Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana

2007-01-01 Terurut Topik Supardan

Cak Agus Tirto dan Cak Andang,

Kabupaten/ Kota yang rawan bencana geologi di Jatim masih banyak lho cak,
tidak hanya 3 Kabupaten sebagaimana yang tertulis di Radar Malang
(mudah-mudahan salah kutip saja). Di sepanjang pesisir selatan Jatim, semua
Kabupaten memiliki kawasan rawan bencana khususnya gempabumi, wabilkhusus
tsunami. Bahkan kawasan pantura Jatimpun mulai Banyuwangi sampai
Probolinggo, termasuk Madura bagian timur juga masih ada peluang terkena
tsunami. Mungkin saja dampak gempabumi di setiap kawasan pesisir Jatim tidak
akan sama, karena adanya perbedaan struktur geologi sebagaimana yang anda
sebutkan. Namun demikian, untuk tsunami saya kira hampir seluruh Kabupaten
di kawasn pesisir bisa terkena dampaknya. Coba saja kita lihat di Kabupaten
Banyuwangi (yang pernah terkena tsunami tahun 1994), Lumajang dan Jember. Di
daerah-daerah tersebut banyak dijumpai lingkungan pemukiman yang berada di
dataran pantai, yang bila dihitung jumlah jiwanya dapat mencapai ribuan.
Sebagai di Kabupaten Lumajang, satu kawasan pantai dihuni kurang lebih 6000
jiwa, dimana perkampungan tersebut relatif jauh dari perbukitan. Kalau ada
tsunami, mau lari kemana mereka? Ngeri kan???

Selain gempabumi dan tsunami, jalur Pegunungan Selatan Jatim dan Jalur
Gunungapi di bagian tengah, juga memiliki kerawanan terhadap bencana geologi
yang lain yaitu gerakan tanah/ tanah longsor. Di Jatim juga terdapat 7
gunungapi aktif, dimana 3 diantaranya (Semeru, Bromo dan Lamongan)
akhir-akhir ini sering meningkat aktifitasnya.

Namun demikian, secara pribadi, usaha yang dilakukan teman-teman AMC sangat
saya hargai, karena mereka telah berbuat sesuatu untuk ikut menyelamatkan
masyarakat Jatim dari ancaman bencana dan sekaligus memasyarakatkan ilmu
kebumian serta membantu Pemda dalam membangun *MASYARAKAT SADAR BENCANA*.

Selamat berjuang!

Salam,

Pardan.




On 1/1/07, Agus Hendratno <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Kegiatan AMC sangat positip untuk membantu pemda dalam hal antisipasi
bencana kebumian yang bisa terjadi setiap saat. Saya pribadi mendapat info
via sms dari ADB tentang kegiatan AMC di pantai selatan Jatim itu sebelum
IAGI Pekanbaru lalu. Nah, kebetulan saja, tanggal 30 November 2006, di
Surabaya, Camat-Camat di Jatim yang lokasi rawan bencana geologi, kumpul di
Hotel Satelit untuk mendapat pengarahan dan sosialisasi tentang kebencanaan
geologi oleh Pusat Vulkanologi dan MBG, Bandung dan juga dari UGM (saya
sendiri yang memberikan sosialisasi itu). Pada saat itu, ada 3 staf dari
Pacitan hadir, lalu dalam sosialisasi tersebut, kami sampaikan tentang
kewaspadaan teluk Pacitan, DAS Grindulu dan patahan Grindulu itu tentang
resiko dan kerawanan bencana geologi.

Kemudian tanggal 4 Desember 2006, di Pendopo Kabupaten Ponorogo Jatim,
sekitar 250 orang (stake-holder penanganan bencana di Ponorogo : camat,
lurah, staf teknis pemda, LSM, anggota DPRD, juga tim TAGANA / taruna siaga
bencana), saya sampaikan lagi tentang resiko dan kerawanan bencana geologi
di wilayah Ponorogo, yang kebetulan kami mempunyai beberapa data teknis
potensi bencana geologi di Ponorogo.

