[iagi-net-l] Re: DNA on fossil --
Kayaknya sdr Trina ini wajib membuat paper di IPA, tentang potential riset. Adakah kumpeni di Jakarta yg bersedia membantu Trina memberikan sdikit pembiayaan utk PCR. Aku rasa 150 rb/sampel sangat kecil utk oil kumpeni. Kurang dari 1 barel kan ? RDP Original Message From:Trina Tallei [EMAIL PROTECTED] -- Ada yang kelupaan, maksudnya, gini lho, yang tadinya kita anggap dengan deskripsi saja kita bilang ini adalah spesies A yang hidupnya jaman sekian, tetapi ternyata dengan sekuens DNA dibuktikan ternyata bukan spesies A, tetapi B, yang hidupnya bukan pada jaman tersebut. (ini sekedar eksplanasi sederhana kok, yang seringkali bikin ribut ahli taksonomi morfometrik dengan molecular biologist/geneticist) salam, Trina - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --
Mas Saya rasa kok bukan masalah biaya saja yang jadi dasar.. Mungkin yang harus diperjelas bagaimana penggunaan DNA ini dalam explorasi HC..mis : biostratigraphi... apakah dapat memberikan identifikasi umur yang lebih tepat...? dibandingkan dengan mungkin metoda yang ada sekarang mis: pollen,foram, nano etc... Dan apakah hasil tersebut sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan...? Regards Kartiko-Samodro Telp : 3852 Rovicky Dwi PutrohariTo: iagi-net@iagi.or.id [EMAIL PROTECTED]cc: m Subject: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- 09/02/2006 04:06 PM Please respond to iagi-net Kayaknya sdr Trina ini wajib membuat paper di IPA, tentang potential riset. Adakah kumpeni di Jakarta yg bersedia membantu Trina memberikan sdikit pembiayaan utk PCR. Aku rasa 150 rb/sampel sangat kecil utk oil kumpeni. Kurang dari 1 barel kan ? RDP Original Message From:Trina Tallei [EMAIL PROTECTED] -- Ada yang kelupaan, maksudnya, gini lho, yang tadinya kita anggap dengan deskripsi saja kita bilang ini adalah spesies A yang hidupnya jaman sekian, tetapi ternyata dengan sekuens DNA dibuktikan ternyata bukan spesies A, tetapi B, yang hidupnya bukan pada jaman tersebut. (ini sekedar eksplanasi sederhana kok, yang seringkali bikin ribut ahli taksonomi morfometrik dengan molecular biologist/geneticist) salam, Trina - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - This e-mail (including any attached documents) is intended only for the recipient(s) named above. It may contain confidential or legally privileged information and should not be copied or disclosed to, or otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient, please contact the sender and delete the e-mail from your system. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi
Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta
Thor Heyerdahl, anthropologist Norwegia unik itu, sekitar pertengahan abad lalu sengaja membuat rakit bernama Kon-Ti-Ki dan bersama teman2nya menyebrangkan rakit itu dari Amerika Selatan melintasi Samudra Pasifik dan berhasil mencapai Fiji. Heyerdahl berhasil membuktikan hipotesisnya bahwa orang2 Fiji dan Oseania sekitarnya berasal dari suku Indian di Amerika Selatan. Tetapi, teori Heyerdahl itu kini sudah tak dianut orang lagi. Orang2 Oseania bukan berasal dari timur, tetapi justru dari barat, dari Asia Timur. Buktinya mengalir bak sungai deras : aliran bukti renik biomolekuler DNA ! Biomolekuler DNA sudah memetakan penyebaran seluruh ras manusia atau hominid di 5 atau 6 juta tahun terakhir. Begitu kuat biomolekuler ini menjadi aalat analisis dalam paleo-antropologi. Migrasi makhluk hidup, termasuk vertebrata masa lalu, bisa diketahuinya, seperti kata Pak Zaim. Di bawah ini kesimpulan2 yang sedang dipegang kebanyakan para ahli paleo-antropologi. Meskipun kesimpulan ini mengundang banyak sanggahan yang keras selama dua dasawarsa terakhir, sebagian besar ahli genetika dan paleoantropologi kini menerima kesimpulan2 tsb. dengan beberapa catatan (mis : Jorde et al., 1998 : Using mitochondrial and nuclear DNA markers to reconstruct human evolution, BioEssays 20, 1998, p. 126-136). Ini kesimpulan2 dari analisis DNA. - sekitar 6 Ma : populasi kera Afrika membelah jadi dua spesies : simpanse moderen dan hominid (setelah melalui beberapa spesies penengah dan perantara) - sekitar 4 Ma : hominid menjadi bipedalitas (berjalan dengan dua kaki), genus Australopithecus - transisi vertikal spesies ini sangat penting dalam evolusi manusia - sekitar 2 Ma : muncul spesies yang punya daya menggunakan bebatuan dll di alam menjadi peralatan : inilah Homo erectus -sekitar 0.2-0.1 Ma : muncul Homo sapiens, manusia moderen yang menurunkan manusia saat ini, dan mereka mulai keluar dari Afrika ke seluruh dunia. Kita mungkin pernah melihat gambar berantai dari makhluk bungkuk seperti kera ke makhluk tegak seperti manusia sekarang, lalu kita menganggap inilah evolusi manusia. Akan tetapi, gambar tentang evolusi manusia itu salah, atau sangat tidak lengkap sehingga sungguh menyesatkan (maka bisa dimaklumi orang suka bilang bahwa evolusi mengatakan manusia