteriak-teriak tersebut membawa
jeriken bensin. Saat itu Inah hanya sampai lantai tiga
dan suasananya sudah gelap.

Setelah turun, Inah benar-benar melihat situasi yang
sangat memilukan. Api tiba-tiba menjalar dengan cepat.
Jeritan dan teriakan minta tolong terdengar
melengking. Banyak anak-anak yang loncat dari
ketinggian tertentu dan akhirnya mati karena badannya
remuk atau kepalanya pecah.

Inah benar-benar hancur hatinya ketika melihat seorang
anak di lantai atas yang menggedor-gedor kaca meminta
tolong. Anak itu terus berteriak-teriak meminta
tolong. Inah yakin bocah itu adalah anaknya. "Ya,
Allah itu kali anak saya," ratap Inah, mengenang.

Yakin putranya telah tewas terbakar, Inah dan kelurga
kemudian berupaya mencari jenazah Gunawan ke Rumah
Sakit Cipto Mangunkusumo. Di antara ratusan mayat yang
hangus terbakar, Inah melihat mayat yang memakai
celana dan ikat pinggang persis milik Gunawan. Namun
ia tidak yakin mayat itu adalah jasad anaknya.

Kini bayangan Gunawan terus menghinggapi keseharian
Inah. Bahkan gara-gara kehilangan anaknya itu Inah
sampai sakit selama tiga bulan. Inah ingin menutup
rapat-rapat kenangan pahit itu, namun bayangan Gunawan
dan Tragedi Mei 1998 itu kerap hadir.(YYT/Aldi Yarman
dan Zakaria)

http://www.liputan6.com/fullnews/53501.html

--
Renungan Malam Mengenang Tragedi Mei `98 Digelar 

11/5/2004 23:40 — Hujan deras yang mengguyur tidak
menghentikan niat keluarga korban kerusuhan Mei 1998
menggelar acara renungan di TPU Pondok Rangon, Jaktim.
Besok mereka akan berdoa bersama di Plaza Klender.

Liputan6.com, Jakarta: Keluarga korban Tragedi Mei `98
menggelar acara tabur bunga di Tempat Pemakaman Umum
Pondok Rangon, Jakarta Timur, Selasa (11/5) malam.
Peringatan peristiwa Mei 1998 memang selalu
dilaksanakan untuk mengenang para korban yang tewas
dalam insiden berdarah tersebut. Tahun ini, acara
peringatan diberi judul "Malam Kebudayaan dan Tabur
Bunga untuk Korban Tragedi Mei". Meski diiringi
guyuran hujan, acara tetap berlangsung khidmat. 

Acara dimulai dengan tabur bunga di makam para korban.
Lantas, semua peserta mengikuti renungan malam yang
dilanjutkan dengan pidato singkat dari masing-masing
keluarga korban. Dari pernyataan yang dibacakan
tergambar kekecewaan mereka terhadap sikap pemerintah
yang terkesan melupakan kasus Mei `98. Padahal insiden
tersebut banyak menelan korban jiwa. Rencananya,
mereka akan kembali menggelar doa bersama di Kompleks
Plaza Klender, Jaktim, besok. Di lokasi itu, korban
tewas paling banyak ditemukan. 

Sekadar mengingatkan, lembaran hitam sejarah Indonesia
tersebut memang terjadi enam tahun silam. Ketika itu,
kekacauan melanda Jakarta. Aksi anarkis, penjarahan,
pembakaran, hingga pembunuhan merajalela. Seluruh
kejadian tersebut berawal dari insiden di Kampus
Trisakti, Grogol, Jakarta Barat, setelah mahasiswa
terlibat bentrokan dengan tentara dan polisi. Suasana
memanas. Mahasiswa yang diburu tentara berusaha
menyelamatkan diri masuk ke Kompleks Universitas
Trisakti. Tapi, aparat terus mengejar sampai akhirnya
diketahui enam mahasiswa tewas diterjang peluru. 

Bak api disiram bensin, masyarakat terprovokasi
melihat insiden di Kampus Trisakti. Buntutnya massa
merusak, membakar, dan menjarah pertokoan. Polisi dan
tentara mengaku kesulitan meredam amuk massa yang
berlangsung selama dua hari tersebut. Padahal,
belakangan diketahui ratusan terjebak di dalam gedung
yang terbakar, termasuk di Plaza Klender [baca: "Aku
Melihat Anakku Terbakar"]. 

Selain peristiwa tersebut, beredar kabar juga terjadi
tindak kekerasan kepada etnis keturunan Cina. Mereka
diperkosa dan dibunuh. Jumlahnya tak pasti. Yang
jelas, cerita buram ini hendak dikaburkan. Buktinya,
para pejabat yang notabene saat itu bertanggung jawab
atas kasus ini bungkam. Dan, mereka saling melempar
wewenang [baca: Jejak Trage

[budaya_tionghua] Memperingati Peristiwa Mei 98 di Jurnal VOA

2005-05-16 Thread jonathangoeij
rtsp://a1327.r.akareal.net/ondemand/7/1327/2110/973023381/voice.downloa
d.akamai.com/2110/real/voa/eap/indo/video/indo2205v0516.rm
Seandainya link-nya terpotong, gunakan copy & paste ke browser.

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] May '98 riot (18): Semakin Sulit Mendapatkan Keadilan

2005-05-17 Thread jonathangoeij
ARTIKEL 

20 Februari 2005 23:12:15 
Perempuan Korban Perkosaan Tragedi Mei `98 Semakin
Sulit Mendapatkan Keadilan 

Perempuan Korban Perkosaan Tragedi Mei `98 Semakin
Sulit Mendapatkan Keadilan

Perempuan yang menjadi korban perkosaan pada tragedi
Mei 98 lalu, semakin lama bukannya semakin mendapat
titik terang untuk mendapatkan keadilan. Para korban
ini justru semakin mendapatkan awan pekat karena kasus
perkosaan yang mereka terima semakin gelap.
Persoalannya bukannya kasus ini tidak bisa
diungkapkan, namun komitmen untuk membongkar persoalan
ini yang tidak ada, sehingga keadilan untuk para
korban perkosaan ini memang benar-benar buram.
Sementara itu pada satu sisi Kejaksaan pihak yang
mempunyai kewenangan semakin tidak mampu dan tidak
mempunyai komitmen untuk terus mengusut kasus ini. 

Maria Hartiningsih, wartawati senior Harian Kompas
cukup pesimisme untuk mendapatkan keadilan bagi
perempuan korban perkosaan. Hal ini disampaikannya
dalam diskusi dan pelucuran Buku "Menatap wajah
Korban" yang diterbitkan oleh Solidaritas Nusa Bangsa,
Kontras, IKOHI, APHI dan FKKM'98 di Hotel Sahid Jaya
Jakarta, Kamis (17/02/05). Menurut Maria, dengan
semakin banyaknya tuntutan akan bukti, saksi yang
selalu menjadi alasan pihak penyelidik, untuk
mengungkap kasus perkosaan Mei, 98, maka perkosaan Mei
tidak mungkin akan bisa terbongkar. Persoalannya ini
semakin pelik karena tidak ada saksi yang mau memberi
kesaksian, karena takut akan ancaman karena lemahnya
perlindungan bagi saksi. 

Menurut Maria, Tragedi Mei juga meninggalkan kejahatan
serius yang disengaja dengan terjadinya perkosaan
massal terhadap perempuan etnis Tionghoa. "Kejahatan
ini oleh beberapa pihak sengaja "dihadapkan" dengan
korban yang dikatakan sebagai "penjarah" itu. Korban
yang dihancurkan dan dirampas harta bendanya, yang
sebagian besar adalah etnis Tionghoa, juga ditempatkan
pada sisi yang berbeda. Penghadap-hadapan ini membuat
orang mengambil kesimpulan pintas, bahwa tragedi Mei
adalah kerusuhan berbasis ras. Kesimpulan dengan mudah
sekali dipatahkan karena saya menemukan beberapa orang
Tionghoa miskin yang juga menjadi korban,"kata Maria. 

Di Tambahkannya "Dengan menghadap-hadapkan seluruh
korban kita melihat dengan jelas modus yang hendak
digunakan oleh penguasa untuk memecah belah kekuatan
korban: isu rasisme, isu klasisme dan kekerasan
berbasis gender. Pada hemat saya, semua isu ini ada di
dalam bongkahan isu besar bernama kejahatan terhadap
kemanusiaan. Saya kira inilah yang harus terus menerus
diingatkan kepada seluruh korban dan keluarga
korban,"ujar Maria. 

Semakin kaburnya upaya pengungkapan korban perkosaan
tragedi 98 sampai saat ini, dapat pula disebabkan oleh
pers yang gagal waktu itu hingga sekarang dalam
mengungkap sejumlah fakta tentang kasus tersebut. Hal
ini seperti yang diungkap oleh Stanley, analis media
dari ISAI (Institute Studi Arus Informasi). Menurut
Stanley, "pers tidak mempunyai kekuatan atau tidak
mampu untuk mengungkap sejumlah kasus yang terjadi
pada tragedi Mei 98. Pers tidak memberi kontribusi
terhadap pengungkapan sejumlah korban kerushan Mei,98,
"ujar Stanley. "Seluruh bangunan dan pola kerja media
massa sama sekali belum kokoh dan andal. Media
ternyata tidak memiliki kemampuan mempraktekkan
jurnalisme omongan. Ketakutan akan imbauan dan tekanan
semasa Orde Baru masih membayang, "ujar Stanley. 

Ketidakmampuan pers dalam mengungkap kasus perkosaan
ini juga terjadi pada media yang cukup besar seperti
Tempo, meskipun kemudian Tempo mencoba membuat laporan
yang berpihak kepada korban perkosaan. Waktu itu
menurut Stanley, Tempo sempat tidak percaya dengan
adanya pemerkosaan, dengan mengutip laporan Sidney
Jones yang meragukan adanya tindakan perkosaan kepada
perempuan etnis Tionghoa pada tragedi Mei 98 lalu.
"Kegagalan mencari dan menyingkap fakta ini
menimbulkan kefrustasian media dan kalangan wartawan
yang kemudian dimanfaatkan oleh pejabat pemerintah
dengan melemparkan berbagai pernyataan untuk
menjadikan "fakta" yang terjadi hanya sebuah "kabar
Bohong, "ujar Stanley. 

Kemudian, siapakah yang mesti berperan dan
bertanggungjawab dalam upaya mengungkap tragedi Mei 98
ini? Usman Hamid Koordinator Kontras menegaskan bahwa
pengungkapan tragedi tersebut tidak terlepas dari
peran negara. Menurut Usman Negara adalah pihak yang
paling bertanggungjawab atas tragedi Mei 98 tersebut.
Namun demikian tidak terungkapnya sejumlah kasus dalam
tragedi Mei 98 hingga saat ini, dikarenakan negara
memang tidak mempunyai komitmen untuk mengungkap kasus
ini. 

Menurut Usman yang terjadi adalah ketakutan secara
politik pemerintahan sekarang untuk membongkar
kasus-kasus tersebut. Kalau kasus tragedi Mei `98
diungkap maka akan membongkar konspirasi politik elit
waktu itu dan akan menimbulkan resistensi kepada
pemerintahan sekarang. 

Sementara itu, pemerintahan sekarang kebutuhannya
adalah sebuah status quo tidak mau pemerintahannya
yang baru berjalan akan digoyang secara politik. Dari
kondisi ini maka yang terjadi adalah sebuah pertukaran
k

[budaya_tionghua] May '98 riot (19): Pernyataan Sikap Paguyuban Korban dan Keluarga Korban

2005-05-18 Thread jonathangoeij
Pernyataan Sikap Paguyuban Korban dan Keluarga Korban
13-14 Mei 1998

Tujuh tahun sudah peristiwa 13 – 14 Mei berlalu,
peristiwa yang hanya menyisakan derita dan kepedihan
bagi para korban serta trauma bagi masyarakat luas.
Tak seorang pun manusia yang berakal dan jiwa sehat
ingin kejadian seperti itu terulang kembali. Peristiwa
Mei 1998 menambah panjang daftar tindakan tidak
beradab yang terjadi di Indonesia sejak Orde Baru
berkuasa. 

Sedikitnya 1.190 orang hangus di/terbakar di dalam mal
dan pertokoan di seluruh Jakarta. Lebih dari seratus
perempuan – yang umumnya berasal dari Etnis Tionghoa –
diperkosa dan dilecehkan secara seksual, ribuan orang
kehilangan harta dan sumber ekonomi mereka.

Ketika luka dan air mata para korban belum kering,
para penguasa mengatakan bahwa peristiwa Mei 1998
adalah kerusuhan massal yang bersifat horisontal, yang
disebabkan oleh krisis ekonomi dan penembakan
mahasiswa Universitas Trisakti. Mereka menyatakan
bahwa "Anti Cina" dan "Penjarahan" adalah tema utama
dari peristiwa 13 – 14 Mei 1998. Dan para korban
diposisikan sebagai pelaku dengan label "penjarah". 

Namun, hasil penyelidikan Tim Gabungan Pencari Fakta
(TGPF) dan Tim Ad-Hoc Penyelidik Pelanggaran HAM
Tragedi Mei `98 justru mengatakan sebaliknya: "Bahwa
peristiwa 13-14 Mei merupakan kerusuhan sistematis,
terorganisir dan terencana."

Berdasarkan fakta-fakta yang kami peroleh dan temuan T
G P F, serta Tim Ad-Hoc Penyelidik Pelanggaran HAM
Tragedi Mei `98, kami Paguyuban Korban dan Keluarga
Korban 13-14 Mei 1998 serta segenap korban pelanggaran
HAM lainnya menyatakan:
1. Bahwa Peristiwa 13-14 Mei 1998 bukan kerusuhan
horisontal yang didasarkan pada kebencian terhadap
etnis Cina.
2. Bahwa sentimen anti Cina hanya digunakan sebagai
pemicu untuk menggerakan masyarakat sipil yang
kemudian justru menjadi korban.
3. Menolak segala bentuk upaya dari pihak manapun yang
ingin menggiring opini masyarakat terhadap peristiwa
13-14 Mei 1998 ke arah konflik horisontal. 
4. Menuntut pemerintah untuk melakukan upaya-upaya
agar peristiwa serupa atau peristiwa kekerasan lainnya
tidak terulang kembali.
5. Menuntut agar pemerintah menindaklanjuti
Rekomendasi TGPF dan KPP-HAM Tragedi Mei 1998 serta
menyelenggarakan sistem peradilan yang memenuhi rasa
keadilan bagi para korban.
6. Mendesak pemerintah untuk segera memberikan
rehabilitasi kepada seluruh korban pelanggaran HAM. 

Jakarta 13 Mei 2005

Paguyuban Korban dan Keluarga Korban 13-14 Mei 1998
serta Korban Pelanggaran HAM Lainnya

http://www.timrelawan.org/comments.php?id=98_0_1_0_C

--
Puisi: Tragedi Mei 1998
Jakarta waktu itu
Asap hitam pekat mengepul
menutupi langit yang biru

Si raja api berkobar terus
Melahap manusia di dalam gedung itu
Mereka tidak berdosa!
Kemanakah keamanan waktu itu?!

Terdengar tangisan ibu, bapak, anak, adik, kakak
Terdengar jeritan ibu, bapak, anak, adik, kakak
lenyap sudah hangus terbakar

Kenapa ini harus terjadi
Siapa yang harus bertanggung jawab
semua bungkam

Air mata dimana-mana
Air mata membasahi sudah
tapi, air mata adalah tanda bahwa kita manusia

Geraka kemanusiaan tumbuh dimana-mana
Berjuang membela hak asasi manusia
Marilah kawan-kawan kita berjuang terus
Untuk menuntut keadilan
Dengan Sebuah kata
"Rakyat Bersatu tak bisa dikalahkan"

20 April 2005

Ruwiyati Darwin

http://www.timrelawan.org/comments.php?id=96_0_1_0_C

--
PERNYATAAN SIKAP
PAGUYUBAN KELUARGA KORBAN TRAGEDI 13-15 MEI 1998


Pada hari ini, kami Paguyuban Keluarga Korban Tragedi
13-15 Mei 1998 memperingati 6 tahun peristiwa tragis
tersebut. Masa yang sangat berat bagi para keluarga
korban untuk dilewati dengan menanggung beban duka,
trauma, kemarahan, pelupaan dari negara, stigmatisasi
penjarah, dan hal-hal lain yang tidak dapat kami
ucapkan dengan kata-kata. Bukan hal yang mudah bagi
kami untuk melupakan sebuah peristiwa yang telah
merenggut jiwa anak-anak dan keluarga kami. Ingatan
tentang hancurnya nilai-nilai kemanusian pada bulan
mei 1998 tidak akan hilang.



Kerusuhan yang terjadi pada 13 - 15 Mei 1998 merupakan
satu kerusuhan yang sangat terencana. Data Tim Relawan
untuk Kemanusiaan (TRK) menyebutkan bahwa 1.207 korban
jiwa (meninggal) akibat senjata maupun dibakar, korban
luka/sakit 91 orang, 31 orang korban hilang, dan 168
orang korban perkosaan, dan kerugian material yang
tidak sedikit. Sangat disayangkan, ada beberapa pihak
yang mencoba mengalihkan kerusuhan ini menjadi satu
peristiwa kerusuhan rasial. Ironisnya, hal tersebut
mendapatkan dukungan dari para pejabat
publik.



Hari ini, kami pun memperingati enam tahun Tragedi Mei
1998 tidak lagi dengan rasa duka. Semangat persatuan
yang telah kami bangun menjadi pembakar semangat kami
untuk terus memperjuangkan kebenaran
dan keadilan. Berbagai peristiwa kekerasan yang
menimpa sahabat kami di Ambon, Aceh dan Papua telah
menegaskan bahwa penguasa masih menggunakan cara-cara
kekerasan. Para penguasa juga berusaha menggusur
sahabat-sahabat kami di berbagai tempat demi
kepentingan modal semata. Semua peristiwa ini lakukan
d

[budaya_tionghua] May '98 riot (20): Harus Kembali Membangun Keindonesiaan

2005-05-19 Thread jonathangoeij
Kompas, Sabtu 29 Agustus 1998 

Harus Kembali Membangun Keindonesiaan 
Oleh Novita Estiti 

SAYA orang Indonesia asli, begitu disebutkan. Bukan,
saya bukan Tionghoa. Saya wanita Jawa asli, muslim,
yang biasanya disebut pribumi; bukan Tionghoa. Lalu
kenapa? Kenapa kalau saya bukan Tionghoa? Apa itu
pribumi? Siapa itu pribumi? 

Sejak masa kerusuhan sampai sekarang, saya menjalani
hidup seperti biasa. Makan, minum, jalan-jalan dengan
teman. Mau ke mana pun saya suka, saya bisa. Saya
tidak takut, 'kan Jakarta sudah aman. Yah, walau
memang, hidup agak susahlah sedikit; harus berhemat,
maklum sedang ada krisis moneter yang lebih dikenal
dengan krismon. Tapi semua orang juga begitu, harus
berhemat. Semua orang? 

Sungguh tidak adil bahwa saya masih tenang-tenang
menjalani hidup saya seperti tidak pernah terjadi
apa-apa. Padahal sementara itu ada begitu banyak orang
yang bukan saja tidak menjalani kehidupan biasanya,
bahkan tidak punya hidup lagi walaupun mungkin tidak
mati. Tapi bisa jadi juga merasa lebih baik mati. 

Bagaimana saya bisa begitu bodoh selama ini? Saya
telah tumbuh dan dibesarkan di antara makhluk buas.
Dan saya tidak tahu. Saya kira saya orang paling
beruntung di dunia, hidup di tempat yang paling aman,
damai, tenteram, dan sentosa. Itu seperti kata ibu dan
bapak guru waktu di sekolahan dulu; yang saya sungguh
percaya. 

Walaupun pernah ketika kecil dulu saya masih di
Semarang ikut orangtua, tahun 1980, bertanya-tanya apa
maksud tulisan "pribumi" di banyak pintu rumah
penduduk. Kata ibu, itu supaya aman, tidak dikira
Tionghoa. Saya tetap tak mengerti penjelasan ibu,
tetapi mengangguk-angguk tak berani tanya lebih jauh.
Lalu sekolah diliburkan tiba-tiba lewat pengumuman di
TV dan surat kabar. Tentu saja saya senang, buat bocah
kelas 3 SD, bisa mendapat libur tiba-tiba adalah suatu
anugerah yang mahal. 

Tapi waktu masuk lagi, salah seorang teman saya sibuk
bercerita tentang bagaimana ia dan keluarganya
melarikan diri dan bersembunyi dari sekelompok pribumi
yang mengamuk. Pribumi, lagi-lagi pribumi, kejam
sekali mereka itu, para pribumi, begitu pikir saya.
Moga-moga saya tidak pernah bertemu dengan salah
seorang pribumi itu. Bodoh ya, kelas 3 SD waktu itu
saya belum tahu persis makna istilah tersebut. 

Lama..., lama saya baru memahami kalau saya adalah
salah seorang dari kelompok menakutkan tersebut,
karena ternyata saya pribumi. Karena ibu-bapak saya
pribumi, eyang-eyang saya pribumi, buyut dan
seterusnya pribumi. Dan karena Jawa itu pribumi. Juga
Batak, Minang, Manado, dan lain-lain semua pribumi.
Yang tidak pribumi cuma satu; cuma Tionghoa. Absurd. 

Untuk pembauran, Tionghoa harus ganti nama. Jangan A
Liang atau Li Ling. Itu tidak boleh! Tidak pembauran!
Dan akhirnya mereka menciptakan nama-nama baru, yang
kadang teramat bagus, dan nama marga mereka jadi
kabur, tercerabut dari akar budaya. 

Ada pula yang punya dua nama, yang satu nama 'resmi',
yang lainnya diletakkan dalam kurung (nama kecil).
Terkurung, seperti hidup yang harus mereka jalani.
Terkurung birokrasi, terkurung keegoisan manusia lain
yang menyombongkan kemayoritasannya. Terkurung di
tanah yang indah berhiaskan nyiur melambai. 

*** 

MAAFKAN saya, karena tidak tahu harus bagaimana.
Maafkan saya, karena tidak tahu harus berbuat apa.
Maafkan saya, karena telah menutup mata karena tak
tega menyaksikan. 

Berulang kali saya mencoba, tapi tangan saya selalu
terlalu gemetar untuk memutar nomor-nomor telepon
teman-teman saya itu. Bagaimana kalau kabar buruk yang
saya dengar? Bagaimana kalau ia tak ada lagi... entah
ke mana, bagaimana kalau ia terlalu menderita?
Sanggupkah saya menolong? Apa yang bisa dilakukan
setelah semua kehancuran ini? 

Wanita-wanita dipermalukan dan dilecehkan. Hidup macam
apa yang bisa dijalani setelah itu (kalau masih ada
hidup), saya tak sanggup, tak kuat untuk membayangkan.
Dan bisa jadi salah seorang dari mereka adalah teman
saya. Bisa jadi salah satu teman saya yang sering
jalan bareng, yang selalu saya cintai dan hargai. 

Saya sudah muak dengan segala berita politik dan
reformasi yang tiap hari kini didengung-dengungkan
semua orang. Sekarang semua orang angkat bicara,
berapi-api dan bersemangat bagaikan pejuang
kemerdekaan dahulu. 

Sekarang begitu banyak pengamat ekonomi, politik, dan
sosial, yang begitu cemerlang mengemukakan ide-ide ini
dan itunya. Para pemberani seakan lahir bersamaan di
muka bumi Nusantara ini, menyuarakan suara rakyat
kecil (dan siapa sih rakyat kecil itu, apakah saya
termasuk di dalamnya?). Di mana mereka, para pemberani
itu, tiga-empat bulan yang lalu? Apakah mereka sedang
tertidur pulas dibuai angin sepoi-sepoi di bawah nyiur
hijau di tepi pantai yang indah permai hasil
pembangunan? 

Apa pun yang terjadi kini, buat sebagian orang, sudah
tak ada artinya lagi. 

*** 

SEJARAH menyatakan, penduduk Indonesia datang dari
daratan Tionghoa berabad-abad yang silam. Kemudian
beberapa puluh tahun lalu, kerabat-kerabatnya menyusul
dari Tionghoa. 

Tapi tidak; tidak bisa disebut demikian! K

[budaya_tionghua] May '98 riot (21): Mereka yang Coba Dilumpuhkan

2005-05-20 Thread jonathangoeij
Mereka yang Coba Dilumpuhkan
Ekonomi Politik Kekerasan dan Korban di Indonesia
(Tim Relawan untuk Kemanusiaan- Hilmar Farid*)

 

Pergantian rezim di Indonesia ditandai dengan
gelombang kekerasan yang meluas di berbagai daerah.
Suratkabar lokal yang biasanya menunggu berita `panas'
tentang konflik dan perang dari Jakarta atau luar
negeri, kini mengisi halaman-halamannya dengan berita
pembunuhan, penganiayaan, pengungsian dan tindak
kekerasan lain dengan segala akibat dari daerahnya
sendiri. Tindak kekerasan, baik yang dilakukan oleh
aparat negara atau sesama warga tidak hanya berhenti
di kota-kota besar, tapi menjangkau daerah-daerah yang
selama sekian dekade dianggap sebagai wilayah aman dan
tenteram, seperti Tasikmalaya dan Rengasdengklok di
Jawa Barat atau Banjarmasin di Kalimantan Selatan.
Elit politik seperti kehabisan kata-kata, dan hanya
bermain-main dan saling tuding dengan istilah
`provokator' atau `dalang'. Ada juga yang mengatakan
bahwa bangsa Indonesia memang masih terbelakang dan
sedang sakit sehingga menjadi biadab. 

Dalam laporan hak asasi manusia, tulisan para peneliti
maupun diskusi politik, korban biasanya hanya disebut
sebagai deret angka yang tak bernama. Dalam
penghancuran Timor Lorosae misalnya para aktivis
terlibat dalam perdebatan sengit dengan pejabat
pemerintah Indonesia mengenai jumlah orang yang tewas.
Nama-nama pada korban dicatat atau dihapus untuk
membuktikan bahwa yang terjadi sepanjang tahun lalu
itu adalah kejahatan terhadap kemanusiaan atau
sebaliknya. Hal yang sama berlaku dalam pembicaraan
mengenai Aceh, Ambon, Kalimantan Barat, Lombok, Papua
dan tempat-tempat lain yang dilanda gelombang
kekerasan itu. Korban dianggap sebagai entitas abstrak
yang seolah tak punya sejarah (dan masa depan), yang
muncul tiba-tiba ketika peristiwa kekerasan terjadi.
Cara pandang ini bukan hanya menghalangi terbentuknya
pemahaman yang menyeluruh tentang rangkaian peristiwa
kekerasan, tapi juga bisa menghasilkan konsep
`penyelesaian' yang justru menyesatkan. 

Tulisan ini bukan hendak menawarkan romantisme
`menderita bersama korban' atau `mewakili suara
korban', tapi membawa korban ke dalam analisis untuk
mendapat gambaran yang lebih menyeluruh tentang
kekerasan dan konflik. Dalam hal ini biografi para
korban, narasi dan mekanisme yang mereka bangun ketika
menghadapi peristiwa kekerasan menjadi penting untuk
memberi wajah pada catatan statistik dan analisis
politik yang kadang kala begitu kering, serta melihat
konsep seperti pemulihan, rekonsiliasi dan
rekonstruksi secara kritis. 

I

Sejarah Orde Baru adalah sejarah kekerasan. Dimulai
dengan pembantaian terhadap sekitar satu juta orang
anggota, pendukung maupun orang yang dituduh terlibat
PKI dan puluhan organisasi massa yang berafiliasi pada
partai itu, Orde Baru tumbuh sebagai rezim yang
menggunakan kekerasan untuk menghadapi setiap bentuk
perlawanan dan kekacauan. Selama 32 tahun berkuasa,
ada berbagai kasus pembunuhan massal, seperti di Timor
Lorosae sejak tahun 1975, pembunuhan misterius
kalangan preman tahun 1983-84, Aceh, Papua, Lampung,
Tanjung Priok, dan ribuan eksekusi di tempat terhadap
rakyat miskin yang melanggar sistem pemilikan pribadi
dengan mencuri karena program pembangunan Orde Baru
merampas sumber penghidupan mereka. Dengan intensitas
dan jumlah korban yang begitu banyak, pembunuhan dan
tindak kekerasan bukan lagi rangkaian `kasus' atau
`insiden', tapi menjadi cara Orde Baru untuk
memerintah dan mempertahankan kekuasaannya. Para
perwira TNI yang terlibat dalam rangkaian pembunuhan
itu tidak pernah menunjukkan penyesalan dan melihat
tindakan mereka sudah tepat, baik dari segi prosedur
militer maupun secara politik. 

Catatan sejarah ini kerap dilupakan ketika berbicara
tentang gelombang kekerasan yang terjadi beberapa
tahun terakhir dan membuat para pengamat cenderung
mencari-cari unsur `provokator' atau `dalang' dan
mengabaikan kekerasan sebagai bagian dari kebijakan
negara. Sejak awal tahun 1990-an rezim Orde Baru dalam
keadaan lemah, kehilangan legitimasinya di kalangan
rakyat, dan oleh proses liberalisasi ekonomi didesak
untuk melepaskan kontrolnya di berbagai bidang
kehidupan, terkecuali politik dan militer. Ketika
krisis ekonomi terjadi lembaga-lembaga negara tidak
mampu berbuat banyak – dan memang tidak bermaksud –
untuk membantu jutaan orang yang dipecat dan jutaan
lainnya yang makin terbenam dalam kemiskinan. Sistem
kesejahteraan sosial yang sejak semula sudah lemah
semakin porak-poranda dan program `pemulihan' dari IMF
dan Bank Dunia. Oportunisme politik merajalela dan
para elit politik sibuk membangun kekuatannya
sendiri-sendiri melalui jaringan etnik, agama dan
keluarga dan mencari hubungan dengan kaum reformis di
semua lapisan, di pusat maupun daerah.
Perubahan-perubahan inilah yang menjadi landasan bagi
maraknya manipulasi politik antar etnik, agama dan
warga di kampung-kampung, dan paling penting
mobilisasi ribuan orang untuk terlibat dalam berbagai
peristiwa kekerasan. 

