Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana
Cak Agus Tirto dan Cak Andang, Kabupaten/ Kota yang rawan bencana geologi di Jatim masih banyak lho cak, tidak hanya 3 Kabupaten sebagaimana yang tertulis di Radar Malang (mudah-mudahan salah kutip saja). Di sepanjang pesisir selatan Jatim, semua Kabupaten memiliki kawasan rawan bencana khususnya gempabumi, wabilkhusus tsunami. Bahkan kawasan pantura Jatimpun mulai Banyuwangi sampai Probolinggo, termasuk Madura bagian timur juga masih ada peluang terkena tsunami. Mungkin saja dampak gempabumi di setiap kawasan pesisir Jatim tidak akan sama, karena adanya perbedaan struktur geologi sebagaimana yang anda sebutkan. Namun demikian, untuk tsunami saya kira hampir seluruh Kabupaten di kawasn pesisir bisa terkena dampaknya. Coba saja kita lihat di Kabupaten Banyuwangi (yang pernah terkena tsunami tahun 1994), Lumajang dan Jember. Di daerah-daerah tersebut banyak dijumpai lingkungan pemukiman yang berada di dataran pantai, yang bila dihitung jumlah jiwanya dapat mencapai ribuan. Sebagai di Kabupaten Lumajang, satu kawasan pantai dihuni kurang lebih 6000 jiwa, dimana perkampungan tersebut relatif jauh dari perbukitan. Kalau ada tsunami, mau lari kemana mereka? Ngeri kan??? Selain gempabumi dan tsunami, jalur Pegunungan Selatan Jatim dan Jalur Gunungapi di bagian tengah, juga memiliki kerawanan terhadap bencana geologi yang lain yaitu gerakan tanah/ tanah longsor. Di Jatim juga terdapat 7 gunungapi aktif, dimana 3 diantaranya (Semeru, Bromo dan Lamongan) akhir-akhir ini sering meningkat aktifitasnya. Namun demikian, secara pribadi, usaha yang dilakukan teman-teman AMC sangat saya hargai, karena mereka telah berbuat sesuatu untuk ikut menyelamatkan masyarakat Jatim dari ancaman bencana dan sekaligus memasyarakatkan ilmu kebumian serta membantu Pemda dalam membangun *MASYARAKAT SADAR BENCANA*. Selamat berjuang! Salam, Pardan. On 1/1/07, Agus Hendratno <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kegiatan AMC sangat positip untuk membantu pemda dalam hal antisipasi bencana kebumian yang bisa terjadi setiap saat. Saya pribadi mendapat info via sms dari ADB tentang kegiatan AMC di pantai selatan Jatim itu sebelum IAGI Pekanbaru lalu. Nah, kebetulan saja, tanggal 30 November 2006, di Surabaya, Camat-Camat di Jatim yang lokasi rawan bencana geologi, kumpul di Hotel Satelit untuk mendapat pengarahan dan sosialisasi tentang kebencanaan geologi oleh Pusat Vulkanologi dan MBG, Bandung dan juga dari UGM (saya sendiri yang memberikan sosialisasi itu). Pada saat itu, ada 3 staf dari Pacitan hadir, lalu dalam sosialisasi tersebut, kami sampaikan tentang kewaspadaan teluk Pacitan, DAS Grindulu dan patahan Grindulu itu tentang resiko dan kerawanan bencana geologi. Kemudian tanggal 4 Desember 2006, di Pendopo Kabupaten Ponorogo Jatim, sekitar 250 orang (stake-holder penanganan bencana di Ponorogo : camat, lurah, staf teknis pemda, LSM, anggota DPRD, juga tim TAGANA / taruna siaga bencana), saya sampaikan lagi tentang resiko dan kerawanan bencana geologi di wilayah Ponorogo, yang kebetulan kami mempunyai beberapa data teknis potensi bencana geologi di Ponorogo. Kemudian dalam kesempatan lain, saya bertemu pak Indrarto (kepala dinas Pertambangan dan Energi Kab.Pacitan, Jatim), tanggal 18-19 Desember.06 : sambil nongkrong minum kopi jahe di kaki lima, hujan-hujan, di depan Hotel Horison Bandung, kami diskusikan beberapa action untuk mengantisipasi resiko dan kerawanan bencana geologi di pantai selatan Pacitan, khususnya teluk Pacitan, sepanjang Grindulu, juga wilayah hulu dari sungai Grindulu di kecamatan Tegalombo, Nawangan, Bandar (kebetulan saja saya pernah bermalam beberapa hari di wilayah itu, untuk melihat kondisi geologi, bahkan waktu lain jalan-jalan dengan Mas Sukmandaru di Bandar dan Nawangan). Bahkan saya sudah membuatkan sedikit catatan ke Pak Indrarto untuk ditindak-lanjuti oleh staf-nya di kantor, yang juga ada geologist untuk segera turun melakukan sosialisasi dan antisipasi-antisipasi yang terkait di lapangan. Muga-muga ini sudah dijalankan. Saya belum sempat check ke lapangan, walau sudah diminta beliau ke wilayah Grindulu. Kesempatan saya yang terbatas. Karena minggu terakhir Desember.06, saya mendapat kesempatan dari Walikota Batam untuk mendiskusikan penyelesaian penambangan pasir darat di wilayah Batam dan pulau-pulau kecil lainnya, karena terjadi demonstrasi besar-besaran dari penambang pasir darat / penambang rakyat (yang illegal) kepada dewan dan pemko,untuk meminta dibuatkan aturan juknis dan juklak dalam pengelolaan dan penambangan tanah urug, pasir darat (sebetulnya pasir kuarsa). Nah, ternyata Pemko Batam selama ini belum mempunyai mekanisme ijin (SIPD bahan galian golongan C), jadi kelabakan juga. Karena uurusan itu, dulunya dikelola oleh Pemprop. Riau (lain kali akan saya posting ke milis IAGI). Setelah terbentuk prop.Kep.riau, ini kelewatan diurus, jadilah masalah. Syukurlah sekarang mulai terselesaikan. Pulanglah saya ke Jogja, tanggal 28 Des.06 naik ADAM Air dengan no.lambungpesawat PK-KKW (yang akhirnya m
Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana
Kegiatan AMC sangat positip untuk membantu pemda dalam hal antisipasi bencana kebumian yang bisa terjadi setiap saat. Saya pribadi mendapat info via sms dari ADB tentang kegiatan AMC di pantai selatan Jatim itu sebelum IAGI Pekanbaru lalu. Nah, kebetulan saja, tanggal 30 November 2006, di Surabaya, Camat-Camat di Jatim yang lokasi rawan bencana geologi, kumpul di Hotel Satelit untuk mendapat pengarahan dan sosialisasi tentang kebencanaan geologi oleh Pusat Vulkanologi dan MBG, Bandung dan juga dari UGM (saya sendiri yang memberikan sosialisasi itu). Pada saat itu, ada 3 staf dari Pacitan hadir, lalu dalam sosialisasi tersebut, kami sampaikan tentang kewaspadaan teluk Pacitan, DAS Grindulu dan patahan Grindulu itu tentang resiko dan kerawanan bencana geologi. Kemudian tanggal 4 Desember 2006, di Pendopo Kabupaten Ponorogo Jatim, sekitar 250 orang (stake-holder penanganan bencana di Ponorogo : camat, lurah, staf teknis pemda, LSM, anggota DPRD, juga tim TAGANA / taruna siaga bencana), saya sampaikan lagi tentang resiko dan kerawanan bencana geologi di wilayah Ponorogo, yang kebetulan kami mempunyai beberapa data teknis potensi bencana geologi di Ponorogo. Kemudian dalam kesempatan lain, saya bertemu pak Indrarto (kepala dinas Pertambangan dan Energi Kab.Pacitan, Jatim), tanggal 18-19 Desember.06 : sambil nongkrong minum kopi jahe di kaki lima, hujan-hujan, di depan Hotel Horison Bandung, kami diskusikan beberapa action untuk mengantisipasi resiko dan kerawanan bencana geologi di pantai selatan Pacitan, khususnya teluk Pacitan, sepanjang Grindulu, juga wilayah hulu dari sungai Grindulu di kecamatan Tegalombo, Nawangan, Bandar (kebetulan saja saya pernah bermalam beberapa hari di wilayah itu, untuk melihat kondisi geologi, bahkan waktu lain jalan-jalan dengan Mas Sukmandaru di Bandar dan Nawangan). Bahkan saya sudah membuatkan sedikit catatan ke Pak Indrarto untuk ditindak-lanjuti oleh staf-nya di kantor, yang juga ada geologist untuk segera turun melakukan sosialisasi dan antisipasi-antisipasi yang terkait di lapangan. Muga-muga ini sudah dijalankan. Saya belum sempat check ke lapangan, walau sudah diminta beliau ke wilayah Grindulu. Kesempatan saya yang terbatas. Karena minggu terakhir Desember.06, saya mendapat kesempatan dari Walikota Batam untuk mendiskusikan penyelesaian penambangan pasir darat di wilayah Batam dan pulau-pulau kecil lainnya, karena terjadi demonstrasi besar-besaran dari penambang pasir darat / penambang rakyat (yang illegal) kepada dewan dan pemko,untuk meminta dibuatkan aturan juknis dan juklak dalam pengelolaan dan penambangan tanah urug, pasir darat (sebetulnya pasir kuarsa). Nah, ternyata Pemko Batam selama ini belum mempunyai mekanisme ijin (SIPD bahan galian golongan C), jadi kelabakan juga. Karena uurusan itu, dulunya dikelola oleh Pemprop. Riau (lain kali akan saya posting ke milis IAGI). Setelah terbentuk prop.Kep.riau, ini kelewatan diurus, jadilah masalah. Syukurlah sekarang mulai terselesaikan. Pulanglah saya ke Jogja, tanggal 28 Des.06 naik ADAM Air dengan no.lambung pesawat PK-KKW (yang akhirnya mengalami kecelakaan di Sulawesi 1 jan.07). Sejak naik dari Batam, Adam Air 737-400 / Pk-KKW tersebut mengalami goncangan hampir 1 jam (dengan goncangan yang hebat-hebat). Ini pengalaman terjelek naik pesawat. Alhamdullillah, selamat sampai Jogja. Interaksi dinamis atmosfer dengan litosfera ini telah banyak memberikan pelajaran bagi kita semua baik sebagai hamba Tuhan/ maupun sebagai masyarakat yang berpendidikan ilmu kebumian. Masyarakat luas sedang menunggu action kita dari berbagai pihak untuk mengelola berbagai konflik, potensi, resiko yang berasal dari interaksi dinamik atmosfer dan litosfera, seperti akhir-akhir ini. Bahkan, akhirnya pihak seperti PT Perhutani yang mengelola obyek wisata Baturaden, di Jateng pun, harus memerlukan informasi kegeologian di sepanjang jalur wisata di kawasan Baturaden. Beberapa hari ke depan ini, kami sedang menyiapkan langkah-langkah untuk sosialisasi dan action untuk penanganan resiko dan kerawanan bencana kebumian di Baturaden dan juga di sepanjang K.Gendol (Sleman) tempat terakumulasi jutaan ton endapan awan panas, yang sebagian sudah meluncur jadi aliran banjir lumpur dan pasir di awal desember lalu ke arah hilir, karena ada kampung yang level topografinya sudah sama dengan level dasar sungai Gendol. Begitu aliran lumpur dan pasir ini meluncur, dengan profil sungai yang rendah tersebut, maka bisa jadi banjir akan mampir ke kampung. Begitulah ceritanya Sukses saja lah untuk AMC rek!., kita dukung terus Salam, agus hendratno <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007 **Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang Selatan Sudah Lampu Kuning** Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitig
Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo
Nah, ini dia. Mas Shofi ini juga bisa ditarik untuk ikutan rembug di Tim IAGI lho, Bukan apa-apa.. jangan sampai hasil dari Tim IAGI gak komprehensif dan integratif,... lebih berat ke ahli regional, tektonik, dinamik, yang kemungkinan luput dengan hal-hal kecil yang didapatkan dari info pemboran Monggo Pak Sekjen Monggo Pak Edy Sunardi (sudah pulang haji khah?) adb - Original Message - From: "Shofiyuddin" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Tuesday, January 02, 2007 10:59 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo Menarik sekali pernyataan dari Cak Andang berikut ini. = ... Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan .. == Saya pikir akan lebih baik lagi kalo 2 ops ini didampingi WSG yang saat itu bertugas plus perwakilan Mud Logging (Pressure Engineer) yang ada di onsite saat itu, juga Drilling Supervisor yang bertugas. Masalahnya apakah LAPINDO akan mengijinkan saksi saksi kunci ini memberikan keterangan secara bebas? mengingat bahwa keterangan saksi kunci ini bisa meringankan atau malah memberatkan pihak Lapindo? mempertemukan mereka dalam suatu forum adalah ide yang sederhana dan dapat dilakukan tapi mungkin menjadi tidak mudah bagi para pemegang dan pengambil keputusan perusahaan karena manyadari resiko yang akan diambil terutama kalo ide itu justru memberatkan. Menurut saya, kita kita yang berada di luar ring (ahli sekalipun) hanya bisa berandai andai saja tentang kronologis kejadian yang sebenarnya, sehingga hasil analisa pun bukan tidak mungkin jadi melebar dan tidak fokus. Kehati hatian menjadi sesuatu yang penting karena berhadapan dengan data yang bukan primer. Sekedar pendapat saja, maaf kalo kurang berkenan. On 1/2/07, Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan, kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan". Pada umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer", dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis data-data tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para ahli yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan (geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist, operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar membentuk mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo"). Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano) dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa" dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh (bahkan seringkali dihindari). Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita? Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan, dan perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan pelaksana tata ruang seharusnya b
Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo
Setahu saya Tim IAGi dan juga Tim-nya Pak Rudi Rubiandini (dulu) semuanya punya akses terhadap data2 tersebut. Data pemboran, cuttings, drilling report, mud report, bahkan sampai ke geolograph dan continuous form di data unit yang mencatat perkembangan dari waktu ke waktu soal WOH, WOB, Mud in and out, Gas, ROP, dsb ... Repotnya, sepengetahuan saya: Tim Geologi yang membantu Pak Rudi kebanyakan akademisi dan kemungkinan tidak memperhatikan data-data tersebut. Topik bahasan mereka pada umumnya hal-hal besar seperti Sesar Watukosek, rekaman gempa, geologi kwarter, stratigrafii "Kalibeng", dan hal-hal yang sifatnya regional. Repotnya juga: Tim IAGI juga tidak begitu intensif menganalisis data2 tersebut (seperti saya sebutkan dalam email pertama: WSG2 kita disana kurang "didayagunakan") Sebenarnya kalau mau dan ada good-will, kita minta saja anda-anda spt Taufik OK, Ismed, Amir, dll untuk sekalian bergabung dg kawan2 WSG di Tim IAGI dan mulai ngoprek2 data2 pemboran tersebut (belum terlambat koq,..) Gimana IAGI? Gimana Pak Novi, Pak Ai'? adb - Original Message - From: <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Tuesday, January 02, 2007 10:54 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo Lalu: bagaimana dengan para ahli WSg kita?? Mas Andang, pertanyaannya...kenapa tim penanggulangannya minus WSG atau..kok ga ada WSG ahli yang ikut berkomentar? Saya yakin kita punya banyak WSG yang kompeten, hanya masalahnya...para WSG khan menganalisa dan menarik kesimpulan dari data2 pemboran dan rekaman2 kejadian hari-perhari (Daily Drilling Report) dan dibandingkan juga dengan Drilling Program-nya, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah..apakah mereka punya akses untuk melihat data2 tersebut?...kalo datanya aja mereka ga pernah lihat (cuma denger2 kata orang), riskan juga kalo harus