itu dari kera !) Evolusi manusia bukanlah sebuah hasil lukisan yang menggambarkan perubahan langsung dari makhluk tingkat rendah ke tingkat tinggi. Evolusi manusia adalah sebuah jaringan jalan yang ruwet dan berliku-liku, berputar-putar, dengan ujung-ujung jalan yang buntu dan arah-arah yang berubah2. Banyak fosil yang semula kita duga milik leluhur kita mungkin memperlihatkan eksperimen evolusi yang gagal - garis-garis keturunan beragam jenis manusia yang tidak mampu bertahan hidup. Pada akhirnya, kita mungkin adalah produk dari sebuah proses seleksi tanpa jeda, sebuah trial by extinction Itu sedikit tentang bagaimana penguraian sekuen DNA mitokondria sampai ke penguraian evolusi manusia - sepenuhnya masih bisa diperdebatkan, tentu ! salam, awang Yahdi Zaim [EMAIL PROTECTED] wrote: Teman2, Rasanya memang berlebihan seperti kata Pak Awang analisis DNA untuk fosil polen dan foram, meski jika dipandang dari sudut ilmu pengetahuan hal tersebut ya sah-sah saja. Saya pernah mencoba melakukan analisis DNA - sebut saja paleo-DNA untuk fosil vertebrata, tepatnya tulang metatarsal dari fosil Bovidae (kelompok kerbau-sapi dan banteng) berumur Plestosen Tengah dari Formasi Kabuh, Perning, Jawa Timur. Fosil yang saya pilih, secara megaskopis sangat sedikit mengalami ubahan ataupun proses mineralisasi, karena untuk analisis DNA yang diperlukan salah satunya yang penting adalah kandungan/unsur zat organiknya, berupa protein. Analisis saya lakukan di Laboratorium DNA Prodi (dulu namanya Departemen) Biologi ITB, yang alatnya cukup canggih, hasil kerjasama dengan pihak Jepang, kalau tidak salah dari University of Nagoya. Sayang tidak berhasil, karena ternyata yang namanya fosil, semua unsur organiknya sangat2 sedikit bahkan dapat dikatakan sudah hilang akibat proses ubahan/mineralisasi dan impurities yang terjadi selama proses fosilisasi. Jadi ya sayang sekali, karena tadinya saya berharap bisa melacak garis keturunan fosil yang saya analisis tersebut melalui paleo-DNA. Wassalam, Yahdi Zaim Prodi Teknik Geologi KK Geologi dan Paleontologi FIKTM - ITB - Original Message - From: Awang Satyana To: ; Sent: Wednesday, February 08, 2006 3:54 PM Subject: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta Wah, apa perlunya mengurai sekuen DNA suatu spesies pollen atau foram ?Palinologist mendeskripsi polen untuk mengetahui spesiesnya agar diketahui zonasi umur dan tempat hidupnya untuk membantu penafsiran stratigrafi dan lingkungan pengendapan batuan yang mengandung polen itu. Kalau sang palinologist sudah tahu itu
Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --
Karena DNA on Fossil ini masih re-search maka sudah pasti akan sulit menjawab pertanyaan aplikasi. Apalagi dengan killing question ... Emang apa DNA terus dapat nunjukin minyaknya disebelah mana ?. Aku yakin pengusulan pemanfaatan DNA sequencing ini akan langsung amblas dengan pertanyaan aplikasi. Seperti yg sudah saya tulis sebelumnya paling tidak ada dua point dalam identifikasi tambahan ini. 1. Higher resolution detection. Keuntungan ini dapat saja akan menjadi relatip ketika pertanyaan/persoalannya sudah dapat terjawab, maka jelas tidak berguna. Selain itu bisa menjadi a verification tool, seperti imil tambahan Trina bahwa ada potensial kesalahan identifikasi Fosil A dan B yg mirip secara morfologi (yg menjadi dasar identifikasi fosil) oleh paleontologi selama ini. Ini semacam pisau cutter yg tajem, kalau dipakai utk memotong durian jelas ndak mampu bahkan cepet tumpul (menjadikan seolah pisau ini ngga berguna), tapi kalau saja dipakai utk memotong kertas sangat mungkin akan berguna. 2. New forensic science tool. Jelas sebagai alat tambahan, DNA sequencing ini akan mungkin memberikan informasi baru. Misalnya menguak tentang bagaimana species tersebut punah. Contoh: DNA analysis yg dipakai dalam beberapa mummy, menemukan petunjuk penyebab kematiannya. Beberapa abstract paper yg tertulis dalam url link yg kemarin aku tulis itu ada yg menunjukkan hal ini. Nah barangkali (wah ini sih mimpi :) kita akan tahu apakah kepunahan akibat penurunan sea level atau akibat jatuhan meteor. Uniquenya DNA itu begini. Setiap species memiliki sequence DNA yg khas dan spesifik, bahkan masing2 sequence ini diketahui memiliki atau menunjukkan karakter tertentu. Secara teoritis (dan juga di lab) kita dapat memotong dan menyambung sequence DNA ini seolah-olah .. skali lagi seolah-olah kita akan mampu membuat species baru. Jadi kita bisa saja mencoba-coba memotong dan menyambung sequence2 DNA ini. NAMUN, tidak semua sequence DNA yg di create (main-main) ini menghasilkan species. Bahkan lebih banyak yg hanya menghasilkan sampah, atau tidak menjadi binatang apapun ! Setahu saya ... Tidak atau belum pernah ada yang menghasilkan monster ! Seperti yang ada di filem-filem itu ... ntah kalau nantinya terjadi beneran :( Disini etika microbiologist dan bioengineering sering digugat. Nah brangkali, ini