[budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Maaf saya ulang lagi.. Bapak Liang U, saya sedang mencari nama generasi (å輩) untuk Liang shi, untuk memberi nama anak saya. Kongco saya dari AnXi Fujian (å® æºªç¦å»º), kemarin sempat ke sana cuma belum ketemu karena keterbatasan waktu. Ini info kongco, dan kong saya. Kongco : æ¢è«è« Kong : æ¢åºé« CekKong : æ¢å®å°,æ¢éé`« Tolong bisa ada yang bantu?? Thanks Stevan Rahardjo --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, liang u liang_u@ wrote: Pada zaman dinasti Zhou (Ciu), dinasti ketiga dalam sejarah Tiongkok, pendiri dinasti kaisar Zhou Wuwang (Ciu Bu Ong) menggunakan sistem seperti negara federal zaman sekarang. Dinasti dibagi dalam banyak negara bagian yang disebut negara zhuhou. Orang- orangnya yang berjasa diangkat sebagai kepala negara yaitu hou atau zhuhou. Para penerjemah cerita kuno dan cerita silat di Indonesia menterjemahkannya sebagai raja muda. Dinasti Zhou berdiri abad 11 sebelum Masehi, tapi kemudian sedikit- sedikit melorot, sampailah suatu ketika pemerintah pusat menjadi sangat lemah dan diganggu terus oleh kaum minoritas di utara.dan barat. Kaisar Xuanwang (Ciu Suan Ong) hanya berhasil mengatasi kesulitan negara untuk sementara atas jasanya pejabat yang bernama Qin Zhong (Cin Tiong). Tapi waktu kaisar berikutnya, negara melemah lagi, sampai akhirnya kaisar Zhou Pingwang (Ciu Ping Ong) terpaksa memindahkan ibukota ke sebelah timur untuk mencegah gangguan dari sebelah barat. Kaisar Zhou Pingwang mengangkat cucu Qin Zhong yang bernama Kang (Khang) menjadi rajamuda di suatu tempat di propinsi Shaanxi yang bernama Liangshan (di kota Hancheng sekarang). Di sanalah didirikan negara Liang. Pada akhir zaman dinasti Zhou negara zhuhou ini sudah tidak tunduk pada pemerintah pusat yang lemah dan saling serbu memperluas wilayah masing-masing, zaman ini disebut zaman Chunqiu. Pada saat itulah negara Liang dihancurkan negara Qin (Tjin). Negara Qin ini akhirnya berhasil mengalahkan seluruh lawannya termasuk menghancurkan dinasti Zhou yang sudah lemah, dan mendirikan kekaisaran baru yaitu dinasti Qin (Tjin) dengan Qin Shihuang (Tjin Se Ong) sebagai kaisarnya. Sebagaimana kebiasaan waktu itu, anak cucu keturunan raja Liang menggunakan Liang sebagai xing (sne, marga) nya. Jadi orang xing Liang, adalah keturunan Qin Zhong, sedang Qin Zhong adalah keturunan Bo Yi, Bo Yi adalah keturunan Huangdi (*Ui Te atau Kaisar Kuning) yang dianggap salah seorang leluhur orang Han. Orang Han selalu menganggap dirinya adalah keturuan Yan-Huang yaitu Yandi (Yam Te) dan Huangdi. (*Ui Te). Sne Liang mempunyai tambahan dari suku non Han yang terasimilasi dengan orang Han dan mengganti xingnya dari Balielan menjadi Liang juga. Karena Liang adalah xing yang besar (yang jumlah penduduknya banyak) maka pusat leluhurnya juga ada beberapa tempat. Pusat leluhur atau junwang adalah tempat di mana xing itu berkembang menjadi xing yang besar dan didirikan sebuah kelenteng leluhur yang biasanya digunakan untuk penghormatan leluhur dan menyimpan semua silsilah orang xing tsb di tempat tsb beserta keturunannya. Karena orang xing Liang ini akhirnya menyebar ke seluruh Tiongkok, tentu tak praktis kalau semua harus datang bersembahyang ke junwang asli yang ribuan km jauhnya, padahal lalu lintas zaman dulu sulit, karena itu bila di tempat yang baru mereka berkembang, maka didirikan junwang cabang. Hampir semua orang Tionghoa di Indonesia berasal dari Tiongkok selatan, terbanyak dari propinsi Fujian (orang Hokkian, Hokchnia, Hinhua, Hakka), propinsi Guangdong (orang Konghu, orang Tiociu, orang Hakka), Hainan (orang Hainan yang keturunan orang Hokkian juga) dan sedikit Hakka, Guangxi (orang Konghu, orang Hakka) dll. Pencarian leluhur pertama biasanya mencari junwang cabang di daerah yang disebut di atas, zaman sekarang orang tak cukup mencari di sana, setelah ketemu dicari lagi leluhurnya dari mana, orang Han di Tiongkok selatan semua berasal dari Tiongkok utara, dicarilah junwang yang asli. Misalnya orang xing Wang (Ong) berhasil menemukan junwang pusatnya di Taiyuan, ibu kota propinsi Shanxi di Tiongkok utara sekarang. Junwang cabang biasanya dapat dicari di kota kabupaten atau kota prefektorat di propinsi ybs. Zaman dulu orang selalu melapor kepada junwang pusat untuk dicatat silsilahnya, kebudayaan, buku dll yang bersangkutan dengan xing yang bersangkutan. Xing Liang adalah dalam Mandarin, dalam dialek Hokkian menjadi Nio, Tiociu tetap Liang, dalam dialek Hakka menjadi Liong, sedang dalam dialek Konghu adalah Leung. Junwang atau pusat leluhur xing Liang yang terutama ada tiga tempat: 1. Anding, terletak di perbatasan propinsi Gansu daerah Pingliang dan Daerah Otonomi Hui Ningxia kota Guyuan. 2. Tianshui, propinsi Gansu 3. Henan, dekat kota Luoyang. Mencari kelenteng leluhur untuk
Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Sdr. Stevan, Maaf huruf Tionghoa dalam email anda tak bisa dibuka, bisa dikirim ke japri: [EMAIL PROTECTED]langsung sebagai attachment, sebab Budaya Tionghoa tidak mengizinkan adanya attachment. Pada attachment umumnya huruf Tionghoanya tidak rusak. Saya sendiri tak tahu mengapa, sebab kalau surat dari Tiongkok, Hongkong tak pernah rusak, encoding apa yang anda pakai? Satu hal saya minta maaf, sudah banyak orang menganggap saya sne Liang, bukan! Liang U adalah nama, kebiasaan saja kalau menulis nama hanya ditulis begitu tanpa sne. Saya sne Ting, di surat-surat (surat lahir dll) ditulis Teng. Memang dalam dialek Hokkian Ting dan Teng sama saja, di daerah Ciangciu sampai ke Tiociu bunyinya Teng, di Xiamen dan Cuanciu bunyinya Ting. Jadi belum tentu saya bisa memberi bantuan kepada anda tentang nama generasi anda. Tapi saya akan coba tanya-tanya teman. Salam Liang U --- On Wed, 7/16/08, Stevan Raharjo [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Stevan Raharjo [EMAIL PROTECTED] Subject: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wednesday, July 16, 2008, 11:36 AM Bapak Liang U, saya sedang mencari nama generasi (#23383;#36649; ) untuk Liang shi, untuk memberi nama anak saya. Kongco saya dari AnXi Fujian (#23433;#28330; #31119;#24314; ), kemarin sempat ke sana cuma belum ketemu karena keterbatasan waktu. Ini info kongco, dan kong saya. Kongco : #26753;#35527; #35542; Kong : #26753;#22522; #37675; CekKong : #26753;#23447; #22320;, #26753;#38283; #37995; Tolong bisa ada