II

Berdasarkan data terbatas yang 

[budaya_tionghua] May '98 riot (22): Indonesia Admits Rapes During Riots

2005-05-21 Thread jonathangoeij
December 21, 1998 

Indonesia Admits Rapes During Riots 
By The Associated Press 

JAKARTA, Indonesia (AP) -- The Indonesian government
admitted for the first time on Monday that women were
gang raped during May riots that pushed former
President Suharto from power. 

But the government of President B.J. Habibie said the
number of rapes, most of them against ethnic Chinese,
was lower than the 66 reported by an expert panel last
month. 

State Secretariat Minister Akbar Tanjung said the
government denied claims that ``mass and systematic
rapes'' took place. 

The November report was produced by a
government-convened panel of human rights activists,
senior police officers, lawyers and other to
investigate the violent riots which erupted in the
capital Jakarta and other cities on May 13-15. 

The riots, which began as political protests sparked
by the shooting of four student protesters by the
military on May 12, turned into looting and ethnic
violence which left 1,200 people dead and prompted
Suharto to end his 32-year authoritarian rule. 

Tanjung told reporters after a meeting with Habibie
that the government could confirm that 52 women were
raped, 24 ``sexually mistreated'' and four other
harassed. 

He said that the government will launch a counseling
program for the victims and grant compensation for all
material loss during the riots. 

Copyright 1998 The New York Times Company 

--
Jakarta admits rape cases in May riots but denies they
were organized 

JAKARTA, Dec 21 (AFP) - The Indonesian government,
following up on the results of a government-set probe
team into the violent May riots, Monday admitted 76
rapes had been committed, but denied they were
organized, a minister said. 

State Secretary Akbar Tanjung told journalists at the
Merdeka palace the government's own checks had found
52 cases of rape, the same number as reported by the
team, and 24 others that had been accompanied by
violence, compared to the 14 found by the team. 

The government also found four cases of sexual
harrassment, the same number as found by the team,
Tanjung said. 

It was the first time the government, which first
sought to deny the rapes, most of them of
ethnic-Chinese women and girls, had commented on
findings of the quasi-government team released last
month. 

"According to our investigation, there was no evidence
of rapes that were done in an organized way," Tanjung
said. 

"And the victims were from various ethnic groups," he
added. 

Tanjung said the figures were results of "a follow up
by the government on the recommendation of the Joint
Fact Finding Team." 

Following an international furore over the savagery
against ethnic-Chinese during the May riots the
government in July commissioned the joint fact finding
team to check rape allegations. 

It was comprised of representatives from the
government, the attorney general's office, the police
and non-governmental organisations. 

Tanjung spoke after Habibie met with seven senior
officials -- five ministers, the attorney general and
the national police chief -- who officially
commissioned the team. 

Major General Marwan Paris, an assistant to the
defence minister, who spoke on the same occassion,
said rape cases had been reported in the cities of
Jakarta, Surabaya in East Java, Solo in central Java,
Medan in North Sumatra, Palembang in South Sumatra and
in Lampung province in southern Sumatra. 

"From the 52 rape victims, the cases of 15 have been
processed ... while the rest are still under
investigation," Paris said. 

He said of 15 cases which are currently being
processed in view of the possibility of building a
legal case, three were based on the victims' direct
testimony, nine according to testimonies of medical
doctors who had treated the victims and three from the
testimony of the victims' parents. 

The fact finding team in November said it had directly
or indirectly verified 52 victims of simple rape,
another 14 victims of rape accompanied by violence and
a further 10 victims of sexual attacks and four of
sexual harrassment. 

The team had also pointed to possible involvement of
an army unit headed by a son-in-law of former
president Suharto, now retired lieutenant general
Prabowo Subianto. 

"Based on the recommendation of the Joint Fact Finding
Team, the government deems it necessary for a further
investigation of the members of the Kopassus who were
involved in the abductions to see how far Lieutenant
General Prabowo Subianto was involved," Tanjung said. 

He was referring to the abduction of at least 24
activists earlier this year when Prabowo, who is
married to a daughter of fallen president Suharto,
commanded the Kopassus elite special forces. 

Nine of those abducted have resurfaced and have spoken
of torture. One has been found dead while the rest are
still missing. 

A military council in September found members of
Kopassus were implicated in the abductions. 

Armed Forces Chief General Wiranto later that month
said Prabowo would be given an ea

[budaya_tionghua] May '98 riot (23): United Nations - Raped Chinese women intimidated to shut them up

2005-05-22 Thread jonathangoeij
03/24/99, AFP
Raped Chinese women intimidated to shut them up: UN 

GENEVA, March 24 (AFP) - Chinese women raped during
last year's disturbances in Indonesia have been
threatened in order to shut them up, a United Nations
investigator reported Wednesday. Radhika Coomaraswamy,
special reporter to the UN human rights commission,
said she was convinced despite police denials that
there were mass rapes including gang rapes during the
riots. 

The Indonesian army had only rarely intervened against
violence towards the Chinese minority, she said. 

None of the 85 victims of sexual assault including 52
rape cases, with whom the special reporter spoke
during an investigation in Indonesia, had filed
charges, she said in her report on violence against
women submitted Wednesday to the UN human rights
panel's annual session here. 

The victims had received death threats and anonymous
letters warning them against filing charges. They had
also received photographs of their own rapes,
accompanied by a warning that the pictures would be
widely distributed if the women dared to speak up,
Coomaraswamy added. 

The reporter called on the authorities at the highest
level in Indonesia to introduce a witness protection
programme, and have those who had allegedly issued the
threats brought to book. 

"Otherwise the legitimate process of politics and
governance will always be subverted by shadowy forces
who rule civil society through the use of terror," Mrs
Coomaraswamy insisted. 

She described how certain officials in Indonesia had
made light of the threatening letters even although
17-year-old Ita Martadinata Haryonu, daughter of a
women's rights activist, had been brutally murdered at
her home in Djakarta after receiving death threats and
anonymous letters. 

The reporter said she had been unable to establish
exactly how many women had been raped during the
violence in Indonesia which culminated in the
resignation of President Suharto. 

"The Chinese community appears to be terrorised by the
events," she added. 

According to the non-governmental organisation
Volunteers for Humanitarian Causes, 1,190 were killed
in Djakarta and 168 women were the victims of gang
rapes. 


--
INDONESIA 

Victims of rape last year told to keep mum, says UN 
Anonymous letters -- some accompanied by photographs
-- warning against filing charges sent to victims to
silence them, says UN investigator 
The Straits Times Interactive MAR 26 1999 

GENEVA -- Chinese women raped during last year's
disturbances in Indonesia have been threatened in
order to shut them up, according to a United Nations
investigator. 

Mrs Radhika Coomaraswamy, special rapporteur to the UN
Human Rights Commission, said that despite police
denials, she was convinced that there were mass rapes
including gang rapes during the riots. 

The Indonesian army rarely intervened in cases of
violence towards the Chinese minority, she added. 

None of the 85 victims of sexual assault with whom the
special rapporteur spoke during an investigation in
Indonesia, had filed charges, she said in her report
on violence against women submitted on Wednesday to
the UN human-rights panel's annual session here. 

The victims had received death threats and anonymous
letters warning them against filing charges. 

They had also received photographs of their own rapes,
accompanied by a warning that the pictures would be
distributed if the women dared to speak up, Mrs
Coomaraswamy added. 

The rapporteur called on the authorities at the
highest level in Indonesia to introduce a witness-
protection programme, and have those who had allegedly
issued the threats brought to book. 

"Otherwise the legitimate process of politics and
governance will always be subverted by shadowy forces
who rule civil society through the use of terror." 

She described how certain Indonesian officials had
made light of the threatening letters even though
17-year-old Ita Martadinata Haryonu, daughter of a
women's rights activist, had been brutally murdered at
her home in Jakarta after receiving death threats and
anonymous letters. 

The rapporteur said she had been unable to establish
exactly how many women had been raped during the
violence in Indonesia which culminated in the
resignation of President Suharto. 

"The Chinese community appears to be terrorised by the
events," she added. 

According to the non-governmental organisation
Volunteers For Humanitarian Causes, 1,190 people were
killed in Jakarta and 168 women were the victims of
gang rapes. AFP 

Copyright © 1999 Singapore Press Holdings Ltd. All
rights reserved. 






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, sen

[budaya_tionghua] May '98 riot (24): Wiranto harus diusut

2005-05-23 Thread jonathangoeij
SURYA, Jumat, 14 Mei 2004

Kivlan Zein: Wiranto harus diusut

Jakarta, Surya - Mantan Kaskostrad Mayjen TNI (Purn)
Kivlan Zein meminta agar mantan Panglima TNI Jenderal
(Purn) Wiranto segera diusut dalam kasus 'pembiaran'
saat kerusuhan 14 Mei 1998 yang disebut tragedi
Trisakti. Sebab, Wiranto sudah tahu ada kerusuhan di 
ibukota, tetapi Panglima TNI saat itu enak saja
meninggalkan Jakarta.

"Ini pembiaran yang sengaja dilakukan oleh Wiranto,
sehingga ibukota menjadi rusuh. Mestinya Panglima TNI
harus ada di Jakarta mengambil alih komando," tegas
orang dekat Prabowo Subianto di Jakarta, Kamis 
(13/5). Pernyataan Kivlan itu dibantah mantan kasum
TNI Letjen (Purn) Suaidy Marasabessy selaku Direktur
Strategi Tim Sukses Wiranto yang menilai pernyataan
Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen ngawur. "Itu kan 
ngawur. Dia tidak pada level untuk bermain seperti
itu. Itu bermain politik kotor. Kivlan Zein itu
digunakan oleh orang lain," tegas orang dekat Wiranto
itu. Kivlan Zein mengungkapkan, waktu situasi rusuh 12
Mei 1998 malam di Trisakti, Panglima TNI Wiranto tidak
memerintahkan pasukan untuk berada di Jakarta.
Pangkostrad Prabowo kemudian berinisiatif sendiri
membantu Pangdam Jaya dengan mendatangkan pasukan dari
Karawang, Cilodong, Makassar, dan Malang, untuk
membantu Kodam. "Tapi tidak diberi bantuan pesawat 
Hercules oleh Wiranto, sehingga mencarter sendiri
pesawat Garuda dan Mandala," ungkapnya. Sebenarnya,
pada 13 Mei malam Wiranto memimpin rapat Garnisun
Jakarta untuk menanyakan situasi terakhir. Mestinya, 
Kasum TNI Fahrur Razi saat itu yang sudah ditunjuk
oleh Pangksotrad untuk menjadi Irup acara di Malang,
Jatim, te-tapi diambil-alih oleh Wiranto. Pada 14 Mei
Wiranto berangkat ke Malang menjadi Irup serah 
terima PPRC Divisi I ke Divisi II. "Ini sebenarnya
acara rutin yang bisa ditinggalkan. Masak situasi
ibukota terjadi kerusuhan, malah ditinggal ke Malang
dengan mengajak komandan-komandan seperti Danjen
Kopassus, Komandan Marinir dan lainnya," paparnya.
Padahal, menurutnya, keadaan Jakarta sudah rusuh dan
kacau balau, Wiranto malah pergi. "Jadi, apa dia
takut, atau sengaja dibiarkan? Kok dibiarkan kacau.
Pembiaran ini yang harus diusut," tegas mantan 
Kaskostrad. Kalau ibukota kacau, lanjut dia, mestinya
komando diambil- alih oleh Panglima TNI. Namun, pada
14 Mei pukul 7 pagi hari Wiranto malah ke Malang untuk
menjadi Irup serah terima PPRC. "Jadi, ada 
pembiaran selama dua hari oleh Panglima TNI Wiranto
ketika itu. Ini harus diusut," serunya. menurut
Kivlan, sebenarnya Pangkostrad Prabowo hanya membantu
keamanan ibukota, dan itupun atas permintaan 
Pangdam yang mendapat perintah dari Mabes TNI. "Jadi,
inisiatif Prabowo itu bukan kudeta, tapi membantu
pengamanan ibukota. Artinya, harus diusut pembiaran
yang dilakukan Wiranto selaku Panglima TNI 
saat itu," pintanya. Kenapa saat itu tidak juga pernah
diusut? menurut Kivlan, karena Panglima TNI-nya masih
tetap saja Wiranto dan Menteri Kehakimannya Muladi
yang juga kubu Wiranto. "Anehnya, kubu 
Wiranto lantas mengarahkan kesalahan kepada Prabowo
yang mengakibatkan kerusuhan," tuturnya. Padahal,
jelas dia, saat itu Prabowo bertindak atas permintaan
para tokoh masyarakat, yang saat itu melakukan
pertemuan di Makostrad dengan Adnan Buyung Nasution, 
Setiawan Djodi, Bambang Widjoyanto, WS Rendra, Fahmi
Idris dan lain-lain. "Mereka meminta kepada Prabowo
agar Pangkostrad ini mengambil alih mengamankan
keadaan ibukota. Tapi semula Prabowo tidak mau 
karena bukan tugasnya, melainkan tugas Mabes TNI.
Karena atas saran-saran dan desakan para tokoh
masyarakat tersebut, maka Pangkostrad bergerak.
Anehnya, kini kubu Wiranto menuduhkan bahwa Prabowo
yang bikin rusuh. Padahal, dia diminta bantuan Kodam
untuk mengamankan ibukota. Jadi, Prabowo telah
difitnah," tegas Mayjen (Purn) Kivlan. Orang dekat
Prabowo, Fadli Zon menyatakan, Wiranto harus
bertanggung jawab atas kerusuhan Mei 1998. "Sebab, dia
telah melakukan pembiaran. Tanpa alasan jelas,
menjelang 7 Mei 1998 Wiranto berkeras pergi ke 
Malang. Padahal, pada 4 Mei Wiranto pergi ke Medan
untuk mengatasi kerusuhan dan berhasil. "Jadi, ada
kontradiksi, karena tanggal 4 Mei dia mengaku pergi ke
Medan untuk mengurus kerusuhan di sana," 
ungkapnya. Sementara Prabowo selaku Pangkostrad, kata
Fadli, tidak bisa turun tangan langsung karena hanya
bertugas membantu pengamanan. Prabowo yang mengaku
baru mendengar kerusuhan sekitar pukul 20.00 WIB 
kemudian berinisiatif akan mengerahkan pasukan untuk
menghentikan kerusuhan sistematis dan penjarahan
toko-toko. "Tapi, Panglima TNI melalui Kasum Fahrur
Razi melarang pengerahan pasukan untuk membantu 
Kodam Jaya," sambungnya.

Kivlan ngawur
Mantan Kasum TNI Letjen (Purn) Suaidy Marasabessy
selaku Direktur Strategi Tim Sukses Wiranto
menjelaskan mengenai Wiranto meninggalkan 
Jakarta dan pergi ke Malang untuk serah terima
pengalihan Divisi I ke Divisi II Kostrad, menurut
Suaidy, tak perlu dipersoalkan. "Itupun hanya
berlangsung tiga jam. Saya waktu itu memang ikut Ke
Malang. Tapi kan masih

[budaya_tionghua] May '98 riot (25): Apa Kabar Tragedi Mei 1998? - Ketika Korban Tak Jadi Inspirasi Politik

2005-05-24 Thread jonathangoeij
Apa Kabar Tragedi Mei 1998?
Oleh Benny G Setiono

TANGGAL 13-15 Mei 2004 ini genap enam tahun terjadinya
tragedi yang telah merusak sendi-sendi kehidupan
masyarakat Indonesia khususnya 
masyarakat Tionghoa. Tiga belas pasar, 2.479 ruko,40
mall,1.604 toko,45 bengkel,387 kantor, 9 SPBU, 8 bus
dan kendaraan umum lainnya, 1.119 mobil, 821 sepeda
motor dan 1.026 rumah tinggal habis dijarah, 
dirusak dan dibakar selama berlangsungnya aksi
anarkhis tersebut.

Yang paling menyedihkan, dalam tragedi itu terjadi
perkosaan massal terhadap puluhan kalau bukan ratusan
perempuan Tionghoa yang dilakukan secara brutal. Juga
terjadi pembunuhan sadis terhadap lebih dari seribu
orang rakyat kecil yang terdiri dari anak-anak, remaja
dan ibu-ibu rumah tangga yang berhasil diprovokasi
untuk menyerbu beberapa mal dan menjarah barang-barang
namun kemudian dikunci dan dibakar hidup-hidup oleh
para provokator, penggerak aksi-aksi 
anarkhis tersebut.

Tragedi itu merupakan tumbal yang sudah sejak lama
disiapkan oleh rezim tirani Orde Baru dalam upaya
mempertahankan kekuasaannya di saat-saat sekarat.
Berkat adanya kemajuan teknologi di bidang
telekomunikasi, dengan gamblang dan kasat mata jutaan
pemirsa di seluruh dunia melalui layar televisi
melihat secara langsung bagaimana aparat keamanan
tidak berbuat sesuatu apa pun untuk mencegah atau
membubarkan aksi-aksi anarkis itu. 

Semua itu menimbulkan kesan di masyarakat seakan-akan 
terjadinya "pembiaran" oleh aparat keamanan. Akibat
peristiwa itu, terjadi aksi-aksi demonstrasi di muka
Kedutaan atau Perwakilan Republik Indonesia di Amerika
Serikat, Eropa, Australia, Hong Kong, 
Taipei dan Beijing untuk memprotes kejadian itu. Sudah
tentu hal itu "mempromosikan" aib bangsa kita.


TGPF

Untuk meredamnya Presiden BJ Habibie membentuk Tim
Gabungan Pencari Fakta (TGPF) di bawah pimpinan
Marzuki Darusman SH dari Komnas HAM. Namun seperti
telah dapat diduga sebelumnya, seluruh hasil
penelitian yang berupa rekomendasi dari tim itu
ternyata tidak ditindaklanjuti oleh Kementerian
Kehakiman yang menerima berkas tersebut dan hilang 
begitu saja bagaikan debu ditiup angin.

Tragedi 13-15 Mei 1998 sangat menghentak etnis
Tionghoa di seluruh Indonesia dan menimbulkan
kesadaran bahwa selama ini mereka dipinggirkan dan
dibuat tidak berdaya. Sebagian besar hak-haknya 
sebagai warga negara telah dikebiri dan bersama PKI
selalu dijadikan kambing hitam dan objek pemerasan
para penguasa. Harkat sebagai bangsa dan etnis, bahkan
sebagai manusia telah dilecehkan. 

Satu-satunya kebebasan yang diberikan oleh penguasa
Orde Baru adalah di wilayah bisnis, tetapi tanpa
kebebasan politik hal tersebut menjadi tidak ada
artinya. Kekuatan ekonomi tanpa didukung oleh 
kekuatan politik menjadi sia-sia. Tragedi Mei itu
membuktikan bahwa dalam beberapa jam saja etnis
Tionghoa berhasil dibuat tidak berdaya dan putus asa.
Puluhan ribu etnis Tionghoa berdesak-desakan di bandar
udara berusaha menyelamatkan diri keluar negeri dengan
meninggalkan seluruh harta bendanya.

Tanggal 6 Maret 2003, Komnas HAM telah membentuk Tim
Ad Hoc Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 di
bawah pimpinan Salahuddin Wahid yang telah
menyelesaikan tugasnya dengan menyerahkan seluruh
hasil penyelidikannya, yaitu Berita Acara (BAP) yang
bersifat pro justicia kepada pihak penyidik, yaitu
Kejaksaan Agung. Namun kembali hingga saat ini tidak
ada kabar berita apakah hasil penyelidikan tersebut
akan ditindak lanjuti sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan HAM atau
mungkin akan di petieskan saja.


Akan Dilupakan?

Memasuki tahun ketujuh peristiwa menyedihkan itu, kita
tampaknya terjebak dalam hiruk-pikuk Pemilu, baik
Pemilu legislatif maupun Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden sehingga melupakan Tragedi Mei 
1998. Sungguh menggembirakan bahwa dalam Pemilu
legislatif yang lalu hampir dua ratus orang dari
kalangan etnis Tionghoa yang turut mengambil bagian
menjadi Caleg dari berbagai parpol baik untuk DPR 
maupun DPRD, walaupun hanya beberapa orang saja yang
berhasil lolos. Tapi apakah semuanya ini cukup
memberikan alasan bagi kita agar kita melupakan begitu
saja tragedi yang telah merendahkan martabat bangsa
kita ?

Bangsa Indonesia termasuk etnis Tionghoa tampaknya
adalah bangsa yang mudah melupakan kejadian-kejadian
yang telah menimbulkan penderitaan dan mencoreng
mukanya sendiri di dunia internasional. Seiring 
dengan "membaiknya" keadaan ekonomi, kita telah
terjebak dalam rutinitas kehidupan sehari-hari dan
telah melupakan tragedi tersebut. Bandingkan dengan
kejadian "The Rape of Nanking" yang hingga saat ini 
tidak pernah dan tidak akan pernah dilupakan rakyat
Tiongkok.

Lembaran hitam dalam sejarah yang menyedihkan dan
memalukan tersebut tampaknya telah benar-benar akan
ditutup dan tidak perlu dibuka kembali. Ada usaha dari
sementara kalangan etnis Tionghoa sendiri 
yang bermaksud melupakan kejadian kelam tersebut
dengan alasan kita tidak boleh melihat ke belakang dan
harus melihat ke depan. Untuk itulah perlu didirikan

[budaya_tionghua] May '98 riot (26): Kebangsaan Vs Kemanusiaan - Refleksi terhadap komisi rekonsiliasi Mei

2005-05-25 Thread jonathangoeij
Analisis Christianto Wibisono
Kebangsaan Vs Kemanusiaan

Presiden Clinton mendarat di Xian sebagai Presiden AS
pertama yang mengunjungi RRC sejak insiden Tiananmen,
pada saat intervensi bersama AS-Jepang, mencoba
mempertahankan nilai yen yang sedang merosot karena
stagnasi dan krisis ekonomi Jepang. Saya menyaksikan
jumpa pers duet Clinton-Jiang Zemin di Great Hall of
the People yang ditayangkan melalui CNN, Sabtu siang
waktu Beijing.

Salah satu pertanyaan wartawan ialah bagaimana
menjelaskan fenomena ambruknya yen dan intervensi
Washington Tokyo di satu pihak dan upaya serius
Beijing untuk mempertahankan nilai renminbi. Sebab
bila terjadi devaluasi renminbi, maka itu akan memicu
gelombang kedua depresiasi seluruh mata uang
Asia termasuk rupiah. Clinton menjawab bahwa
intervensi AS hanya sekadar faktor pendukung, dan
resesi ekonomi Jepang hanya bisa diatasi oleh Jepang
sendiri yang harus segera membenahi struktur
fundamentalnya yang kropos dan rawan.

Pertanyaan media lain tentang Dalai Lama dan Tibet
serta pembangkang Cina dijawab secara diplomatis oleh
Jiang. Pemerintah Cina tidak berkeberatan
berdialog dengan Dalai Lama, dengan syarat Dalai Lama
mengakui bahwa Tibet adalah bagian integral dari Cina.
Disindir pula oleh Jiang bahwa Dalai Lama
mewakili paham teokrasi, seperti Eropa sebelum Abad
Pertengahan dan Pra Reformasi ketika kekuasaan Gereja
atau Agama dan negara bercampur baur manunggal.
Kenyataan bahwa jumpa pers itu ditayangkan bebas tanpa
sensor di seluruh Cina juga ditekankan oleh CNN
sebagai terobosan Beijing dalam menyikapi arus gerakan
demokrasi di Cina.

Westphalia vs Washington

Menyaksikan jumpa pers Clinton Jiang Zemin kita
melihat dialog dua filosofi besar umat manusia yang
diwakili oleh negara terbesar dalam jumlah penduduk
dan negara terkuat dalam ekonomi politik bisnis
militer, RRC dan AS. Jiang Zemin mewakili bangsa dan
negara yang sudah berumur ribuan tahun yang selalu
merasa sebagai pusat dan kiblat dunia karena pernah
menjadi pusat imperium peradaban manusia selama
berabad-abad. Jiang Zemin juga mewakili ideologi
pengagum nationstate atau negara kebangsaan. Suatu
paham yang juga lahir di Barat, hasil Peace of
Westphalia tahun 1648 dengan semboyan right or wrong
my country.

Sementara Bill Clinton mewakili ideologi kemanusiaan
yang menjunjung tinggi hak asasi manusia melawan
dominasi absolut penguasa tunggal yang selama
berabad-abad, merupakan sistem politik yang bersifat
generik dan universal dimana pun dimuka bumi ini. AS
lahir karena individu anggota masyarakat tidak ingin
dikuasai oleh sistem politik sepihak yang mendikte
masyarakat yang senantiasa bisa salah dan memerlukan
koreksi terus-menerus secara transparan. Karena itu AS
menghormati oposisi, dissident dan perimbangan
serta pengawasan kekuasaan yang efektif untuk mencegah
dominasi negara oleh oknum dan klik oligarki tertentu
dengan dalih atau slogan muluk apapun.

Saya baru saja membaca buku 3d Milenum The Challenge
and the Vision, suatu produk dari kelompok seniman dan
cendekiawan global dalam wadah The Club of
Budapest yang diketuai Ervin Laszlo. Anggotanya 36
orang antara lain Dalai Lama, aktor Peter Ustinov,
konduktor Zubin Mehta, Inayat Khan dan Richard
von Weiszacker. The Club of Budapets berdiri tahun
1993 dan melihat mutlak perlunya pendekatan
multidisiplin dan sentuhan kepekaan etis kemanusiaan
dalam memasuki milenium ketiga. Laszlo yang adalah
gurubesar pada Yale, Princeton dan State University of
New York menyimpulkan bahwa paradigma lama
yang dipakai untuk menyikapi masa depan akan gagal.

Tidak mungkin kita mengelola dunia sekarang dengan
praduga dan konsep masa lalu betapa pun suksesnya
teori yang sudah membaku dan nyaris membeku dalam
otak generasi lama elite dunia. Harus ada terobosan ke
arah paradigma baru dimana dikap konservatif right or
wrong my country yang dimitoskan dan diberhalakan,
dirubah menjadi sifat proaktif menyongsong tantangan
globalisasi yang semakin akut.

Membaca Laszlo tidak perlu khawatir bahwa anda akan
menjadi liberal klasik, sebab Laszlo justru
mengintrodusir pola win-win solution ketimbang winner
takes all yang menjadi kiblat kaum liberal klasik
zaman Adam Smith. Saya rasa bagi orang yang sudah
melewati masa Keynes, tidak perlu menjadi
dogmatis bahwa liberalisme Barat itu identik dengan
homo homini lupus. Sebab sejak ditantang oleh Marxisme
dan Fasisme, liberalisme Barat sudah alih rupa dan
mawas diri menjadi liberalisme yang manusiawi,
menyegani intervensi negara dan publik. Demi tetap
memelihara kebebasan individu dari ancaman
pembajakan dan penindasan oleh golongan mana pun,
birokrasi dan aparatur negara. Maupun dari bisnis
maupun mobokrasi brutal kaum anarkis, teroris dan
fanatis primordial yang tidak mampu mengatasi naluri
biadab dan sifat kebinatangan yang rendah dalam diri
manusia beringas.

Pemikiran The Club of Budapest ini sangat diwarnai
oleh sentuhan etnis dan rasa estetika para seniman
budayawan yang mewakili pelbagai peradaban dan
latar belakang agama. Saya rasa The 

[budaya_tionghua] May ‘98 Commemoration: Tuntaskan Segera Tragedi Mei 98

2005-06-02 Thread jonathangoeij
May `98 Commemoration: Tuntaskan Segera Tragedi Mei 98
Dilaporkan oleh: Team redaksi IM

 

Duarte, May 14, 2005/Indonesia Media - Pada hari Sabtu malam yang 
lalu, bertempat di Duarte Inn seperti kebiasaan tiap tahun ICAA 
bersama dengan majalah Indonesia Media mengadakan malam May '98 
Commemoration. Pembicara utama pada malam itu adalah Bapak. 
Christianto Wibisono yang khusus datang dari Washington DC untuk 
berbicara kepada komunitas Indonesia di Los Angeles ini. Pembicara 
lainnya yang tak kalah penting adalah Bpk. Jonathan Goeij, seorang 
pengamat budaya sosial yang membawakan kilas balik Tragedi Mei 
dengan menampilkan foto-foto menggunakan Power Point. Tampil sebagai 
moderator adalah Bpk. Adrianus Khoe salah seorang pengurus ICAA.

 
DR. Frits Hong
 
Acara diawali dengan sambutan DR. Fritz Hong, ketua umum ICAA. Pada 
sambutannya beliau mengatakan pentingnya May Commemoration diadakan 
setiap tahun agar tidak terjadi pelupaan sejarah, karena sejarah 
harus mencatat apa yang sebenarnya terjadi. dan untuk mencegah 
terulangnya kembali dimasa yang akan datang. Beliau mengemukakan 
contoh tentang usaha pemerintahan Jepang mengganti buku-buku 
pelajaran sejarah SD tentang kekejaman pasukan Jepang di Tiongkok, 
bila hal ini dilakukan akan menyebabkan generasi muda Jepang hanya 
akan menganggap pelanggaran HAM berat itu sebagai akibat perang, 
sehingga bisa terulang kembali dimasa yang akan datang. Pembelokan 
sejarah seperti yang baru-baru ini dilansir oleh Jepang seolah-olah 
tentara Jepang tidak pernah melakukan kekerasan dan pemerkosaan di 
Nanking telah mengundang protes keras dari masyarakat RRT,maka dari 
itu kami juga tidak ingin hal seperti Tragedi Mei '98 sirna begitu 
saja. Bahkan sampai sekarang pelaku-pelakunya tidak pernah 
terungkap, mudah-mudahan dalam pemerintahan Presiden SBY niat 
pemerintah untuk mengungkap kasus ini bisa diwujutkan.