Kemudian dalam kesempatan lain, saya bertemu pak Indrarto (kepala dinas
Pertambangan dan Energi Kab.Pacitan, Jatim), tanggal 18-19 Desember.06 :
sambil nongkrong minum kopi jahe di kaki lima, hujan-hujan, di depan Hotel
Horison Bandung, kami diskusikan beberapa action untuk mengantisipasi resiko
dan kerawanan bencana geologi di pantai selatan Pacitan, khususnya teluk
Pacitan, sepanjang Grindulu, juga wilayah hulu dari sungai Grindulu di
kecamatan Tegalombo, Nawangan, Bandar (kebetulan saja saya pernah bermalam
beberapa hari di wilayah itu, untuk melihat kondisi geologi, bahkan waktu
lain jalan-jalan dengan Mas Sukmandaru di Bandar dan Nawangan). Bahkan saya
sudah membuatkan sedikit catatan ke Pak Indrarto untuk ditindak-lanjuti oleh
staf-nya di kantor, yang juga ada geologist untuk segera turun melakukan
sosialisasi dan antisipasi-antisipasi yang terkait di lapangan. Muga-muga
ini sudah dijalankan. Saya belum sempat check ke lapangan, walau sudah
diminta beliau ke wilayah
Grindulu. Kesempatan saya yang terbatas.
Karena minggu terakhir Desember.06, saya mendapat kesempatan dari Walikota
Batam untuk mendiskusikan penyelesaian penambangan pasir darat di wilayah
Batam dan pulau-pulau kecil lainnya, karena terjadi demonstrasi
besar-besaran dari penambang pasir darat / penambang rakyat (yang illegal)
kepada dewan dan pemko,untuk meminta dibuatkan aturan juknis dan juklak
dalam pengelolaan dan penambangan tanah urug, pasir darat (sebetulnya pasir
kuarsa). Nah, ternyata Pemko Batam selama ini belum mempunyai mekanisme ijin
(SIPD bahan galian golongan C), jadi kelabakan juga. Karena uurusan itu,
dulunya dikelola oleh Pemprop. Riau (lain kali akan saya posting ke milis
IAGI). Setelah terbentuk prop.Kep.riau, ini kelewatan diurus, jadilah
masalah.
Syukurlah sekarang mulai terselesaikan.
Pulanglah saya ke Jogja, tanggal 28 Des.06 naik ADAM Air dengan 
no.lambungpesawat PK-KKW (yang akhirnya m

Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana

2007-01-01 Terurut Topik Agus Hendratno
Kegiatan AMC sangat positip untuk membantu pemda dalam hal antisipasi bencana 
kebumian yang bisa terjadi setiap saat. Saya pribadi mendapat info via sms dari 
ADB tentang kegiatan AMC di pantai selatan Jatim itu sebelum IAGI Pekanbaru 
lalu. Nah, kebetulan saja, tanggal 30 November 2006, di Surabaya, Camat-Camat 
di Jatim yang lokasi rawan bencana geologi, kumpul di Hotel Satelit untuk 
mendapat pengarahan dan sosialisasi tentang kebencanaan geologi oleh Pusat 
Vulkanologi dan MBG, Bandung dan juga dari UGM (saya sendiri yang memberikan 
sosialisasi itu). Pada saat itu, ada 3 staf dari Pacitan hadir, lalu dalam 
sosialisasi tersebut, kami sampaikan tentang kewaspadaan teluk Pacitan, DAS 
Grindulu dan patahan Grindulu itu tentang resiko dan kerawanan bencana geologi. 
   
  Kemudian tanggal 4 Desember 2006, di Pendopo Kabupaten Ponorogo Jatim, 
sekitar 250 orang (stake-holder penanganan bencana di Ponorogo : camat, lurah, 
staf teknis pemda, LSM, anggota DPRD, juga tim TAGANA / taruna siaga bencana), 
saya sampaikan lagi tentang resiko dan kerawanan bencana geologi di wilayah 
Ponorogo, yang kebetulan kami mempunyai beberapa data teknis potensi bencana 
geologi di Ponorogo. 
   
