[ekonomi-nasional] BI, Awas Resesi...!

2005-12-04 Terurut Topik Ambon
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0512/05/utama/2267686.htm



ANALISIS EKONOMI 

BI, Awas Resesi...!
Martin PH Panggabean
Spekulasi bahwa Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga moneter, BI Rate, 
semakin menumpuk. Mayoritas pengamat memprediksi kenaikan BI Rate sebesar 100 
basis poin sehingga mencapai 13,25 persen. Semua analis yang dikutip hampir 
seluruh media massa mengaitkan prediksi kenaikan BI Rate itu dengan angka 
inflasi yang terus membubung, melebihi angka 18 persen saat ini.

Saya berbeda pendapat dengan pengamat dengan berbagai alasan. Pertama, saya 
tidak percaya kebijakan moneter melulu melihat kepada angka inflasi 
headline-yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Saya percaya angka yang 
relevan untuk kebijakan moneter adalah inflasi inti. Sejak pertengahan tahun 
2004 Bank Mandiri telah secara reguler mengeluarkan estimasi angka inflasi inti 
kepada publik. Minggu lalu anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) akhirnya 
mengungkapkan peran penting inflasi inti dalam pengelolaan suku bunga.

Di berbagai negara, terutama negara maju dengan laju inflasi yang relatif 
rendah, kedua jenis angka inflasi ini tidaklah jauh berbeda. Akan tetapi, untuk 
Indonesia (dan negara-negara dengan inflasi tinggi lainnya), perbedaannya bisa 
cukup besar. Contohnya, pada Oktober lalu angka inflasi BPS sebesar 17,3 
persen, sementara menurut BI angka inflasi inti adalah 8,7 persen (mirip dengan 
angka inflasi inti Bank Mandiri yang 8,5 persen).

Dengan kata lain terdapat selisih 8,6 persen. Pada November lalu angka inflasi 
inti Bank Mandiri sebesar 9,4 persen (angka inflasi inti BI konon belum selesai 
dihitung). Dari sudut inflasi inti memang terjadi kenaikan, tetapi tidak 
separah angka yang dikeluarkan BPS.

Dengan melihat angka inflasi inti bulan November sebesar 9,4 persen, jelas 
bahwa suku bunga BI Rate sebesar 12,25 persen masih cukup memadai. Paling tidak 
sampai akhir Desember 2005. Kalaupun dirasa mendesak, saya hanya 
merekomendasikan kenaikan sebanyak 25-50 basis poin.

Alasan kedua untuk tidak mendukung kenaikan BI Rate yang agresif karena BI 
harus waspada atas kejutan (shock) lanjutan pada tahun 2006. Untuk itu, BI 
harus menyediakan penyangga (buffer) yang memadai bagi BI Rate.

Secara implisit, kita tahu angka 13 persen adalah level yang semakin 
mengkhawatirkan bagi perbankan karena volume intermediasi yang semakin 
berkurang diiringi kredit seret yang meningkat. Secara eksplisit, Bank 
Indonesia sudah menyiratkan akan timbulnya masalah perbankan jika BI Rate 
ditaruh di atas 13 persen.

Dengan demikian, jika BI terlalu agresif menaikkan suku bunga pada saat ini 
(katakanlah sampai tingkat 13 persen sehingga buffer zone langsung 
dihilangkan), kemudian terjadi kejutan tambahan, ke manakah BI Rate akan 
dibawa? Ke tingkat 14-15 persen? Bukankah ini memperbesar risiko sistemik 
perbankan dan ekonomi makro kita?

Oleh sebab itu, walaupun menaikkan 25 basis poin dianggap tidak memadai, saya 
lebih mendukung adanya error on the conservative side.

Alasan ketiga, mengapa kita memerlukan kenaikan BI Rate yang kecil karena 
tingkat yang sekarang sudah cukup memadai untuk menarik masuknya dana asing. 
Kalau tidak percaya, cobalah lihat betapa rupiah kita selalu berusaha masuk ke 
tingkat Rp 9.000 per dollar AS selama sebulan terakhir. Lihat pula perburuan di 
pasar obligasi. Itu semua didukung oleh masuknya pemodal asing yang tergiur 
tingginya imbal-hasil (yield) dari obligasi pemerintah.

Tentu kita (rada-rada) bersyukur mereka mau membawa modalnya ke sini. Namun, 
dengan menaikkan BI Rate secara berlebihan, kita menghadiahi mereka dengan 
tingkat pengembalian yang lebih tinggi dari yang sepantasnya. Itu jelas tidak 
perlu.