 
Jonathan Goeij 
Kesempatan pertama diberikan kepada Jonathan Goeij yang membawakan 
kilas balik Tragedi Mei. Diawali dengan stigmatisasi "pribumi" 
dan "non pribumi" yang memberikan dikotomi sedemikian besarnya, 
suatu hal yang pada waktu itu "lumrah" menjadi anggapan umum betapa 
non pribumi "layak" menjadi sasaran pengrusakan dan penjarahan. 
Bahkan didapati juga non pribumi yang menuliskan kata-kata "pribumi" 
didepan rumah dan tempat usaha agar bisa terhindar dari sasaran 
pengrusakan. Dilanjutkan dengan penampilan foto-foto kerusuhan di 
Medan tgl 5 Mei 1998 dengan pengrusakan pada waktu itu adalah tempat-
tempat usaha komunitas Tionghoa.

Slide berlanjut dengan demonstrasi-demonstrasi mahasiswa, tampak 
pada salah satu foto seorang anggota pasukan huru hara yang memukul 
kepala seorang mahasiswa menggunakan popor bedil. Terlihat jelas 
sekali betapa banyaknya pasukan keamanan dalam menghadapi 
demonstrasi mahasiswa ini. Ditutup dengan foto sekelompok 
mahasiswa/i yang meraung dan meratap dengan pandangan mata kosong 
seakan tidak percaya kepada rekan-rekannya para bunga reformasi yang 
menjadi sasaran para "sniper" misterius. Korban pertama adalah 
Hendriawan Sie (20), Sie ditembak di leher pada saat korban berada 
didalam gerbang kampus. Sie meninggal dalam perjalanan kerumah 
sakit. Korban kedua, Elang Mulya Lesmana, ditembak di dada dan 
meninggal di kampus. Hafidhin Royan (21) ditembak dikepala dan 
meninggal dirumah sakit. Hery Hartanto (21) pada waktu berhenti 
untuk menyeka matanya yang penuh dengan gas air mata ditembak pada 
punggungnya dan mati dikampus. Menurut polisi, peluru yang digunakan 
menembak Hery Hartanto adalah 5.56 mm MU5 dari senapan Steyr AUG 
seperti yang digunakan oleh militer, polisi sendiri menggunakan MU4. 
(Sumber: Asiaweek 24 Juli 1998).

Sampailah pada foto-foto puing-puing bangunan dan juga kendaraan 
bermotor yang menjadi sasaran amuk. Suatu keanehan terjadi, para 
pasukan keamanan yang sedemikian banyaknya dalam menghadapi 
demonstrasi mahasiswa mendadak sontak hilang tak berbekas bagai 
ditelan awan. Bahkan panglima ABRI pada waktu itu juga tidak berada 
diibu kota hanya untuk menghadiri suatu upacara kecil 
diMalang. "Terjadi kekosongan aparat" kata Wiranto sesudahnya, 
tetapi sumber lain mengatakan para tentara berada dibarak. Slide 
berjalan terus dengan menampilkan "Modern Holocaust" foto-foto para 
korban yang tewas dibakar. Terdengar desahan tertahan para ibu yang 
tidak tega melihat foto-foto kekejamanan tiada tara ini. Pada salah 
satu foto ada tumpukan peti mati yang diberi nomer, ada sebuah peti 
mati yang bernomer 996 dan ada lainnya bernomer 1000. Dari sini saja 
dengan jelas terlihat korban dibakar lebih dari 1000 orang. Waktu 
itu para aparat pemerintah dalam penjelasannya mengatakan terjadi 
amuk masa disertai dengan pengrusakan dan penjarahan, dan pada 
kesempatan itu para "penjarah" mati terbakar. Korban dilabeli 
sebagai "pelaku penjarah."

 

Setelah kilas balik, penulis juga mengemukakan sebuah kenyataan 
adanya saling mendiskriminasi dimasyarakat Indonesia. Sebagai contoh 
misalnya panggil

[budaya_tionghua] May `98 Commemoration: Tuntaskan Segera Tragedi Mei 98

2005-06-02 Thread jonathangoeij
May `98 Commemoration: Tuntaskan Segera Tragedi Mei 98
Dilaporkan oleh: Team redaksi IM

 

Duarte, May 14, 2005/Indonesia Media - Pada hari Sabtu malam yang 
lalu, bertempat di Duarte Inn seperti kebiasaan tiap tahun ICAA 
bersama dengan majalah Indonesia Media mengadakan malam May '98 
Commemoration. Pembicara utama pada malam itu adalah Bapak. 
Christianto Wibisono yang khusus datang dari Washington DC untuk 
berbicara kepada komunitas Indonesia di Los Angeles ini. Pembicara 
lainnya yang tak kalah penting adalah Bpk. Jonathan Goeij, seorang 
pengamat budaya sosial yang membawakan kilas balik Tragedi Mei 
dengan menampilkan foto-foto menggunakan Power Point. Tampil sebagai 
moderator adalah Bpk. Adrianus Khoe salah seorang pengurus ICAA.

 
DR. Frits Hong
 
Acara diawali dengan sambutan DR. Fritz Hong, ketua umum ICAA. Pada 
sambutannya beliau mengatakan pentingnya May Commemoration diadakan 
setiap tahun agar tidak terjadi pelupaan sejarah, karena sejarah 
harus mencatat apa yang sebenarnya terjadi. dan untuk mencegah 
terulangnya kembali dimasa yang akan datang. Beliau mengemukakan 
contoh tentang usaha pemerintahan Jepang mengganti buku-buku 
pelajaran sejarah SD tentang kekejaman pasukan Jepang di Tiongkok, 
bila hal ini dilakukan akan menyebabkan generasi muda Jepang hanya 
akan menganggap pelanggaran HAM berat itu sebagai akibat perang, 
sehingga bisa terulang kembali dimasa yang akan datang. Pembelokan 
sejarah seperti yang baru-baru ini dilansir oleh Jepang seolah-olah 
tentara Jepang tidak pernah melakukan kekerasan dan pemerkosaan di 
Nanking telah mengundang protes keras dari masyarakat RRT,maka dari 
itu kami juga tidak ingin hal seperti Tragedi Mei '98 sirna begitu 
saja. Bahkan sampai sekarang pelaku-pelakunya tidak pernah 
terungkap, mudah-mudahan dalam pemerintahan Presiden SBY niat 
pemerintah untuk mengungkap kasus ini bisa diwujutkan.

 
Jonathan Goeij 
Kesempatan pertama diberikan kepada Jonathan Goeij yang membawakan 
kilas balik Tragedi Mei. Diawali dengan stigmatisasi "pribumi" 
dan "non pribumi" yang memberikan dikotomi sedemikian besarnya, 
suatu hal yang pada waktu itu "lumrah" menjadi anggapan umum betapa 
non pribumi "layak" menjadi sasaran pengrusakan dan penjarahan. 
Bahkan didapati juga non pribumi yang menuliskan kata-kata "pribumi" 
didepan rumah dan tempat usaha agar bisa terhindar dari sasaran 
pengrusakan. Dilanjutkan dengan penampilan foto-foto kerusuhan di 
Medan tgl 5 Mei 1998 dengan pengrusakan pada waktu itu adalah tempat-
tempat usaha komunitas Tionghoa.

Slide berlanjut dengan demonstrasi-demonstrasi mahasiswa, tampak 
pada salah satu foto seorang anggota pasukan huru hara yang memukul 
kepala seorang mahasiswa menggunakan popor bedil. Terlihat jelas 
sekali betapa banyaknya pasukan keamanan dalam menghadapi 
demonstrasi mahasiswa ini. Ditutup dengan foto sekelompok 
mahasiswa/i yang meraung dan meratap dengan pandangan mata kosong 
seakan tidak percaya kepada rekan-rekannya para bunga reformasi yang 
menjadi sasaran para "sniper" misterius. Korban pertama adalah 
Hendriawan Sie (20), Sie ditembak di leher pada saat korban berada 
didalam gerbang kampus. Sie meninggal dalam perjalanan kerumah 
sakit. Korban kedua, Elang Mulya Lesmana, ditembak di dada dan 
meninggal di kampus. Hafidhin Royan (21) ditembak dikepala dan 
meninggal dirumah sakit. Hery Hartanto (21) pada waktu berhenti 
untuk menyeka matanya yang penuh dengan gas air mata ditembak pada 
punggungnya dan mati dikampus. Menurut polisi, peluru yang digunakan 
menembak Hery Hartanto adalah 5.56 mm MU5 dari senapan Steyr AUG 
seperti yang digunakan oleh militer, polisi sendiri menggunakan MU4. 
(Sumber: Asiaweek 24 Juli 1998).

Sampailah pada foto-foto puing-puing bangunan dan juga kendaraan 
bermotor yang menjadi sasaran amuk. Suatu keanehan terjadi, para 
pasukan keamanan yang sedemikian banyaknya dalam menghadapi 
demonstrasi mahasiswa mendadak sontak hilang tak berbekas bagai 
ditelan awan. Bahkan panglima ABRI pada waktu itu juga tidak berada 
diibu kota hanya untuk menghadiri suatu upacara kecil 
diMalang. "Terjadi kekosongan aparat" kata Wiranto sesudahnya, 
tetapi sumber lain mengatakan para tentara berada dibarak. Slide 
berjalan terus dengan menampilkan "Modern Holocaust" foto-foto para 
korban yang tewas dibakar. Terdengar desahan tertahan para ibu yang 
tidak tega melihat foto-foto kekejamanan tiada tara ini. Pada salah 
satu foto ada tumpukan peti mati yang diberi nomer, ada sebuah peti 
mati yang bernomer 996 dan ada lainnya bernomer 1000. Dari sini saja 
dengan jelas terlihat korban dibakar lebih dari 1000 orang. Waktu 
itu para aparat pemerintah dalam penjelasannya mengatakan terjadi 
amuk masa disertai dengan pengrusakan dan penjarahan, dan pada 
kesempatan itu para "penjarah" mati terbakar. Korban dilabeli 
sebagai "pelaku penjarah."

 

Setelah kilas balik, penulis juga mengemukakan sebuah kenyataan 
adanya saling mendiskriminasi dimasyarakat Indonesia. Sebagai contoh 
misalnya panggil

[budaya_tionghua] A cry for Justice remains unattended

2005-06-02 Thread jonathangoeij
Seven years after May 1998 Tragedy - A cry for Justice remains 
unattended
By: Elisabeth Sulistio

On May 14, 2005, CCEVI (Canadians Concerned about Ethnic Violence in 
Indonesia) held the seventh year anniversary of one of the bleakest 
violence to humanity in Indonesia. This tragedy has been known 
around the world as May 1998 riots. (see photo on page 40)

Background 
Seven years ago May 1998 riots took unprecedented casualties: 2,244 
deaths, 91 injured and 31 missing, including 152 Chinese Indonesian 
women and children who were the victims of gang rape and other 
sexual assaults. The terror during May 13-15, 1998 was highly 
systematic and organized, and was not just spontaneous action of 
mobs. It was large in scale and had again robbed the multiethnic and 
multi-faith society of its basic trust to humanity. CCEVI that was 
formed by a group of individuals and organizations in the wake of 
this tragedy will again hold a Multi-faith Memorial Service to 
express our grief and struggle to end human rights violation and 
discrimination, and to hope for justice for the victims of this 
tragedy. 

CCEVI is aware that there are improvements in cultural rights of 
Chinese Indonesians. However, Chinese Indonesians still do not have 
equally important civil and political rights. One example is the 
SBKRI (the Republic of Indonesia Citizenship Certificate). In 
practice this regulation is specific to Chinese Indonesians. They 
have to apply for this certificate and so are subjected to 
inconveniences and extortions. The SBKRI is required, if Chinese 
Indonesians want to obtain documents, such as ID cards, passports 
and birth certificates. Chinese-Indonesian students are still 
required to submit the SBKRI when enrolling at certain universities, 
particularly state universities. The government has revoked some of 
the discriminatory regulations since 1996. However, the SBKRI and 
around 60 discriminatory laws and decrees of the People's 
Consultative Assembly (MPR) targeting Chinese Indonesians are still 
in existence. 

Since 2004 CCEVI has joined CAGI (Canadians Advocacy Group on 
Indonesia)-an ad hoc coalition of major Canadian civil society and 
aid organizations-and has actively participated in collaborating on 
policy, advocacy and lobbying work for human rights, justice and 
democracy in Indonesia. 
CCEVI keeps on monitoring the progress of human rights practice, it 
remains seriously concerned about the recent restoration of IMET 
(International Military Education and Training) and the whole 
aspects of civil liberty in Indonesia. This release of full IMET is 
a setback for justice, human rights and democratic reform-a bad 
precedent of cycle of impunity for crimes against humanity. The 
ongoing failures of the Indonesian government to effectively uphold 
the law and bring in the architects and perpetrators of human rights 
violence to justice are some of the fundamental reasons for the 
continuing social-political instability. 

Therefore, CCEVI urges the Indonesian Government to:
1) Practice respect for the human rights of ALL Indonesians and not 
only to take actions against all forms of ethno-racial and faith 
based discrimination and violence, but also to increase efforts to 
prevent and eliminate them. 
2) Implement the recommendations made by the Indonesian governments 
own Joint Fact-Finding Team with respect to the mass riots and 
violence on May 13-15, 1998 against Chinese-Indonesians citizens.
3) Bring to justice those who are responsible for all such past and 
current violence and killing, whether the victims are domestic - 
ethnically Chinese Indonesians, minority peoples in Aceh, Maluku, 
Poso, Papua, and other areas of violence.
The Multi-faith Memorial Event 
The seventh multi-faith memorial service was held at Metro Hall 
Toronto (Room 314) from 2:30 until around 5:00 in the afternoon. 
Close to 40 people showed up at this event to show their support and 
solidarity-among others members of CAGI (Canadians Advocacy Group on 
Indonesia), Tsunami Justice Working Group and Indonesian Buddhist 
Fellowship of Canada.

After a warm welcome greetings, Seh Ching Wen (President of CCEVI) 
reiterated the need to keep on expressing our grief and struggle to 
end human rights violation and discrimination, and to hope for 
justice for the victims of May 1998 riots in Indonesia. All 
dignitaries and speaker in this event echoed CCEVI's concern and 
struggle. Tony Wong (MPP of Markham, Ontario) said that we should 
not lose hope to keep on working for this noble cause until justice 
prevails for the victims and survivors of May 1998 riots in 
Indonesia. He gave the example of the passing of the resolution to 
recognize the Armenian Genocide in the House of Commons of Canada at 
the commemoration ceremony of the 90th anniversary of the Genocide-
the first genocide of the 20th century. Then, Gloria Fung (Vice 
Chair of Canada Hong Kong Link) conveyed similar message on behalf 
of Canada Hong Kong Link, 

[budaya_tionghua] Kota Terlarang, Hari Biasa Pun Tumpah Ruah

2005-06-10 Thread jonathangoeij
Kota Terlarang, Hari Biasa Pun Tumpah Ruah

FOTO-FOTO : PEMBARUAN/BERNADUS WIJAYAKA

GERBANG - Gerbang surga perdamaian ini merupakan satu di antara dua 
pintu masuk ke Kota Terlarang.

CUACA dingin di siang hari di Beijing, Cina, pertengahan Mei lalu 
tidak membuat rombongan wartawan Indonesia yang tengah meliput Piala 
Sudirman mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke Kota Terlarang, 
atau Forbidden City. 

Untuk lebih mudah mencapai tempat yang sangat terkenal itu, kami 
menyewa taksi. Kendaraan roda empat yang berwarna biru tua itu 
menurunkan kami tepat di Tiananmen Square. "Alun-alun" dengan luas 
440.000 meter persegi dan dapat menampung satu juta orang itu tepat 
berada di depan Kota Terlarang. Sejenak kami berfoto ria di lapangan 
bersejarah itu sebelum akhirnya turun tangga untuk menyeberangi 
jalan raya besar yang memisahkan lapangan dengan kompleks kota yang 
disebut pula dengan Museum Istana itu. 

Sebelum menuruni tangga itu, terlihat satu atau dua pasang muda-mudi 
asyik memadu kasih di bawah lampu penerang atau di bawah pohon. Hal 
yang sangat atau bahkan tidak pernah terlihat di Jakarta. 

Ada pula orang-orang tua yang menghisap rokok dalam-dalam sambil 
menahan dingin yang menusuk kulit. Sepertinya, tidak ada beban dalam 
hidup mereka. 

Setelah menyeberangi jalan raya, sampailah di halaman depan gerbang 
Kota Terlarang. Di situ tidak kalah ramainya. 

Tentara tampak berjaga di setiap sudut. Tidak ada senyuman dari raut 
wajahnya. Yang ada hanya keangkeran. Bahkan, ketika ada orang yang 
hendak foto di sampingnya, tentara itu melarangnya. Meskipun 
tubuhnya tidak tinggi besar, mereka terlihat kuat. Latihan bela diri 
merupakan makanan setiap hari mereka. 


Di dalam Kota Terlarang itu pula, mereka melatih diri. Orang yang 
mau mengabadikan mereka dari pinggir pagar pembatas pun harus 
sedikit menjauh karena seorang penjaga terus saja berkeliling untuk 
agar pengunjung tidak terlalu dekat.

Untuk masuk Kota Terlarang, kita harus melewati The Gate of Heavenly 
Peace atau Gerbang Surga Perdamaian. Dalam bahasa Cina, disebut 
tian'anmen. Tepat di atas gerbang itu, lukisan raksasa Pemimpin Cina 
Mao Zedong menghiasi dinding merahnya. Banyak yang ingin foto dengan 
latar belakang Mao.

Saat memasuki gerbang itu, di sudut sebelah kiri terlihat puluhan 
meriam yang dipajang dengan dikelilingi pagar dari besi. Dari tempat 
itu sudah banyak penjaja souvenir. Kebanyakan ibu-ibu. Mereka 
menjajakan dengan cepat dan cukup murah. Kalau tidak cepat-cepat 
melakukan transaksi, bisa-bisa mereka ditangkap aparat keamanan. 
Setelah kami amati, tampaknya mereka bukan penjual resmi sehingga 
dikejar dan ditangkap. 



Sebelum memasuki pintu pemeriksaan tiket, di sana ada satu tempat 
yang disediakan bagi wisatawan untuk mencoba pakaian Cina zaman 
dulu. Harga yang dipatok 40 yuan atau sekitar Rp 40.000. Jumlah itu 
meliputi sewa pakaian dan foto dengan pakaian model kuno itu. Bila 
asesoris pakaian kurang lengkap, orang yang punya usaha itu 
menawarkan yang lain, misalnya pedang atau sepatu zaman dulu. Harga 
sewanya 5 yuan. Setelah selesai foto, pengunjung diminta untuk 
menunggu sekitar 10 hingga 15 menit. Anehnya, ketika mengambil foto, 
pelayanannya tidak seragam. Ada pengunjung yang diminta membayar 
lagi 10 yuan untuk klise foto, tetapi ada pula yang diberikan secara 
gratis. "Ini memang kota "terlarang". Apa-apa serba-larang (mahal)," 
kata wartawan tabloid Bola Broto Happy.

Memang, untuk masuk saja pengunjung dikenai biaya 60 yuan atau 
sekitar Rp 60.000 sekali masuk. Itu untuk musim panas, sedangkan 
pada musim dingin harga tanda masuk lebih murah 20 yuan. 

Apa yang menarik dari Kota Terlarang? Kota ini, meskipun sekarang 
tidak seperti kota pada umumnya, tetap ramai dikunjungi. Jangankan 
hari libur, hari biasa pun padat. Pengunjung tumpah ruah. "Mungkin 
setiap hari sekitar 50.000 pengunjung hadir di sini," kata seorang 
pedagang cinderamata.




Istana Kaisar

Kota Terlarang mulai dibangun pada 1406 dan selesai 14 tahun 
kemudian. Berarti sudah sekitar 600 tahun lalu tempat itu menjadi 
pusat peradaban. Kota Terlarang kemudian menjadi istana kekaisaran 
Dinasti Ming (1368-1644) dan Qing (1644-1911). Tercatat, 24 kaisar 
pernah menjalankan pemerintahan dari tempat itu. Pada 1911 tempat 
itu tidak lagi menjadi istana para kaisar. Hanya menjadi tempat yang 
bersejarah.

Dikenal pula dengan sebutan Museum Istana atau Gugong yang dijadikan 
tempat tinggal dan mengendalikan pemerintah oleh Dinasti Ming dan 
Qing. Berdiri di atas tanah seluas 720.000 meter persegi. Dalam 
kompleks itu terdapat bangunan kayu tanpa paku seluas 150.000 meter 
persegi dan memiliki 8.707 kamar. Ini merupakan istana terbesar di 
dunia.

Sadar tempat itu menjadi salah satu objek wisata yang diminati 
wisatawan, pemerintah setempat pun mengembangkan lokasi ini sebagai 
tempat yang lebih menarik. Saat ini, masih banyak perbaikan atau 
renovasi. Bahkan, ada beberapa bangunan baru yang tengah dikerjakan. 

Kota Terlarang dikelili

[budaya_tionghua] Re: Tekstil China Menyerbu seperti Tsunami

2005-06-12 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Namanya perdangangan bebas dengan preference. Harga murah dan 
kualitasnya memada bagi konsumen, tentu mempunyai "competetive 
advantage" dari produksi lain negeri. Judul kompas sensasional!

Tempo hari saya baca di Newsweek yg memberikan special report 
tentang China, beberapa hal yg luar biasa seperti dalam 25 th 
terakhir ini telah berhasil mengangkat 300 juta orang keluar dari 
tingkat kemiskinan serta juga melipat empatkan (bayangkan lipat 
empat) rata2 pendapatan penduduk. Penduduk China adalah 1.3 milyard.

Artikel kompas dibawah kelihatannya mengambil kesimpulan murahnya 
harga tekstil China salah satu faktor utamanya adalah harga buruh yg 
murah. Sebenarnya bila membandingkan dengan special report yg 
dikeluarkan Newsweek saya percaya data Asian Labour yg menyatakan 
gaji buruh diatas US$4000 pertahun, tetapi anggap saja survey Asian 
juga benar, jadi kita asumsikan gaji buruh tekstil di China adalah 
US$1400 setahun. 

Artikel kompas ini memang menjadikan kesan gaji buruh di China tsb 
luar biasa murahnya karena perbandingannya dengan Amerika. Tetapi 
bagaimana bila dibandingkan dengan Indonesia? terus terang saya 
tidak tahu berapa tepatnya gaji buruh tekstil di Indonesia, tetapi 
membaca keluhan2 tentang upah buruh dimedia saya yakin upah buruh di 
Indonesia masih lebih kecil dari US$1400 pertahun bahkan menurut 
saya masih dibawah US$1000 pertahun.

Nah yang menjadi keheranan yg luar biasa, dengan upah buruh yg lebih 
murah dibanding dengan upah buruh di China, mengapa kok justru 
industri tekstil (dan juga industri lainnya) di Indonesia justru 
tiarap? Adakah yg bisa memberikan ulasan.

JG


>   - Original Message - 
>   From: Jeritan Bisu 
>Kompas, Sabtu, 11 Juni 2005 
> 

CHINA sangat tidak salah dengan memiliki komoditas TPT- nya yang 
murah. Hal itu disebabkan China memang memiliki upah buruh murah. 
Mengapa murah? Menurut Asian Labour pada tahun 2004, rata-rata upah 
buruh di pabrik sepatu di China yang dimiliki investor Hongkong, 
Taiwan, dan Korea Selatan rata-rata 4.340 dollar AS per tahun.

Namun, menurut survei Asian, gaji setingkat itu bukanlah merupakan 
gambaran gaji yang sebenarnya yang didapatkan buruh-buruh pabrik di 
China. Survei organisasi pekerja Asia itu menyebutkan, gaji 
sepertiga dari 4.340 dollar AS atau sekitar 1.400 dollar AS per 
tahun sudah dianggap sangat bagus di China. Itu artinya gaji di 
China sekitar Rp 1.000.000 per bulan sudah dianggap terbagus. 
Berarti, secara implisit gaji rata-rata pada umumnya di China jauh 
lebih rendah dari angka itu.

Lalu bandingkan dengan rata-rata gaji di AS yang setiap pekan 
mendapatkan antara 428 dollar AS hingga 829 dollar AS. Data ini 
adalah berdasarkan hasil survei Departemen Tenaga Kerja AS. Artinya, 
gaji tertinggi buruk untuk dua pekan di AS lebih kurang setara 
dengan gaji setahun di China.

...




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Tekstil China Menyerbu seperti Tsunami

2005-06-12 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ambon" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Sesuai apa yang saya dengar  bahwa pekerja baru  kantor, tamatan 
SMA, 
> gajinya  kurang lebih Rp 375.000,--, per bulan. Kenalan saya 
bertitel PhD di 
> Jakarta, penisunan pegawai pemerintah, katanya dia terima Rp 
850.000,--  
> [entah benar atau tidak, saya tak tahu].  Berdasarkan dua 
indikator ini, 
> sekalipun tidak "scientific", bisa diperkirakan bahwa upah di 
Indonesia 
> masih tetap rendah jadi sesuai dengan apa yang  pernah saya baca 
bahwa upah 
> buruh  Indonesia  adalah yang paling rendah di ASEAN.

Berdasarkan data diatas, karena secara rata2 upah buruh toh tidak 
mungkin melebihi pegawai kantoran lulusan SMA, saya amsusi-kan saja 
upah buruh sama dengan lulusan SMA yaitu Rp. 375.000 perbulan atau 
Rp. 4.500.000,- pertahun atau sekitar US$475 setahun. Dalam 
kenyataannya, mengingat taraf pendidikan buruh yg lebih rendah dari 
SMA, upah buruh sebenarnya bisa jauh lebih rendah lagi.

Mengingat pendapatan rata2 perkapita Indonesia sekitar US$700 sedang 
buruh boleh dibilang mempunyai basis income terendah dalam labour 
forces, kelihatannya perkiraan diatas cukup masuk akal. Tetapi agar 
tidak dikatakan terlalu merendahkan upah buruh dan agar sesuai 
dengan "budaya" bangsa maka upah buruh itu saya mark-up jadi sama 
dengan income perkapita yaitu US$700

> Di Tiongkok [tahun 2003] dikatakan bahwa nominal urban industrial 
wages 
> adalah 900 RMB, dan disposible urban income adalah 500 RMB. 
Kemakmuran 
> keluarga bukan saja tergantung dari besar pendapatan tetapi juga 
dari besar 
> keluarga termasuk extended family seperti di Indonesia. Jadi kalau 
> dibandingkan pendapatan real, bisa dikatakan bahwa buruh Tiongkok 
lebih kaya 
> dari Indonesia.

Nominal urban industrial wages di Tiongkok adalah 900 RMB, setahun 
adalah 10,800 RMB atau US$1440 tahun 2003 (asumsi yg kita gunakan 
sebelumnya mendekati benar) sedang sekarang th 2005 tentu akan lebih 
besar lagi. Tetapi sementara ini kita gunakan dulu asumsi sebelumnya 
yaitu US$1400 pertahun. Tetap saja lebih mahal 2x lipat dibanding 
upah buruh di Indonesia yg sudah di mark-up (dalam realitas bisa 3-
4x lebih mahal).
 
> Di Tiongkok upah buruh kapita  lebih besar dari Indonesia, tetapi 
bagi 
> Indonesia sekalipun upanya lebih  rendah, tetapi 
dalam "comparative 
> advantage" dihadapi dengan faktor-faktor penghambat yang 
berpengaruh 
> terhadap investasi luarnegeri maupun dalam negeri, seperti : 
kestabilan 
> politik, peraturan pemerintah yang tidak merata aplikasinya serta 
birokrasi 
> penguasa, kapasitas dan kekuarangan jumlah trained and skilled 
labour.

Benar, faktor2 birokrasi, korupsi, regulasi/deregulasi, politik, 
dlsb. itu memang merupakan lingkaran setan yg menghantui dunia 
industri di Indonesia. Sementara ini agar pembahasan tidak terlalu 
melebar faktor2 diatas sementara kita kesampingkan dulu, reserve utk 
pembahasan berikutnya.

Tanpa faktor2 diataspun, dengan etos kerja seperti sekarang dan juga 
skill/keterampilan yg rendah, kelihatannya walaupun dengan upah 
buruh yg 1/2x lebih rendah, labour productivity Indonesia tetap saja 
lebih rendah dari Tiongkok.

Pada awal th 70-an salah seorang kuku (adik papa) saya keluar dari 
Tiongkok masuk ke Hongkong. Di Hongkong beliau bekerja sebagai 
seorang buruh tekstil, terus terang melihat ketrampilan dan 
kecekatan beliau menjahit saya hanya bisa geleng2 kepala. Seandainya 
itu kita anggap sebagai stereotyping rata2 buruh tekstil (garment) 
di Hongkong, jelas bahwa labour productivity-nya sangat tinggi 
sekali. Waktu2 itu Hongkong boleh dikatakan merajai tekstil dunia, 
salah satu faktornya (mungkin) adalah tenaga kerja yg berdatangan 
dari Tiongkok itu yg secara relatif lebih murah dibanding buruh 
Hongkong sendiri. Tetapi walau bagaimanapun Hongkong tetap 
memberikan upah buruh yg cukup layak, terbukti dengan hasil 
pekerjaannya itu kuku saya berhasil menghidupi keluarganya bahkan 
kedua anaknya semuanya lulus dengan predikat memuaskan dari 
perguruan tinggi di Hongkong, hal yg boleh dibilang mustahil 
dilakukan oleh buruh di Indonesia.

