[iagi-net-l] Re: DNA on fossil --

2006-02-09 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Kayaknya sdr Trina ini wajib membuat paper di IPA, tentang potential riset.
Adakah kumpeni di Jakarta yg bersedia membantu Trina memberikan sdikit
pembiayaan utk PCR. Aku rasa 150 rb/sampel sangat kecil utk oil
kumpeni. Kurang dari 1 barel kan ?

RDP

 Original Message 
From:Trina Tallei [EMAIL PROTECTED]
--

Ada yang kelupaan, maksudnya, gini lho, yang tadinya
kita anggap dengan deskripsi saja kita bilang ini
adalah spesies A yang hidupnya jaman sekian, tetapi
ternyata dengan sekuens DNA dibuktikan ternyata bukan
spesies A, tetapi B, yang hidupnya bukan pada jaman
tersebut. (ini sekedar eksplanasi sederhana kok, yang
seringkali bikin ribut ahli taksonomi morfometrik
dengan molecular biologist/geneticist)

salam,
Trina

-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --

2006-02-09 Terurut Topik Ferdinandus . KARTIKO-SAMODRO
Mas

Saya rasa kok bukan masalah biaya saja yang jadi dasar..

Mungkin yang harus diperjelas bagaimana penggunaan DNA ini dalam explorasi
HC..mis : biostratigraphi...
apakah dapat memberikan identifikasi umur yang lebih tepat...? dibandingkan
dengan mungkin metoda yang ada sekarang mis: pollen,foram, nano etc...
Dan apakah hasil tersebut sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan...?


Regards

Kartiko-Samodro
Telp : 3852




 
  Rovicky Dwi   
 
  PutrohariTo:   iagi-net@iagi.or.id
 
  [EMAIL PROTECTED]cc: 
  
  m   Subject:  [iagi-net-l] Re: DNA 
on fossil --  

 
  09/02/2006 04:06  
 
  PM
 
  Please respond to 
 
  iagi-net  
 

 

 




Kayaknya sdr Trina ini wajib membuat paper di IPA, tentang potential riset.
Adakah kumpeni di Jakarta yg bersedia membantu Trina memberikan sdikit
pembiayaan utk PCR. Aku rasa 150 rb/sampel sangat kecil utk oil
kumpeni. Kurang dari 1 barel kan ?

RDP

 Original Message 
From:Trina Tallei [EMAIL PROTECTED]
--

Ada yang kelupaan, maksudnya, gini lho, yang tadinya
kita anggap dengan deskripsi saja kita bilang ini
adalah spesies A yang hidupnya jaman sekian, tetapi
ternyata dengan sekuens DNA dibuktikan ternyata bukan
spesies A, tetapi B, yang hidupnya bukan pada jaman
tersebut. (ini sekedar eksplanasi sederhana kok, yang
seringkali bikin ribut ahli taksonomi morfometrik
dengan molecular biologist/geneticist)

salam,
Trina

-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
[EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-




This e-mail (including any attached documents) is intended only for the
recipient(s) named above.  It may contain confidential or legally
privileged information and should not be copied or disclosed to, or
otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient,
please contact the sender and delete the e-mail from your system.


-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi 

Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta

2006-02-09 Terurut Topik Awang Satyana
Thor Heyerdahl, anthropologist Norwegia unik itu, sekitar pertengahan abad lalu 
sengaja membuat rakit bernama Kon-Ti-Ki dan bersama teman2nya menyebrangkan 
rakit itu dari Amerika Selatan melintasi Samudra Pasifik dan berhasil mencapai 
Fiji. Heyerdahl berhasil membuktikan hipotesisnya bahwa orang2 Fiji dan Oseania 
sekitarnya berasal dari suku Indian di Amerika Selatan.
   
  Tetapi, teori Heyerdahl itu kini sudah tak dianut orang lagi. Orang2 Oseania 
bukan berasal dari timur, tetapi justru dari barat, dari Asia Timur. Buktinya 
mengalir bak sungai deras : aliran bukti renik biomolekuler DNA !
   
  Biomolekuler DNA sudah memetakan penyebaran seluruh ras manusia atau hominid 
di 5 atau 6 juta tahun terakhir. Begitu kuat biomolekuler ini menjadi aalat 
analisis dalam paleo-antropologi. Migrasi makhluk hidup, termasuk vertebrata 
masa lalu, bisa diketahuinya, seperti kata Pak Zaim.
   
  Di bawah ini kesimpulan2 yang sedang dipegang kebanyakan para ahli 
paleo-antropologi. Meskipun kesimpulan ini mengundang banyak sanggahan yang 
keras selama dua dasawarsa terakhir, sebagian besar ahli genetika dan 
paleoantropologi kini menerima kesimpulan2 tsb. dengan beberapa catatan (mis : 
Jorde et al., 1998 : Using mitochondrial and nuclear DNA markers to reconstruct 
human evolution, BioEssays 20, 1998, p. 126-136).
   
  Ini kesimpulan2 dari analisis DNA.
   
  - sekitar 6 Ma : populasi kera Afrika membelah jadi dua spesies : simpanse 
moderen dan hominid (setelah melalui beberapa spesies penengah dan perantara)
   
  - sekitar 4 Ma : hominid menjadi bipedalitas (berjalan dengan dua kaki), 
genus Australopithecus - transisi vertikal spesies ini sangat penting dalam 
evolusi manusia
   
  - sekitar 2 Ma : muncul spesies yang punya daya menggunakan bebatuan dll di 
alam menjadi peralatan : inilah Homo erectus
   
  -sekitar 0.2-0.1 Ma : muncul Homo sapiens, manusia moderen yang menurunkan 
manusia saat ini, dan mereka mulai keluar dari Afrika ke seluruh dunia.

  Kita mungkin pernah melihat gambar berantai dari makhluk bungkuk seperti kera 
ke makhluk tegak seperti manusia sekarang, lalu kita menganggap inilah evolusi 
manusia. Akan tetapi, gambar tentang evolusi manusia itu salah, atau sangat 
tidak lengkap sehingga sungguh menyesatkan (maka bisa dimaklumi orang suka 
bilang bahwa evolusi mengatakan  manusia itu dari kera !)
   