yang bantu?? Thanks Stevan Rahardjo --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, liang u liang_u@ wrote: Pada zaman dinasti Zhou (Ciu), dinasti ketiga dalam sejarah Tiongkok, pendiri dinasti kaisar Zhou Wuwang (Ciu Bu Ong) menggunakan sistem seperti negara federal zaman sekarang. Dinasti dibagi dalam banyak negara bagian yang disebut negara zhuhou. Orang- orangnya yang berjasa diangkat sebagai kepala negara yaitu hou atau zhuhou. Para penerjemah cerita kuno dan cerita silat di Indonesia menterjemahkannya sebagai raja muda. Dinasti Zhou berdiri abad 11 sebelum Masehi, tapi kemudian sedikit- sedikit melorot, sampailah suatu ketika pemerintah pusat menjadi sangat lemah dan diganggu terus oleh kaum minoritas di utara.dan barat. Kaisar Xuanwang (Ciu Suan Ong) hanya berhasil mengatasi kesulitan negara untuk sementara atas jasanya pejabat yang bernama Qin Zhong (Cin Tiong). Tapi waktu kaisar berikutnya, negara melemah lagi, sampai akhirnya kaisar Zhou Pingwang (Ciu Ping Ong) terpaksa memindahkan ibukota ke sebelah timur untuk mencegah gangguan dari sebelah barat. Kaisar Zhou Pingwang mengangkat cucu Qin Zhong yang bernama Kang (Khang) menjadi rajamuda di suatu tempat di propinsi Shaanxi yang bernama Liangshan (di kota Hancheng sekarang). Di sanalah didirikan negara Liang. Pada akhir zaman dinasti Zhou negara zhuhou ini sudah tidak tunduk pada pemerintah pusat yang lemah dan saling serbu memperluas wilayah masing-masing, zaman ini disebut zaman Chunqiu. Pada saat itulah negara Liang dihancurkan negara Qin (Tjin). Negara Qin ini akhirnya berhasil mengalahkan seluruh lawannya termasuk menghancurkan dinasti Zhou yang sudah lemah, dan mendirikan kekaisaran baru yaitu dinasti Qin (Tjin) dengan Qin Shihuang (Tjin Se Ong) sebagai kaisarnya. Sebagaimana kebiasaan waktu itu, anak cucu keturunan raja Liang menggunakan Liang sebagai xing (sne, marga) nya. Jadi orang xing Liang, adalah keturunan Qin Zhong, sedang Qin Zhong adalah keturunan Bo Yi, Bo Yi adalah keturunan Huangdi (*Ui Te atau Kaisar Kuning) yang dianggap salah seorang leluhur orang Han. Orang Han selalu menganggap dirinya adalah keturuan Yan-Huang yaitu Yandi (Yam Te) dan Huangdi. (*Ui Te). Sne Liang mempunyai tambahan dari suku non Han yang terasimilasi dengan orang Han dan mengganti xingnya dari Balielan menjadi Liang juga. Karena Liang adalah xing yang besar (yang jumlah penduduknya banyak) maka pusat leluhurnya juga ada beberapa tempat. Pusat leluhur atau junwang adalah tempat di mana xing itu berkembang menjadi xing yang besar dan didirikan sebuah kelenteng leluhur yang biasanya digunakan untuk penghormatan leluhur dan menyimpan semua silsilah orang xing tsb di tempat tsb beserta keturunannya. Karena orang xing Liang ini akhirnya menyebar ke seluruh Tiongkok, tentu tak praktis kalau semua harus datang bersembahyang ke junwang asli yang ribuan km jauhnya, padahal lalu lintas zaman dulu sulit, karena itu bila di tempat yang baru mereka berkembang, maka didirikan junwang cabang. Hampir semua orang Tionghoa di Indonesia berasal dari Tiongkok selatan, terbanyak dari propinsi Fujian (orang Hokkian, Hokchnia, Hinhua, Hakka), propinsi Guangdong (orang Konghu, orang Tiociu, orang Hakka), Hainan (orang Hainan yang keturunan orang Hokkian juga) dan sedikit Hakka, Guangxi (orang Konghu, orang Hakka) dll. Pencarian leluhur pertama biasanya
Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
System Wade meski di masa depan akan pelan2 hilang, di masa sekarang masih perlu untuk mendeteksi nama2 Tionghoa yang terlanjur populer di dunia barat, seperti nama2 para artis mandarin . juga nama2 orang Taiwan zaman sekarang masih lazim dieja pakai Wade system, seperti Jay Chou (Zhou dalam hanyu Pinyin) misalnya. Salam, ZFy --- On Sun, 7/6/08, liang u [EMAIL PROTECTED] wrote: From: liang u [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, July 6, 2008, 8:52 AM Zhou Xiong, Terima kasih atas usulnya. Hanyu Pinyin memang sudah dicantumkan, ejaan Indonesia lama (Hokkian ala cerita silat) sudah dicantumkan, lalu empat dialek utama di Asia Tenggara, yaitu Hokkian, Tiociu, Konghu dan Hakka juga dicantumkan, hanya ejaannya ejaan Indonesia dengan ditambah sedikit sana sini yang tak ada dalam bahasa Indonesianya, agar dapat dibaca tepat. Maksudnya agar semua orang Indonesia dapat membaca tepat nama maupun marganya. Mengenai ejaan Malaysia-Singapore yang kacau balau juga, saya tak punya data lengkap karena variasinya banyak, demikian juga ejaan Konghu di Hongkong saya tak mempunyai data lengkap. Misalnya saja di Singapore untuk marga Gouw Indonesia jadi Goh, Gor, Ngor dll, terlalu rumit untuk saya juga. Wade system sudah tak saya ikutkan karena saya anggap sudah obsolute, Hanyu Pinyin sudah diundang-undangkan dan diakui PBB, pendidikan Mandarin sudah intensif di seluruh dunia, penggunaan ejaan Wade hanya akan memperumit orang yang tak mengerti. Tapi biar bagaimana, akan saya rundingkan dulu dengan teman-teman. Terima kasih atas masukkannya. Salam Liang U --- On Sun, 7/6/08, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] com wrote: From: Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, July 6, 2008, 5:04 AM Liang Xiong, sekedar usul, dalam buku, selain dicantumkan nama marga dalam aksara Tionghoa, mungkin bisa dicantumkan romanisasinya dalam hanyupinyin, sekalian romanisasinya dalam ejaan wadegill. juga padanannya di Singapore( Hokian dng ejaan Inggris), sekalian padanannya dalam cantonis yang populer di Hongkong. ZFy - Original Message From: liang u [EMAIL PROTECTED] com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, July 6, 2008 9:55:03 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang Xuan Tong xiong, nin hao, Rikuh saya disebut qianbei oleh anda, meskipun tampaknya anda memang lebih muda dalam usia dari saya, tapi dalam pengetahuan ke-Tionghoaan anda adalah lebih dari saya, oleh karena itu sebaiknya lain kali panggil saya xiong saya dah. Mengenai buku, karena saya sudah tak menetap di Indonesia, juga tak tahu perkembangan di Indonesia (memang tahu dari berita, tapi mendengar tidak sebaik merasakan), maka semuanya sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Di dalamnya kalau dilihat sekarang masih ada yang perlu diralat, misalnya junwang, saya tulis qunwang. Lalu cara baca sne secara umum, ada yang kurang tepat, artinya ternyata di Indonesia orang Hokkian banyak menggunakan