Tempo hari waktu saya ke Hongkong saya lihat pabrik tekstil tempat 
kuku saya bekerja dulu sudah tutup (lebih tepatnya direlokasi ke 
Tiongkok) demikian juga pabrik2 tekstil yg lain. Dengan outsourcing 
ke Tiongkok yg tentu saja artinya upah buruh yg relatif lebih rendah 
sangat banyak, tentu saja tingkat labour productivity menjadi jauh 
lebih tinggi. Belum lagi dengan bahan baku dan faktor lainnya 
seperti biaya property yg jauh lebih murah, maka tidak mengherankan 
bila industry tekstil Tiongkok merajai dunia. Itu adalah suatu 
kenyataan yg tidak bisa dibantah, bagi negara maju seperti Amerika 
misalnya hal itu justru dimanfaatkan dengan outsourcing ke Tiongkok. 
Salah satu perusahaan terbesar disana, Wal-Mart, sekitar 80% 
productnya import dari Tiongkok. Sementara Amerika lebih 
berkonsentrasi menguasai industri informasi.

Melihat rendahnya tingkat upah buruh, seben

[budaya_tionghua] Re: Tekstil China Menyerbu seperti Tsunami

2005-06-12 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Andi Tan" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> Sebagai perbandingan UMR tertinggi untuk propinsi Jawa Barat adalah
> kota Bekasi yaitu sekitar Rp. 710.000,-.
> Jika kita asumsikan exchange rate untuk US$ 1 = Rp. 9600,-
> maka upah buruh d Indonesia adalah sekitar US$ 887 / tahun.

Iseng2 saya coba googling dengan key word "upah minimum regional" 
saya dapati sebuah artikel baru dari website Depnakertrans bisa anda 
klik dibawah (kalau link-nya terpotong gunakan copy & paste)
http://nakertrans.go.id/majalah_buletin/warta_naker/edisi_1/perkemban
gan_ump.php
Disana ada tabel yg upah minimum tiap propinsi, walaupun data itu 
hanya mencatat sampai dengan th 2004 rasanya bila naikpun tidak akan 
terlalu banyak pada th 2005 ini.
Ada 2 propinsi yg memberikan upah minimum diatas Rp. 600.000 yaitu 
DKI sebesar Rp. 671.550 dan Papua sebesar Rp. 650,000.
Ada 4 propinsi yg memberikan upah minimum dibawah Rp 400.000 yaitu 
Lampung (Rp. 377.500), Jawa Barat (Rp. 366,500), Bengkulu (Rp. 
363,000), dan Jawa Timur (Rp. 310,000)
Sedang propinsi2 lain berada diantara itu.
Melihat data2 pada tabel upah minimum tiap propinsi itu, maka 
rasanya asumsi saya yg mengambil upah pegawai kantoran lulusan SMA 
sebesar Rp. 375,000 (atau US$475 setahun) sebagai tolok ukur tidak 
bisa dibilang salah. Apalagi saya malah memakai dasar rata2 income 
perkapita US$700 sebagai perbandingan dengan upah buruh di Tiongkok.

> ==
> Berdasarkan data UMR tersebut diatas, memang upah buruh di 
Indonesia
> jauh lebih rendah dibandingkan dengan upah buruh di China.
> Tapi yang perlu digaris bawahi adalah tingkat efisiensi dari mesin 
di kedua
> negara tersebut.
> Kalau di Indonesia rata2 mesin yang digunakan adalah mesin bekas 
yang
> di import dari Jepang dan kebanyakan mesin mesin tersebut buatan 
tahun 1950.
> Sedangkan mesin2 di China adalah mesin2 baru yang mempunyai 
teknologi lebih
> baru sehingga tingkat efisiensinya sangat tinggi. Dalam 1 hari 
mereka bisa
> produksi
> sekian ribu yard, sedangkan di Indonesia hanya separuhnya saja.

Benar bahwa mesin mempunyai pengaruh besar dalam productivity, 
tetapi saya melihatnya dari sudut lain. Bila saja para pengusaha 
tekstil di Indonesia melihat bahwa industri ini masih menguntungkan, 
sudah tentu bukan merupakan hal yg sukar utk melakukan peremajaan 
mesin yg setingkat atau bahkan lebih tinggi dari mesin2 yg digunakan 
pabrik di Tiongkok. Juga bila "all other things held constant" 
melihat rendahnya upah buruh sudah tentu akan banyak investor baru 
yg masuk. dus artinya mesin bukanlah masalah besar.

Ada sesuatu hal lain sebenarnya.

JG





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Tekstil China Menyerbu seperti Tsunami

2005-06-13 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Jeritan Bisu 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Kawan-kawan sekalian,
>  
> selain faktor perbedaan upah, sarana, dan sistem struktural 
masing2 negara, saya mau tanya, bagaimana dengan etos kerja?
>  
> Apakah ada perbedaan yang menyolok antara etos kerja orang di 
China dan Indonesia?
>  
> Apa perbedaannya dan faktor apa yang membuatnya beda?
>  
>  
> Terima kasih
>  
> Jeritan Bisu Kaum Tersisih

Bung Jeritan Bisu Kaum Tersisih, saya mencoba menjawab secara 
stereotyping atau generalisasi. Bukan melihat kasus perkasus secara 
spesifik.

Pertama, menurut istilah management modern, buruh2 di Tiongkok 
mempunyai "organizational citizen behavior" yg tinggi. Maksudnya 
adalah suatu behavior utk melakukan pekerjaan yg melebihi dari 
batasan pekerjaan yg diminta dari job description. Contohnya 
misalnya jam masuk kerja adalah jam 8 pagi, dan seorang karyawan 
setiap hari masuk kerja jam 8 pagi; karyawan itu memang terhitung 
good worker tetapi belum bisa dikatakan memiliki organizational 
citizen behavior. Dan (maafkanlah sebelumnya) pada umumnya buruh di 
Indonesia mempunyai behavior sebaliknya, baru menjadi good worker 
(melakukan tugas seharusnya) bila ada mandor (supervisor) yg 
mengawasi.

Kedua, seperti yg diutarakan pada posting rekan Ambon sebelumnya, 
buruh di Tiongkok memiliki "urban industrial wages adalah 900 RMB, 
dan disposible urban income adalah 500 RMB" maksudnya adalah gaji yg 
diterima adalah 900 RMB, sedang pengeluaran (disposable) adalah 
sebesar 500 RMB. Berdasarkan data itu, setiap bulan buruh mempunyai 
kelebihan utk ditabung sebesar 400 RMB (mungkin jadi sekitar 300 RMB 
bila dipotong tax). Hal ini berpengaruh juga pada semangat kerja, 
buruh itu merasa setiap bulan harta bendanya bertambah karena dari 
hasil kerjanya, atau merasakan hasil kerja kerasnya memeras keringat 
ada manfaatnya, yg tentunya akan menambah semangat kerjanya utk 
bekerja lebih giat lagi. Kebalikannya, buruh di Indonesia hampir 
seluruh pendapatannya habis utk dikeluarkan, bahkan ada cukup banyak 
yg besar pasak daripada tiang. Pada gilirannya hal ini akan memukul 
semangat kerja karena merasa hasil kerja kerasnya memeras keringat 
membanting tulang seakan sia2 belaka karena tidak kelihatan hasil 
nyata didepan mata.

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Tekstil China Menyerbu seperti Tsunami

2005-06-13 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Andi Tan" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> Benar bahwa mesin mempunyai pengaruh besar dalam productivity,
> > tetapi saya melihatnya dari sudut lain. Bila saja para pengusaha
> > tekstil di Indonesia melihat bahwa industri ini masih 
menguntungkan,
> > sudah tentu bukan merupakan hal yg sukar utk melakukan peremajaan
> > mesin yg setingkat atau bahkan lebih tinggi dari mesin2 yg 
digunakan
> > pabrik di Tiongkok. Juga bila "all other things held constant"
> > melihat rendahnya upah buruh sudah tentu akan banyak investor 
baru
> > yg masuk. dus artinya mesin bukanlah masalah besar.
> ==
> Justru letak permasalahannya di sini, banyak industri tekstil yang 
sudah
> gulung tikar,
> mereka berubah status menjadi importir, karena menurut mereka lebih
> menguntungkan
> sebagai importir daripada produksi sendiri.
> Dan ada beberapa industri yang sudah merelokasi pabriknya ke 
Vietnam dan
> Bangladesh.
> Hal ini dikarenakan kucuran kredit dari dunia perbankan untuk 
peremajaan
> mesin sangat
> amat sulit sekarang ini.

Titik permasalahannya sebenarnya adalah bahwa para produsen dalam 
negeri sebenarnya memandang either industri ini sudah tidak 
menguntungkan dan/atau tidak adanya iklim berusaha yg baik (seperti 
deregulasi/regulasi pemerintah, demo2 buruh, ataupun dunia perbankan 
yg anda katakan diatas).

Kalau berbicara tentang machine productivity, biarpun kapasitas 
produksi mesin Indonesia hanya 1/2 mesin Tiongkok tetapi 
pertanyaannya adalah apakah tingkat produksi memang sedemikian 
tingginya sehingga melebihi kapasitas produksi mesin? menurut saya 
tidak, bagaimana menurut anda. Jadi sebenarnya karena tingkat 
produksi belum mencapai/melebihi kapasitas produksi mesin, mesin 
bukanlah menjadi masalah besar.
 
> Namun yang agak melegakan industri pertekstilan di Indonesia yang 
mempunyai
> orientasi
> ekspor adalah ditetapkannya sistem quota untuk produk China oleh 
Amerika
> Serikat.
> Tapi dengan adanya quota ini ada permasalahan lain yang timbul, 
yaitu
> Indonesia
> dijadikan sebagai negara transhipment oleh China.

Hal ini makin menunjukkan bukti lemahnya daya produksi dan daya 
saing industri dalam negeri. Tetapi saya rasa menjadi negara 
trashipment juga merupakan industri tersendiri yg menguntungkan, 
bisa dibandingkan dengan peranan Singapure misalnya.
 
JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Tekstil China Menyerbu seperti Tsunami

2005-06-13 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Rinto Jiang <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Tiongkok memilih untuk 
> tidak proteksi terhadap Coca Cola atau McDonald walau mungkin akan 
punya 
> efek negatif terhadap pengusaha lokal karena yang mdiabaikan oleh 
kita yang 
> cuma melihat bahwa pengusaha lokal akan tumbang dan harus meminta 
> proteksi ini itu pada pemerintah.

Hal ini tepat dan merupakan salah satu faktor utama tiarapnya industri 
dalam negeri. Proteksi berlebihan selama puluhan tahun tanpa henti. 
Dalam sebuah industri awal proteksi memang dibutuhkan dan kemudian 
dilepas setelah beberapa saat setelah mempunyai daya saing, sayangnya 
proteksi itu kebablasan yg justru mengakibatkan industri dalam negeri 
menjadi cebol.

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Kepekaan dan Kesetiakawanan Sosial Orang Tionghoa?

2005-06-16 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Jeritan Bisu 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Kawan Perfect, Kawan Tantono, dan Kawan Andy,
>  
> Terima kasih banyak atas kesediaan kawan2 menjawab pertanyaan ini. 
Syukurlah  budaya Tionghoa ada mengajarkan kepekaan dan 
kesetiakawanan sosial. Syukur juga ada beberapa contoh nyata yang 
bisa dilihat, walaupun yang diketahui secara umum ya itu, tidak 
peka, tidak peduli. Apa mungkin karena yang tidak peka dan tidak 
peduli jauh melebihi mereka yang peka dan peduli? 
>  
> Buat Kawan Andy,
>  
> Sudah check tekanan darah anda akhir2 ini? Kayanya rada tinggi lho 
kawan.
>  
> 
> Salam Damai
>  
> Jeritan Bisu Kaum Tersisih

Seeorang yg peka akan langsung bertindak kepada mereka yg terdekat 
yg bisa dijangkau tanpa perlu teriak-teriak juga tidak perlu 
menunjuk orang lain sebagai tidak peka.

Apakah anda sendiri seorang yg peka?

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] (OOT) Surat dari Nias

2005-06-18 Thread jonathangoeij
Surat dari Nias 


Sahabat dalam kasih Kristus, 

Saya mencoba untuk menuliskan pengalaman perjalanan pelayanan ke 
Nias beberapa saat yang lalu Kami dari Kelompok Bakti Kasih 
Kemanusiaan tgl.30 Mei s/d 5 Juni 2005 yang lalu 15 orang 
diantaranya Rm.Purwo OSC dari Paroki Yakobus Kelapa Gading 
mengadakan pelayanan ke Nias. Dimana kami telah mengunjungi 4 daerah 
yang sulit dijangkau di daerah Nias Selatan = 3 lokasi. Daerah tsb. 
hanya bisa dijangkau dgn truk besar (Milik Keuskupan Sibolga) karena 
kondisi jalan yang sangat berbatu-batu besar dan terjal. Dalam 
truk 'pun kami tak dapat duduk atau berdiri tenang, melainkan ikutan 
kontes KDI. Alias bantingan2 & goncangan2, bahkan kadang kami dalam 
truk harus tiarap. Barang bawaan juga ikut kocar-kacir dalam 
truk.Setiap kali kami pelayanan tak kurang 400 bahkan kadang sampai 
700 orang datang berobat dan berusaha mendapatkan sesuatu yang kami 
bawa dan dapat dibagikan. Bahkan 1x kami harus turun dari truk dan 
melalui jalan setapak yang terjal utk berjalan kaki yg ditempuh 2jam 
dan beruntung sebagian team mendapatkan ojek motor atau sepeda. 
Belum lagi obat2an dan barang bawaan juga harus dipanggul/ 
ditenteng. Perjalanan juga harus melalui kali yang airnya sebatas 
lutut ( untung tidak hujan baik pada saat berangkat maupun pulang ). 
Memang gempa masih terjadi setiap hari. Persoalan yang kami lihat 
adalah:

1. Nias memang daerah tertinggal/ mereka tak bersekolah dan tak 
dapat berbahasa Indonesia. Persis seperti di pedalaman Papua.

2. Gempa yang meluluh lantakkan Nias membuat mrk semakin terpuruk. 
Rumah hancur, hasil bumi tak ada yang membeli, krn "tauke/ 
pedagang " yang nota bene berumah tinggal permanen dalam kota besar 
spt di Teluk Dalam dan G.Sitoli, merekalah terutama yang menjadi 
korban karena tertimbun rumah permanen/ dari tembok beton. Sebagian 
yang selamat dan memiliki uang mereka sudah lama meninggalkan Nias. 
Jadi hasil bumi rakyat (kopi, Coklat, karet ) tak ada yang beli dan 
harga jatuh. Sudah miskin makin miskin 

3. Sebagian anak yang sekolah kemungkinan besar akan putus sekolah 
karena orang tua tak bisa bayar uang sekolah dan gedung2 sekolah 
juga ikut hancur. Ada 2 sekolah Katolik unggulan yang juga ikut 
berantakkan, bahkan yang 1 sudah rata tanah dan yg lain retak2 tak 
dapat dipakai lagi. 

4. Seharusnya di Nias tak boleh ada yang kelaparan krn tanah subur 
dan hasil buah melimpah teutama durian dan mangga. Namun 
kenyataannya banyak anak yg under nutrisi juga, krn kemiskinan. 

5. Dari segi medis, memang saat ini kami menemukan majoritas yg 
datang berobat adalah mrk terkena dampak Trauma shg penyakitnya 
adalah psychosomatik, diperkirakan +/- 70%.

6. Saya usul jika saudara tergerak hati untuk membantu bisa langsung 
bantu Sr.Klara yang terjun langsung kekantong-kantong penduduk yang 
dipedalaman, atau bantuan khusus bidang pendidikan, atau bantuan 
bahan bangunan khusus untuk mereka yang paling miskin. 

Bantuan anda dapat anda salurkan melalui:

1. Bantuan Kebutuhan darurat
Sr M Klara Duha OSF
Susteran OSF "Beata Angela "
Jl Yos Sudarso Komp Laverna
Telp : 0639 - 21368
HP : 0815 332 79519
HP : 0813 6145 9779
Kotak Pos 1, Gunungsitoli 22812
Nias - Sumut - Indonesia
BCA 022.161.1771

2. Bantuan bahan bangunan dan Beasiswa akan disalurkan
melalui Dekenat Nias Rm. Michael di Gn.Sitoli,
Rm.Thomas ataupun Rm.Alex di Teluk Dalam
via Rek. Rm.Darmin Mbula Ofm
BCA 065.6040.747
Bagi Bpk/Ibu yang sudah mamberikan Bantuan, Derma dan Doa melalui 
kami, telah kami salurkan secara langsung maupun juga melalui Sr. 
Klara pada kunjungan kami yl, kami haturkan limpah terima kasih 
semoga hanya Tuhanlah yg membalas kebaikkan Bpk/Ibu sekalian. 

Salam sejahtera,
Dr.Irene Setiadi 

Terlampir Email dari Sr.Klara dr Nias. 

SELAMAT JUMPA KEMBALI SALAM DARI NIAS YAAHOWU. 

Sejak gempa di Nias tgl 28 Maret 2005 yang lewat kita tidak bisa 
bercerita lewat email karna Telepon tidak berfungsi karma ikut rusak 
tiang banyak yang jatuh dan tali banyak yang putus, juga saya sibuk 
membawa bantuan yang telah dititipkan kepada saya lewat barang dan 
uang lewat Bank, saya beberapa kali saya berbelanja lewat Sibolga 
dan Medan.Bantuan itu saya sendiri langsung mengatar ketempat yang 
sangat membutuhkan yang kena gempa di Nias. Lewat Ini saya 
mengucapkan terima kasih atas kepercayaan saudara dan saudari kepada 
saya saya tidak dapat membalas saya sering mendoakan agar Tuhan 
memberkati dan membalas berlipat ganda kepada yang menyumbang kepada 
kami di Nias. Tanpa kalian kepada kami, kami betul tak berdaya. Nias 
betul Hancur dan Orang Nias sekarang jatuh dibawah Nol angka 
kemiskinan karena 80% rusak Rumah tempat tinggal yang sudah lama di 
upayakan tak ada lagi. Situasi umum sering gelisah karena gempa yang 
dengan tiba-tiba yang jantungan tambah sakit merasa sakit kepala 
gelisah banyak penyakit yang timbul. 

Bulan pertama sejak gempa banyak Relawan dari Dalam Negeri dan dari 
Luar Negeri juga bermacam macam kendaraan yang datang membawa 
bantuan ada yan

[budaya_tionghua] (OOT) UPDATE LAPORAN JRS DARI NIAS: Situasi Umum Nias

2005-06-18 Thread jonathangoeij
Situasi Umum Nias 

UPDATE LAPORAN JRS DARI NIAS 

Berikut ini kami teruskan Laporan Situasi Nias yang ditulis oleh 
Frater Adri Suyadi, S.J. dari JRS-Indonesia (Jesuit Refugee 
Service). 

Sekitar jam 23.00 malam hari, pada tanggal 27 Mei 2005, bersama 
dengan 8 orang team kesehatan JRS saya berdiri termangu di depan 
jembatan papan jalan utama yang menghubungkan kota Gunungsitoli ke 
kecamatan-kecamatan di Nias bagian barat. Beberapa truk juga 
terjebak di jembatan yang berlobang dan tidak mungkin dilalui itu. 
Kami sudah sepakat, seandainya tidak bisa melintas, kami akan tidur 
di dekat jembatan itu dengan cara mendirikan tenda. 

Namun terlihat beberapa pemuda berusaha bongkar pasang kayu-kayu 
yang ada supaya ban mobil bisa mempunyai titihan untuk melintas. 
Dengan kayu seadanya kami menata di atas kerangka jembatan yang ada 
dan kamipun akhirnya bisa melintas, setelah memutar otak mencari 
cara membuat jembatan darurat. 

Pengalaman yang serupa kami alami juga ketika mengantar barang ke 
Teluk Dalam. Waktu itu satu dari dua truk kami terperosok di sungai 
yang deras alirannya, dan baru bisa ditarik pada jam 04.00 pagi 
setelah berjuang sejak jam 01.00 malam. 

Tidak hanya kesulitan jalan dengan mobil yang kami alami, tetapi 
juga dalam berjalan kaki menuju ke tempat-tempat pelayanan 
kesehatan. Di samping jaraknya yang jauh, jalan yang kami lewati 
seringkali mendaki gunung dengan jalan setapak yang licin. 8 orang 
dari team kesehatan kami semuanya sudah mengalami jatuh. Bahkan ada 
yang jatuh tercebur dalam sungai karena titihan jembatan dari pohon 
pinang yang dilewati patah. 

8 orang muda yang berkeliling untuk memberi pelayanan kesehatan di 
tempat-tempat terpencil itu pada umumnya tetap bahagia walaupun 
banyak tantangan. Mereka bisa menertawakan kesengsaraan mereka 
sendiri. Aku berpikir betapa beruntungnya aku mendapatkan orang-
orang seperti itu. 

Bahkan salah satu dokter muslim yang ikut melayani, yang selalu 
diganggu oleh anjing-anjing dan babi-babi yang berkeliaran ketika 
mau sholat pun juga bisa menikmati 'petualangan'nya. 

Tentu penderitaan kami itu tidak sebanding kalau dibandingkan dengan 
penduduk yang sudah bertahun-tahun mengalami penderitaan. Beberapa 
orang de desa terpencil itu mengatakan bahwa mereka sebenarnya belum 
hidup dalam kemerdekaan, walaupun Indonesia sudah merdeka sejak 60 
tahun yang lalu. Bahkan salah seorang penduduk dengan tegas 
mengatakan memilih hidup dibawah kekuasaan penjajah Belanda daripada 
hidup di jaman Indonesia merdeka seperti sekarang ini. Ia beralasan 
karena justru pada jaman penjajahan belanda dibangun jalan yang 
menghubungkan dari keterisoleran mereka dari desa sekitarnya. Jalan 
buatan Belanda yang sekarang masih digunakan untuk mendapatkan ases 
ekonomi (pasar) dan kebutuhan lain itu sejak dibangun belanda belum 
pernah mendapat sentuhan perbaikan dari pemerintah Indonesia 
sekarang. 

Kondisi ini semakin diperburuk dengan goncangan gempa yang 
menghancurkan bangunan rumah, jalan-jalan dan sarana infrastruktur 
lainnya. Ases pendidikan (sekolah) dan kesehatan yang memang sangat 
miskin sejak sebelum gempa, kini menjadi semakin memprihatinkan 
karena banyaknya bangunan yang hancur. Bangunan-bangunan yang 
tergolong mewah adalah gereja-gereja. Namun hampir 90 % bangunan 
gereja roboh dan hancur total akibat gempa kemarin. Hal ini karena 
kebanyakan gereja dibangun secara permanent. 

Beberapa warga masyarakat, secara ironis malah bersyukur dengan 
adanya gempa di Nias, sehingga sekarang kondisi memprihatinkan 
mereka semakin diketahui oleh masyarakat luar. Dalam hati saya 
merasa kecut mendengar ungkapan itu karena akupun sanksi bahwa akan 
banyak perubahan ke depan. Bukti yang jelas, misalnya kondisi jalan 
yang merupakan sarana infrastruktur yang fital. Sejak gempa hingga 
kami meninggalkan Nias awal Juni ini, jalan utama yang rusak jurusan 
Gunungsitoli ke kecamatan Lolomatua dan Lolowau belum pernah 
mendapatkan perbaikan yang darurat sekalipun. Maka masyarakat di 
kedua kecamatan itu terisolasi dari luar. Menurut seorang pemuda di 
desa Tuhemberua, kecamatan Lolomatua hanya ada 2 kendaraan roda 4 
yang bisa mencapai desanya, yakni satu truk milik warga setempat dan 
mobil hiline JRS. 

Bukan hanya masalah transportasi yang memprihatinkan tetapi juga 
masalah pendidikan, kesehatan, dan ases ekonomi. Di desa-desa 
terpencil, sekurang-kurangnya desa-desa yang kami kunjungi dan kami 
layani, tingkat pendidikan sangat rendah. Tidak banyak warga yang 
lulus SD. Bahkan di desa Onolimbu You, orang yang bisa berbahasa 
Indonesia bisa dihitung dengan jari kanan. Kemampuan berbahasa 
Indonesia bisa menjadi tolok ukur tingkat pendidikan mereka. 

Di samping itu masalah jumlah penduduk, pada saatnbya juga akan 
menjadi masalah yang besar. Rata-rata setiap keluarga mempunyai anak 
banyak. Jarak kelahiran antara satu dengan yang lainnya sangat 
dekat. Bahkan beberapa ibu menyusui sekaligus dua anak, anak 
terakhir dan kakaknya. Ada seorang bapak menga

[budaya_tionghua] Vatikan dan Tiongkok Makin Mendekat?

2005-06-22 Thread jonathangoeij
Diplomasi

Vatikan dan Tiongkok Makin Mendekat?

Josef P Widyatmadja

KEHADIRAN Chen Suibian, pemimpin Taiwan, dalam upacara pemakaman 
almarhum Paus Yohanes Paulus II tidak mengganggu upaya Vatikan untuk 
menormalkan hubungan dengan pemerintah Tiongkok. Pemimpin Tiongkok 
hanya mengirimkan pernyataan duka cita atas meninggalnya Paus Paulus 
Yohanes II dan tidak mengirim utusan resmi ke upacara pemakaman Paus 
sebagai protes atas kehadiran pemimpin Taiwan dalam upacara tersebut.

Ada dua kendala yang menyebabkan hubungan Vatikan dan Tiongkok belum 
pulih. Pertama, soal hubungan diplomatik antara Vatikan dan Taiwan. 
Kendala kedua, pemerintah Tiongkok menuntut agar Vatikan tidak 
mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok, termasuk soal pengangkatan 
Uskup di Tiongkok. 

Saat ini di Tiongkok ada dua macam gereja Katolik. Yang satu Gereja 
Katolik Patriotik yang diakui oleh pemerintah Tiongkok. Mereka 
mengangkat uskup tanpa harus dengan persetujuan Vatikan. Yang kedua 
adalah Gereja Katolik tak resmi yang tetap patuh pada kekuasaan Paus 
di Vatikan. 

Baik Gereja Katolik di bawah tanah maupun Gereja Katolik Patriotik 
sama-sama berkembang. Kekristenan di Tiongkok mempunyai sejarah 
panjang. Dimulai dengan kehadiran kelompok Nestorian pada abad 
tujuh. Tahun 1234, Giovanni de Montecorvino dari ordo Franciscan 
Italia mendirikan kantornya di Beijing. Disusul kemudian orde 
Jesuit, Dominican juga aktif bekerja di Tiongkok. 

Kebanyakan misionaris, terutama Jesuit tidak datang dengan tangan 
kosong. Mereka membawa ilmu pengetahuan, astronomi, dan teknologi 
sehingga tak kecil sumbangannya terhadap kemajuan Tiongkok pada 
waktu itu.

Selama beberapa abad, hubungan Gereja dan pemerintah Tiongkok 
mengalami pasang surut. Bulan madu dan pertumpahan darah silih 
berganti. Di bawah kaisar Kangsi (1654-1722), agama Kristen 
mengalami kebebasan agama. Tapi Perang candu, di mana Inggris 
mengalahkan Tiongkok, membuat reputasi gereja cacat karena 
kebanyakan misionaris berpihak dan membantu tentara Inggris. 

Sering kali pemerintah Tiongkok terpaksa memberikan hak-hak istimewa 
kepada gereja karena perjanjian yang dipaksakan oleh pemerintah 
Barat. Pada zaman pemberontakan Boxer sebuah serikat rahasia, banyak 
missionary dibunuh karena kebencian rakyat terhadap kerja sama 
missionary dengan pihak penjajah dalam memperoleh kemudahan bagi 
pekerjaan gereja.


Perbaikan

Upaya Vatikan untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Beijing 
sudah dilakukan oleh Paus Yohanes Paulus II dan sekarang masih 
dilanjutkan oleh Paus Benediktus XVI. Pesan Paus Yohanes Paulus II 
kepada pemerintah Beijing pernah diterbitkan oleh Gregorian 
University di Roma. 

Dalam surat tersebut, Yohanes Paulus II mengajak pemerintah Tiongkok 
untuk membicarakan pemulihan hubungan diplomatik kedua negara. Tapi 
ajakan itu ditolak oleh Tiongkok karena pihak Vatikan mengangkat 120 
martir menjadi orang suci, di mana menurut mata pihak Tiongkok, 
beberapa orang yang diangkat merupakan orang-orang yang dianggap 
punya masalah dalam melukai hati rakyat Tiongkok

Dalam rangka memperingati karya Matteo Ricci seorang Jesuit abad ke-
16, Paus mengajak pemerintah Tiongkok untuk berdialog dan 
bersahabat. Selanjutnya Paus dalam suratnya minta maaf atas 
kesalahan Gereja Katolik di masa lalu. 

Selanjutnya ia berkata : " The Catholic Church is not asking for any 
privilege from China or from her political authorities, but only the 
chance to engage in dialogue, to work toward a relationship marked 
by mutual respect and deeper understanding" 


Yang Berperan

Sejak tahun 2004 sudah ada beberapa kali pembicaraan rahasia antara 
pemerintah Tiongkok dan Vatikan untuk menormalisasi hubungan mereka 
yang terputus pada tahun 1951. Dalam pembicaraan itu, kabarnya 
Vatikan setuju untuk memindahkan kantor kedutaannya dari Taipei ke 
Beijing. 