  Evolusi manusia bukanlah sebuah hasil lukisan yang menggambarkan perubahan 
langsung dari makhluk tingkat rendah ke tingkat tinggi. Evolusi manusia adalah 
sebuah jaringan jalan yang ruwet dan berliku-liku, berputar-putar, dengan 
ujung-ujung jalan yang buntu dan arah-arah yang berubah2. Banyak fosil yang 
semula kita duga milik leluhur kita mungkin memperlihatkan eksperimen evolusi 
yang gagal - garis-garis keturunan beragam jenis manusia yang tidak mampu 
bertahan hidup. Pada akhirnya, kita mungkin adalah produk dari sebuah proses 
seleksi tanpa jeda, sebuah trial by extinction
   
  Itu sedikit tentang bagaimana penguraian sekuen DNA mitokondria sampai ke 
penguraian evolusi manusia - sepenuhnya masih bisa diperdebatkan, tentu !
   
  salam,
  awang
  
Yahdi Zaim [EMAIL PROTECTED] wrote:
  Teman2,

Rasanya memang berlebihan seperti kata Pak Awang analisis DNA untuk fosil 
polen dan foram, meski jika dipandang dari sudut ilmu pengetahuan hal 
tersebut ya sah-sah saja.
Saya pernah mencoba melakukan analisis DNA - sebut saja paleo-DNA untuk 
fosil vertebrata, tepatnya tulang metatarsal dari fosil Bovidae (kelompok 
kerbau-sapi dan banteng) berumur Plestosen Tengah dari Formasi Kabuh, 
Perning, Jawa Timur. Fosil yang saya pilih, secara megaskopis sangat sedikit 
mengalami ubahan ataupun proses mineralisasi, karena untuk analisis DNA yang 
diperlukan salah satunya yang penting adalah kandungan/unsur zat organiknya, 
berupa protein. Analisis saya lakukan di Laboratorium DNA Prodi (dulu 
namanya Departemen) Biologi ITB, yang alatnya cukup canggih, hasil kerjasama 
dengan pihak Jepang, kalau tidak salah dari University of Nagoya. Sayang 
tidak berhasil, karena ternyata yang namanya fosil, semua unsur organiknya 
sangat2 sedikit bahkan dapat dikatakan sudah hilang akibat proses 
ubahan/mineralisasi dan impurities yang terjadi selama proses fosilisasi. 
Jadi ya sayang sekali, karena tadinya saya berharap bisa melacak garis 
keturunan fosil yang saya analisis tersebut melalui paleo-DNA.

Wassalam,

Yahdi Zaim
Prodi Teknik Geologi
KK Geologi dan Paleontologi
FIKTM - ITB


- Original Message - 
From: Awang Satyana 
To: ; 
Sent: Wednesday, February 08, 2006 3:54 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] 
Biostratigraphi di shelf atau delta


 Wah, apa perlunya mengurai sekuen DNA suatu spesies pollen atau foram 
 ?Palinologist mendeskripsi polen untuk mengetahui spesiesnya agar 
 diketahui zonasi umur dan tempat hidupnya untuk membantu penafsiran 
 stratigrafi dan lingkungan pengendapan batuan yang mengandung polen itu.

 Kalau sang palinologist sudah tahu itu 

Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --

2006-02-09 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari
Karena DNA on Fossil ini masih re-search maka sudah pasti akan sulit
menjawab pertanyaan aplikasi. Apalagi dengan killing question ...
 Emang apa DNA terus dapat nunjukin minyaknya disebelah mana ?. Aku
yakin pengusulan pemanfaatan DNA sequencing ini akan langsung amblas
dengan pertanyaan aplikasi.

Seperti yg sudah saya tulis sebelumnya paling tidak ada dua point
dalam identifikasi tambahan ini.

1. Higher resolution detection.
Keuntungan ini dapat saja akan menjadi relatip ketika
pertanyaan/persoalannya sudah dapat terjawab, maka jelas tidak
berguna. Selain itu bisa menjadi a verification tool, seperti imil
tambahan Trina bahwa ada potensial kesalahan identifikasi Fosil A dan
B yg mirip secara morfologi (yg menjadi dasar identifikasi fosil)
oleh paleontologi selama ini.
Ini semacam pisau cutter yg tajem, kalau dipakai utk memotong durian
jelas ndak mampu bahkan cepet tumpul (menjadikan seolah pisau ini ngga
berguna), tapi kalau saja dipakai utk memotong kertas sangat mungkin
akan berguna.

2. New forensic science tool.
Jelas sebagai alat tambahan, DNA sequencing ini akan mungkin
memberikan informasi baru. Misalnya menguak tentang bagaimana species
tersebut punah. Contoh: DNA analysis yg dipakai dalam beberapa mummy,
menemukan petunjuk  penyebab kematiannya. Beberapa abstract paper yg
tertulis dalam url link yg kemarin aku tulis itu ada yg menunjukkan
hal ini.

Nah barangkali (wah ini sih mimpi :) kita akan tahu apakah kepunahan
akibat penurunan sea level atau akibat jatuhan meteor.

Uniquenya DNA itu begini.
Setiap species memiliki sequence DNA yg khas dan spesifik, bahkan
masing2 sequence ini diketahui memiliki atau menunjukkan karakter
tertentu. Secara teoritis (dan juga di lab) kita dapat memotong dan
menyambung sequence DNA ini seolah-olah .. skali lagi seolah-olah
kita akan mampu membuat species baru. Jadi kita bisa saja
mencoba-coba memotong dan menyambung sequence2 DNA ini.

NAMUN, tidak semua sequence DNA yg di create (main-main) ini
menghasilkan species. Bahkan lebih banyak yg hanya menghasilkan
sampah, atau tidak menjadi binatang apapun !
Setahu saya ... Tidak atau belum pernah ada yang menghasilkan monster
! Seperti yang ada di filem-filem itu ... ntah kalau nantinya terjadi
beneran :(
Disini etika microbiologist dan bioengineering sering digugat.

Nah brangkali, ini kira-kira gathuk-gathuk juga dengan kejadian
alamiah vs laboratories. Mutasi genetik yg terjadi secara alamiah ini
sebagian besar akan menjadikan species tsb punah, atau mengarah ke
kepunahan karena mutasi genetik sering tidak menjadikan species yg
lebih tahan beradaptasi dengan perubahan. Nah kalau kita tahu dimana
letak bagian sequence DNA yg menunjukkan kepunahan dari sebuah
species sangat mungkin kita akan tahu kenapa punahnya.