  Kemudian dalam kesempatan lain, saya bertemu pak Indrarto (kepala dinas 
Pertambangan dan Energi Kab.Pacitan, Jatim), tanggal 18-19 Desember.06 : sambil 
nongkrong minum kopi jahe di kaki lima, hujan-hujan, di depan Hotel Horison 
Bandung, kami diskusikan beberapa action untuk mengantisipasi resiko dan 
kerawanan bencana geologi di pantai selatan Pacitan, khususnya teluk Pacitan, 
sepanjang Grindulu, juga wilayah hulu dari sungai Grindulu di kecamatan 
Tegalombo, Nawangan, Bandar (kebetulan saja saya pernah bermalam beberapa hari 
di wilayah itu, untuk melihat kondisi geologi, bahkan waktu lain jalan-jalan 
dengan Mas Sukmandaru di Bandar dan Nawangan). Bahkan saya sudah membuatkan 
sedikit catatan ke Pak Indrarto untuk ditindak-lanjuti oleh staf-nya di kantor, 
yang juga ada geologist untuk segera turun melakukan sosialisasi dan 
antisipasi-antisipasi yang terkait di lapangan. Muga-muga ini sudah dijalankan. 
Saya belum sempat check ke lapangan, walau sudah diminta beliau ke wilayah
 Grindulu. Kesempatan saya yang terbatas.
  Karena minggu terakhir Desember.06, saya mendapat kesempatan dari Walikota 
Batam untuk mendiskusikan penyelesaian penambangan pasir darat di wilayah Batam 
dan pulau-pulau kecil lainnya, karena terjadi demonstrasi besar-besaran dari 
penambang pasir darat / penambang rakyat (yang illegal) kepada dewan dan 
pemko,untuk meminta dibuatkan aturan juknis dan juklak dalam pengelolaan dan 
penambangan tanah urug, pasir darat (sebetulnya pasir kuarsa). Nah, ternyata 
Pemko Batam selama ini belum mempunyai mekanisme ijin (SIPD bahan galian 
golongan C), jadi kelabakan juga. Karena uurusan itu, dulunya dikelola oleh 
Pemprop. Riau (lain kali akan saya posting ke milis IAGI). Setelah terbentuk 
prop.Kep.riau, ini kelewatan diurus, jadilah masalah.
  Syukurlah sekarang mulai terselesaikan. 
  Pulanglah saya ke Jogja, tanggal 28 Des.06 naik ADAM Air dengan no.lambung 
pesawat PK-KKW (yang akhirnya mengalami kecelakaan di Sulawesi 1 jan.07). Sejak 
naik dari Batam, Adam Air 737-400 / Pk-KKW tersebut mengalami goncangan hampir 
1 jam (dengan goncangan yang hebat-hebat). Ini pengalaman terjelek naik 
pesawat. Alhamdullillah, selamat sampai Jogja.
  Interaksi dinamis atmosfer dengan litosfera ini telah banyak memberikan 
pelajaran bagi kita semua baik sebagai hamba Tuhan/ maupun sebagai masyarakat 
yang berpendidikan ilmu kebumian. Masyarakat luas sedang menunggu action kita 
dari berbagai pihak untuk mengelola berbagai konflik, potensi, resiko yang 
berasal dari interaksi dinamik atmosfer dan litosfera, seperti akhir-akhir ini. 
Bahkan, akhirnya pihak seperti PT Perhutani yang mengelola obyek wisata 
Baturaden, di Jateng pun, harus memerlukan informasi kegeologian di sepanjang 
jalur wisata di kawasan Baturaden. Beberapa hari ke depan ini, kami sedang 
menyiapkan langkah-langkah untuk sosialisasi dan action untuk penanganan resiko 
dan kerawanan bencana kebumian di Baturaden dan juga di sepanjang K.Gendol 
(Sleman) tempat terakumulasi jutaan ton endapan awan panas, yang sebagian sudah 
meluncur jadi aliran banjir lumpur dan pasir di awal desember lalu ke arah 
hilir, karena ada kampung yang level topografinya sudah sama dengan
 level dasar sungai Gendol. Begitu aliran lumpur dan pasir ini meluncur, dengan 
profil sungai yang rendah tersebut, maka bisa jadi banjir akan mampir ke 
kampung. Begitulah ceritanya

  Sukses saja lah untuk AMC rek!., kita dukung terus
  Salam, agus hendratno
  
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007

**Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang 
Selatan Sudah Lampu Kuning**

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer 
and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitig

Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo

2007-01-01 Terurut Topik Andang Bachtiar
Nah, ini dia. Mas Shofi ini juga bisa ditarik untuk ikutan rembug di Tim 
IAGI lho,
Bukan apa-apa.. jangan sampai hasil dari Tim IAGI gak komprehensif dan 
integratif,... lebih berat ke ahli regional, tektonik, dinamik, yang 
kemungkinan luput dengan hal-hal kecil yang didapatkan dari info pemboran 



Monggo Pak Sekjen

Monggo Pak Edy Sunardi (sudah pulang haji khah?)

adb

- Original Message - 
From: "Shofiyuddin" <[EMAIL PROTECTED]>

To: 
Sent: Tuesday, January 02, 2007 10:59 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi 
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo




Menarik sekali pernyataan dari Cak Andang berikut ini.
=
... Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang
mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat
(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan 
..

==
Saya pikir akan lebih baik lagi kalo 2 ops ini didampingi WSG yang saat 
itu
bertugas plus perwakilan Mud Logging (Pressure Engineer) yang ada di 
onsite
saat itu, juga Drilling Supervisor yang bertugas. Masalahnya apakah 
LAPINDO

akan mengijinkan saksi saksi kunci ini memberikan keterangan secara
bebas? mengingat bahwa keterangan saksi kunci ini bisa meringankan atau
malah memberatkan pihak Lapindo?  mempertemukan mereka dalam suatu forum
adalah ide yang sederhana dan dapat dilakukan tapi mungkin menjadi tidak
mudah bagi para pemegang dan pengambil keputusan perusahaan karena 
manyadari

resiko yang akan diambil terutama kalo ide itu justru memberatkan.

Menurut saya, kita kita yang berada di luar ring (ahli sekalipun) hanya 
bisa

berandai andai saja tentang kronologis kejadian yang sebenarnya, sehingga
hasil analisa pun bukan tidak mungkin jadi melebar dan tidak fokus. Kehati
hatian menjadi sesuatu yang penting karena berhadapan dengan data yang 
bukan

primer.