Sebaliknya, Tiongkok juga telah setuju hak Vatikan untuk mencalonkan 
beberapa nama uskup dan pemerintah Tiongkok akan memilih calon 
tersebut. Hak pengangkatan uskup di Tiongkok akan tetap di tangan 
Vatican setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Tiongkok.

Perundingan ini tidak dilakukan secara langsung dan tatap muka 
tetapi melalui pihak ketiga. Pertukaran pikiran kedua pihak 
dilakukan melalui pemimpin Community of Sant' Egidio' suatu lembaga 
internasional Katolik yang mempunyai hubungan dekat dengan pihak 
Vatikan maupun dengan Sekolah Partai Komunis Tiongkok yang menjadi 
basis kekuatan Presiden Hu Jinto. 

Menurut Andrea Ricarrdi, pendiri dari Sant Egidio pada Agustus 2004, 
delegasi gereja Katolik Tiongkok yang diterima Yohanes Paulus II 
pernah berkata: "Kami menunggu bapa suci datang ke Tiongkok." Dan 
Yohanes Paulus II menjawab, "Oh, I wish that God will allow me to go 
to China". Tapi sayang Paus meninggal bulan April 2005, sebelum 
almarhum menginjakkan kakinya di Tiongkok.


Saling Membutuhkan 

Pada bulan Maret 2005, Kardinal Godfried Danneels dari Belgia 
terkesan dengan perkembangan Gereja Katolik di Tiongkok set

Almamater (Re: Hok Djien (Re: [budaya_tionghua] Re: Perspektif Soe Hok Gie))

2005-06-22 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> Hanya saja sang Bapak punya kesohoran ada beda sama anak-anaknya 
yang terkenal karena politik.
> Soe Lie Pit ada segolongan dengan Ong Kim Tiat (OKT Sr.), Oey Kim 
Tiang (OKT), Kwee Tek Hoay, Thio Tjin Boen, Im Yang Tjoe, dan 
anteronya sastrawan melayu peranakan yang beken itu.
> 

Makin menarik sekali, apa ABS heng tahoe karja toelis sang Bapak Soe 
Lie Pit itu. Kasih tahoe sahadja beberapa djoedoel karjanja soepaja 
ingatan jang boentoe ini terbuka lebar.

JG





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Mengakrabi Alam Bersama Kelenteng

2005-06-23 Thread jonathangoeij
Menjenguk Kota Seribu Kelenteng
Mengakrabi Alam Bersama Kelenteng 


Foto-foto: str/sulung prasetyo
SAHABAT AKRAB – Kelenteng dan gunung di Singkawang, 
bagai sahabat akrab, yang saling mengisi saat keduanya saling 
membutuhkan.

SINGKAWANG – Kota Singkawang terkenal dengan keindahan alam dan 
keragaman budaya yang khas. Secara demografis pun kota yang terletak 
di ujung barat Kalimantan ini, bisa dibilang unik. Mengingat hampir 
sebagian besar komunitas kota terdiri dari etnis Tionghoa. 

Orang-orang keturunan Cina datang ke Singkawang sekitar abad ke-18. 
Saat wabah pencarian emas (gold rush) turut juga melanda daerah 
pegunungan ini. Kota ini dikelilingi Gunung Pasi, Gunung Sakok, 
Gunung Poteng dan hanya dibatasi Laut Natuna di bagian barat. Karena 
kondisi geografis itulah maka Singkawang dahulunya dinamakan `San 
Kew Jong'. Nama berasal dari bahasa Cina, yang berarti kota di kaki 
gunung dekat muara dan laut. 
Orang-orang Tionghoa keturunan Hakka ini juga yang kemudian 
menyebarkan kepercayaan konfusianisme di sana. Ini tergambar dari 
banyaknya kelenteng yang tersebar di kota Singkawang. Karena 
banyaknya kelenteng itu juga maka Singkawang mendapat julukan `Kota 
Seribu Kelenteng'. 
Seperti layaknya kelenteng yang bernuansa ceria. Di Singkawang pun 
keberadaan tempat ibadah ini, kelihatan meriah. Dengan warna merah 
mendominasi dan tiang-tiang besar sebagai penyangganya. Di tiap 
bagian atapnya selalu tergambar naga. Menggambarkan optimisme dan 
idealisme. 
Naga juga terlihat di pernik-pernik kelenteng. Seperti pada pembakar 
dupa di kelenteng Chiku, yang berbatasan dengan Gunung Pasi. 
Pembakar dupa di kelenteng ini sedemikian besarnya, hingga mencapai 
diameter satu meter panjangnya. Di pinggir kiri dan kanan dupa 
tersebut, tergambar kepala naga, yang menjulurkan lidah-lidahnya. 
Agar asap dupa selalu terbakar. 
Warna naga ini juga akan menjadi indah pada malam hari. Karena 
biasanya pengurus kelenteng memberikan garis lampu senada dengan 
lekuk ornamennya. Hingga saat suasana gelap karena malam di 
Singkawang. Akan terlihat warna-warni lampu berbenuk naga, 
terpampang menghiasi malam. 
Simbol binatang lain juga terlihat di ornamen-ornamen dalam 
kelenteng. Seperti bangau dan monyet. Di sebuah kelenteng yang 
terletak di tengah kota, tepat di pertigaan jalan utama, gambar 
seperti bangau menjadi salah satu penghias dindingnya. Dibalut 
dengan asap hio dan remang suasana kelenteng. 
Sedangkan simbol seperti monyet, terpampang gagah di pagar lantai 
dua kelenteng Chiku. Mengamati kejauhan dengan mata tajamnya. Dan 
terus memperhatikan dengan bekal kelincahan. 
Selain rupa satwa. Bentuk-bentuk dewa juga ada di tiap kelenteng 
yang disinggahi. Beberapa menempati posisi sebagai penjaga dupa. 
Sebagian lagi terdapat di ruang-ruang pemujaan. Patung di kelenteng 
yang berada di tengah kota, memiliki ukuran kecil. Hanya seperti 
boneka-boneka yang dipajangkan saja. Namun memiliki nilai besar, 
bagi kalangan yang mencintainya. 
Di kelenteng Chiku, bentuk patung-patung lebih besar-besar. Hampir 
dua kali tubuh manusia dewasa biasa. Di pagar depan kelenteng ada 
tiga patung besar, yang berbeda satu sama lain. Mereka berdiri 
gagah, dengan pakaian kebesaran berwarna-warni meriah. Menjaga pagar 
dari segala gangguan. 
Di menara-menara kelenteng Chiku, juga terdapat patung-patung yang 
serupa. Namun mereka berdiri menghadap ke arah delapan mata angin. 
Masing-masing menatap ke depan dengan segala macam sajian di kaki 
mereka, yang beralaskan sendal bersepuh emas. 
Selain bentuk kelenteng yang menarik. Letak keberadaan kelenteng 
yang tersebar juga menarik untuk diamati. Kebanyakan kelenteng 
tersebut berada di daerah selatan. Yang bergunung-gunung. Hingga 
membuat kita jadi lebih bisa meresapi alam, saat berada di kelenteng 
yang akrab dengan lingkungannya. (str/sulung prasetyo)
  
   
Sinar Harapan
Kamis,  23 Juni 2005
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0506/23/sh13.html





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Kisah Tragis Advokat Muda Berbakat

2005-06-25 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Min Hui" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> FYI,
> 
>  
> 
> Sebagai tambahan informasi Pak Adi, SH (Tan Cin Hai) juga 
merupakan salah
> satu ketua bidang hukum Perhimpunan INTI Medan. 
> 
>  
> 
>  
> 
> Salam,
> 
> Min Hui
 
Pak Min Hui, apakah tahu kasus yg terakhir ditangani Pak Adi SH

JG





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Generation poem Re: Maksud dan kegunaan dari kata kedua dari nama orang Tionghua

2005-06-26 Thread jonathangoeij
Apakah ada yg punya generation poem dari marga wei(mandarin)-gui
(hokkian)-ngai(cantonese). Itu WEI tulisannya ada sama dengan 
kerajaan WEI pada SAMKOK.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "lin_zonghe" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Hi Piter,
> 
> Saya dulu pernah anda kirimi tapi ternyata samasekali tidak mirip
> dengan nama-nama yang dipakai di keluarga kami.
> Ternyata memang tiap clan punya generation peom sendiri katanya.
> 
> BR
> FBY
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Piter" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> > Dear All,
> >  
> > Berkenaan dengan generation poem, saya kirimkan yang marga Lim 
untuk
> > referensi.
> >  
> >  
> > Piter Lim
> >  






.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Maksud dan kegunaan dari kata kedua dari nama orang Tionghua

2005-06-26 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agung setiawan 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> marga saya masih memakai aturan tersebut, kadang2 lucu
> juga kalo ketemu temen semarga karena kalo diurut2
> ortu mereka masih keponakan saya hehehehehhehe
 
Belum tentu juga, karena setelah poem itu habis bisa dilanjutkan ke 
poem baru atau (kebanyakan) akan kembali ke awal lagi.
Dus, bisa jadi temen semarga itu justru tingkatannya sama dengan 
ancestor :)

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Maksud dan kegunaan dari kata kedua dari nama orang Tionghua

2005-06-27 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, agung setiawan 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> di marga g sih balik ke awal lagi, rata2 asalnya
> sekampung semua dari tanah leluhur, jadi tingkatannya
> kecil kemungkinan kacau heheh
 
Justru karena balik keawal lagi itulah jadi besar kemungkinannya 
seseorang yg dikira keponakan malah tingkatannya sama dengan ancestor.

nggak percaya?

:)





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Wei (Generation poem Re: Maksud dan kegunaan dari kata kedua dari nama orang Tionghua)

2005-06-27 Thread jonathangoeij
Terima kasih semuanya, wei yg saya maksudkan adalah wei4 yg tulisannya 
sama dengan wei dinasti atawa kerajaan yg dibikin cao cao, kalau 
diuraikan jadi seribu delapan setan wanita ha ha.

Tolong kalau ada yg punya poem genarationnya.

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Kisah Tragis Advokat Muda Berbakat

2005-06-27 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Min Hui" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Kasus yang menjadi dugaan kematian Sdr. Adi yang sekarang lagi 
diselidiki
> pak. Saya tidak berani publish ke milis dikarenakan takut akan 
menghambat
> penyelidikan polisi, tapi akan saya keep posted ke bapak via japri.
> 
> 
> 
> Salam,
> Min Hui

Terima kasih Pak Min Hui

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Maksud dan kegunaan dari kata kedua dari nama orang Tionghua

2005-06-27 Thread jonathangoeij
Begitulah memang, ada yg jalur lambat ada yg jalur cepat ada juga yg 
sedang2 saja. Apalagi cuman 16 huruf/generasi dalam jarak ratusan 
tahun yg jalur cepat sudah kembali keawal sedang yg jalur lambat 
mungkin masih ditengah. Misalnya anggap saja yg jalur cepat jarak 
antar generasi 20 th, sedang yg lambat 40 th. Yg cepat cukup 
16*20=320th sudah menghabiskan seluruh poem dan kembali keawal, 
sedang yg jalur lambat butuh 16*40=640th. Sehingga bisa jadi yg 
jalur lambat dikira tingkatan cucu tetapi ternyata justru setara 
dengan ancestor.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] 
wrote:
> 
> Lain ceritanya dengan jaman dahulu, orang 15 tahun saja sudah 
menikah, 
> punya anak setiap 1 atau 2 tahun, sampai umur 40 tahun masih punya 
anak. 
> Bayangin, anak tertua dengan anak bungsu bisa berbeda umur 25 
tahun lebih 
> !! Kadang ibu dan anak bisa hamil bareng2, bahkan kadang keponakan 
bisa 
> lebih tua dari paman atau tantennya. Bila kondisi ini terus 
berlanjut 
> keadaan di bawah bisa saja terjadi.
> 
> 
> 
> kalo gak salah ada 16 generasi lho masa bisa terbalik
> seh? lagipula semua kan tercatat data2nya ( khusus
> lingkungan saya, KALO di tempat laen gak tau juga )
> 





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Yang Tercecer Dari May '98 Commemoration

2005-06-28 Thread jonathangoeij
Yang Tercecer Dari May '98 Commemoration 

May '98 commemoration yang baru lalu memang cukup luar biasa, bukan 
hanya pengunjung yang cukup banyak bahkan melebihi kapasitas ruang 
pertemuan di Duarte Inn (diperkirakan lebih dari 100 orang 
pengunjung) tetapi juga kehadiran seorang ibu tua yang telah berusia 
lebih dari 80 tahun (sekitar 86 tahun) bersama putri dan cucu laki-
lakinya. Ibu tua ini hanya duduk diam dibarisan depan dan luput dari 
perhatian orang-orang sampai bung Christianto Wibisono 
memperkenalkannya sebagai istri Siauw Giok Bie, adik Siauw Giok 
Tjhan. 

Pada umumnya orang banyak mengenal Siauw Giok Tjhan karena tokoh ini 
selain menjadi menteri pada jaman Bung Karno dan menjadi tokoh serta 
pendiri Baperki yang memperjuangkan konsep integrasi pada masyarakat 
Indonesia, juga Siauw Giok Tjhan adalah seorang tokoh yang menjadi 
korban politik kekerasan orde barunya Soeharto. Sebenarnya tokoh 
Siauw Giok Bie tidaklah kalah peranannya dibanding dengan Siauw Giok 
Tjhan. Pada era mempertahankan kemerdekaan yang baru saja 
diproklamirkan oleh pasangan proklamator Soekarno – Hatta, tokoh 
Siauw Giok Bie inilah yang pada waktu itu berjuang bahu membahu 
bersama Soetomo (lebih dikenal sebagai Bung Tomo) memimpin dan 
membangkitkan semangat masyarakat Indonesia di Surabaya untuk terus 
berjuang melawan tentara sekutu. Peristiwa heroic di Surabaya ini 
kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan yang kemudian diperingati 
setiap tanggal 10 November. Siauw Giok Bie adalah salah seorang 
pahlawan pejuang kemerdekaan Indonesia dari komunitas Tionghoa, 
walaupun secara resmi nama Siauw Giok Bie tidak tercatat dalam buku-
buku pelajaran sejarah seperti juga halnya para pahlawan dari etnis 
Tionghoa yang lain. Catatan sejarah perjuangan memang luput 
memperhatikan peranan para pahlawan komunitas Tionghoa selama ini. 

Bung Chris memperkenalkan keluarga Siauw ini dalam menjawab 
pernyataan salah seorang peserta diskusi tentang keekslusifan 
komunitas Tionghoa dan keengganannya berjuang bagi masyarakat. Lebih 
lanjut bung Chris dengan me-refer buku "Tionghoa dalam pusaran 
politik" hasil karya Benny G. Setiono (ketua INTI) yang tebalnya 
lebih dari 700 halaman menyebutkan betapa ada 4 orang etnis Tionghoa 
yang menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan 
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan 1 orang etnis Tionghoa menjadi 
anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Para anggota 
BPUPKI dan PPKI inilah yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendiri 
(founding fathers) Negara Kesatuan Republik Indonesia . Jadi 
sebenarnya komunitas Tionghoa adalah para pemegang saham Negara ini, 
sama peranannya dengan suku-suku lain di Indonesia dan merupakan 
bagian integral dan tak terpisahkan dari bangsa Indonesia . 

Terlebih dahulu sebelumnya Jonathan Goeij dalam slide presentation-
nya berbicara tentang perkosaan yang terjadi pada para wanita 
khususnya etnis Tionghoa. Tidak ada sebuah gambar perkosaanpun yang 
ditampilkan, hanya ada sebuah gambar seorang gadis dengan mulut 
terkatub terdiam tanpa bersuara sedikitpun. Diatas gambar itu ada 
kata-kata yang sebenarnya mengutip dari Miranda says yang biasanya 
diucapkan para polisi di Amerika pada waktu menangkap seorang 
tersangka. Kata-kata itu adalah "They Have The Right To Remain 
Silent" dengan kata The Right yang dicoret. Selanjutnya kata-kata 
itu menjadi "They Have To Remain Silent." Sebuah anekdot yang tepat 
sekali menggambarkan keadaan para korban perkosaan pada saat itu. 

Menyusul tragedy Mei, para anggota Tim Relawan mengungkapkan fakta 
adanya ratusan kasus-kasus perkosaan ataupun sexual-abuse yang 
menimpa para wanita pada saat kejadian kerusuhan ataupun sesudahnya. 
Para pejabat dan terutama sekali para aparat keamanan dengan gigih 
membantah adanya kasus-kasus perkosaan yang terjadi pada saat itu. 
Bahkan Panglima ABRI Wiranto pada waktu itu melalui Menteri 
Penerangan menyatakan bahwa sebuah tim gabungan LSM dari Taiwan yang 
menemuinya menyimpulkan tidak adanya perkosaan dan 
betapa "pemerintah anda telah dikibuli." Pernyataan Wiranto ini 
kemudian dikutip oleh berbagai media masa dan dipakai sebagai 
argument untuk membantah adanya kasus perkosaan. Keesokan harinya 
para anggota LSM Taiwan itu mengirim surat bantahan keharian Kompas, 
pada bantahannya LSM Taiwan ini justru mengatakan keyakinan mereka 
akan adanya kasus-kasus perkosaan, terlebih lagi bahkan mereka 
mengatakan tidak pernah menemui Wiranto. Suatu hal yang menyedihkan 
sekali betapa pejabat tertinggi dibidang pertahanan dan keamanan di 
Indonesia dengan seenaknya memelintir pernyataan pihak lain. 

Diungkap juga adanya foto-foto perkosaan yang beredar di Internet 
yang kemudian ternyata foto-foto itu diambil dari situs-situs porno. 
Berkenaan hal ini ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama, 
foto-foto itu diedarkan oleh orang-orang berselera rendah yang 
memanfaatkan kasus pemerkosaan ini untuk menyalurkan nafsu selera 
rendahnya. Kedua, foto-foto itu diedarkan oleh 

[budaya_tionghua] Cabut Rekomendasi DPR Soal Tragedi Trisakti

2005-06-29 Thread jonathangoeij
Cabut Rekomendasi DPR Soal Tragedi Trisakti 

JAKARTA - Rekomendasi DPR yang intinya menyatakan tidak terjadi 
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam kasus penembakan di 
kampus Trisakti, Semanggi I, dan II, dimungkinkan dianulir atau 
dicabut kembali. Rekomendasi yang diputuskan dalam rapat paripurna 
DPR periode 1999-2004 itu bisa dicabut melalui mekanisme yang sama 
oleh DPR sekarang (2004-2009).

Hal itu dikemukakan Wakil Ketua Komisi III (bidang hukum, perundang-
undangan dan HAM) DPR, Akil Mochtar, kepada Pembaruan di Jakarta, 
Rabu (29/6) pagi. 

Berkaitan dengan hal itu, menurut anggota Fraksi Partai Golkar (FPG) 
ini, Komisi III telah mengagendakan pembahasan peristiwa Trisakti, 
Semanggi I, dan II dalam rapat pleno Kamis (30/6). 

Pembahasan itu dilakukan menyusul penugasan dari pimpinan DPR ke 
Komisi III terkait dengan masuknya surat dari Komisi Nasional 
(Komnas) HAM dan beberapa anggota DPR lainnya yang meminta DPR 
mencabut rekomendasinya atas kasus Trisakti, Semanggi I dan II. 

Komisi III, kata Akil, akan mengkaji kemungkinan pencabutan 
rekomendasi DPR itu dengan mempertimbangkan pendapat fraksi-fraksi.


Suara Mayoritas

Setelah menggelar pleno, Komisi III akan merekomendasikan kepada 
pimpinan DPR untuk segera mengelar rapat paripurna dan meminta 
pendapat fraksi-fraksi. Apakah DPR melalui rapat paripurna akan 
menganulir rekomendasi DPR sebelumnya, menurut Akil, bergantung pada 
suara mayoritas fraksi. 

Dikemukakan, soal substansi DPR sebenarnya tidak dalam posisi 
menentukan apakah terjadi pelanggaran HAM berat atau tidak dalam 
peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan II.

''DPR bukan lembaga penyidik atau pun eksekutor seperti Kepolisian 
dan Kejaksaan, sehingga paling tidak DPR hanya bisa menyatakan ada 
dugaan pelanggaran HAM berat dan menyerahkan sepenuhnya ke Komnas 
HAM atau Kepolisian dan Kejaksaan untuk melakukan proses hukum'' 
ujarnya. 



Mengenai kerusuhan Mei, dia mengatakan, ada kemungkinan Komisi III 
merekomendasikan agar DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus). Pansus 
itu diharapkan melakukan investigasi untuk mencari penyelesaiannya. 


Penembakan Mahasiswa

Rapat khusus, Kamis, bertujuan mengkaji kembali rekomendasi DPR 
periode lalu bahwa kasus penembakan di Kampus Trisakti yang 
menewaskan lima mahasiswa, yakni Hery Hartato, Elang Mulya Lesmana, 
Hendriawan Lesmana, Hafidin Royan, dan Alan Mulyadi bukan 
pelanggaran HAM berat.

Demikian dikemukakan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai 
Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDI-P) Panda Nababan di Jakarta, 
Rabu, menjawab pertanyaan tentang rencana pemerintah dan desakan 
Komnas HAM untuk mengkaji kembali rekomendasi DPR terkait kasus 
Trisakti dan Semanggi I, dan II.

Panda Nababan yang saat itu menjadi Ketua Pansus Kasus Trisakti 
serta Semanggi I dan II mengakui, Komnas HAM beberapa waktu lalu 
telah menyerahkan bahan-bahan hasil kajian investigasi mereka 
mengenai kasus-kasus itu. "Saya lihat hasil kajian Komnas HAM sangat 
berbeda dengan hasil Pansus yang saya pimpin dulu,'' katanya. 

Pansus yang dibentuk DPR periode dulu, menurut Panda, dibuat 
sekadarnya hanya untuk memenuhi permintaan politik dan hasilnya 
dipakai untuk pembenaran politik. 

"Dulu kami tidak pernah ke TKP (Tempat Kejadian Perkara), cuma 
memantau dari jauh saja, sehingga hasilnya begitu-begitu juga," 
tambah Panda.

Tapi, DPR sekarang memiliki niat dan sikap yang kuat untuk 
membongkar secara tuntas kasus tersebut. Karena itu, Panda 
mengharapkan, dalam rapat Kamis Komisi III DPR harus berani bersikap 
dan mengeluarkan rekomendasi, yakni mencabut rekomendasi DPR periode 
lalu yang mengatakan, peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan II bukan 
pelanggaran HAM berat.

''Kasus-kasus tersebut adalah pelanggaran HAM berat dan karena itu 
DPR harus mengeluarkan rekomendasi baru," katanya.

Dikemukakan, FPDI-P tetap konsisten pada tuntutannya lima tahun 
lalu, yakni Presiden segera membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc atau 
kasus tersebut ditangani oleh pengadilan biasa.

Kalau membentuk Pengadilan HAM Ad Hoc, artinya kasus Trisakti dan 
Semanggi I dan II adalah kasus pelanggaran HAM berat. Tapi, kalau 
keputusan Komisi III DPR nanti merekomendasikan bahwa masalah 
tersebut ditangani oleh pengadilan biasa, itu berarti masalah 
Trisakti dan Semanggi I dan II adalah kasus biasa.

"Tapi kami FPDI-P menilai kasus Trisakti dan Semanggi I dan II 
adalah pelanggaran HAM berat yang harus segera dituntaskan," 
tegasnya. 


Dapat Dibuka 

Komnas HAM menilai, peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II dapat 
diungkap kembali. Oleh karena itu, DPR dapat meminta Kejaksaan Agung 
(Kejagung) untuk menyelidikinya.

Hal itu dikatakan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan di sela-sela 
Forum Dialog dan Konsultasi Peningkatan Keamanan, Ketertiban dan 
Penegakan Hukum yang diselenggarakan Kantor Kementerian Koordinator 
Politik, Hukum, dan Keamanan di Jakarta, Selasa (28/6).

Dikatakan, Komnas HAM telah selesai menyelidiki kasus Trisakti, 
Semanggi I dan II. Hasil penyelidikan

[budaya_tionghua] Wei (Generation poem Re: Maksud dan kegunaan dari kata kedua dari nama orang Tionghua)

2005-06-30 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> > 
> > Sdr. Goeij
> Anda cuma bergurau, tapi kalau terbaca oleh pak
> Pendeta yang suka menguraikan huruf Tionghoa dan
> mengartikannya seenaknya, merah pasti mukanya.
> Saya mengharap ada penganutnya yang baca.
> Salam
> LU
> 
sdr liang u, anda membuat saya ketakutan saja :), memangnya apa 
hubungannya dengan pak pendeta segala.
btw wei (hokkian gui-goei-goey-goeij) itu nama marga saya

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] (oot) Ke Mana pun Gustiku Akan Membawa, Aku Ikut

2005-06-30 Thread jonathangoeij
Pdt. Em. Eka Darmaputera Ph.D:
Ke Mana pun Gustiku Akan Membawa, Aku Ikut



Ada permintaan saya. 
Bila Anda berdoa untuk saya, baik di sini maupun di mana saja, 
saya mohon janganlah terutama memohon agar Tuhan memberi saya 
kesembuhan, 
atau mengaruniai saya usia panjang, 
atau mendatangkan mukjizat dahsyat dari langit! Jangan! 
Biarlah tiga perkara tersebut menjadi wewenang dan "urusan" Tuhan 
sepenuhnya!

JAKARTA—Kalimat-kalimat di atas tentu sangat mengejutkan bisa hadir 
dari orang yang justru membutuhkan kesembuhan. Ini adalah bagian 
dari surat Pdt. Em. Eka Darmaputera PhD kepada khalayak yang 
berkumpul di GKI Kebayoran Baru untuk mengikuti Malam Doa Bersama 
Eka Darmaputera pada 9 Maret 2005.
Acara ini memang diselenggarakan untuk mendoakan kondisi fisik Eka 
Darmaputera yang kian parah. Sudah 21 tahun, ia berperang melawan 
kanker lever. Februari 2005, penyakit Eka semakin parah. Ia dirawat 
di RS Husada, Jakarta. 
Awal Mei, Eka sempat menjalani perawatan di Singapura. Di situlah 
dokter mengatakan satu-satunya jalan agar Eka sembuh hanyalah 
transplantasi hati, namun Eka menolak mentah-mentah dengan berbagai 
pertimbangan etis dan teologis. 
Jumat, 10 Juni 2005, Eka makin tak kuasa melawan penyakitnya. Ia 
masuk RS Mitra International, Jatinegara. Ditunggui oleh sang istri 
tercinta, Evang Meyati Kristiani, hamba Tuhan yang begitu disayang 
jemaatnya itu pun mengembuskan napas terakhir, pada Rabu (29/6), 
pukul 08.15 pagi, juga di RS Mitra International.
Saat SH hendak berbincang dengan Evang ketika melayat, Evang masih 
tak sanggup menahan duka. Kepasrahan dan kerelaan memang terpancar 
dari wajahnya, namun guratan kesedihan tak bisa disembunyikan. 

Ke Militer
Eka Darmaputera lahir 16 November 1942 dengan nama The Oen Hien. Ia 
adalah anak sulung dari dua bersaudara. Ayahnya mengelola sebuah 
warung kecil di Mertoyudan, desa kelahirannya di Magelang, Jawa 
Tengah. Rumah Eka berdekatan dengan kompleks militer. Tak heran, 
setamat SMA, ia ingin meneruskan ke AMN—sekarang Akabri. Tetapi 
rencana hidup membawanya mendaftar di Sekolah Tinggi Teologia (STT) 
Jakarta. 
Setamat dari STT Jakarta, Eka ditempatkan di GKI Bekasi Timur yang 
dilayaninya terus sampai masuk masa emeritus pada 23 Oktober 2000, 
bahkan sampai akhir hayatnya. Eka mendapatkan kesempatan menempuh 
studi lanjut di Andover-Newton, Boston, AS, pada 1977. 