Alasan keempat mendukung kebijakan kenaikan BI Rate yang terukur karena adanya 
ancaman resesi perekonomian di depan mata kita. Sebelum menuai debat yang tak 
perlu, lebih baik saya jelaskan apa yang dimaksudkan. Untuk negara-negara 
dengan pertumbuhan tinggi, kontraksi ekonomi seperti tahun 1998 amat jarang 
terjadi. Bahkan, kalau ditarik beberapa dekade ke belakang, baru tahun 1998 
kita merasakan pertumbuhan ekonomi negatif. Apa artinya kita tidak pernah 
resesi?

Oleh sebab itu, konsep resesi yang relevan bagi kita adalah apa yang disebut 
sebagai resesi pertumbuhan. Sederhananya, mobil Anda sebenarnya mampu berjalan 
100 kilometer per jam. Namun, karena sesuatu hal, ia hanya mampu melaju 80 
kilometer per jam. Ini disebut resesi pertumbuhan. Inilah yang membayangi 
perekonomian kita.

Proyeksi Bank Mandiri atas pertumbuhan ekonomi triwulan keempat ini sebesar 
4-4,5 persen. Jauh di bawah angka 6,7 persen pada saat terbentuknya kabinet 
baru. Jelas ini merupakan resesi pertumbuhan. Angka ini didukung pula oleh 
coincident economic indicator Bank Mandiri yang menunjukkan kecenderungan 
serupa. Yang lebih parah lagi, leading economic indicator Bank Mandiri 
menunjukkan bahwa pelemahan ini masih akan terus berlangsung, paling tidak 
sampai triwulan pertama tahun 

[ekonomi-nasional] Ekonomi tanpa Ideologi!

2005-12-04 Terurut Topik Ambon
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2005120401330116



Ekonomi tanpa Ideologi! 

   
  H.Bambang Eka Wijaya

  HARI gini baca buku Adam Smith, The Wealth of Nation? entak Umar. Itu 
diskursus abad ke-18, kini sudah abad ke-21!

  Juga antitesisnya, Das Capital! timpal Amir. Sejak tiga abad itu dunia 
disadarkan, untuk membangun ekonomi sebuah negara perlu ideologi sebagai 
bangunan dasar dan orientasi warganya! Indonesia, yang telah 60 tahun merdeka, 
tak punya ideologi sebagai dasar pembangunan ekonominya!

  Kan ada Ekonomi Pancasila! tegas Umar,

  Tapi binatang apa Ekonomi Pancasila itu belum punya jabaran ilmiah 
komprehensif seperti deskripsi kapitalisme Adam Smith maupun sosialisme Karl 
Marx! sambut Amir. Bung Karno mengarah ke Marxis, Jenderal Soeharto 
mempraktekkan kapitalisme malu-malu! Sekarang, zaman liberalisasi, usaha mikro, 
kecil dan menengah--UMKM--diberdayakan untuk melawan raksasa multinasional dari 
sektor industri, perdagangan sampai retail!

  Lebih jauh lagi, ekonomi kita dijalankan berdasar pendiktean lembaga 
donatur seperti Bank Dunia, IMF! timpal Umar.

  Itu yang membuat ekonomi tanpa fondasi ideologis itu mudah 
terombang-ambing oleh tekanan luar-dalam, sehingga janji koalisi kerakyatan 
berpihak rakyat tak terwujud! tegas Amir. Buktinya, pemerintah menaikkan 
harga BBM dua kali setahun, dengan tingkat kenaikan yang tak mampu dipikul 
mayoritas rakyat! Alasan menghapus subsidi semua sepakat, tapi sebatas 
kemampuan rakyat!

  Dan terbukti, kebijakan tahun pertama pemerintahan SBY-MJK itu menyendat 
daya tumbuh perekonomian yang sudah mulai tampak pada pemerintahan sebelumnya! 
sambut Umar. Tapi apakah masih relevan, setelah sejauh ini perjalanan bangsa 
tanpa arah memikirkan ideologi bagi ekonominya?

  Jepang melakukan Restorasi Meiji di tengah kebangkitan industri Eropa! 
jawab Amir. Industrialisasi Jepang dengan semangat budaya bangsanya itu 
berlanjut sampai kini!