Sekedar pendapat saja, maaf kalo kurang berkenan.



On 1/2/07, Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari
analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh
masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan,
kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu
mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan
kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan".
Pada
umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling
engineer",
dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis
data-data
tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan
yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa 
yang

terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para
ahli
yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau
saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan
(geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka
ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan
pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite
geologist,
operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun
production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita
butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan
semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar
membentuk
mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist
yang
mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali 
terlibat

(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan.
Untuk
menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan 
ungkapan

Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi
berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat
lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri,
saya
yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar
Geologi
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo").

Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil
akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi 
mud-volcano)

dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data
seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur
kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa"
dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh
(bahkan seringkali dihindari).

Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita?

Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat
lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan,
dan
perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang
bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan
pelaksana tata ruang seharusnya b

Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo

2007-01-01 Terurut Topik Andang Bachtiar
Setahu saya Tim IAGi dan juga Tim-nya Pak Rudi Rubiandini (dulu) semuanya 
punya akses terhadap data2 tersebut. Data pemboran, cuttings, drilling 
report, mud report, bahkan sampai ke geolograph dan continuous form di data 
unit yang mencatat perkembangan dari waktu ke waktu soal WOH, WOB, Mud in 
and out, Gas, ROP, dsb ...


Repotnya, sepengetahuan saya: Tim Geologi yang membantu Pak Rudi 
kebanyakan akademisi dan kemungkinan tidak memperhatikan data-data tersebut. 
Topik bahasan mereka pada umumnya hal-hal besar seperti Sesar Watukosek, 
rekaman gempa, geologi kwarter, stratigrafii "Kalibeng", dan hal-hal yang 
sifatnya regional.


Repotnya juga: Tim IAGI juga tidak begitu intensif menganalisis data2 
tersebut (seperti saya sebutkan dalam email pertama: WSG2 kita disana kurang 
"didayagunakan")


Sebenarnya kalau mau dan ada good-will, kita minta saja anda-anda spt Taufik 
OK, Ismed, Amir, dll untuk sekalian bergabung dg kawan2 WSG di Tim IAGI dan 
mulai ngoprek2 data2 pemboran tersebut (belum terlambat koq,..)


Gimana IAGI?
Gimana Pak Novi, Pak Ai'?

adb


- Original Message - 
From: <[EMAIL PROTECTED]>

To: 
Sent: Tuesday, January 02, 2007 10:54 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi 
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo





Lalu: bagaimana dengan para ahli WSg kita??

Mas Andang,
pertanyaannya...kenapa tim penanggulangannya minus WSG atau..kok ga ada 
WSG

ahli yang ikut berkomentar?

Saya yakin kita punya banyak WSG yang kompeten, hanya masalahnya...para 
WSG

khan menganalisa dan menarik kesimpulan dari data2 pemboran dan rekaman2
kejadian hari-perhari (Daily Drilling Report) dan dibandingkan juga dengan
Drilling Program-nya, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah..apakah
mereka punya akses untuk melihat data2 tersebut?...kalo datanya aja mereka
ga pernah lihat (cuma denger2 kata orang), riskan juga kalo harus menarik
kesimpulan



Regards,

Y O G I  P R I Y A D I
G e o l o g i s t
H a n d i l  A s s e t  T e a m
GSR / H T I / G & G
ext. 2 6 2 1



|-+>
| |   "Andang Bachtiar"|
| |   <[EMAIL PROTECTED]|
| |   t.id>|
| ||
| |   01/02/2007 10:59 |
| |   AM   |
| |   Please respond to|
| |   iagi-net |
| ||
|-+>

 
>---|
 | 
|
 |   To:
|
 |   cc: 
|
 |   Subject:  Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 
2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur   |
 |Sidoarjo 
|


 
>---|




Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari
analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh
masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan,
kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu
mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan
kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan".
Pada
umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling 
engineer",


dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis
data-data
tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan
yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang
terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para
ahli
yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau
saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan
(geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka
ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan
pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite 
geologist,


operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun
production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita
butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan
semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar
membentuk
mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist 
yang


mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat
(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. 
Untuk


menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan
Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi
berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat
lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, 
saya


yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar
Geologi
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo").

K

Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo

2007-01-01 Terurut Topik Shofiyuddin

Menarik sekali pernyataan dari Cak Andang berikut ini.
=
... Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang
mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat
(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan ..
==
Saya pikir akan lebih baik lagi kalo 2 ops ini didampingi WSG yang saat itu
bertugas plus perwakilan Mud Logging (Pressure Engineer) yang ada di onsite
saat itu, juga Drilling Supervisor yang bertugas. Masalahnya apakah LAPINDO
akan mengijinkan saksi saksi kunci ini memberikan keterangan secara
bebas? mengingat bahwa keterangan saksi kunci ini bisa meringankan atau
malah memberatkan pihak Lapindo?  mempertemukan mereka dalam suatu forum
adalah ide yang sederhana dan dapat dilakukan tapi mungkin menjadi tidak
mudah bagi para pemegang dan pengambil keputusan perusahaan karena manyadari
resiko yang akan diambil terutama kalo ide itu justru memberatkan.