Ia berhasil mempertahankan disertasinya berjudul Pancasila: In 
Search of Identity and Modernity.
Dalam beberapa kesempatan, Eka Darmaputera sering mempresentasikan 
keyakinannya tentang Pancasila sebagai perekat dari keberagaman 
budaya dan agama negeri ini. Pancasila diyakininya memiliki prinsip 
inklusif yang dibutuhkan negara ini. 
Saat ini, model keyakinan pemahaman Eka bisa jadi sedang diuji di 
tengah maraknya "keinginan untuk melupakan" Pancasila. Simbol-simbol 
keagamaan bermunculan di mana-mana, eksklusif, dan saling 
berbenturan satu dan lainnya.
Dalam sambutannya pada suatu acara menandai masa emeritus, Eka 
berujar, "Dulu saya memang pernah punya daftar agenda dan rencana 
yang panjang dan rinci, mengenai apa yang ingin saya lakukan bila 
pensiun nanti. Saya mau melakukan post-doctoral study. Saya mau 
menulis lebih sering. Saya mau berkonsentrasi pada pembinaan kader. 
Saya mau mengalihkan kegiatan saya ke partai. Saya mau ini. Saya mau 
itu. Banyak lagi."
Tapi, menurutnya lagi, "kini daftar panjang itu sudah saya buang. 
Saya tidak lagi bergairah untuk bikin rencana apa-apa. Sebab 
berulang-ulang kali, sejak saya masuk STT, hampir selalu Tuhan 
menggagalkan rencana saya. Ke mana pun Gustiku akan membawaku, ya, 
manut saja. Saya nderek sajalah."
Keinginannya masuk ke partai memang cukup menarik. Eka, seperti 
diakuinya, memang mendaftarkan diri menjadi anggota Partai Demokrasi 
Indonesia Perjuangan (PDIP). Pada masa pemilihan umum dengan sistem 
pemilihan langsung untuk pertama kali di Indonesia pun, Eka dengan 
tegas berpihak pada Megawati Soekarnoputri, bukan rival Mega yang 
akhirnya memenangkan pemilihan—Susilo Bambang Yudhoyono—tidak pula 
netral seperti biasanya para tokoh masyarakat mengambil posisi. 
ìKita sebagai bangsa dan sebagai gereja telah tiba di satu titik, di 
mana kita mesti mempunyai pilihan yang jelas. Tidak bisa lagi 
main `netral-netral'an," demikian katanya dalam sebuah artikel 
berjudul "Punai di Tangan atau Burung di Udara? Mengapa saya memilih 
Mega?"
Tentu ini suatu sikap yang cukup mengundang kontroversi, mengingat 
Eka telah diposisikan sebagai guru spiritual bagi banyak orang 
karena jabatannya sebagai pendeta maupun orang yang sangat 
menjunjung pluralitas. Namun, ini bukan menunjukkan Eka menjadi 
seorang partisan. Tanggung jawab untuk membimbing umat ke arah 
bernegara yang lebih baik, itulah yang mendorong Eka menegaskan di 
mana dia berdiri.
Lewat bukunya, Konteks Berteologi di Indonesia, yang terbit 1988, 
Eka telah berhasil memosisikan teologi bukan sekadar dogma. 
Produktivitas Eka dalam menulis bukan main hebatnya. Lewat tulisa

[budaya_tionghua] Re: Belajar Hingga ke negeri Cina

2005-07-05 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "perfect_harmony2000" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> sdr. Yasuaki ,
> 
> 
> sebenarnya postingan itu adalah postingan orang yang tidak 
memahami.
> Dalam hadist disebut bahwa kata SHINNI bukan China.
> 
> Shinni adalah sebutan umum orang Arab untuk Tiongkok , terlepas 
dari 
> dinasti apapun.
> Sama seperti sebutan orang Tiongkok pada masa Tang dan pra Tang 
> untuk Roma adalah Da Qin.
> Atau sebutan orang Yunani untuk Tiongkok adalah Seres.
> Kita tidak akan menemui istilah Da Qin dalam sejarah Roma atau 
Seres 
> dalam sejarah Tiongkok.
 
Saya ingin menambahkan sedikit keterangan sdr. Xuan Tong, Mohammad 
dilahirkan th 570 M dan meninggal th 632 M. Pada masa ministry 
Mohammad itulah juga masa berdiri dan jayanya dynasty Tang (618-
907). Pada masa awal dynasty Tang dibawah pemerintahan kaisar Tang 
Taizong (Li Shimin) itulah kesusastraan Tionghoa berada pada masa 
keemasan, juga pada masa itu diadakan sistem ujian nasional utk 
merekrut para tenaga berbakat bagi calon pejabat negara, karena yg 
diuji adalah kesusastraan maka perkembangannya sangat pesat. Sampai 
saat inipun kita masih mengenal syair2 dynasty Tang. Melalui 
perdagangan Jalur Sutra yg sampai ke Timur Tengah dan kesusastraan 
yg dijunjung tinggi pada masa itu, ada suatu kemungkinan perjumpaan 
orang2 Shinni (sebutan Arab utk Tiongkok, seperti yg diutarakan 
rekan Xuan Tong) bersama budaya/kesusastraannya dengan Mohammad.

JG





.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Belajar Hingga ke negeri Cina

2005-07-05 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "YM" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> YM:
> 
> Maafkan saya bukan bermaksud menggurui, tetapi bbrp tahun yang lalu 
> saya pernah membaca bahwa tentang Seres yg menunjukkan orang dari 
> negeri sutra, bukan negerinya yaitu orang Tionghoa. 
> Seperti dalam bahasa Inggris, Chinese menunjukan orangnya sedangkan 
> China menunjukan negaranya.  Dalam bahasa2 Eropa terletak perbedaan 
> besar antara orang dan negara.

Seres dalam bahasa Yunani kuno (pada jaman Yesus dan sebelumnya) 
berarti "sutra" atau "negara tempat asal sutra"

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: Ratusan Orang Tionghoa Kesulitan Buat KTP

2005-07-08 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Jeritan Bisu 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Kawan Jimmy O,
>  
> Orang Welanda ketika mendarat di bumi nusantara jumlahnya jauh 
lebih sedikit dibandingkan kaum pribumi maupun kaum Tionghoa.
>  
> Mengapa yang kaum minoritas tersebut kemudian bisa menjadi 
mayoritas dalam arti kekuasaan?
>  
> Mungkin Tionghoanya aja kali yang pada pengecut yang hanya 
mementingkan dirinya sendiri? 
>  
> Barangkali.
>  
> Salam Damai
>  
> Jeritan Bisu Kaum Tersisih

Aku kok jadi bingung baca email ini, anda mempertanyakan kaum 
Tionghoa  pengecut dan mementingkan diri sendiri karena kalah dengan 
Belanda yg lebih sedikit jumlahnya tetapi mayoritas dalam arti 
kekuasaan. Tapi toh anda juga mengatakan kaum pribumi jumlahnya jauh 
lebih banyak lagi. so..?

Mbok ya mikir dikit ...

JG




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: OOT : Joke pagi

2005-07-09 Thread jonathangoeij
Ha ha ha, yang forward baca sampe selesai nggak ya?

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Petrus Gunadi Omas" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>  
>   Kalo anda membaca tips ini sampe selesai, berarti anda memang 
merasa
>   jelek..
>   Kalo anda sendiri merasa jelek, apalagi orang lain melihat 
anda
>   Jangan menganggap kalo anda merasa jelek itu anda low profile,
>   percayalah..orang lain pun akan setuju dgn pendapat anda, 
percayalah
>   pd kata hati anda (kalau anda jelek)...
>   Memang CAKEP itu RELATIF...tapi kalo JELEK yà MUTLAK.




.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




[budaya_tionghua] Re: im-LEK aga lho me-LEK!->JG

2005-02-09 Thread jonathangoeij


Mang Ucup, saya justru belajar banyak sekali tentang budaya Tionghoa 
dari artikel2 yg ditulis MU. Belajar terus Mang.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Mang_Ucup" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> 
> Kepada Yth. Sdr. JG
> Dgn soja rangkap tangan dua, mang Ucup mengucapkan untuk sdr JG 
dan para
> pembaca yg saya muliakan:
> Gong Xi Fa Cai - Wan Shi Ru Yi - Shen Ti Jian Kang.
>  
> Pertama banyak terima kasih atas emailnya yg membuat saya menjadi 
sadar
> bahwa saya ini sebenarnya tidak layak untuk memposting artikel di 
Milis ini,
> karena pengetahuan saya tentang budaya Tionghoa belum juga ada 
seujung kuku
> pun juga, tetapi seperti yg pernah saya tulis ber-kali2, saya 
bergabung di
> Milis, karena saya ingin belajar alias berguru bukannya menggurui.
> 
> Saya hanya menuangkan apa yg pernah saya baca dari buku2 yg 
tentunya buku2
> bule, karena saya pribadi tidak menguasai bhs Mandarin, pertama 
karena
> terdorong ingin berbagi pengetahuan apa yg saya miliki dan kedua 
ingin agar
> tulisan saya itu diluruskan apabila tidak benar. Salahnya dimana 
apabila
> saya ingin berguru di Milis ini.
> 
> Memang saya akui bahwa saya seringkali bertanya sana sini, karena 
saya
> khawatir menulis dgn terminology atau data2 yg salah, bahkan saya 
bertanya
> juga di jalun alias di Milis, karena saya tidak malu untuk mengakui
> kebodohan saya dan bahwa saya bergabung disini karena saya ingin 
benar2
> belajar
> 
> Saya memposting artikel di berbagai macam Milis, tidak satu sen 
pun saya
> dapatkan, bahkan untuk itu saya telah banyak meluangkan waktu saya 
untuk
> nulis.
> 
> Pertanyaan apakah yg diperkenankan untuk menulis dan memposting 
artikel di
> Milis ini hanya para sinologi tulen saja?
> 
> Sdr. Xuan Tong pernah menulis kepada saya sebagai berikut:
> Sebenarnya tidak ada yang bisa menyebut dirinya sinolog sebelum 
membaca
> lengkap dan tuntas Shi Ku Quan Shu.
> 
> Shi Ku Quan Shu bisa dikatakan ensiklopedia mengenai Tiongkok.
> Masalah Shi Ku Quan Shu pernah diangkat ke milist.
> Hanya sebagai gambaran betapa luasnya budaya dan sejarah Tiongkok 
hingga
> dinasti Qing yang tercatat dalam Shi Ku Quan Shu adalah sebagai 
berikut:
> 1. lebih dari 2 juta lembar
> 2. lebih dari 800 juta kata
> 3. diperkirakan seorang anak sejak lahir telah menguasai bahasa 
Wen Yan
> telah membaca Shi Ku Quan Shu dan membaca selama 8 jam sehari , 
diperkirakan
> akan tamat membacanya pada usia ke 80.
> 
> Sepanjang pengetauan saya ,orang Indonesia yang memiliki ringkasan 
Shi Ku
> Quan Shu adalah alm.bapak Ongko Wijaya yang menamatkan studi 
sejarah dan
> budaya Tiongkok S1 dan S2 di Taiwan.
> 
> Beliau memesan buku tersebut langsung kepada pemerintah RRC. 
Karena buku
> ringkasan itu yang terdiri dari 15ribu jilid hanya dicetak secara 
terbatas
> dan untuk kalangan tertentu saja.
> 
> Maaf apabila ada kata2 yg kurang sopan atau menyinggung 
> Salam persahabatan dgn soja rangkap tangan dua 
> Mang Ucup





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] kesenian Kungfu: seni Barongsay

2005-02-09 Thread jonathangoeij


--- In [EMAIL PROTECTED], "Michael Lee" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
Hanya sebagai tambahan saja, perlu diketahui juga bahwa sekarang ada 
dua macam seni permainan barongsai: tradisionil dan modern.  Yang 
tradisionil umumnya dijalankan oleh perguruan silat, kebanyakan dari 
aliran selatan yang berasal dari propinsi Fujian, Kwang Tung, dsb.  
Menurut peraturannya pemain harus sembahyang dulu, dsb.  Juga ada 
peraturan kalau sedang bermain barongsai ketemu altar harus pai pai, 
kalau masuk lewat pintu harus pai pai, kalau ketemu rangkaian buah 
jeruk dan kol, etik bermain kalau ketemu perguruan lain yang lebih 
senior supaya tidak terjadi perkelahian, dsb.  Kepala barongsainya 
besar sekali, dibuat dari bambu, dan beratnya antara 7-10 kg.  Tubuh 
barongsai pun panjang sekali.  Maka kaki (kuda2) harus kuat, tangan 
juga.  Gerakannya juga agresif dan energetik.

Barongsai modern diciptakan sebagai sport dan kesenian/hiburan 
kebudayaan.  Maka tidak ada peraturan sembahyang sama sekali.  
Kepalanya jauh lebih kecil dan ringan dibanding kepala barongsai 
tradisional (3-4 kg).  Tubuhnya pun lebih kecil dan proporsional 
dengan kepala sehingga lebih menyerupai singa.  Dengan perubahan 
design dan konteks permainannya maka gerakan permainannya lebih 
menyerupai gerakan binatang (kadang2 anjing, kucing, singa, macan, 
dicampur tergantung cocok/bagus dilihatnya bagaimana).  Gerakannya 
lebih lucu dan hidup.  Style ini umumnya dimainkan diatas patok dan 
ada standardisasi penilaian untuk pertandingan internasional.  Tapi 
hanya karena kepalanya lebih ringan, tidak berarti lebih mudah 
daripada barongsai tradisional.  Malah conditioning fisik pemainnya 
lebih berat karena harus lompat2 diatas tonggak setinggi lebih dari 
10 meter.  Jadi kaki, perut, dan stamina harus KUAT sekali.

Sekarang gaya yang lebih populer adalah modern, karena lebih bagus 
dilihatnya.  Pemainnya juga biasanya langsung join tanpa ada latihan 
silat sama sekali.  Latihannya disesuaikan dengan kebutuhan 
permainan.

Saya menulis semua ini dari "insider's perspective," sebagai pemain 
barongsai gaya modern.  Anggota tim barongsai kita berasal dari 
berbagai macam latar belakang agama.  Pemain simbal kita aktif di 
gereja sebagai pemain musik mengiringi lagu2 ibadah.  Ada yang kong 
hu cu, ada yang Buddhis, ada yang ateis, dll.  Kita semua main 
karena kita tertarik dengan keindahan seni barongsai.

Karena tertarik dengan sejarahnya, saya join perguruan kungfu 
tradisional yang terkenal dengan permainan barongsai tradisional 
gaya Kwang Tung.  Tapi mereka sendiri tidak pernah ada acara 
sembahyang, hio, dsb. sebelum main.  Suhu-nya sendiri bilang mereka 
hanya ingin melestarikan tradisi dan kebudayaan Tionghoa melalui 
kesenian barongsai supaya generasi muda saat ini tidak lupa dengan 
akar mereka.

Mike



From: "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]>
Reply-To: [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [Kristian-Culture] kesenian Kungfu: seni  Barongsay
Date: Wed, 9 Feb 2005 22:19:43 GMT


Thank you pak Herlianto atas penjelasan, itu sangat jelas
kala sebelum maen sembah2 berhala itu sejenis REOG Ponorogo,
malah kesurupan segala, jelas Kristen tidak boleh.
NAMUN pertanyaan lagi, sebab kayaknya pak Herlianto kurang
paham liku2 seni Barongsai ato SAMSI.
Di Semarang gembongnya kesenian ini, bermuara dari anak2
grup Kungfu atau Kunthauw, latihan bela diri. NAH bagi anak2
yang ilmu kungfu cukup boleh, maka oleh sang guru, diberi
kesempatan memainkan samsie, yang nota bene, musti bertubuh kuat
gerakan kaki segitiga kuda2 kunthauw. Juga berkeringatan,
serta koordinasi buntut dan kepala, anak2 ini usia sekitar
18 sampai 30 tahun musti tegap kuat dan dasar kungfu jempolan.
JADI bagaimana sebab diperguruan ini tidak pakai doa2 sembahyang
ala kelenteng, TAPI langsung maen dari segi kesenian, bagaimana
pendapat bapak dalam kasus ini???
Pemain2 Samsie, ini kalau badan ceking kurang vitamin serta
kaki kuda2 Kungfu tidak kuat, bisa pingsan sebab barongsai
itu cukup berat terbuat dari rotan kerangkanya.
NAH jaman dulu sebelum Gestok th 1965, kalao arak2an dari
bercampur grup2 laen, salah2 bisa berkelahi sebab yang maen bagus
dapat angpao lebih banyak. MAKA oleh guru kunthau kami, kalao
tidak hebat kungfunya maka tidak diturunkan kejalan, soalnya
kami harus siap berkelahi, jadi kalau kawan kita sampai babak
belur kan malu dan grup jadi kerepotan sendiri, begitu lh.
Sebagai tambahan kalau pemain sudah kena doa2 biasanya matanya
nya saja sayu, kesurupan, jadi lemah tidak kuat kalau berantem.
Thanks pak atas ulasan ini. Apalagi kalau maen pake Salto,
berguling2 ditanah, musti koordinasi bagus, salah2 kepala kebentur 
lantai 
aspal/batu loooh. Banyak orang tidak paham soal cara maen barongsai, 
ini 
olah raga berat, SERTA sarat dengan gerakan KUNFU
tiap2 perguruan berbeda kuda2, maka disitulah dapat dikenali
dari aliran mana si barongsai berasal, begitu lh termasuk
bunyi tambur beda pukulannya, ini tergantung dari aliran kungfu
yang mana. Pembukaan sebe

[budaya_tionghua] tambahan: kesenian Kungfu Barongsay

2005-02-09 Thread jonathangoeij


Pak Xuan Tong, tadi saya fwd-kan tanggapan anda ke milis Kristian 
Culture, nanti kalau ada tanggapan akan saya fwd-kan kembali. 
Sementara ini dibawah adalah reply tambahan dari fwd sebelumnya.

Hanya sekedar utk diketahui, si Mike itu adalah seorang pemain 
barongsay aktif, sedang Johannes adalah mantan pemain barongsay dan 
juga mantan pelatih, beliau pernah menjadi pelatih Mike beberapa 
saat.

Satu hal lagi, keduanya adalah orang Kristen konservatif.

Saya hanya bermaksud menunjukkan perbandingan sebagai pengimbang 
posting yg belum lama tentang pandangan Kristen thd barongsay. Dan 
memang ada 2 pandangan yg berbeda, menolak dan menerima.

JG

--- In [EMAIL PROTECTED], "[EMAIL PROTECTED]" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Hallo Mike, juga sebagai tambahan masih ada:
"Samsie Semarang" (kita tidak pernah bilang barongsai, tapi
samsie, itu kata orang Semarang). NAH Samsie Semarang ini 
kombinasi "traditional dan modern". SYARAT WAJIB pemain musti
jagoan kungfu (dipilih loooh sama suhu). Soalnya kalao ntar
pertunjukan dengan grup lain, salah2 berantem maka bisa jaga diri.
Nah tambahan lagi ada grup: Hauw Gie Hwee, Ho Hap Hwee Kwan, 
Sam Ban Hien, Jie Kay Liang, Ji Siauw Fu, ini pendekar2 kunthauw
tapi kasih nama pribadi sebagai nama grup, dan masih banyak lagi
kira2 ada total 12 group lebih, nama2 sudah samar2 lupa.
JADI kalao Pemain Samsie terpilih dan berlaga, itu BANGGA sekali,
kagak perduli dia ini anak gereja, anak kelenteng, Budha, Hindu
semua boleh asalkan kungfunya siap tempur begit looh, dan
bagusnya di Semarang tempo doeloe itu pertarungan tangan kosong.
Jadi biar babak belur masih dijaga tidak sampai nyawa melayang,
tapi konon suhu2 kita katanya bisa2 mati kalo bertarung. 
Nah sampai sekarang Semarang masih markasnya Barongsai terbesar
dari seluruh Nusantara. Yang paling seru kalo yang pegangi angpao
setinggi tiang bendera dan cewek2, wuah bisa susun tiga.
Pemain2 menunjukan kebolehannya, sebab salah2 diincer jadi menantu
loooh juragan2 besar, sebab orang tua mau punya menantu ahli
kunthau buat lindungi anak-nya dong, ini kisah nyata loooh.
Nah itulah riwayat barongsai Semarang, sayangnya tidak ada buku
penulis, maka tidak banyak dikenal dunia luar.
Salam imlek y
= = = = = =

hanya sebagai tambahan saja, perlu diketahui juga bahwa sekarang ada 
dua 
macam seni permainan barongsai: tradisionil dan modern.  Yang 
tradisionil 
umumnya dijalankan oleh perguruan silat, kebanyakan dari aliran 
selatan yang 
berasal dari propinsi Fujian, Kwang Tung, dsb.  Menurut peraturannya 
pemain 
harus sembahyang dulu, dsb.  Juga ada peraturan kalau sedang bermain 
barongsai ketemu altar harus pai pai, kalau masuk lewat pintu harus 
pai pai, 
kalau ketemu rangkaian buah jeruk dan kol, etik bermain kalau ketemu 
perguruan lain yang lebih senior supaya tidak terjadi perkelahian, 
dsb.  
Kepala barongsainya besar sekali, dibuat dari bambu, dan beratnya 
antara 
7-10 kg.  Tubuh barongsai pun panjang sekali.  Maka kaki (kuda2) 
harus kuat, 
tangan juga.  Gerakannya juga agresif dan energetik.

Barongsai modern diciptakan sebagai sport dan kesenian/hiburan 
kebudayaan.  
Maka tidak ada peraturan sembahyang sama sekali.  Kepalanya jauh 
lebih kecil 
dan ringan dibanding kepala barongsai tradisional (3-4 kg).  
Tubuhnya pun 
lebih kecil dan proporsional dengan kepala sehingga lebih menyerupai 
singa.  
Dengan perubahan design dan konteks permainannya maka gerakan 
permainannya 
lebih menyerupai gerakan binatang (kadang2 anjing, kucing, singa, 
macan, 
dicampur tergantung cocok/bagus dilihatnya bagaimana).  Gerakannya 
lebih 
lucu dan hidup.  Style ini umumnya dimainkan diatas patok dan ada 
standardisasi penilaian untuk pertandingan internasional.  Tapi 
hanya karena 
kepalanya lebih ringan






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: kesenian Kungfu: seni Barongsay

2005-02-09 Thread jonathangoeij


Ada disini juga toh Mike :) ha ha ha

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Michael Lee" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> sdr. Xuan Tong benar sekali.  Kuntao adalah terjemahan Hokkian 
dari bahasa 
> Mandarinnya Quan Dao (Quan = tinju, Dao = jalan).  Tapi setahu 
saya karakter 
> WU dari WUSHU berarti silat (Martial arts).  Jadi WUSHU adalah 
Seni 
> Beladiri.  Tentunya terjemahan ini tidak berlaku untuk wushu 
modern yang 
> sekarang dipertandingkan dalam bentuk peragaan jurus yang telah 
> distandardisasikan oleh panitia sentral khusus dari Tiongkok
> 
> Mike
> 






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Pembahasan tentang Imlek dan budaya Tionghoa

2005-02-09 Thread jonathangoeij


Dibawah adalah link pembahasan tentang Imlek, budaya Tionghoa, dan 
politik diskriminasi, diradio Voice of America antara X'tine dan JG 
yg dipandu oleh Bp. Pardede.

Silahkan klik link dibawah, didahului dengan berita sekitar 30 menit 
kemudian dilanjutkan dengan diskusi tsb. Kalau mau cepat bisa 
digeser clip-nya kekanan sebanyak 30 menit.

http://www.voanews.com/real/voa/eap/indo/indo2200a.ram

JG






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: kesenian Kungfu: seni Barongsay

2005-02-10 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Michael Lee" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> dimana ada diskusi yang bagus saya ikut nimbrung juga sedikit2 :)
> 

gimana persiapan main barongsay hari sabtu nanti. sudah siap?





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Puisinya Dewa Mabok

2005-02-13 Thread jonathangoeij


li bai

yue xia du zhuo

hua jian yi hu jiu,
du zhuo wu xiang qin.
ju bei ming yue,
dui ying ching san ren.
yue ji bu jie yin,
ying tu sui wo shen.
zhan ban yue jiang ying,
xing yue xu ji zhun.
wo ge yue pai hua,
wo wu ying ling luan.
xing shi tong jao huan,
zui hou ge fen san.
yong jie wu qing you,
xiang qi miao yun han

--
terjemahan bebas:

Mabuk bersama bulan

Dari seguci arak ditengah bunga
Aku minum seorang diri
Tidak ada seorangpun bersamaku
Kuangkat cawanku
Kuminta pada sinar bulan
Beri aku bayangan
Jadikan kita bertiga bersama
Ah.. bulan tidak bisa minum
Dan bayanganku membiarkanku sendiri
Biar bagaimanapun untuk sesaat
Aku mempunyai teman-teman ini
Menghiburku sampai akhir musim semi
Aku menyanyi, bulan menghiburku
Aku menari, bayanganku jatuh bersamaku
Setahuku, kita lahir bersamaan
Kemudian aku mabuk, kita saling kehilangan
Apakah niat baik akan bertahan
Aku memandang jauh kearah sungai bintang-bintang

(terjemahan bebas dari sebuah syair dinasti Tang)

JG


--- In [EMAIL PROTECTED], "Mang_Ucup" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> Cawan berisi arak kupersembahkan ke hadapan tuan, mari kita 
mengikat tali
> persahabatan, dalam suka dan duka sambil bersulang di hari kasih 
Valentine
> 
> glek...glek..glek
> oh, sungguh arak suci yang enak 
> 
> sambil soja untuk puisinya dari sang dewa mabok
>






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Puisinya Dewa Mabok->JG

2005-02-13 Thread jonathangoeij


--- In [EMAIL PROTECTED], "Mang_Ucup" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Mang Ucup:
> Daripada harus mabok bareng bersama dgn bln lebih baik mabok 
bareng bersama
> dgn JG azah:-)
> 
> Mari bersulang glek, glek, glek..
> 

Mari mari bersulang Mang
demi pasangan agama Khong Hu Cu yang pada hari Valentine ini 
mendapat haknya untuk mencatatkan perkawinannya secara hukum
glek glek...

Mari mari bersulang Mang
demi kesetaraan hak kewarga negaraan komunitas Tionghoa di bumi 
persada isi
glek glek ...

Mari mari bersulang Mang
demi berbisnis penuh etika tanpa perlu menyogok lagi
glek glek ...

Mari mari bersulang Mang
demi hilangnya pembagian kotak-kotak berdasarkan etnis setidaknya 
dicatan sipil
glek glek ...

Zzzz Zzzz
semoga hal ini janganlah mimpi

JG






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Pembahasan diskriminasi agama Khong Hu Cu

2005-02-15 Thread jonathangoeij


--- In [EMAIL PROTECTED], "jonathangoeij" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:

Link dibawah adalah pembahasan tentang diskriminasi agama Khong Hu 
Cu di acara Jurnal VOA di Metro TV hari Rabu jam 5 pagi. Silahkan 
menyaksikan.

rtsp://a1327.r.akareal.net/ondemand/7/1327/2110/973023381/voice.downl
oad.akamai.com/2110/real/voa/eap/indo/video/indo2205v0215.rm

JG






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Help save the life of a child.  Support St. Jude Children's Research Hospital's
'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/mGEjbB/5WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Pembahasan diskriminasi agama Khong Hu Cu

2005-02-15 Thread jonathangoeij


Kalau kesukaran link-nya bisa klik yg ini. Tapi yg ini hanya 
bertahan satu hari karena besok sudah dipakai utk rekaman yg lain.

http://www.voanews.com/real/voa/eap/indo/indo2200v.ram

> 
> Link dibawah adalah pembahasan tentang diskriminasi agama Khong Hu 
> Cu di acara Jurnal VOA di Metro TV hari Rabu jam 5 pagi. Silahkan 
> menyaksikan.
> 
> 
rtsp://a1327.r.akareal.net/ondemand/7/1327/2110/973023381/voice.downl
> oad.akamai.com/2110/real/voa/eap/indo/video/indo2205v0215.rm
> 
> JG






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
Give the gift of life to a sick child. 
Support St. Jude Children's Research Hospital's 'Thanks & Giving.'
http://us.click.yahoo.com/lGEjbB/6WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Walisongo itu Cino! - Versi baru:-))

2005-02-25 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Mang_Ucup" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> 
> 
> Pernyataan Raden Patah adalah seorang Tionghoa ini tercantum dlm  
Serat
> Kanda Raden Patah bergelar Panembahan Jimbun,dan dalam Babad Tanah 
Jawi
> disebut sebagai Senapati Jimbun. Kata Jin Bun (Jinwen) dalam 
dialek Hokkian
> berarti "orang kuat". 
 
tanya sedikit
karakter 'wen' atau 'bun' bukankah berarti 'huruf.'
kalau benar, rasanya terjemahan Jin Wen atau Jin Bun berarti "orang 
terpelajar" atau bisa juga jadi "orang bijaksana."

JG





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Re: Walisongo itu Cino! - Versi baru:-))

2005-02-25 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "jonathangoeij" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
>  
> tanya sedikit
> karakter 'wen' atau 'bun' bukankah berarti 'huruf.'
> kalau benar, rasanya terjemahan Jin Wen atau Jin Bun 
berarti "orang 
> terpelajar" atau bisa juga jadi "orang bijaksana."
> 
> JG

Bandingkan dengan panggilan orang Portugis kepada Raden Patah:

"Orang Portugis menyebut Raden Patah "Pate Rodin Sr." 
sebagai "persona de grande syso" (orang yg sangat bijaksana) 
atau "cavaleiro" (bangsawan yg mulia)" (Mang Ucup)

JG





 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] Sedikit catatan: Jeritan Hati Warga Keturunan

2005-02-28 Thread jonathangoeij


Saya ingin memberikan sedikit catatan pada kasus ini:

Ibu Gan dan suaminya lahir di Indonesia jauh sebelum negara 
Indonesia itu ada. Berdasarkan UU Kewarganegaraan 1946 yang menganut 
paham IUS SOLI (berdasarkan tempat kelahiran) dan stetzel pasif, 
yang artinya adalah semua orang yang ada di Indonesia pada waktu 
kemerdekaan dan tidak menyatakan diri menolak kewarganegaraan 
Indonesia menurut hukum adalah WARGA NEGARA INDONESIA. Jadi Ibu Gan 
dan suaminya adalah warga negara karena kelahirannya, bukan karena 
naturalisasi.

Kekacauan kewarganegaraan terjadi pada UU Kewarganegaraan 1958 yang 
dilanjutkan dengan PP-10 1959. Mereka yang jelas-jelas adalah Warga 
Negara Indonesia secara mendadak tanpa melakukan perbuatan kejahatan 
apapun berubah menjadi Warga Negara Asing dan diwajibkan untuk 
melakukan proses 'naturalisasi' kembali. Dengan istilah KEMBALI 
menjadi Warga Negara Indonesia, artinya ybs pernah tidak menjadi WNI 
dan kemudian KEMBALI menjadi WNI, padahal jelas sekali bahwa ybs. 
sama sekali TIDAK PERNAH menjadi WNA. Hal seperti ini dialami oleh 
jutaan komunitas Tionghoa yang ditindas secara semena-mena.
Lebih parah lagi bagaimana sebuah kewarganegaraan bisa dicabut 
begitu saja secara sepihak "Tahun 1993 status kewarganegaraan saya 
dan suami dicabut tanpa proses persidangan, dengan terbitnya surat 
Departemen Kehakiman RI tanggal 15 Maret 1993 Nomor: 04-HL.01.10-106 
(copy terlampir 4)" (penulis Surat Pembaca). Tanpa ada sesuatupun 
tindak pidana yang dilanggar.