  Pokoknya ada dasar orientasi ideologis! timpal Umar. Adam Smith 
sendiri dikenal sebagai filsuf moral, mendasari kajian dengan standar hidup 
buruh sebagai prinsip produksi! Dalam bahasan itu dia angkat hukum 
supply-demand untuk menjelaskan tingkat upah, laba, rente, dan harga!

  Sementara kebijakan buruh kita tak jelas, terus ditekan dengan 
pendapatan minimal! Tiga abad lalu 'Sang Bapak Kapitalisme' Adam Smith sudah 
membahas pengaruh standar hidup buruh terhadap moral dan intelektual penduduk! 
tegas Amir. Masalah kita, apa secara ideologis sudah benar menyerahkan 
eksploitasi sumber alam dan bisnis besar kepada asing, sedang buat rakyat 
sendiri cuma 'bagi-bagi permen' lewat UMKM?

  Tanpa orientasi ideologis, hal itu akan selalu benar! timpal Umar. 
Seperti juga sukses pemerintahan sebelumnya mencatat pertumbuhan ekonomi lewat 
menjual murah aset-aset negara yang menguntungkan, dari Indosat, BCA sampai 
Bank Niaga!

  Begitulah pembangunan ekonomi tanpa standar ideologi! tegas Amir. 
Pilihan selalu apa yang terbaik bagi penguasa, bukan buat rakyat atau bahkan 
negara--yang suatu saat kehabisan aset dan kekayaan alamnya! ***

  H.Bambang Eka Wijaya

  HARI gini baca buku Adam Smith, The Wealth of Nation? entak Umar. Itu 
diskursus abad ke-18, kini sudah abad ke-21!

  Juga antitesisnya, Das Capital! timpal Amir. Sejak tiga abad itu dunia 
disadarkan, untuk membangun ekonomi sebuah negara perlu ideologi sebagai 
bangunan dasar dan orientasi warganya! Indonesia, yang telah 60 tahun merdeka, 
tak punya ideologi sebagai dasar pembangunan ekonominya!

  Kan ada Ekonomi Pancasila! tegas Umar,

  Tapi binatang apa Ekonomi Pancasila itu belum punya jabaran ilmiah 
komprehensif seperti deskripsi kapitalisme Adam Smith maupun sosialisme Karl 
Marx! sambut Amir. Bung Karno mengarah ke Marxis, Jenderal Soeharto 
mempraktekkan kapitalisme malu-malu! Sekarang, zaman liberalisasi, usaha mikro, 
kecil dan menengah--UMKM--diberdayakan untuk melawan raksasa multinasional dari 
sektor industri, perdagangan sampai retail!

  Lebih jauh lagi, ekonomi kita dijalankan berdasar pendiktean lembaga 
donatur seperti Bank Dunia, IMF! timpal Umar.

  Itu yang membuat ekonomi tanpa fondasi ideologis itu mudah 
terombang-ambing oleh tekanan luar-dalam, sehingga janji koalisi kerakyatan 
berpihak rakyat tak terwujud! tegas Amir. Buktinya, pemerintah menaikkan 
harga BBM dua kali setahun, dengan tingkat kenaikan yang tak mampu dipikul 
mayoritas rakyat! Alasan menghapus subsidi semua sepakat, tapi sebatas 
kemampuan rakyat!

  Dan terbukti, kebijakan tahun pertama pemerintahan SBY-MJK itu menyendat 
daya tumbuh perekonomian yang sudah mulai tampak pada pemerintahan sebelumnya! 
sambut Umar. Tapi apakah masih relevan, setelah sejauh ini perjalanan bangsa 
tanpa arah memikirkan ideologi bagi ekonominya?

  Jepang melakukan Restorasi Meiji di tengah kebangkitan industri Eropa! 
jawab Amir. Industrialisasi Jepang dengan semangat budaya 

[ekonomi-nasional] Oligarki Ekonomi

2005-12-04 Terurut Topik Ambon
http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/05/nas04.htm

Analisis ekonomi
Oligarki Ekonomi
   
  Didik J Rachbini  
 


PERNYATAAN Presiden SBY dalam lebih sepekan yang lalu mengenai dwifungsi 
pejabat menjadi wacana yang meluas. Namun yang lebih penting untuk diperhatikan 
adalah substansi dari masalah tersebut sangat bersifat mendasar. Hubungan 
kekuasaan dan bisnis tidak bisa dibiarkan seperti dalam rimba politik, tetapi 
harus lebih beradab dalam aturan main dan koridor hukum yang baik.