Snui (Ciangciu peq), sedang di Singapore menggunakan Sng (Cuanciu peg). Dalam tulisan itu saya masih menonjolkan Sng. Sudah saya beritahu sdr. King Hian. Memang buku itu tujuan saya hanya untuk menambah pengetahuan orang Tionghoa Indonesia, terutama yang sudah tak dapat membaca huruf Tionghoa, agar tahu minimal mengenai sne-nya, bukan untuk mencari uang, sehingga untuk saya asal ada yang mau menerbitkan sudah puas. Itu semua sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Jadi saya harap Xuan Tong bicara dengan King Hian, tidak perlu meminta persetujuan saya, kecuali kalau penerbit mau memotong isinya. Sebagian perubahan berdasarkan permintaan Gramedia juga sudah dikerjakan oleh sdr. King Hian. Terima kasih atas perhatian anda, memang menyesal sekali kita tak dapat bercakap-cakap ketika bertemu di Singapore. Saya sebetulnya sudah menunggu kedatangan anda, hanya mendadak Adrian mengatakan hanya bisa bertemu di station. Konsep buku ada dua, satu tentang sne yang cukup tebal meskipun ringkas, kedua tentang nama, yang cukup singkat, jadi tak tebal. Dalam nama saya tak mengerti peq-ji, jadi kalau perlu saya minta King Hian menambahkannya. Mengenai nama huruf yang saya pilih sudah meliputi kebanyakan yang dipergunakan orang di Indonesia, dan dalam cerita-cerita modern. Setelah akhir-akhir ini saya sering berkeliling ke pelosok-pelosok di Tiongkok , saya menemukan banyak huruf yang di Indonesia tak pernah dipakai nama, sedang di sana lazim. Din Tiongkok selatan, misalnya propinsi asal Huaqiao memang namanya (huruf yang dipergunakan) lebih mirip dengan yang dipergunakan di Indonesia, baik orang Han, maupun minoritas lain. Sedang di utara banyak menggunakan huruf yang jarang kita pergunakan untuk nama di Indonesia. Mengenai ejaan waktu itu sepakat dengan sdr. King Hian untuk memperbaiki ejaan
[budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Liang Laobo, Xiaozhi setuju sekali dengan apa yang Zhou-xiong katakan. Sistem Wade-Giles (yang dibentuk dari gabungan nama dua sinolog Inggris Sir Francis Wade dan Sir Herbert Giles) sampai taraf tertentu masih dipakai secara internasional dalam terbitan berbahasa Inggris. Di kita sendiri ejaan ini bukannya tidak dikenal. Contoh yang paling akrab dengan kita adalah Chêng Hô. Rasanya hampir tak ada di antara kita yang tak kenal dengan nama sang laksamana Ming yang pernah tujuh kali mengarungi samudra itu. Sebaliknya, mungkin tidak banyak di antara kita yang tahu bahwa Chêng Hô #37165;#21644; sebenarnya adalah ejaan Wade-Giles dari nama yang dalam Hanyu Pinyin dieja sebagai Zheng He. Chêng Hô adalah nama yang dipakai dalam buku-buku berbahasa Inggris, yang di masa yang lalu banyak mengadopsi sistem Wade-Giles ini, termasuk Encyclopædia Britannica dan Encyclopædia Americana. Chêng Hô (Wade-Giles) seharusnya dilafalkan sebagai cêng hê (dua- duanya dilafalkan dengan e pepet), bukan cèng ho seperti sering saya dengar dilafalkan orang. Nama ini adalah nama dalam lafal Mandarin dan sama sekali bukannya dalam lafal Hokkian, sebagaimana selama ini keliru diperkirakan orang. Lafal Hokkiannya#8213;dalam sistem Van Ophuijsen#8213;adalah The (The = Te dengan bunyi sengau) dan Ho. Di Surabaya kita tahu ada Masjid Chêng Hô (sistem Wade-Giles) yang pada hakekatnya sama saja dengan Masjid Zheng He (sistem Hanyu Pinyin). Cuma sayangnya orang tetap melafalkannya Masjid Cèng Ho, karena ketidaktahuan akan persamaan antara kedua ejaan ini dan anggapan keliru bahwa Chêng Hô adalah lafal Hokkian. Jadi, bagaimana pun ejaan Wade-Giles masih tetap perlu dicantumkan. Kalau Laobo ada kesulitan tentang sistem ini, xiaozhi mungkin bisa membantu. Gongshou, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED]: System Wade meski di masa depan akan pelan2 hilang, di masa sekarang masih perlu untuk mendeteksi nama2 Tionghoa yang terlanjur populer di dunia barat, seperti nama2 para artis mandarin . juga nama2 orang Taiwan zaman sekarang masih lazim dieja pakai Wade system, seperti Jay Chou (Zhou dalam hanyu Pinyin) misalnya. Salam, Zfy --- On Sun, 7/6/08, liang u [EMAIL PROTECTED]: From: liang u [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, July 6, 2008, 8:52 AM Zhou Xiong, Terima kasih atas usulnya. Hanyu Pinyin memang sudah dicantumkan, ejaan Indonesia lama (Hokkian ala cerita silat) sudah dicantumkan, lalu empat dialek utama di Asia Tenggara, yaitu Hokkian, Tiociu, Konghu dan Hakka juga dicantumkan, hanya ejaannya ejaan Indonesia dengan ditambah sedikit sana sini yang tak ada dalam bahasa Indonesianya, agar dapat dibaca tepat. Maksudnya agar semua orang Indonesia dapat membaca tepat nama maupun marganya. Mengenai ejaan Malaysia-Singapore yang kacau balau juga, saya tak punya data lengkap karena variasinya banyak, demikian juga ejaan Konghu di Hongkong saya tak mempunyai data lengkap. Misalnya saja di Singapore untuk marga Gouw Indonesia jadi Goh, Gor, Ngor dll, terlalu rumit untuk saya juga. Wade system sudah tak saya ikutkan karena saya anggap sudah obsolute, Hanyu Pinyin sudah diundang-undangkan dan diakui PBB, pendidikan Mandarin sudah intensif di seluruh dunia, penggunaan ejaan Wade hanya akan memperumit orang yang tak mengerti. Tapi biar bagaimana, akan saya rundingkan dulu dengan teman-teman. Terima kasih atas masukkannya. Salam Liang U --- On Sun, 7/6/08, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] comwrote: From: Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, July 6, 2008, 5:04 AM Liang Xiong, sekedar usul, dalam buku, selain dicantumkan nama marga dalam aksara Tionghoa, mungkin bisa dicantumkan romanisasinya dalam hanyupinyin, sekalian romanisasinya dalam ejaan wadegill. juga padanannya di Singapore (Hokian dng ejaan Inggris), sekalian padanannya dalam cantonis yang populer di Hongkong. ZFy - Original Message From: liang u [EMAIL PROTECTED] com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, July 6, 2008 9:55:03 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang Xuan Tong xiong, nin hao, Rikuh saya disebut qianbei oleh anda, meskipun tampaknya anda memang lebih muda dalam usia dari saya, tapi dalam pengetahuan ke- Tionghoaan anda adalah lebih dari saya, oleh karena itu sebaiknya lain kali panggil saya xiong saya dah. Mengenai buku, karena saya sudah tak menetap di Indonesia, juga tak tahu perkembangan di Indonesia (memang tahu dari berita, tapi mendengar tidak sebaik merasakan), maka semuanya sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Di dalamnya kalau dilihat sekarang masih ada yang perlu diralat, misalnya junwang, saya tulis qunwang. Lalu cara baca sne secara umum, ada yang kurang tepat, artinya ternyata di Indonesia orang Hokkian banyak menggunakan Snui (Ciangciu peq
Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Terima kasih, atas usulannya, akan saya perhatikan. Salam Liang U --- On Mon, 7/7/08, David Kwa [EMAIL PROTECTED] wrote: From: David Kwa [EMAIL PROTECTED] Subject: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, July 7, 2008, 3:17 PM Liang Laobo, Xiaozhi setuju sekali dengan apa yang Zhou-xiong katakan. Sistem Wade-Giles (yang dibentuk dari gabungan nama dua sinolog Inggris Sir Francis Wade dan Sir Herbert Giles) sampai taraf tertentu masih dipakai secara internasional dalam terbitan berbahasa Inggris. Di kita sendiri ejaan ini bukannya tidak dikenal. Contoh yang paling akrab dengan kita adalah Chêng Hô. Rasanya hampir tak ada di antara kita yang tak kenal dengan nama sang laksamana Ming yang pernah tujuh kali mengarungi samudra itu. Sebaliknya, mungkin tidak banyak di antara kita yang tahu bahwa Chêng Hô #37165;#21644; sebenarnya adalah ejaan Wade-Giles dari nama yang dalam Hanyu Pinyin dieja sebagai Zheng He. Chêng Hô adalah nama yang dipakai dalam buku-buku berbahasa Inggris, yang di masa yang lalu banyak mengadopsi sistem Wade-Giles ini, termasuk Encyclopædia Britannica dan Encyclopædia Americana. Chêng Hô (Wade-Giles) seharusnya dilafalkan sebagai cêng hê (dua- duanya dilafalkan dengan e pepet), bukan cèng ho seperti sering saya dengar dilafalkan orang. Nama ini adalah nama dalam lafal Mandarin dan sama sekali bukannya dalam lafal Hokkian, sebagaimana selama ini keliru diperkirakan orang. Lafal Hokkiannya# 8213;dalam sistem Van Ophuijsen#8213; adalah The (The = Te dengan bunyi sengau) dan Ho. Di Surabaya kita tahu ada Masjid Chêng Hô (sistem Wade-Giles) yang pada hakekatnya sama saja dengan Masjid Zheng He (sistem Hanyu Pinyin). Cuma sayangnya orang tetap melafalkannya Masjid Cèng Ho, karena ketidaktahuan akan persamaan antara kedua ejaan ini dan anggapan keliru bahwa Chêng Hô adalah lafal Hokkian. Jadi, bagaimana pun ejaan Wade-Giles masih tetap perlu dicantumkan. Kalau Laobo ada kesulitan tentang sistem ini, xiaozhi mungkin bisa membantu. Gongshou, DK --- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED]: System Wade meski di masa depan akan pelan2 hilang, di masa sekarang masih perlu untuk mendeteksi nama2 Tionghoa yang terlanjur populer di dunia barat, seperti nama2 para artis mandarin . juga nama2 orang Taiwan zaman sekarang masih lazim dieja pakai Wade system, seperti Jay Chou (Zhou dalam hanyu Pinyin) misalnya. Salam, Zfy --- On Sun, 7/6/08, liang u [EMAIL PROTECTED] wrote: From: liang u [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, July 6, 2008, 8:52 AM Zhou Xiong, Terima kasih atas usulnya. Hanyu Pinyin memang sudah dicantumkan, ejaan Indonesia lama (Hokkian ala cerita silat) sudah dicantumkan, lalu empat dialek utama di Asia Tenggara, yaitu Hokkian, Tiociu, Konghu dan Hakka juga dicantumkan, hanya ejaannya ejaan Indonesia dengan ditambah sedikit sana sini yang tak ada dalam bahasa Indonesianya, agar dapat dibaca tepat. Maksudnya agar semua orang Indonesia dapat membaca tepat nama maupun marganya. Mengenai ejaan Malaysia-Singapore yang kacau balau juga, saya tak punya data lengkap karena variasinya banyak, demikian juga ejaan Konghu di Hongkong saya tak mempunyai data lengkap. Misalnya saja di Singapore untuk marga Gouw Indonesia jadi Goh, Gor, Ngor dll, terlalu rumit untuk saya juga. Wade system sudah tak saya ikutkan karena saya anggap sudah obsolute, Hanyu Pinyin sudah diundang-undangkan dan diakui PBB, pendidikan Mandarin sudah intensif di seluruh dunia, penggunaan ejaan Wade hanya akan memperumit orang yang tak mengerti. Tapi biar bagaimana, akan saya rundingkan dulu dengan teman-teman. Terima kasih atas masukkannya. Salam Liang U --- On Sun, 7/6/08, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] comwrote: From: Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] com Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Sunday, July 6, 2008, 5:04 AM Liang Xiong, sekedar usul, dalam buku, selain dicantumkan nama marga dalam aksara Tionghoa, mungkin bisa dicantumkan romanisasinya dalam hanyupinyin, sekalian romanisasinya dalam ejaan wadegill. juga padanannya di Singapore (Hokian dng ejaan Inggris), sekalian padanannya dalam cantonis yang populer di Hongkong. ZFy - Original Message From: liang u [EMAIL PROTECTED] com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, July 6, 2008 9:55:03 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang Xuan Tong xiong, nin hao, Rikuh saya disebut qianbei oleh anda, meskipun tampaknya anda memang lebih muda dalam usia dari saya, tapi dalam pengetahuan ke- Tionghoaan anda adalah lebih dari saya, oleh karena itu sebaiknya lain kali panggil saya xiong saya dah. Mengenai buku, karena saya sudah tak menetap di Indonesia, juga tak tahu perkembangan di Indonesia (memang tahu dari berita, tapi mendengar tidak sebaik merasakan), maka semuanya
Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Zhou Xiong, Terima kasih atas usulnya. Hanyu Pinyin memang sudah dicantumkan, ejaan Indonesia lama (Hokkian ala cerita silat) sudah dicantumkan, lalu empat dialek utama di Asia Tenggara, yaitu Hokkian, Tiociu, Konghu dan Hakka juga dicantumkan, hanya ejaannya ejaan Indonesia dengan ditambah sedikit sana sini yang tak ada dalam bahasa Indonesianya, agar dapat dibaca tepat. Maksudnya agar semua orang Indonesia dapat membaca tepat nama maupun marganya. Mengenai ejaan Malaysia-Singapore yang kacau balau juga, saya tak punya data lengkap karena variasinya banyak, demikian juga ejaan Konghu di Hongkong saya tak mempunyai data lengkap. Misalnya saja di Singapore untuk marga Gouw Indonesia jadi Goh, Gor, Ngor dll, terlalu rumit untuk saya juga. Wade system sudah tak saya ikutkan karena saya anggap sudah obsolute, Hanyu Pinyin sudah diundang-undangkan dan diakui PBB, pendidikan Mandarin sudah intensif di seluruh dunia, penggunaan ejaan Wade hanya akan memperumit orang yang tak mengerti. Tapi biar bagaimana, akan saya rundingkan dulu dengan teman-teman. Terima kasih atas masukkannya. Salam Liang U --- On Sun, 