menarik kesimpulan Regards, Y O G I P R I Y A D I G e o l o g i s t H a n d i l A s s e t T e a m GSR / H T I / G & G ext. 2 6 2 1 |-+> | | "Andang Bachtiar"| | | <[EMAIL PROTECTED]| | | t.id>| | || | | 01/02/2007 10:59 | | | AM | | | Please respond to| | | iagi-net | | || |-+> >---| | | | To: | | cc: | | Subject: Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur | |Sidoarjo | >---| Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan, kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan". Pada umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer", dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis data-data tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para ahli yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan (geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist, operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar membentuk mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo"). K
Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo
Menarik sekali pernyataan dari Cak Andang berikut ini. = ... Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan .. == Saya pikir akan lebih baik lagi kalo 2 ops ini didampingi WSG yang saat itu bertugas plus perwakilan Mud Logging (Pressure Engineer) yang ada di onsite saat itu, juga Drilling Supervisor yang bertugas. Masalahnya apakah LAPINDO akan mengijinkan saksi saksi kunci ini memberikan keterangan secara bebas? mengingat bahwa keterangan saksi kunci ini bisa meringankan atau malah memberatkan pihak Lapindo? mempertemukan mereka dalam suatu forum adalah ide yang sederhana dan dapat dilakukan tapi mungkin menjadi tidak mudah bagi para pemegang dan pengambil keputusan perusahaan karena manyadari resiko yang akan diambil terutama kalo ide itu justru memberatkan. Menurut saya, kita kita yang berada di luar ring (ahli sekalipun) hanya bisa berandai andai saja tentang kronologis kejadian yang sebenarnya, sehingga hasil analisa pun bukan tidak mungkin jadi melebar dan tidak fokus. Kehati hatian menjadi sesuatu yang penting karena berhadapan dengan data yang bukan primer. Sekedar pendapat saja, maaf kalo kurang berkenan. On 1/2/07, Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan, kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan". Pada umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer", dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis data-data tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para ahli yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan (geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist, operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar membentuk mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo"). Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano) dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa" dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh (bahkan seringkali dihindari). Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita? Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan, dan perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan pelaksana tata ruang seharusnya bertanggung-jawab. Tapi karena jarak waktu antara kejadian dengan penyebab-nya terlalu jauh, maka kita kesulitan untuk mengejar-ngejar penanggung-jawabnya. Dalam kasus Lumpur Sidoardjo, jarak waktu antara kejadian dan "yang dicurigai" jadi penyebabnya sangat dekat. Makanya, tidak heran kalau dengan gampang massa (media), pemerintah, dsb langsung bisa tunjuk jari memaksa "yang dicurigai jadi penyebab" untuk bertanggung-jawab. Sementara itu soal kecurigaan tsb (bahasa ilmiahnya: hipothesis) masih belum juga bisa dibuktikan secara komprehensif dan integratif, karena tim ahli kebumiannya masih minus WSG. Lalu: bagaimana dengan para
Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo
Lalu: bagaimana dengan para ahli WSg kita?? Mas Andang, pertanyaannya...kenapa tim penanggulangannya minus WSG atau..kok ga ada WSG ahli yang ikut berkomentar? Saya yakin kita punya banyak WSG yang kompeten, hanya masalahnya...para WSG khan menganalisa dan menarik kesimpulan dari data2 pemboran dan rekaman2 kejadian hari-perhari (Daily Drilling Report) dan dibandingkan juga dengan Drilling Program-nya, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah..apakah mereka punya akses untuk melihat data2 tersebut?...kalo datanya aja mereka ga pernah lihat (cuma denger2 kata orang), riskan juga kalo harus menarik kesimpulan Regards, Y O G I P R I Y A D I G e o l o g i s t H a n d i l A s s e t T e a m GSR / H T I / G & G ext. 2 6 2 1 |-+> | | "Andang Bachtiar"| | | <[EMAIL PROTECTED]| | | t.id>| | || | | 01/02/2007 10:59 | | | AM | | | Please respond to| | | iagi-net | | || |-+> >---| | | | To: | | cc: | | Subject: Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur | |Sidoarjo | >---| Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan, kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan". Pada umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer", dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis data-data tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para ahli yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan (geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist, operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar membentuk mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo"). Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano) dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa" dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh (bahkan seringkali dihindari). Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita? Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan, dan perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan pelaksana tata ruang seharusnya bertanggung-jawab. Tapi karena jarak waktu antara kejadian dengan penyebab-nya terlalu jauh, maka k
RE: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo
Saya setuju dgn apa yg mas Andang sampaikan, memang kita sangat minim informasi al. dikedalamam berapa "mud vulcano itu ? Apa sudah di cased hole ? Apakah ada terjadi lost circulation sebelumnya? Bagaimana dgn total gas?..dan yg lebih penting pada waktu kita melakukan operation, kita selalu melakukan apa yg disebut dgn "pre spud meeting " dimana terlibat beberapa cabang disiplin ilmu ( explorationist,geophysisit, prod.geologist, drilling;petroleum eng.petrophysisist,) untuk mengantisipasi hal2 diluar expectasi..jadi kesimpulannya kalau hanya dilihat dari luar saja memang kita tdk bisa dgn serta merta mengatakan seperti apa yg ramai dibicarakan di media sekarang ini. Salam J.Sukanto - - PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru, 20-22 November 2006 - detail information in http://pekanbaru2006.iagi.or.id - To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi -
Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo
Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan, kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan". Pada umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer", dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis data-data tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para ahli yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan (geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist, operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar membentuk mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat (atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo"). Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano) dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa" dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh (bahkan seringkali dihindari). Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita? Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan, dan perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan pelaksana tata ruang seharusnya bertanggung-jawab. Tapi karena jarak waktu antara kejadian dengan penyebab-nya terlalu jauh, maka kita kesulitan untuk mengejar-ngejar penanggung-jawabnya. Dalam kasus Lumpur Sidoardjo, jarak waktu antara kejadian dan "yang dicurigai" jadi penyebabnya sangat dekat. Makanya, tidak heran kalau dengan gampang massa (media), pemerintah, dsb langsung bisa tunjuk jari memaksa "yang dicurigai jadi penyebab" untuk bertanggung-jawab. Sementara itu soal kecurigaan tsb (bahasa ilmiahnya: hipothesis) masih belum juga bisa dibuktikan secara komprehensif dan integratif, karena tim ahli kebumiannya masih minus WSG. Lalu: bagaimana dengan para ahli WSg kita?? Salam adb arema - Original Message - From: <[EMAIL PROTECTED]> Rekan Harus diakui bahwa posisi ahli kebumian dalam persoalan lumpur di BP-1 tidak terlalu enak. Karena secara kasat mata memang yang "menyebabkan" terjadi adalah pemboran. Dengan demikian masyarakat (apalagi Pemerintah) akan langsung menuduh pemboran yang menyebabkan terjadinya BENCANA ini. Belum lagi implikasi "popularitas" Pemerintah jelas sangat dipertaruhkan apabila "memihak" Lap[indo. Saya mengharapkan keteguhan hati dan kejernihan para ahli kebumian untuk tetap mengatakan apa yang diyakini-nya berdasarkan kaidah ilmu kebumian. Oleh karena pandangan pandangan dari segi kebumian tidak populer , maka kita tidak heran bahwa issue ahli kebumian ":dibayar" oleh Lapindo muncul sejak lama. Pelik memang ! Si - Abah _ Pelik juga tho? Jadi lain waktu ahli geologi perlu belajar kepada pakar politik utk memastikan bahwa kebijakan SBY murni tanpa motif kepentingan politik. Wassalaam Ahmiyul -Original Message- From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, December 29, 2006 11:10 To: iagi-net@iagi.or.id; migas indonesia; [EMAIL PROTECTED] Subject: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3,8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo Walaupun Geologist menyatak
Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana
Menurut saya itu kesalahan kutip wartawan mas,... harusnya: "di tahun-tahun mendatang" (bukan tahun depan). Data yang digunakan adalah seismisitas 50 tahun terakhir di P. Jawa yang menunjukkan adanya seismic gap di selatan Yogja (kemudian terjadi di May 27 2006 ini) dan di selatan Lumajang. adb - Original Message - From: "B. Pujasmadi" <[EMAIL PROTECTED]> To: Sent: Tuesday, January 02, 2007 9:23 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana "Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa itu. ..." Mungkin bisa sharing dengan kita, data apa yang mereka gunakan untuk meramal akan ada gempa di Jawa Timur tahun depan, sehingga masyarakat perlu mewaspadai? Thanks B. Pujas Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007 **Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang Selatan Sudah Lampu Kuning** Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitigasi (pemetaan) gempa dan tsunami di sepanjang pantai laut selatan. Seperti apa hasilnya? KHOLID AMRULLAH, Batu. === Suhu di hutan Raden Soeryo, Cangar, Jumat lalu sangat dingin. Rintik hujan yang hampir setiap hari turun ditambah kabut tebal membuat suasana di tempat ini semakin khas. Namun, dinginnya suhu tersebut tidak mendinginkan semangat para anggota AMC untuk mengikuti dialog ilmiah geologi yang disampaikan oleh para pakar. Apalagi ketika disuguhkan data-data hasil ekspedisi tim AMC di Pantai Selatan. Ditemukan sejumlah fakta yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa daerah di Pantai Selatan Jawa Timur sangat rawan tergoncang bencana gempa dan tsunami. Humas AMC Ir. Agus K. Tirtohardjo BSc. menegaskan, ada tiga kabupaten di Jatim yang rawan bencana alam. Yakni, Pacitan, Tulungagung, dan Lumajang. Tiga kabupaten tersebut rawan terkena benacana gempabumi dan tsunami. "Di tiga kabupaten tersebut terdapat patahan (sesar) yang rawan bergerak kalau terjadi gempa" ujar Agus. Temuan tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan (mitigasi) bencana yang dilakukan oleh tim AMC Malang beberapa waktu lalu. Tim dari AMC telah melakukan penyusuran sepanjang Pantai Selatan. Mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi. Setiap kabupaten terdapat satu tim ekspedisi. Penyusuran tersebut untuk melakukan pendataan terhadapa kondisi pantai dan daratan di pantai laut selatan Jawa TImur tersebut. "Termasuk mendata konsentrasi daerah pemukiman penduduk yang dekat dengan pantai," katanya. Menurutnya, di Pacitan terdapat patahan Grindulu. Patahan ini membelah kota Pacitan sampai Ponorogo bagian selatan. Sehingga kalau di pantai Pacitan terjadi gempa bumi, maka patahan ini bisa bergerak dan menghancurkan bangunan diatas patahan tersebut. "Sedangkan di wilayah kotanya, Pacitan sendiri sangat rawan terkena tsunami. sebab kota ini sangat dekat dengan pantai. Apalagi di kota tersebut tidak ada pemecah ombaknya," jelasnya. Berikutnya dalah Kabupaten Tulungagung. Di daerah ini terdapat patahan Brantas, yang panjangnya 100 Km lebih. Mulai dari Tulungagung, Kediri, hingga Jombang. Patahan tersebut kini menjadi Sungai Brantas. Sama dengan di Pacitan, kalau terjadi gempa, maka akan sangat berbahaya. Kemudian di Kabupaten Lumajang, di daerah tersebtu terdapat patahan Klakah. Patahan ini bermula dari Pantai Bambang - Klahakh - Lumajang hingga Sumenep. Daerah yang berada di atas patahan tersebut sangat rawan tergoyang gempa. Sedangkan untuk bahaya bencana tsunami, daerah yang rawan adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan selain Sendang Biru, Lumajang, Jember dan Banyuwangi. "Ya, semuanya rawan, tapi ada yang tidak terlalu rawan, yaitu Kabupaten Blitar. Sebab, di Kabupaten tersebut pantainya tidak terlalu banyak. Selain itu tidak banyak penduduk yang bermukim di tepi pantai," jelasnya. Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa itu. Oleh sebab itu, saat ini AMC sedang gencar melakukan sosialisasi untuk menghadapi bencana alam. AMC juga merencanakan untuk memberikan materi cara menghadapi bencana di sekolah-sekolah agar sewaktu-waktu terjadi bencana masyarakat bisa melakukan langkah penyelamatan yang lebih cepat. Namun, tahap pertama yang akan dilakukan adalah kegiatan tanggap bencana bersama para kelompok pecinta alam. Sebab mereka sudah terbiasa melakukan ekspedisi di daerah-daerah sulit. "Kami berharap paradigma pecinta alam itu harus diubah. Kalau selama ini hanya terkesan kelompok yang suka berjalan-jalan ke gunung,maka harus ditambah sebagai kelompok yang bisa membantu kalau ada bencana alam," ujarnya. Sementara itu Hery Hardjono, geolog dari Puslit Geoteknolgi LIPI mengungkapkan deformasi (penurunan) kerak bumi di pulau Jawa tidak sama dengan pulau Sumatra. Kalau sejarah kegempa
Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana
"Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa itu. ..." Mungkin bisa sharing dengan kita, data apa yang mereka gunakan untuk meramal akan ada gempa di Jawa Timur tahun depan, sehingga masyarakat perlu mewaspadai? Thanks B. Pujas Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007 **Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang Selatan Sudah Lampu Kuning** Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitigasi (pemetaan) gempa dan tsunami di sepanjang pantai laut selatan. Seperti apa hasilnya? KHOLID AMRULLAH, Batu. === Suhu di hutan Raden Soeryo, Cangar, Jumat lalu sangat dingin. Rintik hujan yang hampir setiap hari turun ditambah kabut tebal membuat suasana di tempat ini semakin khas. Namun, dinginnya suhu tersebut tidak mendinginkan semangat para anggota AMC untuk mengikuti dialog ilmiah geologi yang disampaikan oleh para pakar. Apalagi ketika disuguhkan data-data hasil ekspedisi tim AMC di Pantai Selatan. Ditemukan sejumlah fakta yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa daerah di Pantai Selatan Jawa Timur sangat rawan tergoncang bencana gempa dan tsunami. Humas AMC Ir. Agus K. Tirtohardjo BSc. menegaskan, ada tiga kabupaten di Jatim yang rawan bencana alam. Yakni, Pacitan, Tulungagung, dan Lumajang. Tiga kabupaten tersebut rawan terkena benacana gempabumi dan tsunami. "Di tiga kabupaten tersebut terdapat patahan (sesar) yang rawan bergerak kalau terjadi gempa" ujar Agus. Temuan tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan (mitigasi) bencana yang dilakukan oleh tim AMC Malang beberapa waktu lalu. Tim dari AMC telah melakukan penyusuran sepanjang Pantai Selatan. Mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi. Setiap kabupaten terdapat satu tim ekspedisi. Penyusuran tersebut untuk melakukan pendataan terhadapa kondisi pantai dan daratan di pantai laut selatan Jawa TImur tersebut. "Termasuk mendata konsentrasi daerah pemukiman penduduk yang dekat dengan pantai," katanya. Menurutnya, di Pacitan terdapat patahan Grindulu. Patahan ini membelah kota Pacitan sampai Ponorogo bagian selatan. Sehingga kalau di pantai Pacitan terjadi gempa bumi, maka patahan ini bisa bergerak dan menghancurkan bangunan diatas patahan tersebut. "Sedangkan di wilayah kotanya, Pacitan sendiri sangat rawan terkena tsunami. sebab kota ini sangat dekat dengan pantai. Apalagi di kota tersebut tidak ada pemecah ombaknya," jelasnya. Berikutnya dalah Kabupaten Tulungagung. Di daerah ini terdapat patahan Brantas, yang panjangnya 100 Km lebih. Mulai dari Tulungagung, Kediri, hingga Jombang. Patahan tersebut kini menjadi Sungai Brantas. Sama dengan di Pacitan, kalau terjadi gempa, maka akan sangat berbahaya. Kemudian di Kabupaten Lumajang, di daerah tersebtu terdapat patahan Klakah. Patahan ini bermula dari Pantai Bambang - Klahakh - Lumajang hingga Sumenep. Daerah yang berada di atas patahan tersebut sangat rawan tergoyang gempa. Sedangkan untuk bahaya bencana tsunami, daerah yang rawan adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan selain Sendang Biru, Lumajang, Jember dan Banyuwangi. "Ya, semuanya rawan, tapi ada yang tidak terlalu rawan, yaitu Kabupaten Blitar. Sebab, di Kabupaten tersebut pantainya tidak terlalu banyak. Selain itu tidak banyak penduduk yang bermukim di tepi pantai," jelasnya. Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa itu. Oleh sebab itu, saat ini AMC sedang gencar melakukan sosialisasi untuk menghadapi bencana alam. AMC juga merencanakan untuk memberikan materi cara menghadapi bencana di sekolah-sekolah agar sewaktu-waktu terjadi bencana masyarakat bisa melakukan langkah penyelamatan yang lebih cepat. Namun, tahap pertama yang akan dilakukan adalah kegiatan tanggap bencana bersama para kelompok pecinta alam. Sebab mereka sudah terbiasa melakukan ekspedisi di daerah-daerah sulit. "Kami berharap paradigma pecinta alam itu harus diubah. Kalau selama ini hanya terkesan kelompok yang suka berjalan-jalan ke gunung,maka harus ditambah sebagai kelompok yang bisa membantu kalau ada bencana alam," ujarnya. Sementara itu Hery Hardjono, geolog dari Puslit Geoteknolgi LIPI mengungkapkan deformasi (penurunan) kerak bumi di pulau Jawa tidak sama dengan pulau Sumatra. Kalau sejarah kegempaan di pulau Sumatra sering dipelajari, tidak demikian dengan pulau Jawa, relatif kurang diketahui. "Di Jawa tidak dijumpai sesar mendatar sebesar dan sejelas di Sumatra," jelasnya. Namun ada beberapa sesar yang menunjukkan pergerakan horisontal seperti di Cimandiri Jawa Barat, dan sesar Opak di Yogjakarta yang baru-baru ini menimbulkan gempa dengan magnitudo Mw=6.2. Selain itu, kata Hardjono, di selatan Jawa lempeng samudranya berumur lebih tua dibanding Sumatra. Lempengan ini ada di kedalaman 600 K
[iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana
Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007 **Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang Selatan Sudah Lampu Kuning** Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitigasi (pemetaan) gempa dan tsunami di sepanjang pantai laut selatan. Seperti apa hasilnya? KHOLID AMRULLAH, Batu. === Suhu di hutan Raden Soeryo, Cangar, Jumat lalu sangat dingin. Rintik hujan yang hampir setiap hari turun ditambah kabut tebal membuat suasana di tempat ini semakin khas. Namun, dinginnya suhu tersebut tidak mendinginkan semangat para anggota AMC untuk mengikuti dialog ilmiah geologi yang disampaikan oleh para pakar. Apalagi ketika disuguhkan data-data hasil ekspedisi tim AMC di Pantai Selatan. Ditemukan sejumlah fakta yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa daerah di Pantai Selatan Jawa Timur sangat rawan tergoncang bencana gempa dan tsunami. Humas AMC Ir. Agus K. Tirtohardjo BSc. menegaskan, ada tiga kabupaten di Jatim yang rawan bencana alam. Yakni, Pacitan, Tulungagung, dan Lumajang. Tiga kabupaten tersebut rawan terkena benacana gempabumi dan tsunami. "Di tiga kabupaten tersebut terdapat patahan (sesar) yang rawan bergerak kalau terjadi gempa" ujar Agus. Temuan tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan (mitigasi) bencana yang dilakukan oleh tim AMC Malang beberapa waktu lalu. Tim dari AMC telah melakukan penyusuran sepanjang Pantai Selatan. Mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi. Setiap kabupaten terdapat satu tim ekspedisi. Penyusuran tersebut untuk melakukan pendataan terhadapa kondisi pantai dan daratan di pantai laut selatan Jawa TImur tersebut. "Termasuk mendata konsentrasi daerah pemukiman penduduk yang dekat dengan pantai," katanya. Menurutnya, di Pacitan terdapat patahan Grindulu. Patahan ini membelah kota Pacitan sampai Ponorogo bagian selatan. Sehingga kalau di pantai Pacitan terjadi gempa bumi, maka patahan ini bisa bergerak dan menghancurkan bangunan diatas patahan tersebut. "Sedangkan di wilayah kotanya, Pacitan sendiri sangat rawan terkena tsunami. sebab kota ini sangat dekat dengan pantai. Apalagi di kota tersebut tidak ada pemecah ombaknya," jelasnya. Berikutnya dalah Kabupaten Tulungagung. Di daerah ini terdapat patahan Brantas, yang panjangnya 100 Km lebih. Mulai dari Tulungagung, Kediri, hingga Jombang. Patahan tersebut kini menjadi Sungai Brantas. Sama dengan di Pacitan, kalau terjadi gempa, maka akan sangat berbahaya. Kemudian di Kabupaten Lumajang, di daerah tersebtu terdapat patahan Klakah. Patahan ini bermula dari Pantai Bambang - Klahakh - Lumajang hingga Sumenep. Daerah yang berada di atas patahan tersebut sangat rawan tergoyang gempa. Sedangkan untuk bahaya bencana tsunami, daerah yang rawan adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan selain Sendang Biru, Lumajang, Jember dan Banyuwangi. "Ya, semuanya rawan, tapi ada yang tidak terlalu rawan, yaitu Kabupaten Blitar. Sebab, di Kabupaten tersebut pantainya tidak terlalu banyak. Selain itu tidak banyak penduduk yang bermukim di tepi pantai," jelasnya. Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa itu. Oleh sebab itu, saat ini AMC sedang gencar melakukan sosialisasi untuk menghadapi bencana alam. AMC juga merencanakan untuk memberikan materi cara menghadapi bencana di sekolah-sekolah agar sewaktu-waktu terjadi bencana masyarakat bisa melakukan langkah penyelamatan yang lebih cepat. Namun, tahap pertama yang akan dilakukan adalah kegiatan tanggap bencana bersama para kelompok pecinta alam. Sebab mereka sudah terbiasa melakukan ekspedisi di daerah-daerah sulit. "Kami berharap paradigma pecinta alam itu harus diubah. Kalau selama ini hanya terkesan kelompok yang suka berjalan-jalan ke gunung,maka harus ditambah sebagai kelompok yang bisa membantu kalau ada bencana alam," ujarnya. Sementara itu Hery Hardjono, geolog dari Puslit Geoteknolgi LIPI mengungkapkan deformasi (penurunan) kerak bumi di pulau Jawa tidak sama dengan pulau Sumatra. Kalau sejarah kegempaan di pulau Sumatra sering dipelajari, tidak demikian dengan pulau Jawa, relatif kurang diketahui. "Di Jawa tidak dijumpai sesar mendatar sebesar dan sejelas di Sumatra," jelasnya. Namun ada beberapa sesar yang menunjukkan pergerakan horisontal seperti di Cimandiri Jawa Barat, dan sesar Opak di Yogjakarta yang baru-baru ini menimbulkan gempa dengan magnitudo Mw=6.2. Selain itu, kata Hardjono, di selatan Jawa lempeng samudranya berumur lebih tua dibanding Sumatra. Lempengan ini ada di kedalaman 600 Km sehingga hal ini menyulitkan untuk mendalami lebih jauh pola deformasi yang terjadi di Jawa. (*) == Informasi tambahan dari ADB: - Lebih kurang 150 pecinta alam dari Malang (10 klub) dan Jawa Timur lainnya (5 klub) ikut hadir dalam acara sarasehan SADAR BENCANA dalam rangka HUT AMC