kira-kira gathuk-gathuk juga dengan kejadian alamiah vs laboratories. Mutasi genetik yg terjadi secara alamiah ini sebagian besar akan menjadikan species tsb punah, atau mengarah ke kepunahan karena mutasi genetik sering tidak menjadikan species yg lebih tahan beradaptasi dengan perubahan. Nah kalau kita tahu dimana letak bagian sequence DNA yg menunjukkan kepunahan dari sebuah species sangat mungkin kita akan tahu kenapa punahnya. Yg dimaksud primer oleh Trina didalam tulisannya itu adalah reagent yg dipakai utk memotong dimana sequence DNA yg akan dideteksi. Pendeteksian Sequence DNA tentunya tidak pada seluruh sequence DNA yg mungkin akan suangat panjang. Hanya sequence terterntu saja yg akan dideteksi. (Trina, correct me if I am wrong). Salam, besok terusin lagi. RDP On 2/9/06, [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED] wrote: Mas Saya rasa kok bukan masalah biaya saja yang jadi dasar.. Mungkin yang harus diperjelas bagaimana penggunaan DNA ini dalam explorasi HC..mis : biostratigraphi... apakah dapat memberikan identifikasi umur yang lebih tepat...? dibandingkan dengan mungkin metoda yang ada sekarang mis: pollen,foram, nano etc... Dan apakah hasil tersebut sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan...? Regards Kartiko-Samodro Telp : 3852 - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
Re: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]
Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands (pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi. Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan disebabkan HIV. Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor). Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset, bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: -- Forwarded message -- -- Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens DNA pembantu yang mengapit DNA yang akan kita amplifikasi. Kalau tujuan forensik dan diagnostik primernya sudah tersedia secara komersial. Kemungkinan kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat, sehingga DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai adaptor (ini sudah terlalu teknis), jadi DNA mana pun yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi. Saya nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR, dari hasil PCR awal yang tidak terdeteksi. Kalau alatnya menggunakan real time PCR, kita bisa tahu seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita bisa estimasi perlu tidaknya re-PCR. Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa tanpa DNA saja sudah cukup dan bahwa analisis molekuler dalam biostratigrafi atau lainnya dianggap rame-ramein saja, itu sih mah sah-sah saja, seperti yang saya bilang di awal, masing-masing peneliti punya argumentasi, dan mestinya kalau pijakannya sama maka argumenasi bisa lebih terarah. Tentang mahalnya PCR, sebetulnya ga juga. Kalau di Mikro UI (dan di tempat-tempat lain, misalnya di Biotek UNPAD, dll) sekali PCR bisa di atas Rp. 100.000, ya wajar karena mereka profit oriented. Sebetulnya modalnya ga sampai Rp 40.000 sekali running. Yang mahal adalah sekuensing DNAnya yang sejauh ini masih dilakukan di Eijkman Institute for Molecular Biology di Jakarta, sekali sekuensing itu Rp. 165.000 or so. Modalnya ga sampai segitu lah kalau punya alat sekuensing (yang mahal harganya). Perlu diketahui juga bahwa walaupun sekuens DNA itu 10 pangkat sembilan panjangnya untuk masing-masing kromosom (kalau di urai bisa mengelilingi bumi), tetap bagi kami molecular biologist, punya genetic marker untuk menentukan masing-masing kedudukan living organism dalam pohon filogenetiknya, karena dalam sekuens DNA itu ada yang namanya highly variable (yaitu urutan DNAnya sangat bervariasi, disebabkan oleh rentannya mutasi di daerah tersebut, digunakan untuk menentukan subspesies bahkan spesies kriptik) dan yang higly conserved, yaitu DNA yang sangat terkonservasi untuk menentukan kedudukan taksonomi di atas ordo. Dan kami juga punya bidang ilmu yang namanya bioinformatics yang urusannya membantu para ahli filogenetik untuk menjajarkan sekuens DNA dan kemudian menempatkan masing-masing ke dalam posisi taksonominya, otomatis keluar dengan titik percabangan evolusinya ada di mana, indeks keanekaragaman genetiknya bagaimana dan lain-lain. Jadi, kesimpulan whether or not you are interested in using DNA sequence for your own research, it is up to you, folks. wassalam, Trina Original Message Subject: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: -- Teman2, Rasanya memang berlebihan seperti kata Pak Awang analisis DNA untuk fosil polen dan foram, meski jika dipandang dari sudut ilmu pengetahuan hal tersebut ya sah-sah saja. Saya pernah mencoba melakukan analisis DNA - sebut saja paleo-DNA untuk fosil vertebrata, tepatnya tulang metatarsal dari fosil Bovidae (kelompok kerbau-sapi dan banteng) berumur Plestosen Tengah dari Formasi Kabuh, Perning, Jawa Timur.