7/6/08, Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] wrote: From: Fy Zhou [EMAIL PROTECTED] Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Sunday, July 6, 2008, 5:04 AM Liang Xiong, sekedar usul, dalam buku, selain dicantumkan nama marga dalam aksara Tionghoa, mungkin bisa dicantumkan romanisasinya dalam hanyupinyin, sekalian romanisasinya dalam ejaan wadegill. juga padanannya di Singapore( Hokian dng ejaan Inggris), sekalian padanannya dalam cantonis yang populer di Hongkong. ZFy - Original Message From: liang u [EMAIL PROTECTED] com To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Sunday, July 6, 2008 9:55:03 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang Xuan Tong xiong, nin hao, Rikuh saya disebut qianbei oleh anda, meskipun tampaknya anda memang lebih muda dalam usia dari saya, tapi dalam pengetahuan ke-Tionghoaan anda adalah lebih dari saya, oleh karena itu sebaiknya lain kali panggil saya xiong saya dah. Mengenai buku, karena saya sudah tak menetap di Indonesia, juga tak tahu perkembangan di Indonesia (memang tahu dari berita, tapi mendengar tidak sebaik merasakan), maka semuanya sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Di dalamnya kalau dilihat sekarang masih ada yang perlu diralat, misalnya junwang, saya tulis qunwang. Lalu cara baca sne secara umum, ada yang kurang tepat, artinya ternyata di Indonesia orang Hokkian banyak menggunakan Snui (Ciangciu peq), sedang di Singapore menggunakan Sng (Cuanciu peg). Dalam tulisan itu saya masih menonjolkan Sng. Sudah saya beritahu sdr. King Hian. Memang buku itu tujuan saya hanya untuk menambah pengetahuan orang Tionghoa Indonesia, terutama yang sudah tak dapat membaca huruf Tionghoa, agar tahu minimal mengenai sne-nya, bukan untuk mencari uang, sehingga untuk saya asal ada yang mau menerbitkan sudah puas. Itu semua sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Jadi saya harap Xuan Tong bicara dengan King Hian, tidak perlu meminta persetujuan saya, kecuali kalau penerbit mau memotong isinya. Sebagian perubahan berdasarkan permintaan Gramedia juga sudah dikerjakan oleh sdr. King Hian. Terima kasih atas perhatian anda, memang menyesal sekali kita tak dapat bercakap-cakap ketika bertemu di Singapore. Saya sebetulnya sudah menunggu kedatangan anda, hanya mendadak Adrian mengatakan hanya bisa bertemu di station. Konsep buku ada dua, satu tentang sne yang cukup tebal meskipun ringkas, kedua tentang nama, yang cukup singkat, jadi tak tebal. Dalam nama saya tak mengerti peq-ji, jadi kalau perlu saya minta King Hian menambahkannya. Mengenai nama huruf yang saya pilih sudah meliputi kebanyakan yang dipergunakan orang di Indonesia, dan dalam cerita-cerita modern. Setelah akhir-akhir ini saya sering berkeliling ke pelosok-pelosok di Tiongkok , saya menemukan banyak huruf yang di Indonesia tak pernah dipakai nama, sedang di sana lazim. Din Tiongkok selatan, misalnya propinsi asal Huaqiao memang namanya (huruf yang dipergunakan) lebih mirip dengan yang dipergunakan di Indonesia, baik orang Han, maupun minoritas lain. Sedang di utara banyak menggunakan huruf yang jarang kita pergunakan untuk nama di Indonesia. Mengenai ejaan waktu itu sepakat dengan sdr. King Hian untuk memperbaiki ejaan Belanda yang tak dapat mencerminkan bunyi Hokkian sesungguhnya. Tapi ejaan Hokkian yang dibuat Xiamen University terlalu sulit untuk orang Indonesia, demikian juga ejaan di Taiwan. Jadi kita memperbaiki ejaan lama saja diganti ejaan baru dan menambahkan bunyi hidung yang tak ada dalam ejaan Belanda. Ternyata banyak memang salah sangka, orang Tionghoa sekarang menganggap snenya itu adalah tulisan baku, jadi berlaku secara internasional termasuk di Tiongkok. Muncullah orang yang sne Tjan mencari leluhurnya, dan semua orang menggelengkan kepala termasuk
[budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Liang laoqianbei, sebelumnya saya minta maaf, pada saat pertemuan pertama kita itu tidak pada saat yang tepat dan waktu yang luang. Mohon Liang qianbei memaafkan kesibukan wanbei. Liang qianbei, buku marga yang anda susun itu begitu berharga dan saya pribadi mengatakan buku marga yang anda susun sebenarnya jauh lebih lengkap daripada buku marga Tionghoa yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Saya pernah menanyakan kepada sdr.King Hian kendala apa yang menghambat penerbit tidak mau menerbitkan ? Apakah hanya masalah editing ? Jika masalah editing, saya minta ijin untuk membantu qianbei. Terimakasih atas perhatiannya. Hormat saya, Xuan Tong --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u [EMAIL PROTECTED] wrote: æ¢ Pada zaman dinasti Zhou (Ciu), dinasti ketiga dalam sejarah Tiongkok, pendiri dinasti kaisar Zhou Wuwang (Ciu Bu Ong) menggunakan sistem seperti negara federal zaman sekarang. Dinasti dibagi dalam banyak negara bagian yang disebut negara zhuhou Orang-orangnya yang berjasa diangkat sebagai kepala negara yaitu hou atau zhuhou. Para penerjemah cerita kuno dan cerita silat di Indonesia menterjemahkannya sebagai raja muda. Dinasti Zhou berdiri abad 11 sebelum Masehi, tapi kemudian sedikit-sedikit melorot, sampailah suatu ketika pemerintah pusat menjadi sangat lemah dan diganggu terus oleh kaum minoritas di utara.dan barat. Kaisar Xuanwang (Ciu Suan Ong) hanya berhasil mengatasi kesulitan negara untuk sementara atas jasanya pejabat yang bernama Qin Zhong (Cin Tiong). Tapi waktu kaisar berikutnya, negara melemah lagi, sampai akhirnya kaisar Zhou Pingwang (Ciu Ping Ong) terpaksa memindahkan ibukota ke sebelah timur untuk mencegah gangguan dari sebelah barat. Kaisai Zhou Pingwang mengangkat cucu Qin Zhong yang bernama Kang (Khang) menjadi rajamuda di suatu tempat di propinsi Shaanxi yang bernama Liangshan (di kota Hancheng sekarang). Di sanalah didirikan negara Liang. Pada akhir zaman dinasti Zhou negara zhuhou ini sudah tidak tunduk pada pemerintah pusat yang lemah dan saling serbu memperluas wilayah masing-masing, zaman ini disebut zaman Chunqiu. Pada saat itulah negara Liang dihancurkan negara Qin (Tjin). Negara Qin ini akhirnya berhasil mengalahkan seluruh lawannya termasuk menghancurkan dinasti Zhou yang sudah lemah, dan mendirikan kekaisaran baru yaitu dinasti Qin (Tjin) dengan Qin Shihuang (Tjin Se Ong) sebagai kaisarnya. Sebagaimana kebiasaan waktu itu, anak cucu keturunan raja Liang menggunakan Liang sebagai xing (sne, marga) nya. Jadi orang xing Liang, adalah