Menurut saya, kita kita yang berada di luar ring (ahli sekalipun) hanya bisa
berandai andai saja tentang kronologis kejadian yang sebenarnya, sehingga
hasil analisa pun bukan tidak mungkin jadi melebar dan tidak fokus. Kehati
hatian menjadi sesuatu yang penting karena berhadapan dengan data yang bukan
primer.

Sekedar pendapat saja, maaf kalo kurang berkenan.



On 1/2/07, Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:


Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari
analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh
masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan,
kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu
mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan
kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan".
Pada
umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling
engineer",
dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis
data-data
tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan
yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang
terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para
ahli
yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau
saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan
(geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka
ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan
pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite
geologist,
operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun
production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita
butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan
semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar
membentuk
mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist
yang
mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat
(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan.
Untuk
menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan
Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi
berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat
lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri,
saya
yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar
Geologi
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo").

Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil
akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano)
dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data
seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur
kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa"
dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh
(bahkan seringkali dihindari).

Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita?

Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat
lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan,
dan
perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang
bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan
pelaksana tata ruang seharusnya bertanggung-jawab. Tapi karena jarak waktu
antara kejadian dengan penyebab-nya terlalu jauh, maka kita kesulitan
untuk
mengejar-ngejar penanggung-jawabnya.

Dalam kasus Lumpur Sidoardjo, jarak waktu antara kejadian dan "yang
dicurigai" jadi penyebabnya sangat dekat. Makanya, tidak heran kalau
dengan
gampang massa (media), pemerintah, dsb langsung bisa tunjuk jari memaksa
"yang dicurigai jadi penyebab" untuk bertanggung-jawab. Sementara itu soal
kecurigaan tsb (bahasa ilmiahnya: hipothesis) masih belum juga bisa
dibuktikan secara komprehensif dan integratif, karena tim ahli kebumiannya
masih minus WSG.

Lalu: bagaimana dengan para 

Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo

2007-01-01 Terurut Topik Yogi . PRIYADI

Lalu: bagaimana dengan para ahli WSg kita??

Mas Andang,
pertanyaannya...kenapa tim penanggulangannya minus WSG atau..kok ga ada WSG
ahli yang ikut berkomentar?

Saya yakin kita punya banyak WSG yang kompeten, hanya masalahnya...para WSG
khan menganalisa dan menarik kesimpulan dari data2 pemboran dan rekaman2
kejadian hari-perhari (Daily Drilling Report) dan dibandingkan juga dengan
Drilling Program-nya, sekarang yang menjadi pertanyaan adalah..apakah
mereka punya akses untuk melihat data2 tersebut?...kalo datanya aja mereka
ga pernah lihat (cuma denger2 kata orang), riskan juga kalo harus menarik
kesimpulan



Regards,

Y O G I  P R I Y A D I
G e o l o g i s t
H a n d i l  A s s e t  T e a m
GSR / H T I / G & G
ext. 2 6 2 1



|-+>
| |   "Andang Bachtiar"|
| |   <[EMAIL PROTECTED]|
| |   t.id>|
| ||
| |   01/02/2007 10:59 |
| |   AM   |
| |   Please respond to|
| |   iagi-net |
| ||
|-+>
  
>---|
  | 
  |
  |   To:  
  |
  |   cc:   
  |
  |   Subject:  Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 
Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur   |
  |Sidoarjo 
  |
  
>---|




Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari
analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh
masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan,
kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu
mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan
kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan".
Pada
umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer",

dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis
data-data
tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan
yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang
terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para
ahli
yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau
saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan
(geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka
ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan
pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist,

operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun
production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita
butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan
semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar
membentuk
mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang

mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat
(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk

menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan
Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi
berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat
lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya

yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar
Geologi
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo").

Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil
akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano)
dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data
seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur
kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa"
dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh
(bahkan seringkali dihindari).

Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita?

Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat
lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan,
dan
perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang
bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan
pelaksana tata ruang seharusnya bertanggung-jawab. Tapi karena jarak waktu
antara kejadian dengan penyebab-nya terlalu jauh, maka k

RE: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo

2007-01-01 Terurut Topik jsukanto_cise
Saya setuju dgn apa yg mas Andang sampaikan, memang kita sangat minim
informasi al. dikedalamam berapa "mud vulcano itu ? Apa sudah di cased
hole ? Apakah ada terjadi lost circulation sebelumnya? Bagaimana dgn total
gas?..dan yg lebih penting pada waktu kita melakukan operation, kita
selalu melakukan apa yg disebut dgn "pre spud meeting " dimana terlibat
beberapa cabang disiplin ilmu ( explorationist,geophysisit,
prod.geologist, drilling;petroleum eng.petrophysisist,) untuk
mengantisipasi hal2 diluar expectasi..jadi kesimpulannya kalau hanya
dilihat dari luar saja memang kita tdk bisa dgn serta merta mengatakan
seperti apa yg ramai dibicarakan di media sekarang ini.

Salam
J.Sukanto


-
-  PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru, 20-22 November 2006
-  detail information in http://pekanbaru2006.iagi.or.id
-
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



Re: [iagi-net-l] Lapindo Harus Sediakan Rp 3, 8 T - 2 Pakar Geologi Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo

2007-01-01 Terurut Topik Andang Bachtiar
Kuncinya sebenarnya ada di "integration" dan "comprehensiveness" dari 
analisis para ahli kebumian yang selama ini dijadikan rujukan oleh 
masyarakat (baca: media) maupun kepolisian. Kalau kita perhatikan, 
kebanyakan (hampir keseluruhan) ahli kebumian yang dirujuk tidak begitu 
mendalami alias menghindarkan diri dari menganalisis data teknis dan 
kronologis pemboran "yang berkaitan langsung dengan kejadian semburan". Pada 
umumnya para ahli tersebut mengatakan bahwa "itu urusan drilling engineer", 
dan mereka merasa tidak berkompeten untuk ikut-ikutan menganalisis data-data 
tersebut secara lebih mendalam, padahal banyak sekali informasi tambahan 
yang bisa diperoleh dari data pemboran tersebut untuk menjelaskan apa yang 
terjadi secara dinamis. Hal ini bisa dimaklumi karena pada umumnya para ahli 
yang dirujuk adalah saintist berbasis akademis (bukan practicioner) atau 
saintist dari disiplin ilmu yang lebih berat ke aplikasi permukaan 
(geoteknik dsb). Tentunya akan sangat tidak professional kalau mereka 
ikut-ikutan menganalisis data pemboran tanpa dasar pengetahuan dan 
pengalaman yang kuat. Namun kita lupa bahwa kawan-kawan wellsite geologist, 
operation geologist, exploration-operation geologist, ataupun 
production-operation geologist: mereka mempunyai kompetensi yang kita 
butuhkan untuk ikut menjembatani gap antara kejadian pemboran dengan 
semburan yang akhirnya memicu proses alam menjadi semakin membesar membentuk 
mud-volcano. Dalam tim IAGI sebenarnya ada 2 orang operation geologist yang 
mumpuni, tetapi sejauh yang saya tahu mereka berdua jarang sekali terlibat 
(atau dilibatkan) dalam day-to-day evaluation tim secara keseluruhan. Untuk 
menekankan pentingnya "kunci" tersebut coba anda semua perhatikan ungkapan 
Professor Sukendar Asikin berikut "Saya bukan ahli pemboran, tapi 
berdasarkan fakta-fakta dan saya telah mempelajari kasus serupa di tempat 
lain, termasuk browsing internet dan membaca literatur di luar negeri, saya 
yakin ini mud volcano," katanya (DetikCom 28 Desember 2006: "2 Pakar Geologi 
Kuak Misteri Lumpur Sidoarjo").


Kebanyakan dari para ahli kebumian tersebut diatas hanya melihat "hasil 
akhir yang dinamis" (perkembangan dari semburan kecil menjadi mud-volcano) 
dan "fenomena awal yang statis" (sejarah tektonik, sedimentasi, data 
seismik, data permukaan, bertebarannya mud volcano fenomena di jalur 
kendeng, dsb). Jembatannya yang berupa "pemboran" dan disisi lain "gempa" 
dalam kaitannya dengan proses awal semburan hampir-hampir tidak disentuh 
(bahkan seringkali dihindari).


Jadi, pertanyaannya: pada kemana para ahli WSG kita?

Longsor-banjir di Panti Jember, di Pacet Mojokerto, dan diberbagai tempat 
lainnya adalah bencana alam. Penggundulan hutan, perubahan fungsi lahan, dan 
perencanaan pemukiman yang salah adalah penyebabnya. Siapa yang 
bertanggung-jawab? Penggundul hutan, pengubah fungsi lahan, perencana dan 
pelaksana tata ruang seharusnya bertanggung-jawab. Tapi karena jarak waktu 
antara kejadian dengan penyebab-nya terlalu jauh, maka kita kesulitan untuk 
mengejar-ngejar penanggung-jawabnya.