Keinginan presiden untuk menerbitkan Inpres yang mengatur bisnis para pejabat 
baik eksekutif maupun legisltif ditengarai oleh kekhawatirannya akan munculnya 
oligarki ekonomi. Jika kekuatan ekonomi bercampuraduk dengan kekuatan politik, 
maka konsentrasi ekonomi dan KKN dalam skala yang dalam akan muncul sebagai 
anak perkawinan yang ilegal dari dua institusi besar tersebut (bisnis dan 
kekuasaan).Konsentrasi kekuasaan pada segelintir orang dan segelintir pelaku 
bisnis akhirnya akan menimbulkan ketidakadilan.

Pandangan rasional yang dikemukakan presiden bersambut tetapi baru dilakukan 
oleh kalangan yang sejak awal memiliki respon perlunya pengaturan bisnis yang 
dilakukan oleh para pejabat dan keluarganya. Selain itu kalangan penguasa dan 
pejabat juga memberikan respon atas rencana penerbitan Inpres. Jika rencana itu 
jadi, tentu akan disambut positif karena langkah ini merupakan bagian dari 
penataan institusi. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengisi kekosongan 
aturan main untuk masalah itu.

Mestinya aturan main seperti ini diletakkan pada hirarkhi undang-undang. Tetapi 
karena pasar politik di parlemen masih ruwet, maka relatif sulit untuk 
memulainya, kecuali ada tekanan yang besar dari publik.

*** 

Campur aduk praktik bisnis dan politik merupakan suatu praktik yang tidak 
sehat. Pejabat atau politisi yang mendapat kontrak bisnis karena pengaruh 
kekuasaannya merupakan bentuk korupsi tahap awal, yang segera dapat masuk ke 
tahap berikutnya, yang lebih mendalam. Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya 
kontrak yang ke luar untuk perusahaan-perusahaan tertentu, yang digiring lewat 
kekuasaan, bukan aturan main persaingan yang sehat. 

Itu sudah terbaca pada berbagai bidang bisnis, yang terkait dengan negara. 
Inilah yang menjadi suatu kekhawatiran presiden, sehingga muncul kecemasan akan 
hadirnya oligarki ekonomi.

Di parlemen sendiri tentu ada masalah dalam membuat garis batas antara 
kekuasaan politik dan bisnis. Hal ini sulit diwujudkan dalam aturan main yang 
baku karena kepentingan politik yang besar, kecuali ada tekanan yang besar dari 
publik. Namun demikian, pentingnya kesadaran dari masyarakat akan isu seperti 
ini sangat diperlukan karena penataan institusi politik yang terpisah jelas 
dengan bisnis merupakan keniscayaan sistem modern. 

Memulai dari institusi yang membuat undang-undang sangat mendasar. Tetapi 
faktor kesulitannya sangat besar. Hal ini sekaligus menjadi kritik dan masukan 
bagi anggota-anggota DPR karena selama ini banyak wilayah abu-abu dan gelap. 
Masalah ini ada di dalam institusi legislatif maupun eksekutif.

Praktik gelap bisa terjadi bukan hanya karena kekuasaan dan kewenangannya 
besar, tetapi juga karena faktor perilaku. Perilaku yang menggabungkan 
jabatannya dengan praktik-praktik bisnis merupakan penyimbangan yang berbahaya. 
Ini merupakan konflik kepentingan yang cukup rawan bila itu terus berlangsung.

Saya kira di DPR hal ini sangat terasa, tetapi di sini yang dibutuhkan adalah 
aturan main berupa desakan yang fair, adil, dan transparan sehingga semua akan 
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sementara ini aturan main untuk masalah 
ini belum ada. Karena itu, saat ini perlu adanya desakan dari masyarakat kepada 
DPR, yang memungkinkan munculnya kesadaran untuk membuat aturan-aturan yang 
diperlukan.

Sebelum adanya aturan yang levelnya sampai tingkat undang-undang yang dibuat 
DPR, terlebih dahulu dapat menggunakan instrumen Inpres. Instrumen itu mengatur 
perilaku pejabat negara, baik itu eksekutif dan legislatif yang berkaitan 
dengan APBN. Inpres terlebih dahulu yang diajukan, untuk mengatur 
masalah-masalah yang mendesak apalagi APBN di bawah presiden. 