Yg dimaksud primer oleh Trina didalam tulisannya itu adalah reagent
yg dipakai utk memotong dimana sequence DNA yg akan dideteksi.
Pendeteksian Sequence DNA tentunya tidak pada seluruh sequence DNA yg
mungkin akan suangat panjang. Hanya sequence terterntu saja yg akan
dideteksi. (Trina, correct me if I am wrong).

Salam, besok terusin lagi.

RDP

On 2/9/06, [EMAIL PROTECTED]
[EMAIL PROTECTED] wrote:
 Mas

 Saya rasa kok bukan masalah biaya saja yang jadi dasar..

 Mungkin yang harus diperjelas bagaimana penggunaan DNA ini dalam explorasi
 HC..mis : biostratigraphi...
 apakah dapat memberikan identifikasi umur yang lebih tepat...? dibandingkan
 dengan mungkin metoda yang ada sekarang mis: pollen,foram, nano etc...
 Dan apakah hasil tersebut sebanding dengan biaya yang akan dikeluarkan...?


 Regards

 Kartiko-Samodro
 Telp : 3852



-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



Re: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]

2006-02-09 Terurut Topik Awang Satyana
Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai untuk 
menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands (pisahan), 
tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA polymerase (ini 
sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan primer. Masuk ke 
siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi dua DNA strands dan 
tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi.
   
  Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan eksentrik 
yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin eksentrik saja. 
Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan disebabkan HIV.
   
  Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan penguraian 
sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ? Kalau kita 
hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan. Lagipula taxa 
dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan penerusnya yang hidup pada 
masa kini. Silakan baca History of Tropical Mangrove, yang bercerita tentang 
polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal 
di Bogor).
   
  Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset, bukan 
untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka.
   
  salam,
  awang

Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:
  -- Forwarded message --
--

Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya
kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa
DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah
yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan
PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens
DNA pembantu yang mengapit DNA yang akan kita
amplifikasi. Kalau tujuan forensik dan diagnostik
primernya sudah tersedia secara komersial. Kemungkinan
kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat,
sehingga DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai
adaptor (ini sudah terlalu teknis), jadi DNA mana pun
yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi. Saya
nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak
teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR,
dari hasil PCR awal yang tidak terdeteksi. Kalau
alatnya menggunakan real time PCR, kita bisa tahu
seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita
bisa estimasi perlu tidaknya re-PCR.

Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa
tanpa DNA saja sudah cukup dan bahwa analisis
molekuler dalam biostratigrafi atau lainnya dianggap
rame-ramein saja, itu sih mah sah-sah saja, seperti
yang saya bilang di awal, masing-masing peneliti punya
argumentasi, dan mestinya kalau pijakannya sama maka
argumenasi bisa lebih terarah.

Tentang mahalnya PCR, sebetulnya ga juga. Kalau di
Mikro UI (dan di tempat-tempat lain, misalnya di
Biotek UNPAD, dll) sekali PCR bisa di atas Rp.
100.000, ya wajar karena mereka profit oriented.
Sebetulnya modalnya ga sampai Rp 40.000 sekali
running. Yang mahal adalah sekuensing DNAnya yang
sejauh ini masih dilakukan di Eijkman Institute for
Molecular Biology di Jakarta, sekali sekuensing itu
Rp. 165.000 or so. Modalnya ga sampai segitu lah kalau
punya alat sekuensing (yang mahal harganya).

Perlu diketahui juga bahwa walaupun sekuens DNA itu 10
pangkat sembilan panjangnya untuk masing-masing
kromosom (kalau di urai bisa mengelilingi bumi), tetap
bagi kami molecular biologist, punya genetic marker
untuk menentukan masing-masing kedudukan living
organism dalam pohon filogenetiknya, karena dalam
sekuens DNA itu ada yang namanya highly variable
(yaitu urutan DNAnya sangat bervariasi, disebabkan
oleh rentannya mutasi di daerah tersebut, digunakan
untuk menentukan subspesies bahkan spesies kriptik)
dan yang higly conserved, yaitu DNA yang sangat
terkonservasi untuk menentukan kedudukan taksonomi di
atas ordo. Dan kami juga punya bidang ilmu yang
namanya bioinformatics yang urusannya membantu para
ahli filogenetik untuk menjajarkan sekuens DNA dan
kemudian menempatkan masing-masing ke dalam posisi
taksonominya, otomatis keluar dengan titik percabangan
evolusinya ada di mana, indeks keanekaragaman
genetiknya bagaimana dan lain-lain.

Jadi, kesimpulan whether or not you are interested in
using DNA sequence for your own research, it is up to
you, folks.

wassalam,
Trina


  Original Message
 
 Subject: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re:


--

 Teman2,

 Rasanya memang berlebihan seperti kata Pak Awang
 analisis DNA untuk fosil
 polen dan foram, meski jika dipandang dari sudut
 ilmu pengetahuan hal
 tersebut ya sah-sah saja.
 Saya pernah mencoba melakukan analisis DNA - sebut
 saja paleo-DNA untuk
 fosil vertebrata, tepatnya tulang metatarsal dari
 fosil Bovidae (kelompok
 kerbau-sapi dan banteng) berumur Plestosen Tengah
 dari Formasi Kabuh,
 Perning, Jawa Timur. 

Re: [iagi-net-l] Mud Mound

2006-02-09 Terurut Topik Awang Satyana
Carbonate build ups itu macam-macam biotanya. Bisa kita bedakan empat kategori. 
Tipe Miosen (Arun) : disusun oleh coral-red algal. Tipe Kapur (Timur Tengah 
seperti Bu Hasa di Abu Dhabi) disususun oleh rudist - moluska. Tipe Upper 
Paleozoic (Tengiz Kaspia) disusun oleh green algal tubiphytes. Tipe Devonian 
(Golden Spike, Alberta Canada), dibangun oleh stromatoporoid. Itu penggolongan 
CBU (carbonate build up berdasarkan biotanya).
   
  CBU pun bisa diklasifikasikan berdasarkan besar butir penyusunnya (campur 
antara sedimen dan biota, mirip2 klasifikasi Dunham). Nah, kedalam inilah mud 
mound masuk. Ada tiga kategori : reefs, mud mound, dan banks (ini klasifikasi 
dari Clif Jordan dan Jim Wilson; Mark Longman sedikit berbeda, tetapi 
menggunakan triangular classification juga).
   