Re: [iagi-net-l] Mud Mound
Carbonate build ups itu macam-macam biotanya. Bisa kita bedakan empat kategori. Tipe Miosen (Arun) : disusun oleh coral-red algal. Tipe Kapur (Timur Tengah seperti Bu Hasa di Abu Dhabi) disususun oleh rudist - moluska. Tipe Upper Paleozoic (Tengiz Kaspia) disusun oleh green algal tubiphytes. Tipe Devonian (Golden Spike, Alberta Canada), dibangun oleh stromatoporoid. Itu penggolongan CBU (carbonate build up berdasarkan biotanya). CBU pun bisa diklasifikasikan berdasarkan besar butir penyusunnya (campur antara sedimen dan biota, mirip2 klasifikasi Dunham). Nah, kedalam inilah mud mound masuk. Ada tiga kategori : reefs, mud mound, dan banks (ini klasifikasi dari Clif Jordan dan Jim Wilson; Mark Longman sedikit berbeda, tetapi menggunakan triangular classification juga). Mudmounds penyusun utamanya lime mud, frame builder-nya (koral dan ganggang merah kalau Miosen) harus kurang dari 25 atau 30 %. Ini berkembang di lingkungan low energy. Saat awal, memang poro-perm nya kecil kalau dibandingkan dengan banks atau reef. Maka diperlukan ubahan diagenetik. Karena penyusun lime mudnya banyak CaCO3 yang aragonitik, maka mudah terlarut saat kena meteoric water. Pelarutan jelas akan memperbaiki poro-perm-nya. Maka, mud di mud mounds bukan seperti mud di antara butir2 pasir di silisiklastik. Pengalaman di Salawati Basin, performance reservoir/produksi mud mounds justru lebih baik daripada banks, produksinya lebih awet, water out lama tercapai, dan pressure dapat dipertahankan dengan baik. salam, awang [EMAIL PROTECTED] wrote: Barusan baca report lama ada target yang disebut mudmounds sepertinya sempat disinggung waktu diskusi tentang madura. mungkin ada yang bersedia menjelaskan apa yang dimaksud dengan mudmounds...? bagaimana genesanya dan mengapa sering dijadikan target padahal kalau istilah mud mounds bukannya berarti banyak mudnya yang menyebabkan porositinya kecil..? Regards Kartiko-Samodro Telp : 3852 This e-mail (including any attached documents) is intended only for the recipient(s) named above. It may contain confidential or legally privileged information and should not be copied or disclosed to, or otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient, please contact the sender and delete the e-mail from your system. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - - Relax. Yahoo! Mail virus scanning helps detect nasty viruses!
Re: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]
Memang ujungnya harus dibedakan antara perlu dan ingin... Mirip bikin logging program, inginnya sih semua di run supaya ada overlap data yang bisa dipakai konfirmasi, tapi khan tidak perlu se-ideal itu... bisa-bisa AFEnya gak lolos he he he Namun sebagai riset dasar, kenapa tidak...? salam, - Original Message - From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Sent: Thursday, February 09, 2006 6:54 PM Subject: Re: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]] Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands (pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi. Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan disebabkan HIV. Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor). Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset, bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: -- Forwarded message -- -- Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens DNA pembantu yang mengapit DNA yang akan kita amplifikasi. Kalau tujuan forensik dan diagnostik primernya sudah tersedia secara komersial. Kemungkinan kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat, sehingga DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai adaptor (ini sudah terlalu teknis), jadi DNA mana pun yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi. Saya nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR, dari hasil PCR awal yang tidak terdeteksi. Kalau alatnya menggunakan real time PCR, kita bisa tahu seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita bisa estimasi perlu tidaknya re-PCR. Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa tanpa DNA saja sudah cukup dan bahwa analisis molekuler dalam biostratigrafi atau lainnya dianggap rame-ramein saja, itu sih mah sah-sah saja, seperti yang saya bilang di awal, masing-masing peneliti punya argumentasi, dan mestinya kalau pijakannya sama maka argumenasi bisa lebih terarah. Tentang mahalnya PCR, sebetulnya ga juga. Kalau di Mikro UI (dan di tempat-tempat lain, misalnya di Biotek UNPAD, dll) sekali PCR bisa di atas Rp. 100.000, ya wajar karena mereka profit oriented. Sebetulnya modalnya ga sampai Rp 40.000 sekali running. Yang mahal adalah sekuensing DNAnya yang sejauh ini masih dilakukan di Eijkman Institute for Molecular Biology di Jakarta, sekali sekuensing itu Rp. 165.000 or so. Modalnya ga sampai segitu lah kalau punya alat sekuensing (yang mahal harganya). Perlu diketahui juga bahwa walaupun sekuens DNA itu 10 pangkat sembilan panjangnya untuk masing-masing kromosom (kalau di urai bisa mengelilingi bumi), tetap bagi kami molecular biologist, punya genetic marker untuk menentukan masing-masing kedudukan living organism dalam pohon filogenetiknya, karena dalam sekuens DNA itu ada yang namanya highly variable (yaitu urutan DNAnya sangat bervariasi, disebabkan oleh rentannya mutasi di daerah tersebut, digunakan untuk menentukan subspesies bahkan spesies kriptik) dan yang higly conserved, yaitu DNA yang sangat terkonservasi untuk menentukan kedudukan taksonomi di atas ordo. Dan kami juga punya bidang ilmu yang namanya bioinformatics yang urusannya membantu para ahli filogenetik untuk menjajarkan sekuens DNA dan kemudian menempatkan masing-masing ke dalam posisi taksonominya, otomatis keluar dengan titik percabangan evolusinya ada di mana, indeks keanekaragaman genetiknya bagaimana dan lain-lain. Jadi, kesimpulan whether or not you are interested in using DNA sequence for your own research, it is up to you, folks. wassalam, Trina
RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]
Dugaan saya, pembentukan evolusi life dengan analisa DNA akan lebih bak di banding dengan tanpa itu dan misal dengan kenampkaan physics lainnyaa. Alat-ku, kalender SALAM- di turunkan dari banyak parameter physics, perlihatkan rekaan evolusi dng DNA lebih baik bila di banding rekaan tanpa DNA. Ini data Mader 1983 saya pakai. Pointnya, kalau sudah ada rekaan evolusi (life) dng DNA, tentu aku lebih suka memakainya. Ini dugaanku akan tunjukkan umur lebih baik. Natutal science yang lain memang harus di perhatikan, misalnya ekonomi itu. Memang mahal sekali ya ? Discovery seminggu lalu saya lihat bagaimana evolusi manusia di ceritakan. Yang saya tangkap ceritanya begini. Mulai dari Mesopotamia (80.000 annum lalu) (deviasi 15.000 tahun ?), menjadi sumber seluruh manusia dunia sekarang. Ini daerah pertemuan Gonwana dan Laut Tethys, merupakan sungai Tigris dan Euphrat, juga daerah subur dekatnya ya lembah sungai Pakistan. Migrasi manusia dari situ masa itu, ke segala arah, termasuk ke Eropa, yang menggantikan Neanderthal. Juga ke Afrika, Asiatimur, Selat Bering, Amerika. Migrasi adalah waktu dingin. Kalau saya kaitkan dengan siklus-ku, (amplitudo lebih kecil bila siklusnya lebih pendek), siklus dingin 70.000 adalah 87.500 BC, lalu yang relatif sama kondisinya dengan th. 17.500 BC. Dengan siklus 7.000-nya, yakni 17.500 BC, 10.500 BC, 3.500 BC. Dan siklus 700 tahunnya, adalah 3500 BC, 2800BC, 2100BC, 1400BC, 700 BC, 0, 700 AD, 1400AD, 2100AD (sekarang), akan ada 2800AD, dst. Dingin di 17.500 BC ya seluruh sundaplate tak di batasi laut. Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum, low-stand. Yah, kecocokan tinggi juga dengan analisa discovery itu ? Salam, Maryanto. -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands (pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi. Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan disebabkan HIV. Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor). Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset, bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: -- Forwarded message -- -- Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens DNA pembantu yang mengapit DNA yang akan kita amplifikasi. Kalau tujuan forensik dan diagnostik primernya sudah tersedia secara komersial. Kemungkinan kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat, sehingga DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai adaptor (ini sudah terlalu teknis), jadi DNA mana pun yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi. Saya nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR, dari hasil PCR awal yang tidak terdeteksi. Kalau alatnya menggunakan real time PCR, kita bisa tahu seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita bisa estimasi perlu tidaknya re-PCR. Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa tanpa DNA saja sudah cukup dan bahwa analisis molekuler dalam biostratigrafi atau lainnya dianggap rame-ramein saja, itu sih mah sah-sah saja, seperti yang saya bilang di awal, masing-masing peneliti punya argumentasi, dan mestinya kalau pijakannya sama maka argumenasi bisa lebih terarah. Tentang mahalnya PCR, sebetulnya ga juga. Kalau di Mikro UI (dan di tempat-tempat lain, misalnya di Biotek UNPAD, dll) sekali PCR bisa di atas Rp. 100.000, ya wajar karena mereka profit oriented. Sebetulnya modalnya ga sampai Rp 40.000 sekali running. Yang mahal adalah sekuensing DNAnya yang sejauh ini masih dilakukan di Eijkman Institute for Molecular Biology di Jakarta, sekali sekuensing itu Rp. 165.000 or so. Modalnya
RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]
Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum,low-stand. Mar, Kalau global temperature rendah, tidak harus low-stand. Kalau muka air laut rendah secara regional, tidak juga harus low-stand dimana-mana. Kalau global temperature rendah, muka laut rendah, juga tidak harus compresi. Salam, US -Original Message- From: Maryanto (Maryant) [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 10, 2006 7:02 AM To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]] Dugaan saya, pembentukan evolusi life dengan analisa DNA akan lebih bak di banding dengan tanpa itu dan misal dengan kenampkaan physics lainnyaa. Alat-ku, kalender SALAM- di turunkan dari banyak parameter physics, perlihatkan rekaan evolusi dng DNA lebih baik bila di banding rekaan tanpa DNA. Ini data Mader 1983 saya