Namun demikian, ke depan harus diatur secara tegas melalui undang-undang 
tentang domain publik yang terpisah dengan domain privat. Keduanya tidak dapat 
dicampur aduk sehingga berakibat konflik kepentingan dan konsentrasi kekuasaan 
dengan mengambil manfaat ekonomi dari negara. Dari sini asal muasal lahirnya 
oligarki ekonomi karena aturan main ekonomi negara hanya oleh kekuasaan.

Bagaimana pun penyimpangan seperti ini harus dihindari. Kekosongan aturan main 
harus diisi.(14)

- Penulis adalah pengamat ekonomi dan anggta DPR RI 


[Non-text portions of this message have been removed]



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Put more honey in your pocket. (money matters made easy).
http://us.click.yahoo.com/F9LvrA/dlQLAA/cosFAA/GEEolB/TM

Re: [ekonomi-nasional] Lebih Baik Kita Tampil Miskin,...tapi kaya.....

2005-12-04 Terurut Topik unggul . hudoyoko

Komentar statement-nya pak Habibie.

Persis yang dikatakan mantan Presiden Amerika - Bill Clinton delapan tahun
yang lalu di CNN: Indonesia itu pemerintahnya yang miskin tetapi
rakyatnya kaya





 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Put more honey in your pocket. (money matters made easy).
http://us.click.yahoo.com/F9LvrA/dlQLAA/cosFAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Re: [ekonomi-nasional] Lebih Baik Kita Tampil Miskin,...tapi kaya.....

2005-12-04 Terurut Topik Ambon
Jangankan  hidup miskin, hidup sederhan pun belum tentu  penguasa Indonesia 
mau?

- Original Message - 
From: [EMAIL PROTECTED]
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Sent: Monday, December 05, 2005 2:19 AM
Subject: Re: [ekonomi-nasional] Lebih Baik Kita Tampil Miskin,...tapi 
kaya.



 Komentar statement-nya pak Habibie.

 Persis yang dikatakan mantan Presiden Amerika - Bill Clinton delapan tahun
 yang lalu di CNN: Indonesia itu pemerintahnya yang miskin tetapi
 rakyatnya kaya






 Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
 Kirim email ke [EMAIL PROTECTED]
 Yahoo! Groups Links






 



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Put more honey in your pocket. (money matters made easy).
http://us.click.yahoo.com/F9LvrA/dlQLAA/cosFAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




RE: [ekonomi-nasional] Les Lie Lepas,...Hakim diperiksa.

2005-12-04 Terurut Topik Rio Wardhanu
Ini karena kerancuan
Dalam hukum psikotropika Mas...
Seharusnya kita bedakan antara pemakai sebagai korban atau pemakai
sekaligus pengedar..atau pemakai murni;

Kenapa harus jelas dan spesifik, seperti dikatakan Pak busro mukodas?
Karena bagi pengguna, unsure pidananya dipertanyakan?
Kenapa?
Karena dia tidak mengganggu ketertiban umum, tidak merugikan pihak lain
dan tidak mengarah pada tindak kejahatan lainnya;
Pengguna psikotropika ini harus dipastikan apakah pelaku? Atau kah
korban..?

Bedakan dengan pencuri, penjambret, pemerkosa, di mana pihak lainada
yang dirugikan..

Jadi benar kata Pak busro, ini masalahnya kasuistik, spesifik atau
pik-pik lainnya..



-Original Message-
From: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
[mailto:[EMAIL PROTECTED] On Behalf Of A_Dharmawan
Sent: Sunday, December 04, 2005 11:31 AM
To: ekonomi-nasional@yahoogroups.com
Subject: [ekonomi-nasional] Les Lie Lepas,...Hakim diperiksa.


Hakim Leslie Akan Diperiksa Minggu Depan
Sabtu, 03 Desember 2005 | 13:59 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Ketua Komisi Yudisial Busro Muqodas
mengatakan,
minggu depan pihaknya akan mulai melakukan pemeriksaan terhadap semua
hakim
yang menangani kasus Michelle Leslie, 24 tahun, model Australia yang
diadili
dalam kasus kepemilikan narkotik.

Pemeriksaan dilakukan atas dasar pemberitaan beberapa media masa
nasional,
dan sebuah media Australia, tentang penanganan kasus yang menimpa
terdakwa
kepemilikan ekstasi itu.

Komisi Yudisial juga memandang bahwa kasus Narkotik termasuk perkara
yang
spesifik. Jadi kita ingin keterangan dari semua hakim yang menangani
kasus
tersebut, kata Busro ketika dihubungi melalui telepon genggamnya, Sabtu
(3/12).