Adalah suatu kenyataan bahwa kewarganegaraan komunitas Tionghoa di 
Indonesia adalah sedemikian rentan, hanya dengan masalah 
administrasi sedikit saja suatu kewarganegaraan yang didapat dengan 
perjuangan seumur hidup dapat dicabut begitu saja. Suatu bentuk 
kesewenang-wenangan aparat dan negara tanpa mengindahkan hak asasi 
warga negara sedikitpun. 

Apakah hal seperti ini masih sebut didapat perbuatan OKNUM dan 
negara mengelak mengakui kesalahannya?

JG


--
SUARA PEMBACA

Jeritan Hati Warga Keturunan

PERKENANKAN saya menyampaikan jeritan hati. Saya dan suami awalnya 
adalah WNA yang lahir dan dibesarkan di Indonesia. Saya lahir di 
Malang, 24 Oktober 1934, suami di Tanggulangin, Sidoarjo, Maret 1932.

Tahun 1960, status kewarganegaraan suami saya berubah menjadi WNI 
dengan terbitnya Formulir III Surat Pernyataan Keterangan Melepaskan 
Kewarganegaraan Rakjat Tiongkok untuk Tetap Menjadi Warga Negara 
Republik Indonesia Nomor Urut: 3434/WNI/1960 tertanggal 30 Desember 
1960 (copy terlampir I). 

Begitu pula dengan status kewarganegaraan saya, juga telah berubah 
menjadi WNI pada tahun 1962, dengan terbitnya Formulir VI Surat 
Pernyataan Keterangan Melepaskan Kewarganegaraan Republik Rakyat 
Tiongkok untuk kembali menjadi Warganegara Republik Indonesia Nomor: 
7668/WNI/1962 tertanggal 17 Juni 1962 (copy terlampir 2), masing-
masing dikeluarkan secara sah oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya 
dan telah di daftar ulang oleh PN Surabaya (copy terlampir 3).

Tahun 1993 status kewarganegaraan saya dan suami dicabut tanpa 
proses persidangan, dengan terbitnya surat Departemen Kehakiman RI 
tanggal 15 Maret 1993 Nomor: 04-HL.01.10-106 (copy terlampir 4). 

Pencabutan itu sepihak sehingga merugikan saya, sebab segala 
persyaratan sudah saya penuhi sesuai petunjuk tanpa mengada-ada. 
Apalagi berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-
HL.04.02 tahun 1983 (copy terlampir 5), saya termasuk orang yang 
memenuhi syarat WNI yakni dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia; 
dan sehari-hari hidup sebagai warga masyarakat Indonesia dan dapat 
berbahasa Indonesia maupun bahasa daerah.

Dengan demikian tidak sepatutnya status WNI saya dicabut, karena hal 
itu merupakan kesalahan administrasi belaka bukan perbuatan pidana 
yang harus saya pertanggung jawabkan.

Akibat pencabutan WNI tersebut, nasib saya dan suami terkatung-
katung tanpa status kewarganegaraan yang pasti, sampai akhirnya 
kemudian saya dan suami divonis menggunakan dokumen palsu berupa KTP 
hanya karena untuk mempertahankan hidup di Indonesia agar tidak 
dituduh sebagai warga negara gelap, karena tidak ber-KTP.

Untuk kedua kalinya saya dan suami saya kembali dituduh atas perkara 
yang sama, walaupun keadaan suami saya sakit permanen yaitu 
diabetes, jantung, hipertensi, kemunduran daya ingat alias pikun, 
yang tidak memungkinkan untuk diperiksa. 

Akan tetapi tetap dipaksakan dan saat ini persidangan digelar di PN 
Surabaya walaupun harus menggunakan kursi roda dengan membawa tabung 
oksigen dan berdasarkan Surat Keterangan Dokter Prof Dr dr K 
Tantular SpPark (copy terlampir 6).

Berdasarkan serangkaian fakta tersebut, saya dan suami tetap 
berusaha untuk menjadi WNI walaupun di usia yang sudah tua ini. 
Melalui surat ini kiranya dapat memperoleh perlindungan hukum dan 
keadilan yang didambakan oleh setiap penduduk Indonesia dalam 
observasi HAM. 


Gan Siok Hian

Jl KH Mas Mansyur No 12A

Surabaya


SUARA PEMBARUAN DAILY
Tanggal 28/2/2005







[budaya_tionghua] [OOT] Netiquette - etika dunia maya => Re: Jeritan Hati Warga Keturunan

2005-03-01 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Wilson K." <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
> 
> Members dan owner & moderators yg terhormat,
 
Budaya atau culture mempunyai arti civilization, kemasyarakatan. 
Berbicara tentang culture artinya adalah berbicara tentang 
kemasyarakatan baik pada masa lalu ataupun pada masa kini. Pada home 
milis ini menerangkan tentang culture/budaya dengan apik "Culture 
atau kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, 
ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, 
religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual 
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat, demikian 
Andreas Eppink berkomentar."

Dimilis ini selama ini lebih banyak berbicara pada budaya masa lalu 
dan yang tersisa dari masa lalu, tetapi sebenarnya culture juga 
berbicara pada masa kini. Dibawah saya lampirkan uraian tentang 
culture dari Wikipedia.

JG

--
>From Wikipedia, the free encyclopedia.

The word culture comes from the Latin root colere (to inhabit, to 
cultivate, or to honor). In general, it refers to human activity; 
different definitions of culture reflect different theories for 
understanding, or criteria for valuing, human activity. Culture is 
traditionally the oldest human character, its significant traces 
separating Homo from australopithecines, and Man from the Animals, 
though new discoveries are blurring these edges in our day.

Sir Edward B. Tylor wrote in 1871 that "culture or civilization, 
taken in its wide ethnographic sense, is that complex whole which 
includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other 
capabilities and habits acquired by man as a member of society" 
while a 2002 document from the United Nations agency UNESCO states 
that culture is the "set of distinctive spiritual, material, 
intellectual and emotional features of society or a social group and 
that it encompasses, in addition to art and literature, lifestyles, 
ways of living together, value systems, traditions and beliefs". 
[UNESCO, 2002 
(http://www.unesco.org/education/imld_2002/unversal_decla.shtml)] 
While these two definitions are broad, they do not exhaust the many 
uses of this concept -- in 1952, Alfred Kroeber and Clyde Kluckhohn 
compiled a list of more than 200 different definitions of culture in 
their book, Culture: A Critical Review of Concepts and Definitions. 
[Kroeber and Kluckhohn, 1952].

Contents [showhide]  
1 Historical definitions

1.1 Values, norms and artifacts
1.2 Patterns of products and activities


2 Change

3 Related topics

3.1 Cultures of contemporary countries
3.2 Contemporary local cultures
3.3 Other contemporary cultures
3.4 Historic cultures
3.5 Other related articles


4 References

5 External links
 
[edit]
Historical definitions
Many people today use a conception of "culture" that developed in 
Europe during the 18th and early 19th centuries. This conception of 
culture reflected inequalities within European societies, and 
between European powers and their colonies around the world. It 
identifies "culture" with "civilization" and contrasts both 
with "nature". According to this thinking, some countries are more 
civilized than others, and some people are more cultured than 
others. Thus some cultural theorists have actually tried to 
eliminate popular or mass culture from the definition of culture. 
Theorists like Matthew Arnold (1822-1888) or the Leavis's believe 
that culture is simply that which is created by "the best that has 
been thought and said in the world" (Arnold, 1960: 6). Thus 
labelling anything that doesn't fit into this category as chaos or 
anarchy. On this account, culture is closely tied to cultivation: 
the progressive refinement of human behavior. Arnold consistently 
uses the word this way: "... culture being a pursuit of our total 
perfection by means of getting to know, on all the matters which 
most concern us, the best which has been thought and said in the 
world." [Arnold, 1882 
(http://www.library.utoronto.ca/utel/nonfiction_u/arnoldm_ca/ca_all.h
tml)] In practice, culture referred to elite goods and activities 
such as haute cuisine, high fashion or haute couture, museum-caliber 
art and classical music, and the word cultured to refer to people 
who know about, and take part in, these activities. For example, 
someone who used 'culture' in the sense of 'cultivation' might argue 
that classical music is more refined than music by working-class 
people such as punk rock or the indigenous music traditions of 
aboriginal peoples of Australia.


People who use"culture" in this way tend not to use it in the 
plural. They believe that there are not distinct cultures, each with 
their own internal logic and values, but rather only a single 
standard of refinement to which all groups are held accountable. 
Thus people with different customs from someone who believes 
themselves to be cultured are not usually understood as "having a 
different culture"; they are understood as bei

[budaya_tionghua] Re: Fw: DPR Berjanji Perjuangkan Status Hukum Perkawinan Konghucu

2005-03-09 Thread jonathangoeij


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "HKSIS" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> 
> 
> DPR Berjanji Perjuangkan Status Hukum Perkawinan Konghucu
> 
> [HUKUMonline,  10/3/05] 
> Anggota Komisi VIII DPR-RI menyayangkan masih terjadinya 
diskriminasi terhadap para pemeluk agama Konghucu, terutama soal 
status perkawinannya. 

Apakah kata2 bapak presiden bulan lalu itu hanya sekedar angin lalu?
Adakah yg bisa memberikan konfirmasi fakta dilapangan.

JG
--
Presiden: Jangan Ragu Menjalankan Ajaran Konghucu

Jakarta, Kompas, Senin, 14 Februari 2005

- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, para penganut 
Konghucu tidak perlu ragu-ragu menjalankan ibadah menurut ajaran 
agamanya. Kebebasan bagi warga negara Indonesia yang beragama 
Konghucu untuk menjalankan ibadah menurut ajaran agamanya dijamin 
oleh Undang-Undang Dasar 1945.

"Negara tidak dapat, tidak boleh, dan tidak akan pernah mencampuri 
ajaran sesuatu agama. Tugas negara adalah mengayomi pemeluk agama, 
membantu sarana dan prasarana, dan mendorong pemeluknya agar menjadi 
pemeluk agama yang baik. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 
Ayat (1) yang mengatakan, 'Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha 
Esa'," ujar Presiden Yudhoyono dalam amanatnya saat Perayaan Tahun 
Baru Imlek 2556 tingkat nasional di Balai Sudirman, Jakarta,
Minggu (13/2).

Warga negara yang beragama Konghucu, menurut Presiden, tidak perlu 
ragu-ragu menjalankan ibadah. "Ajaran Konghucu mengajak umatnya 
untuk memegang teguh akhlak mulia," kata Presiden, yang disambut 
tepuk tangan para undangan yang memadati ruangan.






 Yahoo! Groups Sponsor ~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
~-> 

.: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

.: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :.

.: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

.: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :. 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[budaya_tionghua] (OOT) SOAL “AGAMA RESMI” ITU

2005-03-13 Thread jonathangoeij


UU NO.1/PNPS/1965 DAN SOAL AGAMA RESMI ITU

Articles / Pluralism
Date: Aug 17, 2004 - 03:59 AM  
UU NO.1/PNPS/1965 DAN SOAL "AGAMA RESMI" ITU
Sebuah Tatapan untuk JPS

Oleh Ahmad Baso
(Koordinator Nasional JPS)

"Kahumas Kejaksaan Agung Soeparman SH mengatakan, sejak tahun 1949 
hingga tahun 1992, telah terdapat 517 aliran kepercayaan yang `mati' 
di seluruh Indonesia". 
-- Kompas, 5 Agustus 1993.


LBH Jakarta kini sedang mempersiapkan langkah langkah hukum untuk 
melakukan judicial review terhadap UU No. 1/PNPS/tahun 1965 tentang 
Pencegahan Penodaan Agama. Nantinya hasilnya akan diajukan ke 
Mahkamah Konstitusi untuk mencabut UU yang dianggap 
mendiskriminasikan kelompok agama dan kepercayaan ini. Saat ini 
mereka sedang mengkaji berbagai aspek hukum kemungkinan mencabut 
atau mejudicialreviewkan UU ini. Belakangan ini, ICRP sudah 
merekomendasikan pencabutan UU ini. Tapi diskusi masih berlanjut, 
misalnya soal kalangan Konghuchu yang memperjuangkan hak-hak 
beragama mereka melalui UU ini. karena UU ini di bagian penjelasan 
menyebut agama mereka, di samping Taoisme, Yahudi, Zoroaster, dst. 
Namun, pasal 1 ayat 1 dan bagian penjelasan dengan tegas menyebut 
kata "menyimpang", dan sasarannya adalah kelompok kepercayaan yang 
dikatakan menyimpang,
dan diminta kembali ke agama induknya. RUU KUB juga membenarkan 
dirinya hadir dengan merujuk ke UU ini, dengan cara menyempurnak an 
UU ini menjadi UU KUB.

Di kalangan kawan kawan JPS di Jakarta, memang ada diskusi soal 
tarik menarik antara kepentingan Konghucu dan kepentingan penghayat 
kepercayaan berkaitan dengan UU PNPS ini. Waktu ketemu dengan Atho 
Mudzhar di Libang Departemen Agama, juga ada upaya dari pihak 
Departemen Agama untuk mempertahankan UU ini kalau RUU KUB masih 
dalam revisi dan koreksi, atau ada penolakan. 

Sejarah kemunculan PNPS dapat ditelusuri sejak Indonesia merdeka 
(yang katanya sudah merdeka itu). Mengapa? Selama ini ada pertanyaan 
saya mengapa dalam UU PNPS itu disebut wewenang Kejaksaan untuk 
meluruskan apa yang disebut menyimpang itu. Sejak kapan sebetulnya 
kejaksaan diberi wewenang begitu luas untuk menindak kelompok-
kelompok agama yang dianggap menyimpang. Dan, juga pertanyaan saya, 
sejak kapan kejaksaan mengimajinasikan dirinya sebagai pelindung 
dari apa yang kemudian disebut "kesucian agama dan ketentraman 
kehidupan umat beragama"?

Nah, pertanyaan pertanyaan ini sebagian bisa dijawab dengan 
menelusuri apa yang terjadi ketika Indonesia punya Konstitusi RIS 
(Republik Indonesia Serikat) dan UUDS tahun 1950. Dalam pasal 18 
Konstitusi RIS, disebutkan "Penguasa memberi perlindungan yang sama 
kepada segala perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui"; pasal 
41 "Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan 
agama patut taat kepada undang-undang termasuk aturan-aturan hukum 
yang tidak tertulis". Sementara dalam UUDS 1950 Pasal 18 
disebutkan "Penguasa memberi perlindungan yang sama kepada segala 
perkumpulan dan persekutuan agama yang diakui", dan pasal 
43 "Penguasa mengawasi supaya segala persekutuan dan perkumpulan 
agam a patut taat kepada undang-undang termasuk aturan-aturan hukum 
yang tidak tertulis". Perhatikan kata "diakui" dan "perlindungan". 
Berarti pemerintah sudah punya imajinasi tentang mana agama yang 
diakui dan mana yang tidak, dan itu artinya antara yang resmi, yang 
mendapat bantuan, dan yang tidak resmi yang tidak mendapat jaminan 
perlindungan, atau, kongkretnya, bantuan materil sama sekali.

Hanya pada Panitia Persiapan Konstitusi (PPK) Konstituante yang 
menghapus pasal 18 dan 41 atau 43 itu, termasuk membuang 
kata "diakui" dan "pengawasan". Malah lebih maju, dengan 
mencantumkan kata-kata "kebebasan berganti agama atau kepercayaan". 
Cuma, sayang, sebagaimana diketahui, ini gagal, dibubarkan Soekarno, 
dan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit 5 Juli 1959.


AGAMA/KEPERCAYAAN = OTORITAS INTERVENSIONIS KEJAKSAAN 

Nah, kembali ke isi UUDS 1950. Dengan payung UUDS ini, Perdana 
Menteri Ali Sastroamidjojo (menjabat 1953-1955) membentuk Panitia 
Interdepartemental Peninjauan Kepercayaan-kepercayaan di dalam 
Masyarakat (disingkat Panitia Interdep Pakem) dengan SK no. 
167/PROMOSI/1954. Panitia diketuai oleh RHK Sosrodanukusumo, Kepala 
Jawatan Reserse Pusat Kejaksaan Agung pada Mahkamah Agung, dengan 
tugas sebagai berikut:

1. mempelajari dan menyelidiki bentuk, corak dan tujuan dari 
kepercayaan-kepercayaan di dalam masyarakat beserta cara-cara 
perkawinan yang terjadi di dalam masyarakat 

2. mempertimbangkan mengusulkan kepada Pemerintah, Peraturan-
peraturan/Undang-undang yang mengatur apa yang tersebut pada Pasal 1 
di atas dan membatasinya untuk ketenteraman kesusilaan dan 
kesejahteraan dalam suatu masyarakat yang demokratis sesuai dengan 
ketentuan-ketentuan tersebut dalam Pasal 33 UUD Sementara RI.

Harap dimaklumi, panitia ini dibentuk dalam konteks maraknya 
berbagai bentuk perkawinan di beberapa daerah yang dilaksanakan oleh 
pengikut aliran kepercayaan dengan cara-ca

[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-29 Thread jonathangoeij
ya masih jadi anginlah pak Danardono ha ha ha, tapi kalau neneknya 
pasti sudah ada dan mengalami sendiri.

Ul Ul, kebijakan Soeharto thd komunitas Tionghoa bukanlah masalah 
kepercayaan kayak agama gichu, tetapi jelas banyak sekali fakta2 
peristiwa dan/atau produk hukum serta kebijakan yg dihasilkan. 
kesemuanya itu bisa dianalisa dengan jelas.

JG


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Saya percaya siapa? saya percaya pada apa yang saya lihat ditahun 
> 60an, dan dari sahabat ataupun orang yang mengalaminya, juga sejak 
> 60an. Anda dimana waktu itu?
> 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee"  
> wrote:
> >
> > Tidak setuju.  Yang dimusuhi bukan RRT, tapi juga lebih 
> memusuhi 'campur
> > tangan' RRT dalam perpolitikan Indonesia, 
> > termasuk diantaranya urusan PKI, ribut kuomintang-kungchangtang, 
dan
> > kewarganegaraan ganda.
> > 
> > Fakta yang dibeberkan mengenai "kebijakan anti-tionghoa" 
sepanjang 
> yang
> > gue lihat, 
> > lebih banyak dipengaruhi isu dan urusan percaya percayaan, 
> > gue bilang kebijakan A tidak anti tionghoa, 
> > nenek percaya itu anti tionghoa, 
> > mau bilang apa? Apalagi kalau sudah terdistorsi "pengalaman 
pribadi"
> > lebih ribet lagi memilahnya sebab pengalaman orang beda beda 
> > dan masing masing membentuk pemahaman sendiri, tergantung pribadi 
> dan
> > cara pikirnya.
> > 
> > Gue pribadi, 
> > berdasarkan fakta fakta dan info2 dan pengalaman dan pemahaman 
yang 
> gue
> > punya, 
> > TIDAK PERCAYA kalau Suharto dibilang memusuhi Tionghoa. 
> > Juga TIDAK PERCAYA kalau dibilang Suharto itu Anti-tionghoa.
> > 
> > Kalau Anda percaya yang mana?
> > 
> > Nah khan, pada akhirnya isu dan gossip itu cuman urusan
> > percaya-percayaan belaka. Hehehehehehehe
> > 
> > 
> > -Original Message-
> > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of RM Danardono
> > HADINOTO
> > Sent: Tuesday, January 29, 2008 11:15 AM
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-
Tionghoa
> > 
> > 
> > Ahmad Heng: "Soeharto memusuhi Tionghoa ini ngawur!
> > > Yang dimusuhi Soeharto adalah Tiongkok! Bukan Tionghoa, 
terutama 
> > bukan Tionghoa Indonesia!"
> > 
> >  Mungkin dapat kita pertajam: yang dimusuhi BUKAN RRT semata, 
> > namun, seluruh Ke-Tionghoa-an. Mengapa? RRT adalah negara lain, 
> jadi 
> > untuk memusuhinya, sesuai tradisi hubungan diplomatik, cukup 
> > memutuskan hubungan perwakilan. Tetapi apa yang dilakukan 
> > pemerintahan pak Harto berdampak justru di DALAM negeri, 
membentur 
> > warga dan saudara kita sendiri dari komunitas Tionghoa, yang 
bukan 
> > warga RRT, yakni pelarangan ini itu seperti dilaporkan Suara 
> > Pembaharuan.
> > 
> > Kalau "ngawur" sih pasti tidak, sebab banyak fakta yang 
dibeberkan, 
> > tinggal di check satu satu, benarkah itu atau tidak. Kawan kawan 
> > disini pasti banyak yang dapat mem-verifikasi kebenarannya 
berdasar 
> > pengalaman pribadi.
> > 
> > "Persahabatan" keluarga pak Harto dengan beberapa konglomerat, 
> > terutama adalah kemitraan business yang disambung dengan hubungan 
> > kekeluargaan. Tetapi pasti bukan, persahabatan pada komunitas 
> > Tionghoa pada umumnya. Persahabatan "akrab" yang sesuai UUD, 
ujung 
> > ujungnya duit, ya kan?
> > 
> > Pelajaran bagi masa datang adalah, bagaimana negara kita yang 
MULTI 
> > budaya ini menempatkan semua agama dan budaya dalam satu tataran. 
> > Apa yang dilakukan pemerintah pemerintah setelah pak Harto sudah 
> > benar, tinggal kita menata sebuah networking antar budaya dalam 
> > rangkaian sebuah budaya Indonesia, yang memang TIDAK monolitik. 
> > Pinjam slogan iklan Malaysia " Indonesia, truly Asia"
> > 
> > That's it
> > 
> > salam
> > 
> > Danardono
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 
> >  wrote:
> > >
> > > Saya mulai hari Minggu sampai 7 hari di rumah saya mengibarkan 
> > bendera 
> > > merah-putih satu tiang penuh menyambut meninggalnya Soeharto. 
> > Ngapain musti 
> > > menuruti perintah untuk setengah tiang 7 hari cuma karena 
seorang 
> > Soeharto 
> > > meninggal!
> > > 
> > > Tetapi tetap saja saya katakan yang ditulis di Sinar Harapan 
> > tentang 
> > > Soeharto memusuhi Tionghoa ini ngawur!
> > > Yang dimusuhi Soeharto adalah Tiongkok! Bukan Tionghoa, 
terutama 
> > bukan 
> > > Tionghoa Indonesia!
> > > Tidak usah melihat jauh-jauh, isi artikel Sinar Harapan ini 
> sendiri 
> > pun, 
> > > kalau dibaca dengan benar, sudah menjelaskan hal itu, yaitu 
yang 
> > dia lawan 
> > > adalah negara Tiongkok, bukan manusia Tionghoa.
> > > Juga terlihat dalam artikel ini bahwa Soeharto memang tidak 
> > memusuhi orang 
> > > Tionghoa, karena dia tidak punya alasan untuk hal itu. Bahkan 
> > sebaliknya 
> > > Soeharto mempunyai keintiman berlebihan dengan orang Tionghoa.
> > > Kalau kita bandingkan saja dengan kelima Presiden RI lainnya, 
> maka 
> > Soeharto

[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-29 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Betul, produk hukum yang tertulis, seharusnya bisa dianalisa secara
> jelas, 
> masalahnya pada saat yang menganalisa sudah terdistorsi sama isu isu
> ngga  jelas gemana?

paling enak memang kalau bilang sang penganalisa terdistorsi isu nggak 
jelas, dus kalau hasilnya merasa nggak cocok ya bilang aja terdistorsi 
gichu beres khan.

JG



[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-29 Thread jonathangoeij
Museum of Tolerance terkadang dikunjungi korban Nazi yg berhasil 
survive. Mereka bercerita pengalaman pribadinya bagaimana keluarga, 
orang tua, kerabat dan mereka sendiri diperlakukan bukan sebagai 
manusia. Sebelum masuk keruang gas mereka disuruh meletakkan pakaian 
dan semua perhiasan dan memasuki ruang gas dengan telanjang bulat. 
Ada yg diselamatkan oleh tentara US dari ruang gas itu, dan berbagai 
kisah lainnya.

Mereka para korban itu jelas adalah orang pada jamannya dan mengalami 
langsung kejadian itu yg bagi orang lain seakan dongeng dan didebat 
terus oleh mereka yg ngeyel. Lebih parahnya lagi para saksi mata itu 
dikatakan tidak bisa bersikap objektif yg artinya diabaikan saja.

JG

 

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Orang yang melihat jamannya sendiri , lum tentu dapat bersikap
> objektif , kontroversi akan terus berlanjut ke masa berikutnya ,
> menjadi sekumpulan pertanyaan yang terus menggunung..
> 
> Orang yang melihat jamannya sendiri , sama dengan melihat dirinya
> sendiri , sama dengan lukisan yang hendak menilai dirinya sendiri ,
> sementara itu terkerangkeng dalam bingkai ..
> 
> Bila rahasia negara saja seringkali di keluarkan atau di bocorkan
> berapa puluh tahun kemudian , dapatkah orang di generasi yg lampau
> mengira-ngira apa yang sesungguhnya terjadi ? atau terjebak dalam
> paradigma yang disodorkan media massa pada saat itu 
> 
> Robby Wirdja 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee"  
wrote:
> >
> > Oh waktu itu saya masih di kahyangan, 
> >  
> > Begitupun waktu perang kemerdekaan 1940 an, saya masih di 
swargaloka, 
> > tapi bukan berarti sama sekali tidak tahu soal masa-masa tersebut 
khan.
> > Hehehheh.
> >  
> > -Original Message-
> > From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of RM Danardono
> > HADINOTO
> > Sent: Tuesday, January 29, 2008 12:46 PM
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-
Tionghoa
> > 
> > 
> > 
> > Saya percaya siapa? saya percaya pada apa yang saya lihat ditahun 
> > 60an, dan dari sahabat ataupun orang yang mengalaminya, juga 
sejak 
> > 60an. Anda dimana waktu itu?
> > 
> > --- In HYPERLINK
> > "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> > com, "Ulysee"  
> > wrote:
> > >
> > > Tidak setuju. Yang dimusuhi bukan RRT, tapi juga lebih 
> > memusuhi 'campur
> > > tangan' RRT dalam perpolitikan Indonesia, 
> > > termasuk diantaranya urusan PKI, ribut kuomintang-kungchan-
gtang, dan
> > > kewarganegaraan ganda.
> > > 
> > > Fakta yang dibeberkan mengenai "kebijakan anti-tionghoa" 
sepanjang 
> > yang
> > > gue lihat, 
> > > lebih banyak dipengaruhi isu dan urusan percaya percayaan, 
> > > gue bilang kebijakan A tidak anti tionghoa, 
> > > nenek percaya itu anti tionghoa, 
> > > mau bilang apa? Apalagi kalau sudah terdistorsi "pengalaman 
pribadi"
> > > lebih ribet lagi memilahnya sebab pengalaman orang beda beda 
> > > dan masing masing membentuk pemahaman sendiri, tergantung 
pribadi 
> > dan
> > > cara pikirnya.
> > > 
> > > Gue pribadi, 
> > > berdasarkan fakta fakta dan info2 dan pengalaman dan pemahaman 
yang 
> > gue
> > > punya, 
> > > TIDAK PERCAYA kalau Suharto dibilang memusuhi Tionghoa. 
> > > Juga TIDAK PERCAYA kalau dibilang Suharto itu Anti-tionghoa.
> > > 
> > > Kalau Anda percaya yang mana?
> > > 
> > > Nah khan, pada akhirnya isu dan gossip itu cuman urusan
> > > percaya-percayaan belaka. Hehehehehehehe.-...
> > > 
> > > 
> > > -Original Message-
> > > From: HYPERLINK
> > "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> > com
> > > [mailto:HYPERLINK
> > "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> > com] On Behalf Of RM Danardono
> > > HADINOTO
> > > Sent: Tuesday, January 29, 2008 11:15 AM
> > > To: HYPERLINK
> > "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> > com
> > > Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-
Tionghoa
> > > 
> > > 
> > > Ahmad Heng: "Soeharto memusuhi Tionghoa ini ngawur!
> > > > Yang dimusuhi Soeharto adalah Tiongkok! Bukan Tionghoa, 
terutama 
> > > bukan Tionghoa Indonesia!"
> > > 
> > >  Mungkin dapat kita pertajam: yang dimusuhi BUKAN RRT 
semata, 
> > > namun, seluruh Ke-Tionghoa--an. Mengapa? RRT adalah negara 
lain, 
> > jadi 
> > > untuk memusuhinya, sesuai tradisi hubungan diplomatik, cukup 
> > > memutuskan hubungan perwakilan. Tetapi apa yang dilakukan 
> > > pemerintahan pak Harto berdampak justru di DALAM negeri, 
membentur 
> > > warga dan saudara kita sendiri dari komunitas Tionghoa, yang 
bukan 
> > > warga RRT, yakni pelarangan ini itu seperti dilaporkan Suara 
> > > Pembaharuan.
> > > 
> > > Kalau "ngawur" sih pasti tidak, sebab banyak fakta yang 
dibeberkan, 
> > > tinggal di check satu satu, benarkah itu atau tidak. Kawan 
kawan 
> > > disini pasti banyak yang dapat mem-verifi

[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-30 Thread jonathangoeij
bisa juga sang penganalisa dari awalnya beranggapan bahwa korban yg 
mempunyai keterlibatan emosi pasti tidak objektif karena emosinya 
pasti main, bukankah demikian?