pakai. Pointnya, kalau sudah ada rekaan evolusi (life) dng DNA, tentu aku lebih suka memakainya. Ini dugaanku akan tunjukkan umur lebih baik. Natutal science yang lain memang harus di perhatikan, misalnya ekonomi itu. Memang mahal sekali ya ? Discovery seminggu lalu saya lihat bagaimana evolusi manusia di ceritakan. Yang saya tangkap ceritanya begini. Mulai dari Mesopotamia (80.000 annum lalu) (deviasi 15.000 tahun ?), menjadi sumber seluruh manusia dunia sekarang. Ini daerah pertemuan Gonwana dan Laut Tethys, merupakan sungai Tigris dan Euphrat, juga daerah subur dekatnya ya lembah sungai Pakistan. Migrasi manusia dari situ masa itu, ke segala arah, termasuk ke Eropa, yang menggantikan Neanderthal. Juga ke Afrika, Asiatimur, Selat Bering, Amerika. Migrasi adalah waktu dingin. Kalau saya kaitkan dengan siklus-ku, (amplitudo lebih kecil bila siklusnya lebih pendek), siklus dingin 70.000 adalah 87.500 BC, lalu yang relatif sama kondisinya dengan th. 17.500 BC. Dengan siklus 7.000-nya, yakni 17.500 BC, 10.500 BC, 3.500 BC. Dan siklus 700 tahunnya, adalah 3500 BC, 2800BC, 2100BC, 1400BC, 700 BC, 0, 700 AD, 1400AD, 2100AD (sekarang), akan ada 2800AD, dst. Dingin di 17.500 BC ya seluruh sundaplate tak di batasi laut. Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum, low-stand. Yah, kecocokan tinggi juga dengan analisa discovery itu ? Salam, Maryanto. -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands (pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi. Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan disebabkan HIV. Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor). Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset, bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: -- Forwarded message -- -- Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens DNA pembantu yang mengapit DNA yang akan kita amplifikasi. Kalau tujuan forensik dan diagnostik primernya sudah tersedia secara komersial. Kemungkinan kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat, sehingga DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai adaptor (ini sudah terlalu teknis), jadi DNA mana pun yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi. Saya nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR, dari hasil PCR awal yang tidak terdeteksi. Kalau alatnya menggunakan real time PCR, kita bisa tahu seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita bisa estimasi perlu tidaknya re-PCR. Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa tanpa DNA saja sudah cukup dan bahwa analisis molekuler dalam biostratigrafi atau lainnya
RE: [iagi-net-l] Shale dan claystone
Sand 100 % /\ / /\ \ / / \ \ / / \ \ /__/_\__\ 100% 70%70% 100% Clay Silt Bayangkan saja ada segitiga sama sisi, bagian puncak adalah sand 100 %, kanan bawah adalah silt 100 % dan kiri bawah clay 100 %. Jika ada 70 %kandungan clay-silt masih disebut claystone, demikian juga kalau ada kandungan 70 % silt-clay, maka masih dikategorikan siltsone. Kalau komponen pembentuknya diantara 70 % clay dan/atau 70 % maka disebut mudstone. Shale (=serpih) yaitu silt(=lanau) yang sudah mengalami pembebanan sehingga membentuk rekahan-rekahan yang teratur. Sorry kalau jawabannya kurang pas. -Original Message- From: Eril Suhada Lanin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, February 08, 2006 8:46 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Shale dan claystone Dear all, Saya ingin menanyakan mengenai perbedaan antara genesa shale dan claystone. Di beberapa well report yang saya pelajari, saya melihat adanya lithology claystone dibawah shale. Padahal dari sifat fisiknya shale biasanya lebih keras daripada claystone. Bagaimana menjelaskan claystone yang berada dibawah shale tersebut? Barangkali ada yang bisa memberi pencerahan. Terima kasih sebelumnya. Regards, Eril S. Lanin - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
[iagi-net-l] Breaking Plate Orchestra.
Ada yang tahu perbandingan frekwensi nada? Itu lho antara 7 nada: do re mi fa sol la si do. Berapa frekwensi do pada temperature normal ? Seingatku ada garpu talanya, untuk mengepaskan tala nada frekwensi ini. Saya perlu ini untuk memudahkan pemetaan orchestra : Breaking Plate Tectonic (gempa, tsunami, volcano eruption). Energi gempa, yang skala 1-10 Richter itu misalnya, mestinya sebanding dengan logarithmic kedalaman sumber gempa di subduction. Lalu prediksi probability daerah rusak terbesar di bandingkan dengan loaksi itu terhadap lokasi subduction. Kita lihat kedalaman palung adalah semakin dalam dari Aceh, 3.5 km hingga terdalam di selatan Jogya, 7 km, lalu mendangkal ke timur, lalu mendalam lagi di Aru, lalu mendangkal hingga Laut Banda. Semakin ke benua, maka kedalaman subduction semakin dalam. Perbandingan ini akan penuhi persamaan: F= V/L, dimana F=frekwensi, V=kecepatan, L=Lamdha, panjang gelombang. Log F = Log V - Log L. Ini peramaaan linier di log f = f ( log Lamdha). Berikut mungkin di perlukan (IAGInet sudah kuberitahu): Di buat persamaan itu untuk seluruh ukuran materi dari preelementary hinggga universe, dan dapatkan : 1. jagad ini terbagi menjadi 7 skala ukuran. 2. Sekala mantab, misal preelementaryy, gen, manusia, bumi, tatasurya, galaksi, universe, itu sebagai perkalian 10 pangkat 7 dari skala satu di bawahnya. 