Sebelumnya anggota Komisi Yudisial Sukotjo mengatakan, pihaknya perlu
memeriksa hakim yang menangani kasus Leslie, karena vonis yang
dijatuhkan
dinilai mengundang kontroversi, dan tidak sesuai dengan Undang-undang
Psikotropika dengan vonis 4 sampai 5 tahun pidana.

Pemberitaan dari media masa baik nasional maupun asing, menurut Busro
bisa
digunakan sebagai dasar untuk memeriksa hakim yang diduga melakukan
pelanggaran. Khususnya yang masuk dalam pelanggaran kode etik kehakiman.
Tidak harus ada laporan tertulis, kami (Komisi Yudisial) bisa bersifat
aktif dengan merespon pemberitaan dari media masa, kata Busro.

Leslei yang terjerat kasus kepemilikan narkotik di Bali hanya dituntut
hukuman 3 bulan penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Denpasar,
dengan
Ketua Majelis Hakim I Made Sudia, pada 15 November lalu.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Risman Torihoran menyatakan, Leslie hanya
terbukti
sebagai pengguna narkotik dan bukan sebagai pemilik barang yang
ditemukan
bersamanya.

Sebab, saksi-saksi di persidangan melihat, Leslie menerimanya dari
seorang
bernama Mia. Mia yang disebut-sebut sebagai teman Leslie adalah tokoh
yang
misterius dan dalam dakwaan hanya disebut sedang dalam pengejaran
polisi.
Adapun tiga saksi yang melihat Mia memberikan ekstasi ke Leslie
seluruhnya
tidak hadir dalam persidangan. Ini juga yang dianggap sebagai keanehan
dalam
persidangan.

Menurut Sukotjo, pihaknya telah menerima surat dari majelis hakim yang
menangani kasus Leslie, yang menyatakan siap menjalani pemeriksaan oleh
Komisi Yudisial.

Erwin Dariyanto - Tempo





---
Outgoing mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.859 / Virus Database: 585 - Release Date: 2/14/2005





Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links



 




 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving.
http://us.click.yahoo.com/V42rFC/EbOLAA/cosFAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
 





[ekonomi-nasional] Menteri Perekonomian Baru yang Peduli Rakyat

2005-12-04 Terurut Topik A Nizami
Saya berharap (sebagaimana sebagian rekan2 lainnya)
agar menteri perekonomian yang baru benar2 peduli pada
rakyat.

Bukan menteri yang tega menaikan harga produk sampai
100% lebih dalam sekali naik. Bukan pula menteri yang
hanya bisa mengutak-atik IHSG.

Yang kita butuhkan adalah menteri yang sanggup membuat
strategi/kebijakan perekonomian sehingga Indonesia
lebih bisa mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menghentikan impor pangan yang tidak perlu yang hanya
menghamburkan devisa dan menghancurkan para petani
kita.

Menteri ini juga diharap mampu membuka lapangan
pekerjaan yang sifatnya permanen dan layak. Bukan
lapangan kerja insidental saja seperti pengadaan
jalan, dsb.

Menteri ini juga diharap mampu mengurangi jumlah
hutang luar negeri Indonesia. Bukan justru membuat
bengkak hutang LN untuk hal-hal yang kurang
perlu/mendesak.

Menteri ini juga harus bekerja demi kepentingan
rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok bisnisnya.

Jika dengan profitisasi BUMN didapat uang yang lebih
banyak dan continue/terus-menerus, mengapa harus
memaksakan privatisasi dengan hasil yang tidak
seberapa dan hanya sekali saja? Semoga ini jadi
paradigma menteri perekonomian yang baru.

Diharapkan menteri baru ini bisa mensejahterakan
rakyat Indonesia. Bukan hanya mampu mensejahterakan
kelompoknya saja.

Itulah sedikit dari harapan saya.

Salam

Tertarik masalah Ekonomi? Mari bergabung ke milis Ekonomi Nasional
Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]



__ 
Yahoo! DSL – Something to write home about. 
Just $16.99/mo. or less. 
dsl.yahoo.com 



 Yahoo! Groups Sponsor ~-- 
Put more honey in your pocket. (money matters made easy).
http://us.click.yahoo.com/F9LvrA/dlQLAA/cosFAA/GEEolB/TM
~- 

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] 
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/