keturunan Qin Zhong, sedang Qin Zhong adalah keturunan Bo Yi, Bo Yi adalah keturunan Huangdi (*Ui Te atau Kaisar Kuning) yang dianggap salah seorang leluhur orang Han. Orang Han selalu menganggap dirinya adalah keturuan Yan-Huang yaitu Yandi (Yan Te) dan Huangdi. (*Ui Te). Sne Liang mempunyai tambahan dari suku non Han yang terasimilasi dengan orang Han dan mengganti xingnya dari Balielan menjadi Liang juga. Karena Liang adalah xing yang besar (yang jumlah penduduknya banyak) maka pusat leluhurnya juga ada beberapa tempat. Pusat leluhur atau junwang adalah tempat di mana xing itu berkembang menjadi xing yang besar dan didirikan sebuah kelenteng leluhur yang biasanya digunakan untuk penghormatan leluhur dan menyimpan semua silsilah orang xing tsb di tempat tsb beserta keturunannya. Karena orang xing Liang ini akhirnya menyebar ke seluruh Tiongkok, tentu tak praktis kalau semua harus datang bersembahyang ke junwang asli yang ribuan km jauhnya, padahal lalu lintas zaman dulu sulit, karena itu bila di tempat yang baru mereka berkembang, maka didirikan junwang cabang. Hampir semua orang Tionghoa di Indonesia berasal dari Tiongkok selatan, terbanyak dari propinsi Fujian (orang Hokkian, Hokchnia, Hinhua, Hakka), propinsi Guangdong (orang Konghu, orang Tiociu, orang Hakka), Hainan (orang Hainan yang keturunan orang Hokkian juga) dan sedikit Hakka, Guangxi (orang Konghu, orang Hakka) dll. Pencarian leluhur pertama biasanya mencari junwang cabang di daerah yang disebut di atas, zaman sekarang orang tak cukup mencari di sana, setelah ketemu dicari lagi leluhurnya dari mana, orang Han di Tiongkok selatan semua berasal dari Tiongkok utara, dicarilah junwang yang asli. Misalnya orang xing Wang (Ong) berhasil menemukan junwang pusatnya di Taiyuan, ibu kota propinsi Shanxi di Tiongkok utara sekarang. Junwang cabang biasanya dapat dicari di kota kabupaten atau kota prefektorat di propinsi ybs. Zaman dulu orang selalu melapor kepada junwang pusat untuk dicatat silsilahnya, kebudayaan, buku dll yang bersangkutan dengan xing yang bersangkutan. Xing Liang adalah dalam Mandarin, dalam dialek Hokkian menjadi Nio, Tiociu tetap Liang, dalam dialek Hakka menjadi Liong, sedang dalam dialek Konghu adalah Leung. Junwang atau pusat leluhur xing Liang yang terutama ada tiga tempat: 1. Anding, terletak di perbatasan propinsi Gansu daerah Pingliang dan Daerah Otonomi Hui Ningxia kota Guyuan. 2.
[budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Mohon maaf kepada para member disini. Sebenarnya saya ingin mengirimkan melalui jalur pribadi. Sekali lagi mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Hormat saya, Xuan Tong --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, perfect_harmony2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: Liang laoqianbei, sebelumnya saya minta maaf, pada saat pertemuan pertama kita itu tidak pada saat yang tepat dan waktu yang luang. Mohon Liang qianbei memaafkan kesibukan wanbei. Liang qianbei, buku marga yang anda susun itu begitu berharga dan saya pribadi mengatakan buku marga yang anda susun sebenarnya jauh lebih lengkap daripada buku marga Tionghoa yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Saya pernah menanyakan kepada sdr.King Hian kendala apa yang menghambat penerbit tidak mau menerbitkan ? Apakah hanya masalah editing ? Jika masalah editing, saya minta ijin untuk membantu qianbei. Terimakasih atas perhatiannya. Hormat saya, Xuan Tong --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u liang_u@ wrote: æ¢ Pada zaman dinasti Zhou (Ciu), dinasti ketiga dalam sejarah Tiongkok, pendiri dinasti kaisar Zhou Wuwang (Ciu Bu Ong) menggunakan sistem seperti negara federal zaman sekarang. Dinasti dibagi dalam banyak negara bagian yang disebut negara zhuhou Orang-orangnya yang berjasa diangkat sebagai kepala negara yaitu hou atau zhuhou. Para penerjemah cerita kuno dan cerita silat di Indonesia menterjemahkannya sebagai raja muda. Dinasti Zhou berdiri abad 11 sebelum Masehi, tapi kemudian sedikit-sedikit melorot, sampailah suatu ketika pemerintah pusat menjadi sangat lemah dan diganggu terus oleh kaum minoritas di utara.dan barat. Kaisar Xuanwang (Ciu Suan Ong) hanya berhasil mengatasi kesulitan negara untuk sementara atas jasanya pejabat yang bernama Qin Zhong (Cin Tiong). Tapi waktu kaisar berikutnya, negara melemah lagi, sampai akhirnya kaisar Zhou Pingwang (Ciu Ping Ong) terpaksa memindahkan ibukota ke sebelah timur untuk mencegah gangguan dari sebelah barat. Kaisai Zhou Pingwang mengangkat cucu Qin Zhong yang bernama Kang (Khang) menjadi rajamuda di suatu tempat di propinsi Shaanxi yang bernama Liangshan (di kota Hancheng sekarang). Di sanalah didirikan negara Liang. Pada akhir zaman dinasti Zhou negara zhuhou ini sudah tidak tunduk pada pemerintah pusat yang lemah dan saling serbu memperluas wilayah masing-masing, zaman ini disebut zaman Chunqiu. Pada saat itulah negara Liang dihancurkan negara Qin (Tjin). Negara Qin ini akhirnya berhasil mengalahkan seluruh lawannya termasuk menghancurkan dinasti Zhou yang sudah lemah, dan mendirikan kekaisaran baru yaitu dinasti Qin (Tjin) dengan Qin Shihuang (Tjin Se Ong) sebagai kaisarnya. Sebagaimana kebiasaan waktu itu, anak cucu keturunan raja Liang menggunakan Liang sebagai xing (sne, marga) nya. Jadi orang xing Liang, adalah keturunan Qin Zhong, sedang Qin Zhong adalah keturunan Bo Yi, Bo Yi adalah keturunan Huangdi (*Ui Te atau Kaisar Kuning) yang dianggap salah seorang leluhur orang Han. Orang Han selalu menganggap dirinya adalah keturuan Yan-Huang yaitu Yandi (Yan Te) dan Huangdi. (*Ui Te). Sne Liang mempunyai tambahan dari suku non Han yang terasimilasi dengan orang Han dan mengganti xingnya dari Balielan menjadi Liang juga. Karena Liang adalah xing yang besar (yang jumlah penduduknya banyak) maka pusat leluhurnya juga ada beberapa tempat. Pusat leluhur atau junwang adalah tempat di mana xing itu berkembang menjadi xing yang besar dan didirikan sebuah kelenteng leluhur yang biasanya digunakan untuk penghormatan leluhur dan menyimpan semua silsilah orang xing tsb di tempat tsb beserta keturunannya. Karena orang xing Liang ini akhirnya menyebar ke seluruh Tiongkok, tentu tak praktis kalau semua harus datang bersembahyang ke junwang asli yang ribuan km jauhnya, padahal lalu lintas zaman dulu sulit, karena itu bila di tempat yang baru mereka berkembang, maka