3. EM Lambda dari preelementari E-21 m hingga E-14 m, Gen E-7, human E+0 m, Bumi E+7 m, Tatasurya E+14 m, Galaksi E+21 m, Universe E+28 m. 4. Daerah ini saya sebut daerah MassSeen Mass that are seen. 5. Dibawahnya disebut MassALIT Mass Among sizes of the Lowest limit of Identified Tidy matter. 6. Lebih besar dari universe disebut MassAGUNG Mass Above size of the Gently Universe Named Geometry. 7. Kita duga ada langit dengan ukuran perkalian 10^49 dengan uinverse kita. Dan kelipannya itu lagi. Besar sekali 8. Semua itu masuk dalam daerah MassMAR Mass Measurement Accomplishing Rules Cosmos. 9. Tiap level mantab ada 7 tingkat para-level. 10. Tiap para-level ada 7 para-para level, termasuk di sini 7 warna, mi ji ku hi bi ni u, 350-700 nm panjang gelombangnya. Kini menyusun tempat 7 nada musik itu, yang tentunya ada fungsi jarak atau kedalaman, untuk melihat orchestra alam. Perlu juga history gempa. Kepunahan makluk sepertinya dengan pereode SALAM, di tiap sequence bounday, dan semakin panjang pereodenya, semakin besar besar kepunahan massanya. Kini sedang analisa perbandingan jari-jari 7 lapis, untuk prediksi jari-jari ke 7 lapis bumi, menghubungkan dengan 7 megaplate, 7 planetary cyclone, 7 lapis langit, Gelombang ARIF, SYUKUR Structure, tuk lihat basin, subbasin, subsubbasin, dst. Kalau semua hazard sudah di tekan, maka tinggal enaknya saja semua. Ini yang di planning : HARJO History And Reduction of Jeopardy effects of Oncoming orchestra itu. MassMAR: a new Cosmos definition, define cosmos in a page, and describe it better in scale. Ada komentar ? Salam, Maryanto.
[iagi-net-l] MudMounds
Apakah Mudmounds ini sifatnya lebih cenderung merupakan hancuran dari main reefnya yang kemudian terendapkan kembali bersamaan dengan mud?, jadi pengendapannya mirip klastik tapi fragmennya karbonat sehingga genetiknya lebih mekanis seperti clastic daripada biotik seperti reef... dan apakah harus terjadi kontak dengan meteorik water untuk memperbaikinya porositynya..? dan bagaimana cara mengetahui apakah karbonat tersebut pernah kontak dengan surface / meteorik water sebelum dibor...? Carbonate build ups itu macam-macam biotanya. Bisa kita bedakan empat kategori. Tipe Miosen (Arun) : disusun oleh coral-red algal. Tipe Kapur (Timur Tengah seperti Bu Hasa di Abu Dhabi) disususun oleh rudist - moluska. Tipe Upper Paleozoic (Tengiz Kaspia) disusun oleh green algal tubiphytes. Tipe Devonian (Golden Spike, Alberta Canada), dibangun oleh stromatoporoid. Itu penggolongan CBU (carbonate build up berdasarkan biotanya). CBU pun bisa diklasifikasikan berdasarkan besar butir penyusunnya (campur antara sedimen dan biota, mirip2 klasifikasi Dunham). Nah, kedalam inilah mud mound masuk. Ada tiga kategori : reefs, mud mound, dan banks (ini klasifikasi dari Clif Jordan dan Jim Wilson; Mark Longman sedikit berbeda, tetapi menggunakan triangular classification juga). Mudmounds penyusun utamanya lime mud, frame builder-nya (koral dan ganggang merah kalau Miosen) harus kurang dari 25 atau 30 %. Ini berkembang di lingkungan low energy. Saat awal, memang poro-perm nya kecil kalau dibandingkan dengan banks atau reef. Maka diperlukan ubahan diagenetik. Karena penyusun lime mudnya banyak CaCO3 yang aragonitik, maka mudah terlarut saat kena meteoric water. Pelarutan jelas akan memperbaiki poro-perm-nya. Maka, mud di mud mounds bukan seperti mud di antara butir2 pasir di silisiklastik. Pengalaman di Salawati Basin, performance reservoir/produksi mud mounds justru lebih baik daripada banks, produksinya lebih awet, water out lama tercapai, dan pressure dapat dipertahankan dengan baik. salam, awang This e-mail (including any attached documents) is intended only for the recipient(s) named above. It may contain confidential or legally privileged information and should not be copied or disclosed to, or otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient, please contact the sender and delete the e-mail from your system. - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]
Asyiiik, ada Pak Ukat komentar. Bagus. Kalau global temperature rendah, tidak harus low-stand. Kalau muka air laut rendah secara regional, tidak juga harus low-stand dimana-mana. Kalau global temperature rendah, muka laut rendah, juga tidak harus compresi. Apa ada data yang menunjangnya Pak Ukat? Minta datanya dong. Apa skala pereodenya sama pada tiap analisa ? Misal 7 annum, 70 a, 700 a, 7 Ka, , 70 ka, ..., 7 Ma, 70 Ma, 700 Ma. Juga seberapa simpangan (error) pengukurannya ? Wassalam, maryanto. -Original Message- From: Ukat Sukanta [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 10, 2006 7:32 AM To: [EMAIL PROTECTED] Cc: iagi-net@iagi.or.id Subject: RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]] Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum,low-stand. Mar, Kalau global temperature rendah, tidak harus low-stand. Kalau muka air laut rendah secara regional, tidak juga harus low-stand dimana-mana. Kalau global temperature rendah, muka laut rendah, juga tidak harus compresi. Salam, US -Original Message- From: Maryanto (Maryant) [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 10, 