  Mudmounds penyusun utamanya lime mud, frame builder-nya (koral dan ganggang 
merah kalau Miosen) harus kurang dari 25 atau 30 %. Ini berkembang di 
lingkungan low energy. Saat awal, memang poro-perm nya kecil kalau dibandingkan 
dengan banks atau reef. Maka diperlukan ubahan diagenetik. Karena penyusun lime 
mudnya banyak CaCO3 yang aragonitik, maka mudah terlarut saat kena meteoric 
water. Pelarutan jelas akan memperbaiki poro-perm-nya. Maka, mud di mud mounds 
bukan seperti mud di antara butir2 pasir di silisiklastik. 
   
  Pengalaman di Salawati Basin, performance reservoir/produksi mud mounds 
justru lebih baik daripada banks, produksinya lebih awet, water out lama 
tercapai, dan pressure dapat dipertahankan dengan baik.
   
  salam,
  awang

[EMAIL PROTECTED] wrote:
  Barusan baca report lama
ada target yang disebut mudmounds
sepertinya sempat disinggung waktu diskusi tentang madura.

mungkin ada yang bersedia menjelaskan apa yang dimaksud dengan
mudmounds...?
bagaimana genesanya dan mengapa sering dijadikan target padahal kalau
istilah mud mounds bukannya berarti banyak mudnya yang menyebabkan
porositinya kecil..?

Regards

Kartiko-Samodro
Telp : 3852

This e-mail (including any attached documents) is intended only for the
recipient(s) named above. It may contain confidential or legally
privileged information and should not be copied or disclosed to, or
otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient,
please contact the sender and delete the e-mail from your system.


-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-




-
Relax. Yahoo! Mail virus scanning helps detect nasty viruses!

Re: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]

2006-02-09 Terurut Topik Noor Syarifuddin
Memang ujungnya harus dibedakan antara perlu dan ingin...
Mirip bikin logging program, inginnya sih semua di run supaya ada overlap
data yang bisa dipakai konfirmasi, tapi khan tidak perlu se-ideal itu...
bisa-bisa AFEnya gak lolos he  he  he

Namun sebagai riset dasar, kenapa tidak...?

salam,


- Original Message -
From: Awang Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, February 09, 2006 6:54 PM
Subject: Re: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re:
[iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]


 Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai
untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands
(pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA
polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan
primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan lagi
dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA teramplifikasi.

   Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan
eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin
eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan
disebabkan HIV.

   Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan
penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram ?
Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah .. berlebihan.
Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan dengan
penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of Tropical
Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini, oleh Bob Morley
(palinologist terkenal yang tinggal di Bogor).

   Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset,
bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka.

   salam,
   awang

 Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:
   -- Forwarded message --
 --

 Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya
 kurang lebih begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa
 DNA dalam fosil sudah terfragmentasi dan dalam jumlah
 yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi menggunakan
 PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens
 DNA pembantu yang mengapit DNA yang akan kita
 amplifikasi. Kalau tujuan forensik dan diagnostik
 primernya sudah tersedia secara komersial. Kemungkinan
 kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat,
 sehingga DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai
 adaptor (ini sudah terlalu teknis), jadi DNA mana pun
 yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi. Saya
 nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak
 teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR,
 dari hasil PCR awal yang tidak terdeteksi. Kalau
 alatnya menggunakan real time PCR, kita bisa tahu
 seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita
 bisa estimasi perlu tidaknya re-PCR.

 Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa
 tanpa DNA saja sudah cukup dan bahwa analisis
 molekuler dalam biostratigrafi atau lainnya dianggap
 rame-ramein saja, itu sih mah sah-sah saja, seperti
 yang saya bilang di awal, masing-masing peneliti punya
 argumentasi, dan mestinya kalau pijakannya sama maka
 argumenasi bisa lebih terarah.

 Tentang mahalnya PCR, sebetulnya ga juga. Kalau di
 Mikro UI (dan di tempat-tempat lain, misalnya di
 Biotek UNPAD, dll) sekali PCR bisa di atas Rp.
 100.000, ya wajar karena mereka profit oriented.
 Sebetulnya modalnya ga sampai Rp 40.000 sekali
 running. Yang mahal adalah sekuensing DNAnya yang
 sejauh ini masih dilakukan di Eijkman Institute for
 Molecular Biology di Jakarta, sekali sekuensing itu
 Rp. 165.000 or so. Modalnya ga sampai segitu lah kalau
 punya alat sekuensing (yang mahal harganya).

 Perlu diketahui juga bahwa walaupun sekuens DNA itu 10
 pangkat sembilan panjangnya untuk masing-masing
 kromosom (kalau di urai bisa mengelilingi bumi), tetap
 bagi kami molecular biologist, punya genetic marker
 untuk menentukan masing-masing kedudukan living
 organism dalam pohon filogenetiknya, karena dalam
 sekuens DNA itu ada yang namanya highly variable
 (yaitu urutan DNAnya sangat bervariasi, disebabkan
 oleh rentannya mutasi di daerah tersebut, digunakan
 untuk menentukan subspesies bahkan spesies kriptik)
 dan yang higly conserved, yaitu DNA yang sangat
 terkonservasi untuk menentukan kedudukan taksonomi di
 atas ordo. Dan kami juga punya bidang ilmu yang
 namanya bioinformatics yang urusannya membantu para
 ahli filogenetik untuk menjajarkan sekuens DNA dan
 kemudian menempatkan masing-masing ke dalam posisi
 taksonominya, otomatis keluar dengan titik percabangan
 evolusinya ada di mana, indeks keanekaragaman
 genetiknya bagaimana dan lain-lain.

 Jadi, kesimpulan whether or not you are interested in
 using DNA sequence for your own research, it is up to
 you, folks.

 wassalam,
 Trina


  

RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil -- Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]

2006-02-09 Terurut Topik Maryanto (Maryant)

Dugaan saya, pembentukan evolusi life dengan analisa DNA akan lebih
bak di banding dengan tanpa itu dan misal dengan kenampkaan physics
lainnyaa. Alat-ku, kalender SALAM- di turunkan dari banyak parameter
physics, perlihatkan rekaan evolusi dng DNA lebih baik bila di banding
rekaan tanpa DNA. Ini data Mader 1983 saya pakai.

Pointnya, kalau sudah ada rekaan evolusi (life) dng DNA, tentu aku lebih
suka memakainya. Ini dugaanku akan tunjukkan umur lebih baik. Natutal
science yang lain memang harus di perhatikan, misalnya ekonomi itu.
Memang mahal sekali ya ?