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Maka yang menganalisa itu seharusnya mereka yang tidak punya
> keterlibatan emosi pada kejadian tersebut. 
>  
> Mereka yang merasa diri sebagai "korban" pasti sudah terdistorsi 
oleh
> pengalaman sejarah hidupnya sendiri 
> dan tidak akan mampu menganalisa dengan obyektif, sebab emosinya 
pasti
> main saat menilai, bukankah demikian?
>  
>  
> 
> -Original Message-
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of jonathangoeij
> Sent: Wednesday, January 30, 2008 2:03 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa
> 
> 
> 
> Museum of Tolerance terkadang dikunjungi korban Nazi yg berhasil 
> survive. Mereka bercerita pengalaman pribadinya bagaimana keluarga, 
> orang tua, kerabat dan mereka sendiri diperlakukan bukan sebagai 
> manusia. Sebelum masuk keruang gas mereka disuruh meletakkan 
pakaian 
> dan semua perhiasan dan memasuki ruang gas dengan telanjang bulat. 
> Ada yg diselamatkan oleh tentara US dari ruang gas itu, dan 
berbagai 
> kisah lainnya.
> 
> Mereka para korban itu jelas adalah orang pada jamannya dan 
mengalami 
> langsung kejadian itu yg bagi orang lain seakan dongeng dan didebat 
> terus oleh mereka yg ngeyel. Lebih parahnya lagi para saksi mata 
itu 
> dikatakan tidak bisa bersikap objektif yg artinya diabaikan saja.
> 
> JG
> 
> --- In HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com, "Dada"  wrote:
> >
> > Orang yang melihat jamannya sendiri , lum tentu dapat bersikap
> > objektif , kontroversi akan terus berlanjut ke masa berikutnya ,
> > menjadi sekumpulan pertanyaan yang terus menggunung..-
> > 
> > Orang yang melihat jamannya sendiri , sama dengan melihat dirinya
> > sendiri , sama dengan lukisan yang hendak menilai dirinya 
sendiri ,
> > sementara itu terkerangkeng dalam bingkai ..
> > 
> > Bila rahasia negara saja seringkali di keluarkan atau di bocorkan
> > berapa puluh tahun kemudian , dapatkah orang di generasi yg lampau
> > mengira-ngira apa yang sesungguhnya terjadi ? atau terjebak dalam
> > paradigma yang disodorkan media massa pada saat itu 
> > 
> > Robby Wirdja 
> > 
> > --- In HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com, "Ulysee"  
> wrote:
> > >
> > > Oh waktu itu saya masih di kahyangan, 
> > > 
> > > Begitupun waktu perang kemerdekaan 1940 an, saya masih di 
> swargaloka, 
> > > tapi bukan berarti sama sekali tidak tahu soal masa-masa 
tersebut 
> khan.
> > > Hehehheh.
> > > 
> > > -Original Message-
> > > From: HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com
> > > [mailto:HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com] On Behalf Of RM Danardono
> > > HADINOTO
> > > Sent: Tuesday, January 29, 2008 12:46 PM
> > > To: HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com
> > > Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-
> Tionghoa
> > > 
> > > 
> > > 
> > > Saya percaya siapa? saya percaya pada apa yang saya lihat 
ditahun 
> > > 60an, dan dari sahabat ataupun orang yang mengalaminya, juga 
> sejak 
> > > 60an. Anda dimana waktu itu?
> > > 
> > > --- In HYPERLINK
> > > "mailto:budaya_-tionghua%-40yahoogroups.-com"budaya_-tionghua@
> yahoogroups.--
> > > com, "Ulysee"  
> > > wrote:
> > > >
> > > > Tidak setuju. Yang dimusuhi bukan RRT, tapi juga lebih 
> > > memusuhi 'campur
> > > > tangan' RRT dalam perpolitikan Indonesia, 
> > > > termasuk diantaranya urusan PKI, ribut kuomintang-kungchan--
> gtang, dan
> > > > kewarganegaraan ganda.
> > > > 
> > > > Fakta yang dibeberkan mengenai "kebijakan anti-tionghoa" 
> sepanjang 
> > > yang
> > > > gue lihat, 
> > > > lebih banyak dipengaruhi isu dan urusan percaya percayaan, 
> > > > gue bilang kebijakan A tidak anti tionghoa, 
> > > > nenek percaya itu anti tionghoa, 
&g

[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-30 Thread jonathangoeij
Anda berargumentasi seperti ini toh tetap menunjukkan betapa 
pentingnya saksi mata dan ceritanya. Juga berapa banyak survivornya? 
dari sekitar 12 juta populasi yg terbantai sekitar 5-6 juta. Apa anda 
mau berkata "dengan kacamata lain" yg survive masih lebih banyak dari 
yg terbantai begitu.

JG 

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Ada banyak survivor dari korban NAZI dan korban kamp - kamp lainnya 
di
> negara lainDengan cara pandang yang berbeda 
> 
> misalkan, 
> untuk kamp sovyet : Aleksandr Zolzhenytsin 
> untuk kamp nazi : Imre Kertesz
> 
> 
> Mereka menceritakan dengan pandangan yang berbeda dengan 
reputasi
> penulis tingkat dunia , 
> Menceritakan apa yang terjadi pada dirinya , atau secara tersamar ,
> apa yang terjadi pada negaranya, kritikan yang jelas , , dan apa
> "makna" penderitaan yang mereka alami bagi kehidupan mereka yang 
akan
> datang.dengan semangat yang berbeda dari para penggerutu-
penggerutu 
> 
> Untuk gambaran , coba anda baca bab "kawat berduri" dalam karya
> Aleksandr 
> 
> terus
> Saksi mata mana yg ada maksud? Dalam sebuah masa , ada sekian 
kelompok
> saksi , dengan pandangan dan sikap sendiri...
> Dalam perang dunia sekalipun , saksi mana yg mau diambil , saksi
> Jerman? Saksi Prancis ? Saksi Sovyet? Pada akhirnya anda hanya 
memilih
> sesuai selera anda .
> 
> hihihihi belum lagi saya sebut nama dalam tulisan itu .
> 
> 
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "jonathangoeij"
>  wrote:
> >
> > Museum of Tolerance terkadang dikunjungi korban Nazi yg berhasil 
> > survive. Mereka bercerita pengalaman pribadinya bagaimana 
keluarga, 
> > orang tua, kerabat dan mereka sendiri diperlakukan bukan sebagai 
> > manusia. Sebelum masuk keruang gas mereka disuruh meletakkan 
pakaian 
> > dan semua perhiasan dan memasuki ruang gas dengan telanjang 
bulat. 
> > Ada yg diselamatkan oleh tentara US dari ruang gas itu, dan 
berbagai 
> > kisah lainnya.
> > 
> > Mereka para korban itu jelas adalah orang pada jamannya dan 
mengalami 
> > langsung kejadian itu yg bagi orang lain seakan dongeng dan 
didebat 
> > terus oleh mereka yg ngeyel. Lebih parahnya lagi para saksi mata 
itu 
> > dikatakan tidak bisa bersikap objektif yg artinya diabaikan saja.
> > 
> > JG
> > 
> >  
> > 
> > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada"  wrote:
> > >
> > > Orang yang melihat jamannya sendiri , lum tentu dapat bersikap
> > > objektif , kontroversi akan terus berlanjut ke masa berikutnya ,
> > > menjadi sekumpulan pertanyaan yang terus menggunung..
> > > 
> > > Orang yang melihat jamannya sendiri , sama dengan melihat 
dirinya
> > > sendiri , sama dengan lukisan yang hendak menilai dirinya 
sendiri ,
> > > sementara itu terkerangkeng dalam bingkai ..
> > > 
> > > Bila rahasia negara saja seringkali di keluarkan atau di 
bocorkan
> > > berapa puluh tahun kemudian , dapatkah orang di generasi yg 
lampau
> > > mengira-ngira apa yang sesungguhnya terjadi ? atau terjebak 
dalam
> > > paradigma yang disodorkan media massa pada saat itu 
> > > 
> > > Robby Wirdja 
> > > 
> >
>




[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-30 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Kalau pakai "logika dan nalar" secara objektif ya nggak akan begitu
> donk. 
>  
> Argumen yang objektif enggak akan terkutak-katik oleh segala macam isu
> dan emosi nggak jelas, 
> dari situ kita bisa bilang si penganalisa itu terdistorsi atau ndak.

Lha ya, lagi2 khan cuman bilang sang penganalisa terdistorsi. Dimana 
terdistorsinya juga sama sekali tidak disinggung ha ha ha. Coba deh 
jelaskan gimana analisanya kalau pakai logika dan nalar secara objektif.

JG



[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-30 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>  
> Tapi, korban yang mempunyai keterlibatan emosi, most likely memang
> cenderung untuk subjektif, karena emosi dia main, begetoo. Jadi 
yang
> merasa diri sebagai "korban" mah ngga usah menganalisa lah, sebaiknya
> bagian curhat ajah, huehuehuehue.. 
> Bukankah demikian hihihihi

ah ya nggak juga, asalkan si penganalisa bisa membedakan antara 
personality and facts ya tidak masalah

contoh ya, disertasi Siauw Tiong Djin tentang Siauw Giok Tjhan jelas 
sudah teruji secara akademis.

JG



[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-30 Thread jonathangoeij
memangnya yg dilakukan oleh Benny G Setiono itu bukannya begitu?

itupun dimentahkan hanya dengan kalimat sang penganalisa sudah 
terdistorsi karena dirinya sendiri terlibat jadi korban.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Lha yang bilang saksi mata nggak penting itu siapa 
> JG, Lu jangan berasumsi sendiri lalu jump on conclusion sendiri 
dunks
> ah. 
>  
> Dalam menganalisa, saksi mata itu penting, 
> Tapi keterangan saksi mata juga nggak bisa ditelan mentah mentah 
begitu
> aja, harus diolah dulu, dikunyah, dianalisa, sejalan sama nalar dan
> logika enggak, di crosscheck juga dengan keterangan saksi lain, baru
> diambil kesimpulannya 
>  
> Setelah itu keluar deh kesimpulan dan opininya si penganalisa,
> begetoh dooonk.
>  
> 
> -Original Message-
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of jonathangoeij
> Sent: Wednesday, January 30, 2008 11:59 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa
> 
> 
> 
> Anda berargumentasi seperti ini toh tetap menunjukkan betapa 
> pentingnya saksi mata dan ceritanya. Juga berapa banyak 
survivornya? 
> dari sekitar 12 juta populasi yg terbantai sekitar 5-6 juta. Apa 
anda 
> mau berkata "dengan kacamata lain" yg survive masih lebih banyak 
dari 
> yg terbantai begitu.
> 
> JG 
> 
> --- In HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com, "Dada"  wrote:
> >
> > Ada banyak survivor dari korban NAZI dan korban kamp - kamp 
lainnya 
> di
> > negara lain-Dengan cara pandang yang berbeda 
> > 
> > misalkan, 
> > untuk kamp sovyet : Aleksandr Zolzhenytsin 
> > untuk kamp nazi : Imre Kertesz
> > 
> > 
> > Mereka menceritakan dengan pandangan yang berbeda dengan 
> reputasi
> > penulis tingkat dunia , 
> > Menceritakan apa yang terjadi pada dirinya , atau secara 
tersamar ,
> > apa yang terjadi pada negaranya, kritikan yang jelas , , dan apa
> > "makna" penderitaan yang mereka alami bagi kehidupan mereka yang 
> akan
> > datang.dengan semangat yang berbeda dari para penggerutu-
> penggerutu 
> > 
> > Untuk gambaran , coba anda baca bab "kawat berduri" dalam karya
> > Aleksandr 
> > 
> > terus...-.
> > Saksi mata mana yg ada maksud? Dalam sebuah masa , ada sekian 
> kelompok
> > saksi , dengan pandangan dan sikap sendiri.-..
> > Dalam perang dunia sekalipun , saksi mana yg mau diambil , saksi
> > Jerman? Saksi Prancis ? Saksi Sovyet? Pada akhirnya anda hanya 
> memilih
> > sesuai selera anda .
> > 
> > hihihihi belum lagi saya sebut nama dalam tulisan itu .
> > 
> > 
> > 
> > 
> > --- In HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com, "jonathangoeij"
> >  wrote:
> > >
> > > Museum of Tolerance terkadang dikunjungi korban Nazi yg 
berhasil 
> > > survive. Mereka bercerita pengalaman pribadinya bagaimana 
> keluarga, 
> > > orang tua, kerabat dan mereka sendiri diperlakukan bukan 
sebagai 
> > > manusia. Sebelum masuk keruang gas mereka disuruh meletakkan 
> pakaian 
> > > dan semua perhiasan dan memasuki ruang gas dengan telanjang 
> bulat. 
> > > Ada yg diselamatkan oleh tentara US dari ruang gas itu, dan 
> berbagai 
> > > kisah lainnya.
> > > 
> > > Mereka para korban itu jelas adalah orang pada jamannya dan 
> mengalami 
> > > langsung kejadian itu yg bagi orang lain seakan dongeng dan 
> didebat 
> > > terus oleh mereka yg ngeyel. Lebih parahnya lagi para saksi 
mata 
> itu 
> > > dikatakan tidak bisa bersikap objektif yg artinya diabaikan 
saja.
> > > 
> > > JG
> > > 
> > > 
> > > 
> > > --- In HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com, "Dada"  wrote:
> > > >
> > > > Orang yang melihat jamannya sendiri , lum tentu dapat bersikap
> > > > objektif , kontroversi akan terus berlanjut ke masa 
berikutnya ,
> > > > menjadi sekumpulan pertanyaan yang terus menggunung..-
> > > > 
> > > > Orang yang melihat jamannya sendiri , sama dengan melihat 
> dirinya
> > > > sendiri , sama dengan lukisan yang hendak menilai dirinya 
> sendiri ,
> > > > sementara itu terkerangkeng dalam bingkai ..
> > > > 

[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-30 Thread jonathangoeij
anda rupanya mencampur adukkan satu orang dengan yg lain, memangnya 
siapa yg menyinggung antar generasi, sudah lahir atau belum, dsb.

satu premis anda sudah salah observasi terus bagaimana mau melakukan 
pengamatan yg objektif, komentar anda berikutnya sudah jelas kental 
sekali perasaan subjektifnya.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Awalnya perdebatan dimulai dari titik singgung antar 
generasi 
> Saya jawab , hal ini tidak relevan...saya sudah berikan 
contohnya : Misalkan, Apaka anda lebih pandai dari dosen sejarah yang 
berusia dibawah 30 tahun dalam mempelajari masa lalu.? Atau anda mau 
menekankan kepada dosen tersebut , anda sudah lahir belum ? Anda 
hidup sejaman dengan Bill Gates , apa anda lebih pandai dari anak - 
anak muda mengenai microsoft?
> 
> SAKSI 
> Sekarang sebaliknya , begitu sering kritikan dan sindiran anda 
terhadap Indonesia? Sementara anda ada diluar pagar , dan tidak 
menyaksikan sendiri secara langsung apa yang terjadi di Indonesia 
pada masa sekarang ini. Bagaimana jika generasi muda berbalik 
bertanya pada anda, dimanakah anda saat ini ?, anda menyaksikan 
langsung apa yang terjadi di Indonesia pada saat ini? ...
> 
> SURVIVOR
> Anda menulis > > Ada yg diselamatkan oleh tentara US dari ruang gas 
itu, dan 
> berbagai  kisah lainnya." , Diskusi tidak akan berkembang , kalau 
saya bertanya pada anda . Anda sudah lahir pada masa itu ? Anda 
berada di mana pada masa itu ? Anda melihat langsung kejadiannya? 
> Benar ada yang diselamatkan US , akan tetapi ada juga yang 
ditumbalkan , dan disetorkan ke Uni Sovyet , sebagai kompromi politk. 
Jadi ada yang diselamatkan dan ada yang ditumbalkan. Saya tidak 
teruskan panjang lebar. Saya memang tidak mengalami langsung , tidak 
hidup di masa itu ? Apa saya tidak berhak menyuarakan pengetahuan 
saya di masa lampau karenanya ? 
> 
> Kembali ke masalah SAKSI ..
> Saksi mata memang penting. Tapi biar bagaimanapun saksi mata 
memiliki sudut pandang masing - masing, ada pro dan anti. Anda giring 
kasus ekstrim , saksi yang langsung mengalami kejadian di kamp, Apa 
anda ingin mengatakan lebih banyak manusia yang didalam kamp daripada 
yang di luar kamp? untuk menekankan bobot? Makanya saya anjurkan baca 
apa yang saya referensikan pada anda , penulis berkualitas tersebut 
mengalami langsung apa yang terjadi di kampbacalah ! maka 
anda akan memahami maksud saya..
> Contoh Stalin dalam buku tersebut digambarkan juga seperti Hitler 
yang bengis , akan tetapi penulis memandang keseluruhan , termasuk 
memandang dirinya. Menyalahkan Stalin sekaligus menyalahkan dirinya 
sendiri. Aleksandr Zolzhenytsin menulis : Jika kita mengurai masa 
lampau dengan sisir yang halus , maka segala penderitaan yang saya 
alami (kamp) , saya akan menemukan kesalahan kesalahan saya yang 
membuat saya mengalami semua itu. Sementara Saksi lainnya , uhmmm , 
hanya menggerutu..
> 
> 
> Yang anda lakukan itu mengumpulkan semua SAKSI , semua dalam arti 
mewakili seluruh pandangan yang berbeda, atau hanya seleksi 
observasi , mengumpulkan kesaksian yang sekubu atau sepandangan 
dengan anda? Jika seleksi observasi , yah apa bedanya dengan ad 
hominem ? atau reductio ad X ...
> 
> Patut anda renungkan , saya tidak dalam bersikap , menyalahkan dan 
membenarkan Soeharto ataupun Soekarno .malas saya ikut terjun 
dalam perdebatan politik...
> .tetapi mempermasalahkan , bagaimana opini terbentuk , karena ingin 
membuktikan pemerintah RI deldel duwel , maka yang saya lihat adalah 
malah menertawakan nasib rakyat , seperti kelangkaan tempe , anda dan 
kawanan anda , yang berada di jauh dari sini , di negara makmur , di 
kursi nyaman anda , menggunakan internet , menertawakan negara ini , 
dengan mengambil contoh2 kasus yang menimpa rakyat. Apakah kritikan 
dan sindiran itu dapat menggantikan kelangkaan tempe? Bahkan ada yang 
sampai mengutuk atau mendoakan krakatau meletus agar pulau Jawa 
tenggelam. Itulah contoh kebodohan yang sudah demikian akut , karena 
membenci pemerintah , maka rakyat ikut di sumpahi. 
> 
> Robby Wirdja
> 
> 
>   - Original Message - 
>   From: jonathangoeij 
>   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
>   Sent: Wednesday, January 30, 2008 11:58 PM
>   Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-
Tionghoa
> 
> 
>   Anda berargumentasi seperti ini toh tetap menunjukkan betapa 
>   pentingnya saksi mata dan ceritanya. Juga berapa banyak 
survivornya? 
>   dari sekitar 12 juta populasi yg terbantai sekitar 5-6 juta. Apa 
anda 
>   mau berkata "dengan kacamata lain" yg survive masih lebih banyak 
dari 
>   yg terbantai begitu.
> 
>   JG 
> 
>   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Dada"  wrote:
>   >
>   > Ada banyak survivor dari korban NAZI dan korban kamp - kamp 
lai

Pejabat Tionghoa (Re: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa)

2008-01-31 Thread jonathangoeij
yg anda sebutkan adalah jaman post Soeharto, pada jaman Soeharto 
orang tionghoa/cina yg jadi menteri juga ada yaitu kroni beliau Moh. 
Bob Hasan. cuman apakah beliau bisa disebut sebagai tionghoa? saya 
tidak tahu, sudah menjadi rahasia umum masyarakat ada yg berkata 
beliau tidak pernah mengakui dirinya sebagai tionghoa.

JG


--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Akhmad Bukhari Saleh" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dari segi jumlah nominal, boleh dibilang sama. Jaman Sukarno juga 
hanya 
> beberapa. Sekarang juga hanya beberapa. Namun dari segi 
representasi, yang 
> namanya "beberapa" ini sudah sangat mewakili sukunya, bahkan 
> over-represented, kalau dibanding suku-suku lain satu demi satu.
> 
> Dari segi kualitas, jauh bedanya.
> Di jaman Sukarno pejabat orang Tionghoa hanya simbolik saja. Satu-
dua 
> menteri Tionghoa yang ada, hanya menteri non-portofolio. Kecuali 
Menteri 
> Kesehatan Dr. Lie Kiat Teng, itu pun dia (sebagai Tionghoa Islam) 
resmi 
> mewakili partai Islam PSII, dan posisi kabinet itu bukan pula 
posisi utama.
> Sedangkan di jaman sekarang orang Tionghoa ada yang jadi Menko 
Ekuin dan 
> Menteri Perdagangan, posisi kabinet yang paling utama.
> 
> Wasalam.
> 
> -
> 
> - Original Message - 
> From: Gunawan Kurnia
> To: Budaya Tionghua Yahoogroups
> Sent: Thursday, January 31, 2008 11:39 AM
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa
> 
> > ada juga sih beberapa ...
> > Mari Elka Pangestu, menteri perdagangan
> > Kwik Kian Gie, (eks) Menteri Bapenas
> > Lin Che Wei, (eks) Dirut Danareksa
> > Jerry Ng, (eks) Wakil Kepala BPPN
> > Oey Hoeng Tiong, Direktur Hukum Bank Indonesia
> 
> -
> 
> > From: Dimas Ilham Dipta
> > Sent: Wednesday, January 30, 2008 7:18 PM
> > To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> > Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-
Tionghoa
> 
> > > liat aj jaman dl msh banyak orang Tionghoa yg jd menteri or 
pejabat...
> > > coba liat sekarang, ampir bisa dibilang tidak ada...
> > > beda jauh dengan jaman soekarno berkuasa...
> 
> - Original Message 
> From: Skalaras <[EMAIL PROTECTED]  >
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
> 
> Sent: Wednesday, January 30, 2008 6:46:05 PM
> Subject: {Disarmed} Re: {Disarmed} Re: [budaya_tionghua] Soeharto 
dan 
> Kebijakan Anti-Tionghoa
> 
> Semua Tionghoa di masa itu tahu, PP10 bukan kuasa Sukarno. Jika 
ingin tahu 
> sikap sukarno thd PP10, bisa baca memoar Oei Tjoe Tat.
> 
> - Original Message - 
> 
> From: Ulysee
> 
> To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> 
> Sent: Wednesday, January 30, 2008 11:08 AM
> 
> Subject: RE: {Disarmed} Re: [budaya_tionghua] Soeharto dan 
Kebijakan 
> Anti-Tionghoa
> 
> Hihihihi, apa maksud Anda dengan KEHANGATAN?? ???
> 
> Saya tidak tahu soal hangat hangat, tapi kalau SEMUA TIONGHOA ,
> 
> sepertinya tidak.
> 
> Dan seinget gue, banyak tionghoa yang mencak-mencak karena PP 10 
yang
> 
> dikeluarkan di Jaman pemerintahan Sukarno. Apakah itu yang Anda 
maksud
> 
> dengan yang hangat hangat? huehuehuehue.
> 
> -Original Message-
> 
> From: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> 
> [mailto:budaya_tionghua@ yahoogroups. com] On Behalf Of
> 
> [EMAIL PROTECTED] net.id
> 
> Sent: Tuesday, January 29, 2008 11:54 PM
> 
> To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com
> 
> Subject: Re: {Disarmed} Re: [budaya_tionghua] Soeharto dan Kebijakan
> 
> Anti-Tionghoa
> 
> Anda lahir tahun berapa? kok bisa ngomong begini? semua tionghoa di
> 
> zaman
> 
> itu merasakan kehangatan Sukarno kok, kecintaan thd Sukarno bahkan
> 
> sempat
> 
> mempengaruhi dukungan ke putrinya Megawati,
> 
> jika lihat lagi pada Zaman Orde Lama,
> 
> > bagaimana perlakuan Soekarno terhadap bangsa Tionghoa yang lebih 
parah
> 
> > dibandingkan dengan perlakuan Soeharto yang dibesar-besarkan Sinar
> 
> > Harapan.
> .
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>




[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-31 Thread jonathangoeij
duilah neng, Siauw Giok Thjan jelas menjadi korban orba secara 
langsung. dengan sendirinya Siauw Tiong Djin yg masih kecil juga 
menjadi korban. ayahnya ditangkap tanpa kesalahan yg jelas, kehidupan 
keluarga menjadi luar biasa berat, hidup tanpa figur ayah yg ada 
didalam penjara, dlsb dlsb, apakah hal ini tidak menunjukkan dirinya 
adalah korban. toh beliau bisa menuliskan disertasinya secara 
objektif dan memenuhi standard akademis.

minta sendiri dong sama beliau, masak saya yg ngasih.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Siaw Tiong Djin khan anaknya Siaw Giok Tjhan 
> bukan 'korban' nya Siaw Giok Tjhan???
> 
> Eeeh, gue belon punya deserttasinya Djin-heng tentang Siaw. Bagi 
donk!
> Bagi donk!
> 
>  -Original Message-
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of jonathangoeij
> Sent: Thursday, January 31, 2008 12:59 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa
> 
> 
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee"  
wrote:
> > 
> > Tapi, korban yang mempunyai keterlibatan emosi, most likely 
memang
> > cenderung untuk subjektif, karena emosi dia main, begetoo. 
Jadi 
> yang
> > merasa diri sebagai "korban" mah ngga usah menganalisa lah, 
sebaiknya
> > bagian curhat ajah, huehuehuehue.. 
> > Bukankah demikian hihihihi
> 
> ah ya nggak juga, asalkan si penganalisa bisa membedakan antara 
> personality and facts ya tidak masalah
> 
> contoh ya, disertasi Siauw Tiong Djin tentang Siauw Giok Tjhan 
jelas 
> sudah teruji secara akademis.
> 
> JG
> 
> 
>  
> 
> No virus found in this incoming message.
> Checked by AVG Free Edition.
> Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.16/1250 - Release Date:
> 1/29/2008 10:20 PM
> 
> No virus found in this outgoing message.
> Checked by AVG Free Edition. 
> Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.18/1254 - Release Date:
> 1/31/2008 8:30 PM
>




[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-01-31 Thread jonathangoeij
--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Ha? Gue nggak ngerti maksud lu apa. 
>  
> Emangnya apa yang dilakukan oleh Benny G Setiono???

ealah Ul Ul gimana sih, sang penganalisa dalam artikel koran yg 
diposting oleh Pak Danardono dan dengan entengnya elu bilang 
terdistorsi itu khan Benny G Setiono. 

elu itu rupanya baca aja nggak, sipenganalisa siapa juga nggak tahu, 
terus nyerocos terdistorsi. betapa objektifnya kritikus satu ini.

JG



[budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa

2008-02-01 Thread jonathangoeij
ya silahkan saja dimulai pembahasannya satu demi satu.

JG

--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Ulysee" <[EMAIL PROTECTED]> 
wrote:
>
> Loh jadi artikel koran, itu yang nulis artikelnya bukannya si Mega 
siapa
> gitu? Dari berbagai sumber pula.
>  
> Padahal waktu gue bilang penganalisa terdistorsi itu gue nggak 
mikirin
> artikel, gue nodong elu,
>  
> khan elu yang bilang " tetapi jelas banyak sekali fakta2 peristiwa
> dan/atau produk hukum serta kebijakan yg dihasilkan. kesemuanya itu 
bisa
> dianalisa dengan jelas." -> berarti khan elu yang ikut menganalisa
> dengan jelas.
>  
> terus gue bilang :
> "Betul, produk hukum yang tertulis, seharusnya bisa dianalisa secara
> jelas,  masalahnya pada saat yang menganalisa sudah terdistorsi 
sama isu
> isu
> ngga jelas gemana?" --> gue gak yakin lu mampu menganalisa dengan 
jelas
> soalnya dah terdistorsi isu gak jelas.
> 
> Nah tinggal elu sendiri apa berani menyatakan diri bisa menganalisa
> dengan jelas dan enggak terdistorsi sama isu isu nggak jelas 
Baru
> dianalisa deh atu-atu kebijakan tu : anti tionghoa atau anti
> campurtangan RRT, mao nggak?!
> Nantang nih nantang.  Mau donk, biar panjang. Heheheheh.
>  
>  
>  -Original Message-
> From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> [mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of jonathangoeij
> Sent: Friday, February 01, 2008 1:38 PM
> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
> Subject: [budaya_tionghua] Re: Soeharto dan Kebijakan Anti-Tionghoa
> 
> 
> 
> --- In HYPERLINK
> "mailto:budaya_tionghua%40yahoogroups.com"[EMAIL PROTECTED]
yahoogroups.-
> com, "Ulysee"  wrote:
> >
> > Ha? Gue nggak ngerti maksud lu apa. 
> > 
> > Emangnya apa yang dilakukan oleh Benny G Setiono???
> 
> ealah Ul Ul gimana sih, sang penganalisa dalam artikel koran yg 
> diposting oleh Pak Danardono dan dengan entengnya elu bilang 
> terdistorsi itu khan Benny G Setiono. 
> 
> elu itu rupanya baca aja nggak, sipenganalisa siapa juga nggak 
tahu, 
> terus nyerocos terdistorsi. betapa objektifnya kritikus satu ini.
> 
> JG
> 
> 
> 
>  
> 
> 
> No virus found in this incoming message.
> Checked by AVG Free Edition.
> Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.18/1254 - Release Date:
> 1/31/2008 8:30 PM
> 
> 
> 
> No virus found in this outgoing message.
> Checked by AVG Free Edition. 
> Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.19.18/1254 - Release Date:
> 1/31/2008 8:30 PM
>  
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>




  1   2   >