2006 7:02 AM To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED] Subject: RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]] Dugaan saya, pembentukan evolusi life dengan analisa DNA akan lebih bak di banding dengan tanpa itu dan misal dengan kenampkaan physics lainnyaa. Alat-ku, kalender SALAM- di turunkan dari banyak parameter physics, perlihatkan rekaan evolusi dng DNA lebih baik bila di banding rekaan tanpa DNA. Ini data Mader 1983 saya pakai. Pointnya, kalau sudah ada rekaan evolusi (life) dng DNA, tentu aku lebih suka memakainya. Ini dugaanku akan tunjukkan umur lebih baik. Natutal science yang lain memang harus di perhatikan, misalnya ekonomi itu. Memang mahal sekali ya ? Discovery seminggu lalu saya lihat bagaimana evolusi manusia di ceritakan. Yang saya tangkap ceritanya begini. Mulai dari Mesopotamia (80.000 annum lalu) (deviasi 15.000 tahun ?), menjadi sumber seluruh manusia dunia sekarang. Ini daerah pertemuan Gonwana dan Laut Tethys, merupakan sungai Tigris dan Euphrat, juga daerah subur dekatnya ya lembah sungai Pakistan. Migrasi manusia dari situ masa itu, ke segala arah, termasuk ke Eropa, yang menggantikan Neanderthal. Juga ke Afrika, Asiatimur, Selat Bering, Amerika. Migrasi adalah waktu dingin. Kalau saya kaitkan dengan siklus-ku, (amplitudo lebih kecil bila siklusnya lebih pendek), siklus dingin 70.000 adalah 87.500 BC, lalu yang relatif sama kondisinya dengan th. 17.500 BC. Dengan siklus 7.000-nya, yakni 17.500 BC, 10.500 BC, 3.500 BC. Dan siklus 700 tahunnya, adalah 3500 BC, 2800BC, 2100BC, 1400BC, 700 BC, 0, 700 AD, 1400AD, 2100AD (sekarang), akan ada 2800AD, dst. Dingin di 17.500 BC ya seluruh sundaplate tak di batasi laut. Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum, low-stand. Yah, kecocokan tinggi juga dengan analisa discovery itu ? Salam, Maryanto. -Original Message- From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands (pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi. Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan disebabkan HIV. Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor). Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset, bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: -- Forwarded message -- -- Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer,
RE: [iagi-net-l] Shale dan claystone
saya boleh nimbrung,tentang perbedaan/persamaan antara claystone, shale sbb.: persamaan : keduaya batuan sedimen berukuran halus (umumnya lempung - lanau) perbedaan : claystone : komposisi dominan mineral lempung maka dari itu dapat memperlihatkan laminasi (orientasi sejajar, menerus dibentuk oleh mineral lempung) serpih/shale : terdiri dari mineral lempung dan non lempung (kuarsa, felspar, dll); maka dari itu laminasinya tidak menerus menghasilkan struktur yg disebut menyerpih/fissility) akibat adanya mineral lempung dan non lempung. mudstone/batulumpur : terdiri dari partikel lempung - lanau, sebagian besar bukan mineral lempung; istilah ini tidak umum bagi kita;seringkali disebut batupasir halus (faktanya kita jarang menggunakan istilah ini; begitu juga istilah batulanau jarang digunakan). mudah-mudah an bermanfaat. wass. emmy suparka Sand 100 % /\ / /\ \ / / \ \ / / \ \ /__/_\__\ 100% 70%70% 100% Clay Silt Bayangkan saja ada segitiga sama sisi, bagian puncak adalah sand 100 %, kanan bawah adalah silt 100 % dan kiri bawah clay 100 %. Jika ada 70 %kandungan clay-silt masih disebut claystone, demikian juga kalau ada kandungan 70 % silt-clay, maka masih dikategorikan siltsone. Kalau komponen pembentuknya diantara 70 % clay dan/atau 70 % maka disebut mudstone. Shale (=serpih) yaitu silt(=lanau) yang sudah mengalami pembebanan sehingga membentuk rekahan-rekahan yang teratur. Sorry kalau jawabannya kurang pas. -Original Message- From: Eril Suhada Lanin [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, February 08, 2006 8:46 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: [iagi-net-l] Shale dan claystone Dear all, Saya ingin menanyakan mengenai perbedaan antara genesa shale dan claystone. Di beberapa well report yang saya pelajari, saya melihat adanya lithology claystone dibawah shale. Padahal dari sifat fisiknya shale biasanya lebih keras daripada claystone. Bagaimana menjelaskan claystone yang berada dibawah shale tersebut? Barangkali ada yang bisa memberi pencerahan. Terima kasih sebelumnya. Regards, Eril S. Lanin - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) - - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -
[iagi-net-l] Interfacial Tension (sigma dan Cosine Theta)
Bapak, Ibu2, Saya mau tanya tentang Interfacial Tension (Sigma dan Cosine Theta) antara gas dengan water atau oil dengan water . Adakah yang punya referensi (kalau ada dalam bentuk table) untuk harga tersebut untuk silisclastic reservoir pada zone yang over pressure dengan temperature yang tinggi pula? Sebelumnya dihaturkan terima kasih. salam pujiyono - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id) Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id) Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com) Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id) Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id) -