didirikan junwang cabang. Hampir semua orang Tionghoa di Indonesia berasal dari Tiongkok selatan, terbanyak dari propinsi Fujian (orang Hokkian, Hokchnia, Hinhua, Hakka), propinsi Guangdong (orang Konghu, orang Tiociu, orang Hakka), Hainan (orang Hainan yang keturunan orang Hokkian juga) dan sedikit Hakka, Guangxi (orang Konghu, orang Hakka) dll. Pencarian leluhur pertama biasanya mencari junwang cabang di daerah yang disebut di atas, zaman sekarang orang tak cukup mencari di sana, setelah ketemu dicari lagi leluhurnya dari mana, orang Han di Tiongkok selatan semua berasal dari Tiongkok utara, dicarilah junwang yang asli. Misalnya orang xing Wang (Ong) berhasil menemukan junwang pusatnya di Taiyuan, ibu kota propinsi Shanxi di Tiongkok utara sekarang. Junwang cabang biasanya dapat dicari di kota kabupaten atau kota prefektorat di propinsi ybs. Zaman dulu orang selalu melapor kepada junwang pusat untuk dicatat silsilahnya, kebudayaan, buku dll yang bersangkutan dengan xing yang bersangkutan. Xing Liang
Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Xuan Tong xiong, nin hao, Rikuh saya disebut qianbei oleh anda, meskipun tampaknya anda memang lebih muda dalam usia dari saya, tapi dalam pengetahuan ke-Tionghoaan anda adalah lebih dari saya, oleh karena itu sebaiknya lain kali panggil saya xiong saya dah. Mengenai buku, karena saya sudah tak menetap di Indonesia, juga tak tahu perkembangan di Indonesia (memang tahu dari berita, tapi mendengar tidak sebaik merasakan), maka semuanya sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Di dalamnya kalau dilihat sekarang masih ada yang perlu diralat, misalnya junwang, saya tulis qunwang. Lalu cara baca sne secara umum, ada yang kurang tepat, artinya ternyata di Indonesia orang Hokkian banyak menggunakan Snui (Ciangciu peq), sedang di Singapore menggunakan Sng (Cuanciu peg). Dalam tulisan itu saya masih menonjolkan Sng. Sudah saya beritahu sdr. King Hian. Memang buku itu tujuan saya hanya untuk menambah pengetahuan orang Tionghoa Indonesia, terutama yang sudah tak dapat membaca huruf Tionghoa, agar tahu minimal mengenai sne-nya, bukan untuk mencari uang, sehingga untuk saya asal ada yang mau menerbitkan sudah puas. Itu semua sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Jadi saya harap Xuan Tong bicara dengan King Hian, tidak perlu meminta persetujuan saya, kecuali kalau penerbit mau memotong isinya. Sebagian perubahan berdasarkan permintaan Gramedia juga sudah dikerjakan oleh sdr. King Hian. Terima kasih atas perhatian anda, memang menyesal sekali kita tak dapat bercakap-cakap ketika bertemu di Singapore. Saya sebetulnya sudah menunggu kedatangan anda, hanya mendadak Adrian mengatakan hanya bisa bertemu di station. Konsep buku ada dua, satu tentang sne yang cukup tebal meskipun ringkas, kedua tentang nama, yang cukup singkat, jadi tak tebal. Dalam nama saya tak mengerti peq-ji, jadi kalau perlu saya minta King Hian menambahkannya. Mengenai nama huruf yang saya pilih sudah meliputi kebanyakan yang dipergunakan orang di Indonesia, dan dalam cerita-cerita modern. Setelah akhir-akhir ini saya sering berkeliling ke pelosok-pelosok di Tiongkok , saya menemukan banyak huruf yang di Indonesia tak pernah dipakai nama, sedang di sana lazim. Din Tiongkok selatan, misalnya propinsi asal Huaqiao memang namanya (huruf yang dipergunakan) lebih mirip dengan yang dipergunakan di Indonesia, baik orang Han, maupun minoritas lain. Sedang di utara banyak menggunakan huruf yang jarang kita pergunakan untuk nama di Indonesia. Mengenai ejaan waktu itu sepakat dengan sdr. King Hian untuk memperbaiki ejaan Belanda yang tak dapat mencerminkan bunyi Hokkian sesungguhnya. Tapi ejaan Hokkian yang dibuat Xiamen University terlalu sulit untuk orang Indonesia, demikian juga ejaan di Taiwan. Jadi kita memperbaiki ejaan lama saja diganti ejaan baru dan menambahkan bunyi hidung yang tak ada dalam ejaan Belanda. Ternyata banyak memang salah sangka, orang Tionghoa sekarang menganggap snenya itu adalah tulisan baku, jadi berlaku secara internasional termasuk di Tiongkok. Muncullah orang yang sne Tjan mencari leluhurnya, dan semua orang menggelengkan kepala termasuk orang dari Tiongkok, Hongkong dan Singapore, Tak ada sne itu jawab mereka. Akubatnya si penanya jadi timbul tanda tanya, apakah betul saya ini orang Tionghoa? Koq di Tiongkok sendiri tak ada sne Tjan? Di milis juga kelihatan banyak yang ragu, hanya karena ejaan dengan basis bahasa Belanda beda dengan ejaan dengan basis bahasa Inggeris yang berlaku di Singapore, Malaysia dan Hongkong. Sne Lee di Singapore ternyata Lie di Indonesia, Teo di Singapore ternyata Thio di Indonesia, Gouw di Indonesia ternyata Goh atau Gor di Singapore. Oleh karena itu selain menyeragamkan ejaan yang cocok untuk Indonesia, kita ingin membekali orang Tionghoa Indonesia yang sudah tidak mengerti huruf Tionghoa dengan huruf Tionghoa bagi snenya, kalau mungkin dengan namanya. Sehingga kemanapun ia bertanya orang mengerti. Misalnya agar tahu sne Tjan tadi adalah 曾 Zeng. Dengan bertanya asal usul snenya dengan membawa huruf Mandarin itu, maka ia akan mendapat jawaban yang benar dan pasti. Salam dan terima kasih perhatian anda bagi tulisan kami. Liang U --- On Sat, 7/5/08, perfect_harmony2000 [EMAIL PROTECTED] wrote: From: perfect_harmony2000 [EMAIL PROTECTED] Subject: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Saturday, July 5, 2008, 8:11 PM Liang laoqianbei, sebelumnya saya minta maaf, pada saat pertemuan pertama kita itu tidak pada saat yang tepat dan waktu yang luang. Mohon Liang qianbei memaafkan kesibukan wanbei. Liang qianbei, buku marga yang anda susun itu begitu berharga dan saya pribadi mengatakan buku marga yang anda susun sebenarnya jauh lebih lengkap daripada buku marga Tionghoa yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Saya pernah menanyakan kepada sdr.King Hian kendala apa yang menghambat penerbit tidak mau menerbitkan ? Apakah hanya masalah editing ? Jika masalah editing, saya minta ijin
Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang
Liang Xiong, sekedar usul, dalam buku, selain dicantumkan nama marga dalam aksara Tionghoa, mungkin bisa dicantumkan romanisasinya dalam hanyupinyin, sekalian romanisasinya dalam ejaan wadegill. juga padanannya di Singapore( Hokian dng ejaan Inggris), sekalian padanannya dalam cantonis yang populer di Hongkong. ZFy - Original Message From: liang u [EMAIL PROTECTED] To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Sunday, July 6, 2008 9:55:03 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang Xuan Tong xiong, nin hao, Rikuh saya disebut qianbei oleh anda, meskipun tampaknya anda memang lebih muda dalam usia dari saya, tapi dalam pengetahuan ke-Tionghoaan anda adalah lebih dari saya, oleh karena itu sebaiknya lain kali panggil saya xiong saya dah. Mengenai buku, karena saya sudah tak menetap di Indonesia, juga tak tahu perkembangan di Indonesia (memang tahu dari berita, tapi mendengar tidak sebaik merasakan), maka semuanya sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Di dalamnya kalau dilihat sekarang masih ada yang perlu diralat, misalnya junwang, saya tulis qunwang. Lalu cara baca sne secara umum, ada yang kurang tepat, artinya ternyata di Indonesia orang Hokkian banyak menggunakan Snui (Ciangciu peq), sedang di Singapore menggunakan Sng (Cuanciu peg). Dalam tulisan itu saya masih menonjolkan Sng. Sudah saya beritahu sdr. King Hian. Memang buku itu tujuan saya hanya untuk menambah pengetahuan orang Tionghoa Indonesia, terutama yang sudah tak dapat membaca huruf Tionghoa, agar tahu minimal mengenai sne-nya, bukan untuk mencari uang, sehingga untuk saya asal ada yang mau menerbitkan sudah puas. Itu semua sudah saya serahkan kepada sdr. King Hian. Jadi saya harap Xuan Tong bicara dengan King Hian, tidak perlu meminta persetujuan saya, kecuali kalau penerbit mau memotong isinya. Sebagian perubahan berdasarkan permintaan Gramedia juga sudah dikerjakan oleh sdr. King Hian. Terima kasih atas perhatian anda, memang menyesal sekali kita tak dapat bercakap-cakap ketika bertemu di Singapore. Saya sebetulnya sudah menunggu kedatangan anda, hanya mendadak Adrian mengatakan hanya bisa bertemu di station. Konsep buku ada dua, satu tentang sne yang cukup tebal meskipun ringkas, kedua tentang nama, yang cukup singkat, jadi tak tebal. Dalam nama saya tak mengerti peq-ji, jadi kalau perlu saya minta King Hian menambahkannya. Mengenai nama huruf yang saya pilih sudah meliputi kebanyakan yang dipergunakan orang di Indonesia, dan dalam cerita-cerita modern. Setelah akhir-akhir ini saya sering berkeliling ke pelosok-pelosok di Tiongkok , saya menemukan banyak huruf yang di Indonesia tak pernah dipakai nama, sedang di sana lazim. Din Tiongkok selatan, misalnya propinsi asal Huaqiao memang namanya (huruf yang dipergunakan) lebih mirip dengan yang dipergunakan di Indonesia, baik orang Han, maupun minoritas lain. Sedang di utara banyak menggunakan huruf yang jarang kita pergunakan untuk nama di Indonesia. Mengenai ejaan waktu itu sepakat dengan sdr. King Hian untuk memperbaiki ejaan Belanda yang tak dapat mencerminkan bunyi Hokkian sesungguhnya. Tapi ejaan Hokkian yang dibuat Xiamen University terlalu sulit untuk orang Indonesia, demikian juga ejaan di Taiwan. Jadi kita memperbaiki ejaan lama saja diganti ejaan baru dan menambahkan bunyi hidung yang tak ada dalam ejaan Belanda. Ternyata banyak memang salah sangka, orang Tionghoa sekarang menganggap snenya itu adalah tulisan baku, jadi berlaku secara internasional termasuk di Tiongkok. Muncullah orang yang sne Tjan mencari leluhurnya, dan semua orang menggelengkan kepala termasuk orang dari Tiongkok, Hongkong dan Singapore, Tak ada sne itu jawab mereka. Akubatnya si penanya jadi timbul tanda tanya, apakah betul saya ini orang Tionghoa? Koq di Tiongkok sendiri tak ada sne Tjan? Di milis juga kelihatan banyak yang ragu, hanya karena ejaan dengan basis bahasa Belanda beda dengan ejaan dengan basis bahasa Inggeris yang berlaku di Singapore, Malaysia dan Hongkong. Sne Lee di Singapore ternyata Lie di Indonesia, Teo di Singapore ternyata Thio di Indonesia, Gouw di Indonesia ternyata Goh atau Gor di Singapore. Oleh karena itu selain menyeragamkan ejaan yang cocok untuk Indonesia, kita ingin membekali orang Tionghoa Indonesia yang sudah tidak mengerti huruf Tionghoa dengan huruf Tionghoa bagi snenya, kalau mungkin dengan namanya. Sehingga kemanapun ia bertanya orang mengerti. Misalnya agar tahu sne Tjan tadi adalah 曾 Zeng. Dengan bertanya asal usul snenya dengan membawa huruf Mandarin itu, maka ia akan mendapat jawaban yang benar dan pasti. Salam dan terima kasih perhatian anda bagi tulisan kami. Liang U --- On Sat, 7/5/08, perfect_harmony2000 perfect_harmony2000 @yahoo.com wrote: From: perfect_harmony2000 perfect_harmony2000 @yahoo.com Subject: [budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Saturday, July 5, 2008, 8:11 PM Liang laoqianbei, sebelumnya saya minta
[budaya_tionghua] Re: Nama Marga Liang - Mang Ucup
Konon salah satu sifat Liong itu adalah dapat dipegang omongannya, punya liangsim, cengli yg kuat sekali. Apa benar gitu Mang? Konon misalnya orang dng shio Liong, atau mungkin dng she Liong (Liang) kalau berhutang pasti akan bayar. Dan memperlakukan orang lain dng hormat (respect) antara lain. Cengli artinya dia fair dan ga mau ngerugiin orang lain. Bagaimana pendapat Mang Ucup? th --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, Mang Ucup [EMAIL PROTECTED] wrote: Pantes sdr Linag U itu memiliki banyak pendapat yang hampir serupa dengan mang Ucup tidak tahunya kita ini satu marga he-he-he --- liang u [EMAIL PROTECTED] schrieb am So, 29.6.2008: Von: liang u [EMAIL PROTECTED] Betreff: Re: [budaya_tionghua] Nama Marga Liang An: budaya_tionghua@yahoogroups.com Datum: Sonntag, 29. Juni 2008, 8:49 Dik Ria, Â Mandarinnya Liang kan? Liang dalam Mandarin dalam dialek Hokkian adalan Nio, sedang dalam dialek Hakka adalah Liong. Pertanyaan akan saya jawab dalam dua tiga hari ini yah, hari ini tak sempat. Salam Liang U --- On Sat, 6/28/08, angelulari_tan angelulari_tan@ yahoo.com wrote: From: angelulari_tan angelulari_tan@ yahoo.com Subject: [budaya_tionghua] Nama Marga Liang To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Date: Saturday, June 28, 2008, 10:17 AM Bpk Liang U yang terhormat, saya ingin menanyakan asal-usul marga Liang, dan kata lain dari marga liang tersebut, saya membutuhkan itu untuk memberi nama anak2 saya kelak, karena suami saya memiliki marga Liang, sedangkan saya tidak terlalu familiar dengan marga Liang. Atas perhatian dan bantuan Bapak saya ucapkan terimakasih Best regards -Ria_Tan- __ Gesendet von Yahoo! Mail. Dem pfiffigeren Posteingang. http://de.overview.mail.yahoo.com