Dalam kasus Lumpur Sidoardjo, jarak waktu antara kejadian dan "yang 
dicurigai" jadi penyebabnya sangat dekat. Makanya, tidak heran kalau dengan 
gampang massa (media), pemerintah, dsb langsung bisa tunjuk jari memaksa 
"yang dicurigai jadi penyebab" untuk bertanggung-jawab. Sementara itu soal 
kecurigaan tsb (bahasa ilmiahnya: hipothesis) masih belum juga bisa 
dibuktikan secara komprehensif dan integratif, karena tim ahli kebumiannya 
masih minus WSG.


Lalu: bagaimana dengan para ahli WSg kita??


Salam

adb
arema

- Original Message - 
From: <[EMAIL PROTECTED]>

Rekan

Harus diakui bahwa posisi
ahli kebumian dalam persoalan lumpur di BP-1

tidak terlalu enak. Karena secara kasat mata memang yang
"menyebabkan"
terjadi adalah
pemboran.
Dengan demikian masyarakat (apalagi
Pemerintah) akan langsung menuduh
pemboran
yang menyebabkan terjadinya BENCANA ini.

Belum lagi implikasi "popularitas"
Pemerintah jelas sangat dipertaruhkan apabila

"memihak" Lap[indo.

Saya
mengharapkan keteguhan hati dan kejernihan para ahli kebumian untuk
tetap
mengatakan apa yang diyakini-nya berdasarkan
kaidah ilmu kebumian.

Oleh karena pandangan
pandangan dari segi kebumian tidak populer , maka kita

tidak heran bahwa issue ahli kebumian ":dibayar" oleh Lapindo
muncul sejak lama.

Pelik memang !

Si - Abah


_




Pelik juga tho? Jadi lain waktu ahli geologi

perlu belajar kepada pakar

politik utk memastikan bahwa

kebijakan SBY murni tanpa motif kepentingan

politik.




Wassalaam
Ahmiyul



-Original Message- 



From: Rovicky Dwi Putrohari
[mailto:[EMAIL PROTECTED]

Sent: Friday, December 29, 2006

11:10

To: iagi-net@iagi.or.id; migas indonesia;

[EMAIL PROTECTED]

Subject: [iagi-net-l] Lapindo Harus

Sediakan Rp 3,8 T - 2 Pakar Geologi

Kuak
Misteri

Lumpur Sidoarjo


Walaupun Geologist menyatak

Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana

2007-01-01 Terurut Topik Andang Bachtiar
Menurut saya itu kesalahan kutip wartawan mas,... harusnya: "di tahun-tahun 
mendatang" (bukan tahun depan).
Data yang digunakan adalah seismisitas 50 tahun terakhir di P. Jawa yang 
menunjukkan adanya seismic gap di selatan Yogja (kemudian terjadi di May 27 
2006 ini) dan di selatan Lumajang.


adb

- Original Message - 
From: "B. Pujasmadi" <[EMAIL PROTECTED]>

To: 
Sent: Tuesday, January 02, 2007 9:23 AM
Subject: Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan 
Bencana



"Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan 
terjadi

gempa itu. ..."

 Mungkin bisa sharing dengan kita, data apa yang mereka gunakan untuk 
meramal akan ada gempa di Jawa Timur tahun depan, sehingga masyarakat 
perlu mewaspadai?


 Thanks
 B. Pujas


Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007

**Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang 
Selatan Sudah Lampu Kuning**


Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat 
Adventurer and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC 
melakukan mitigasi (pemetaan) gempa dan tsunami di sepanjang pantai laut 
selatan. Seperti apa hasilnya?

KHOLID AMRULLAH, Batu.
===

Suhu di hutan Raden Soeryo, Cangar, Jumat lalu sangat dingin. Rintik hujan 
yang hampir setiap hari turun ditambah kabut tebal membuat suasana di 
tempat ini semakin khas. Namun, dinginnya suhu tersebut tidak mendinginkan 
semangat para anggota AMC untuk mengikuti dialog ilmiah geologi yang 
disampaikan oleh para pakar.


Apalagi ketika disuguhkan data-data hasil ekspedisi tim AMC di Pantai 
Selatan. Ditemukan sejumlah fakta yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa 
daerah di Pantai Selatan Jawa Timur sangat rawan tergoncang bencana gempa 
dan tsunami.


Humas AMC Ir. Agus K. Tirtohardjo BSc. menegaskan, ada tiga kabupaten di 
Jatim yang rawan bencana alam. Yakni, Pacitan, Tulungagung, dan Lumajang. 
Tiga kabupaten tersebut rawan terkena benacana gempabumi dan tsunami. "Di 
tiga kabupaten tersebut terdapat patahan (sesar) yang rawan bergerak kalau 
terjadi gempa" ujar Agus.