Discovery seminggu lalu saya lihat bagaimana evolusi manusia di
ceritakan. Yang saya tangkap ceritanya begini. Mulai dari Mesopotamia
(80.000 annum lalu) (deviasi 15.000 tahun ?), menjadi sumber seluruh
manusia dunia sekarang. Ini daerah pertemuan Gonwana dan Laut Tethys,
merupakan sungai Tigris dan Euphrat, juga daerah subur dekatnya ya
lembah sungai Pakistan. Migrasi manusia dari situ masa itu, ke segala
arah, termasuk ke Eropa, yang menggantikan Neanderthal. Juga ke Afrika,
Asiatimur, Selat Bering, Amerika. Migrasi adalah waktu dingin. 

Kalau saya kaitkan dengan siklus-ku, (amplitudo lebih kecil bila
siklusnya lebih pendek), siklus dingin 70.000 adalah 87.500 BC, lalu
yang relatif sama kondisinya dengan th. 17.500 BC. Dengan siklus
7.000-nya, yakni 17.500 BC, 10.500 BC, 3.500 BC. Dan siklus 700
tahunnya, adalah 3500 BC, 2800BC, 2100BC, 1400BC, 700 BC, 0, 700 AD,
1400AD, 2100AD (sekarang), akan ada 2800AD, dst. Dingin di 17.500 BC ya
seluruh sundaplate tak di batasi laut. Waktu migrasi, ya wajtu global
temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum,
low-stand. Yah, kecocokan tinggi juga dengan analisa discovery itu ?


Salam,
Maryanto.



-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED] 

Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai
untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands
(pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA
polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan
primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan
lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA
teramplifikasi.
   
  Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan
eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin
eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan
disebabkan HIV.
   
  Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan
penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram
? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah ..
berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan
dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of
Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini,
oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor).
   
  Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset,
bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka.
   
  salam,
  awang

Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:
  -- Forwarded message --

--

Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih
begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah
terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi
menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens DNA
pembantu yang mengapit DNA yang akan kita amplifikasi. Kalau tujuan
forensik dan diagnostik primernya sudah tersedia secara komersial.
Kemungkinan kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat, sehingga
DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai adaptor (ini sudah terlalu
teknis), jadi DNA mana pun yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi.
Saya nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak
teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR, dari hasil PCR awal
yang tidak terdeteksi. Kalau alatnya menggunakan real time PCR, kita
bisa tahu seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita bisa
estimasi perlu tidaknya re-PCR.

Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa tanpa DNA saja
sudah cukup dan bahwa analisis molekuler dalam biostratigrafi atau
lainnya dianggap rame-ramein saja, itu sih mah sah-sah saja, seperti
yang saya bilang di awal, masing-masing peneliti punya argumentasi, dan
mestinya kalau pijakannya sama maka argumenasi bisa lebih terarah.

Tentang mahalnya PCR, sebetulnya ga juga. Kalau di Mikro UI (dan di
tempat-tempat lain, misalnya di Biotek UNPAD, dll) sekali PCR bisa di
atas Rp.
100.000, ya wajar karena mereka profit oriented.
Sebetulnya modalnya ga sampai Rp 40.000 sekali running. Yang mahal
adalah sekuensing DNAnya yang sejauh ini masih dilakukan di Eijkman
Institute for Molecular Biology di Jakarta, sekali sekuensing itu Rp.
165.000 or so. Modalnya 

RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]

2006-02-09 Terurut Topik Ukat Sukanta

Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah,
compressi lempeng maximum,low-stand.

Mar,

Kalau global temperature rendah, tidak harus low-stand.
Kalau muka air laut rendah secara regional, tidak juga harus low-stand
dimana-mana.

Kalau global temperature rendah, muka laut rendah, juga tidak harus
compresi.

Salam,
US

-Original Message-
From: Maryanto (Maryant) [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, February 10, 2006 7:02 AM
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil
--Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]


Dugaan saya, pembentukan evolusi life dengan analisa DNA akan lebih
bak di banding dengan tanpa itu dan misal dengan kenampkaan physics
lainnyaa. Alat-ku, kalender SALAM- di turunkan dari banyak parameter
physics, perlihatkan rekaan evolusi dng DNA lebih baik bila di banding
rekaan tanpa DNA. Ini data Mader 1983 saya pakai.

Pointnya, kalau sudah ada rekaan evolusi (life) dng DNA, tentu aku lebih
suka memakainya. Ini dugaanku akan tunjukkan umur lebih baik. Natutal
science yang lain memang harus di perhatikan, misalnya ekonomi itu.
Memang mahal sekali ya ?

Discovery seminggu lalu saya lihat bagaimana evolusi manusia di
ceritakan. Yang saya tangkap ceritanya begini. Mulai dari Mesopotamia
(80.000 annum lalu) (deviasi 15.000 tahun ?), menjadi sumber seluruh
manusia dunia sekarang. Ini daerah pertemuan Gonwana dan Laut Tethys,
merupakan sungai Tigris dan Euphrat, juga daerah subur dekatnya ya
lembah sungai Pakistan. Migrasi manusia dari situ masa itu, ke segala
arah, termasuk ke Eropa, yang menggantikan Neanderthal. Juga ke Afrika,
Asiatimur, Selat Bering, Amerika. Migrasi adalah waktu dingin.

Kalau saya kaitkan dengan siklus-ku, (amplitudo lebih kecil bila
siklusnya lebih pendek), siklus dingin 70.000 adalah 87.500 BC, lalu
yang relatif sama kondisinya dengan th. 17.500 BC. Dengan siklus
7.000-nya, yakni 17.500 BC, 10.500 BC, 3.500 BC. Dan siklus 700
tahunnya, adalah 3500 BC, 2800BC, 2100BC, 1400BC, 700 BC, 0, 700 AD,
1400AD, 2100AD (sekarang), akan ada 2800AD, dst. Dingin di 17.500 BC ya
seluruh sundaplate tak di batasi laut. Waktu migrasi, ya wajtu global
temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum,
low-stand. Yah, kecocokan tinggi juga dengan analisa discovery itu ?


Salam,
Maryanto.



-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai
untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands
(pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA
polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan
primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan
lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA
teramplifikasi.
  
  Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan
eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin
eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan
disebabkan HIV.
  
  Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan
penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram
? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah ..
berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan
dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of
Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini,
oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor).
  
  Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset,
bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka.
  
  salam,
  awang

Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:
  -- Forwarded message --

--

Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih
begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah
terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi
menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, yaitu sekuens DNA
pembantu yang mengapit DNA yang akan kita amplifikasi. Kalau tujuan
forensik dan diagnostik primernya sudah tersedia secara komersial.
Kemungkinan kegagalan amplifikasi karena primernya tidak tepat, sehingga
DNA tidak teramplifikasi. Sebaiknya pakai adaptor (ini sudah terlalu
teknis), jadi DNA mana pun yang sudah terfragmentasi bisa diamplifikasi.
Saya nggak tau apakah ini juga sudah dilakukan. Kalau tidak
teramplifikasi, bisa dilakukan yang namanya re-PCR, dari hasil PCR awal
yang tidak terdeteksi. Kalau alatnya menggunakan real time PCR, kita
bisa tahu seberapa banyak DNA yang teramplifikasi sehingga kita bisa
estimasi perlu tidaknya re-PCR.

Menurut Bapak-bapak yang lainnya yang menganggap bahwa tanpa DNA saja
sudah cukup dan bahwa analisis molekuler dalam biostratigrafi atau
lainnya 

RE: [iagi-net-l] Shale dan claystone

2006-02-09 Terurut Topik Subiyantoro, Gantok (gantoks)
   Sand 
100 %
   /\
/ /\ \
 /  / \ \
  /   / \  \
   /__/_\__\
100%  70%70%  100%
Clay   Silt

Bayangkan saja ada segitiga sama sisi, bagian puncak adalah sand 100 %,
kanan bawah adalah silt 100 % dan kiri bawah clay 100 %. Jika ada 70
%kandungan clay-silt masih disebut claystone, demikian juga kalau ada
kandungan 70 % silt-clay, maka masih dikategorikan siltsone. Kalau
komponen pembentuknya diantara 70 % clay dan/atau 70 % maka disebut
mudstone.
Shale (=serpih) yaitu silt(=lanau) yang sudah mengalami pembebanan
sehingga membentuk rekahan-rekahan yang teratur. Sorry kalau jawabannya
kurang pas.

-Original Message-
From: Eril Suhada Lanin [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, February 08, 2006 8:46 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: [iagi-net-l] Shale dan claystone

Dear all,

 

Saya ingin menanyakan mengenai perbedaan antara genesa shale dan
claystone. Di beberapa well report yang saya pelajari, saya melihat
adanya lithology claystone dibawah shale. Padahal dari sifat fisiknya
shale biasanya lebih keras daripada claystone. Bagaimana menjelaskan
claystone yang berada dibawah shale tersebut? Barangkali ada yang bisa
memberi pencerahan. Terima kasih sebelumnya.

 

Regards,

 

Eril S. Lanin

 





-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



[iagi-net-l] Breaking Plate Orchestra.

2006-02-09 Terurut Topik Maryanto (Maryant)

Ada yang tahu perbandingan frekwensi nada? 
Itu lho antara 7 nada: do re mi fa sol la si do.  
Berapa frekwensi do pada temperature normal ? 
Seingatku ada garpu talanya, untuk mengepaskan tala nada frekwensi
ini. 

Saya perlu ini untuk memudahkan pemetaan orchestra : Breaking Plate
Tectonic (gempa, tsunami, volcano eruption). Energi gempa, yang skala
1-10 Richter itu misalnya, mestinya sebanding dengan logarithmic
kedalaman sumber gempa di subduction. Lalu prediksi probability daerah
rusak terbesar di bandingkan dengan loaksi itu terhadap lokasi
subduction. Kita lihat kedalaman palung adalah semakin dalam dari Aceh,
3.5 km hingga terdalam di selatan Jogya, 7 km, lalu mendangkal ke timur,
lalu mendalam lagi di Aru, lalu mendangkal hingga Laut Banda. Semakin ke
benua, maka kedalaman subduction semakin dalam. Perbandingan ini akan
penuhi persamaan:

 F= V/L, 
dimana F=frekwensi, V=kecepatan, L=Lamdha, panjang gelombang.

Log F = Log V - Log L.
Ini peramaaan linier di log f = f ( log Lamdha). 

Berikut mungkin di perlukan (IAGInet sudah kuberitahu):
Di buat persamaan itu untuk seluruh ukuran materi dari preelementary
hinggga universe, dan dapatkan :
1. jagad ini terbagi menjadi 7 skala ukuran. 
2. Sekala mantab, misal preelementaryy, gen, manusia, bumi, tatasurya,
galaksi, universe, itu sebagai perkalian 10 pangkat 7 dari skala satu di
bawahnya. 
3. EM Lambda dari  preelementari E-21 m hingga E-14 m, Gen E-7, human
E+0 m, Bumi E+7 m, Tatasurya E+14 m, Galaksi E+21 m, Universe E+28 m. 
4. Daerah ini saya sebut daerah MassSeen Mass that are seen. 
5. Dibawahnya disebut MassALIT Mass Among sizes of the Lowest limit of
Identified Tidy matter. 
6. Lebih besar dari universe disebut MassAGUNG Mass Above size of the
Gently Universe Named Geometry. 
7. Kita duga ada langit dengan ukuran perkalian 10^49 dengan uinverse
kita. Dan kelipannya itu lagi. Besar sekali
8. Semua itu masuk dalam daerah MassMAR Mass Measurement Accomplishing
Rules Cosmos. 
9. Tiap level mantab ada 7 tingkat para-level. 
10. Tiap para-level ada  7 para-para level, termasuk di sini 7 warna, mi
ji ku hi bi ni u, 350-700 nm panjang gelombangnya.

Kini menyusun tempat 7 nada musik itu, yang tentunya ada fungsi jarak
atau kedalaman, untuk melihat orchestra alam. Perlu juga history gempa.
Kepunahan makluk sepertinya dengan pereode SALAM, di tiap sequence
bounday, dan semakin panjang pereodenya, semakin besar besar kepunahan
massanya.

Kini sedang analisa perbandingan jari-jari 7 lapis, untuk prediksi
jari-jari ke 7 lapis bumi, menghubungkan dengan 7 megaplate, 7 planetary
cyclone, 7 lapis langit, Gelombang ARIF, SYUKUR Structure, tuk lihat
basin, subbasin, subsubbasin, dst. Kalau semua hazard sudah di tekan,
maka tinggal enaknya saja semua. Ini yang di planning : HARJO History
And Reduction of Jeopardy effects of Oncoming orchestra itu. MassMAR: a
new Cosmos definition, define cosmos in a page, and describe it better
in scale.

Ada komentar ?

Salam,
Maryanto.



 



[iagi-net-l] MudMounds

2006-02-09 Terurut Topik Ferdinandus . KARTIKO-SAMODRO
Apakah Mudmounds ini sifatnya lebih cenderung merupakan hancuran dari main
reefnya yang kemudian terendapkan kembali bersamaan dengan mud?, jadi
pengendapannya mirip klastik tapi fragmennya karbonat sehingga genetiknya
lebih mekanis seperti clastic daripada biotik seperti reef...
dan apakah harus terjadi kontak dengan meteorik water untuk memperbaikinya
porositynya..?
dan bagaimana cara mengetahui apakah karbonat tersebut pernah kontak dengan
surface / meteorik water sebelum dibor...?


Carbonate build ups itu macam-macam biotanya. Bisa kita bedakan empat
kategori.
Tipe Miosen (Arun) : disusun oleh coral-red algal. Tipe Kapur (Timur Tengah

seperti Bu Hasa di Abu Dhabi) disususun oleh rudist - moluska. Tipe Upper
Paleozoic (Tengiz Kaspia) disusun oleh green algal tubiphytes. Tipe
Devonian
(Golden Spike, Alberta Canada), dibangun oleh stromatoporoid. Itu
penggolongan
CBU (carbonate build up berdasarkan biotanya).

  CBU pun bisa diklasifikasikan berdasarkan besar butir penyusunnya (campur

antara sedimen dan biota, mirip2 klasifikasi Dunham). Nah, kedalam inilah
mud
mound masuk. Ada tiga kategori : reefs, mud mound, dan banks (ini
klasifikasi
dari Clif Jordan dan Jim Wilson; Mark Longman sedikit berbeda, tetapi
menggunakan triangular classification juga).

  Mudmounds penyusun utamanya lime mud, frame builder-nya (koral dan
ganggang
merah kalau Miosen) harus kurang dari 25 atau 30 %. Ini berkembang di
lingkungan low energy. Saat awal, memang poro-perm nya kecil kalau
dibandingkan
dengan banks atau reef. Maka diperlukan ubahan diagenetik. Karena penyusun
lime
mudnya banyak CaCO3 yang aragonitik, maka mudah terlarut saat kena meteoric

water. Pelarutan jelas akan memperbaiki poro-perm-nya. Maka, mud di mud
mounds
bukan seperti mud di antara butir2 pasir di silisiklastik.

  Pengalaman di Salawati Basin, performance reservoir/produksi mud mounds
justru lebih baik daripada banks, produksinya lebih awet, water out lama
tercapai, dan pressure dapat dipertahankan dengan baik.

  salam,
  awang



This e-mail (including any attached documents) is intended only for the
recipient(s) named above.  It may contain confidential or legally
privileged information and should not be copied or disclosed to, or
otherwise used by, any other person. If you are not a named recipient,
please contact the sender and delete the e-mail from your system.


-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil --Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]

2006-02-09 Terurut Topik Maryanto (Maryant)
 

Asyiiik, ada Pak Ukat komentar. Bagus.

 Kalau global temperature rendah, tidak harus low-stand. 
 Kalau muka air laut rendah secara regional, tidak juga harus low-stand
dimana-mana.
 Kalau global temperature rendah, muka laut rendah, juga tidak harus
compresi.

Apa ada data yang menunjangnya Pak Ukat? Minta datanya dong. 
Apa skala pereodenya sama pada tiap analisa ? Misal 7 annum, 70 a, 700
a, 7 Ka, , 70 ka, ..., 7 Ma, 70 Ma, 700 Ma.  

Juga seberapa simpangan (error) pengukurannya ? 

Wassalam,
maryanto.

-Original Message-
From: Ukat Sukanta [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, February 10, 2006 7:32 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Cc: iagi-net@iagi.or.id
Subject: RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil
--Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]


Waktu migrasi, ya wajtu global temperature rendah, muka laut rendah,
compressi lempeng maximum,low-stand.


Mar,

Kalau global temperature rendah, tidak harus low-stand.

Kalau muka air laut rendah secara regional, tidak juga harus low-stand
dimana-mana.

Kalau global temperature rendah, muka laut rendah, juga tidak harus
compresi.

Salam,
US

-Original Message-
From: Maryanto (Maryant) [mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Friday, February 10, 2006 7:02 AM
To: iagi-net@iagi.or.id; [EMAIL PROTECTED]
Subject: RE: Fwd: [Fwd: Re: [Fwd: Re: [iagi-net-l] Re: DNA on fossil
--Re: [iagi-net-l] Biostratigraphi di shelf atau delta]]


Dugaan saya, pembentukan evolusi life dengan analisa DNA akan lebih
bak di banding dengan tanpa itu dan misal dengan kenampkaan physics
lainnyaa. Alat-ku, kalender SALAM- di turunkan dari banyak parameter
physics, perlihatkan rekaan evolusi dng DNA lebih baik bila di banding
rekaan tanpa DNA. Ini data Mader 1983 saya pakai.

Pointnya, kalau sudah ada rekaan evolusi (life) dng DNA, tentu aku lebih
suka memakainya. Ini dugaanku akan tunjukkan umur lebih baik. Natutal
science yang lain memang harus di perhatikan, misalnya ekonomi itu.
Memang mahal sekali ya ?

Discovery seminggu lalu saya lihat bagaimana evolusi manusia di
ceritakan. Yang saya tangkap ceritanya begini. Mulai dari Mesopotamia
(80.000 annum lalu) (deviasi 15.000 tahun ?), menjadi sumber seluruh
manusia dunia sekarang. Ini daerah pertemuan Gonwana dan Laut Tethys,
merupakan sungai Tigris dan Euphrat, juga daerah subur dekatnya ya
lembah sungai Pakistan. Migrasi manusia dari situ masa itu, ke segala
arah, termasuk ke Eropa, yang menggantikan Neanderthal. Juga ke Afrika,
Asiatimur, Selat Bering, Amerika. Migrasi adalah waktu dingin.


Kalau saya kaitkan dengan siklus-ku, (amplitudo lebih kecil bila
siklusnya lebih pendek), siklus dingin 70.000 adalah 87.500 BC, lalu
yang relatif sama kondisinya dengan th. 17.500 BC. Dengan siklus
7.000-nya, yakni 17.500 BC, 10.500 BC, 3.500 BC. Dan siklus 700
tahunnya, adalah 3500 BC, 2800BC, 2100BC, 1400BC, 700 BC, 0, 700 AD,
1400AD, 2100AD (sekarang), akan ada 2800AD, dst. Dingin di 17.500 BC ya
seluruh sundaplate tak di batasi laut. Waktu migrasi, ya wajtu global
temperature rendah, muka laut rendah, compressi lempeng maximum,
low-stand. Yah, kecocokan tinggi juga dengan analisa discovery itu ?


Salam,
Maryanto.



-Original Message-
From: Awang Satyana [mailto:[EMAIL PROTECTED]


Tolong disebutkan saja PCR = polymerase chain reaction, reaksi berantai
untuk menguatkan DNA. Dari satu molekul DNA dipisahkan dua DNA strands
(pisahan), tambahkan primer-nya. Masuk ke siklus pertama tambahkan DNA
polymerase (ini sejenis enzim), lalu pisahkan dua DNA strands, tambahkan
primer. Masuk ke siklus kedua tambahkan lagi DNA polymerase, pisahkan
lagi dua DNA strands dan tambah lagi primer, dst, dst sampai DNA
teramplifikasi.
  

  Metode amplifikasi DNA melalui PCR ditemukan Kary Mullis, ilmuwan
eksentrik yang dihadiahi nobel kimia tahun 1993. Sejak itu dia makin
eksentrik saja. Kredibilitasnya rusak saat dia berteori bahwa AIDS bukan
disebabkan HIV.
  

  Kalau ke Tarsius sp (sejenis monyet mini) memang perlu dilakukan
penguraian sekuen DNA untuk lebih memahaminya, kalau ke polen atau foram
? Kalau kita hanya ingin mengenal taxa-nya atau spesiesnya, ah ..
berlebihan. Lagipula taxa dan spesies polen atau foram sudah dibuktikan
dengan penerusnya yang hidup pada masa kini. Silakan baca History of
Tropical Mangrove, yang bercerita tentang polen purba dan masa kini,
oleh Bob Morley (palinologist terkenal yang tinggal di Bogor).
  

  Buat saya, DNA untuk polen/foram hanya bagus (mungkin) untuk riset,
bukan untuk routine job. Morfometrik telah terbukti bagus buat mereka.
  

  salam,
  awang

Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:
  -- Forwarded message --

--

Mengapa analisis DNAnya tidak berhasil, penjelasannya kurang lebih
begini. Saya jelaskan sebelumnya bahwa DNA dalam fosil sudah
terfragmentasi dan dalam jumlah yang sangat sedikit. Untuk diamplifikasi
menggunakan PCR kita memerlukan yang namanya primer, 

RE: [iagi-net-l] Shale dan claystone

2006-02-09 Terurut Topik emmy
saya boleh nimbrung,tentang perbedaan/persamaan antara claystone, shale sbb.:

persamaan : keduaya batuan sedimen berukuran halus (umumnya lempung - lanau)

perbedaan :
claystone : komposisi dominan mineral lempung maka dari itu dapat
memperlihatkan laminasi (orientasi sejajar, menerus dibentuk oleh mineral
lempung)

serpih/shale : terdiri dari mineral lempung dan non lempung (kuarsa,
felspar, dll); maka dari itu laminasinya tidak menerus menghasilkan
struktur yg disebut menyerpih/fissility) akibat adanya mineral lempung dan
non lempung.

mudstone/batulumpur : terdiri dari partikel lempung - lanau, sebagian
besar bukan mineral lempung; istilah ini tidak umum bagi kita;seringkali
disebut batupasir halus (faktanya kita jarang menggunakan istilah ini;
begitu juga istilah batulanau jarang digunakan).

mudah-mudah an bermanfaat.

wass.
emmy suparka


Sand
 100 %
/\
 / /\ \
  /  / \ \
   /   / \  \
/__/_\__\
 100%  70%70%  100%
 Clay   Silt

 Bayangkan saja ada segitiga sama sisi, bagian puncak adalah sand 100 %,
 kanan bawah adalah silt 100 % dan kiri bawah clay 100 %. Jika ada 70
 %kandungan clay-silt masih disebut claystone, demikian juga kalau ada
 kandungan 70 % silt-clay, maka masih dikategorikan siltsone. Kalau
 komponen pembentuknya diantara 70 % clay dan/atau 70 % maka disebut
 mudstone.
 Shale (=serpih) yaitu silt(=lanau) yang sudah mengalami pembebanan
 sehingga membentuk rekahan-rekahan yang teratur. Sorry kalau jawabannya
 kurang pas.

 -Original Message-
 From: Eril Suhada Lanin [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Wednesday, February 08, 2006 8:46 AM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: [iagi-net-l] Shale dan claystone

 Dear all,



 Saya ingin menanyakan mengenai perbedaan antara genesa shale dan
 claystone. Di beberapa well report yang saya pelajari, saya melihat
 adanya lithology claystone dibawah shale. Padahal dari sifat fisiknya
 shale biasanya lebih keras daripada claystone. Bagaimana menjelaskan
 claystone yang berada dibawah shale tersebut? Barangkali ada yang bisa
 memberi pencerahan. Terima kasih sebelumnya.



 Regards,



 Eril S. Lanin







 - To
 unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
 To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
 Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
 IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
 IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
 Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina
 (Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id Komisi
 SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
 Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
 Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
 Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau
 [EMAIL PROTECTED]), Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
 Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
 -




-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-



[iagi-net-l] Interfacial Tension (sigma dan Cosine Theta)

2006-02-09 Terurut Topik pujiyono

Bapak, Ibu2,

Saya mau tanya tentang Interfacial Tension (Sigma dan Cosine Theta) antara
gas dengan water atau oil dengan water . Adakah yang punya referensi (kalau
ada dalam bentuk table) untuk harga tersebut untuk silisclastic reservoir
pada zone yang over pressure dengan temperature yang tinggi pula?

Sebelumnya dihaturkan terima kasih.

salam
pujiyono



-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Komisi Sedimentologi (FOSI) : Ratna Asharina 
(Ratna.Asharina[at]santos.com)-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi(sunardi[at]melsa.net.id)
Komisi Karst : Hanang Samodra(hanang[at]grdc.dpe.go.id)
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo(soeryo[at]bp.com)
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin(ridwan[at]bppt.go.id atau [EMAIL PROTECTED]), 
Arif Zardi Dahlius(zardi[at]bdg.centrin.net.id)
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono(anugraha[at]centrin.net.id)
-