Temuan tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan (mitigasi) bencana 
yang dilakukan oleh tim AMC Malang beberapa waktu lalu. Tim dari AMC telah 
melakukan penyusuran sepanjang Pantai Selatan. Mulai dari Pacitan sampai 
Banyuwangi. Setiap kabupaten terdapat satu tim ekspedisi. Penyusuran 
tersebut untuk melakukan pendataan terhadapa kondisi pantai dan daratan di 
pantai laut selatan Jawa TImur tersebut. "Termasuk mendata konsentrasi 
daerah pemukiman penduduk yang dekat dengan pantai," katanya.


Menurutnya, di Pacitan terdapat patahan Grindulu. Patahan ini membelah 
kota Pacitan sampai Ponorogo bagian selatan. Sehingga kalau di pantai 
Pacitan terjadi gempa bumi, maka patahan ini bisa bergerak dan 
menghancurkan bangunan diatas patahan tersebut. "Sedangkan di wilayah 
kotanya, Pacitan sendiri sangat rawan terkena tsunami. sebab kota ini 
sangat dekat dengan pantai. Apalagi di kota tersebut tidak ada pemecah 
ombaknya," jelasnya.


Berikutnya dalah Kabupaten Tulungagung. Di daerah ini terdapat patahan 
Brantas, yang panjangnya 100 Km lebih. Mulai dari Tulungagung, Kediri, 
hingga Jombang. Patahan tersebut kini menjadi Sungai Brantas. Sama dengan 
di Pacitan, kalau terjadi gempa, maka akan sangat berbahaya.


Kemudian di Kabupaten Lumajang, di daerah tersebtu terdapat patahan 
Klakah. Patahan ini bermula dari Pantai Bambang - Klahakh - Lumajang 
hingga Sumenep. Daerah yang berada di atas patahan tersebut sangat rawan 
tergoyang gempa. Sedangkan untuk bahaya bencana tsunami, daerah yang rawan 
adalah Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan selain Sendang 
Biru, Lumajang, Jember dan Banyuwangi.


"Ya, semuanya rawan, tapi ada yang tidak terlalu rawan, yaitu Kabupaten 
Blitar. Sebab, di Kabupaten tersebut pantainya tidak terlalu banyak. 
Selain itu tidak banyak penduduk yang bermukim di tepi pantai," jelasnya.


Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi 
gempa itu. Oleh sebab itu, saat ini AMC sedang gencar melakukan 
sosialisasi untuk menghadapi bencana alam. AMC juga merencanakan untuk 
memberikan materi cara menghadapi bencana di sekolah-sekolah agar 
sewaktu-waktu terjadi bencana masyarakat bisa melakukan langkah 
penyelamatan yang lebih cepat.


Namun, tahap pertama yang akan dilakukan adalah kegiatan tanggap bencana 
bersama para kelompok pecinta alam. Sebab mereka sudah terbiasa melakukan 
ekspedisi di daerah-daerah sulit. "Kami berharap paradigma pecinta alam 
itu harus diubah. Kalau selama ini hanya terkesan kelompok yang suka 
berjalan-jalan ke gunung,maka harus ditambah sebagai kelompok yang bisa 
membantu kalau ada bencana alam," ujarnya.


Sementara itu Hery Hardjono, geolog dari Puslit Geoteknolgi LIPI 
mengungkapkan deformasi (penurunan) kerak bumi di pulau Jawa tidak sama 
dengan pulau Sumatra. Kalau sejarah kegempa

Re: [iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana

2007-01-01 Terurut Topik B. Pujasmadi
"Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi 
gempa itu. ..."
   
  Mungkin bisa sharing dengan kita, data apa yang mereka gunakan untuk meramal 
akan ada gempa di Jawa Timur tahun depan, sehingga masyarakat perlu mewaspadai?
   
  Thanks
  B. Pujas
  

Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007

**Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang 
Selatan Sudah Lampu Kuning**

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer 
and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitigasi 
(pemetaan) gempa dan tsunami di sepanjang pantai laut selatan. Seperti apa 
hasilnya?
KHOLID AMRULLAH, Batu.
===

Suhu di hutan Raden Soeryo, Cangar, Jumat lalu sangat dingin. Rintik hujan yang 
hampir setiap hari turun ditambah kabut tebal membuat suasana di tempat ini 
semakin khas. Namun, dinginnya suhu tersebut tidak mendinginkan semangat para 
anggota AMC untuk mengikuti dialog ilmiah geologi yang disampaikan oleh para 
pakar.

Apalagi ketika disuguhkan data-data hasil ekspedisi tim AMC di Pantai Selatan. 
Ditemukan sejumlah fakta yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa daerah di Pantai 
Selatan Jawa Timur sangat rawan tergoncang bencana gempa dan tsunami.

Humas AMC Ir. Agus K. Tirtohardjo BSc. menegaskan, ada tiga kabupaten di Jatim 
yang rawan bencana alam. Yakni, Pacitan, Tulungagung, dan Lumajang. Tiga 
kabupaten tersebut rawan terkena benacana gempabumi dan tsunami. "Di tiga 
kabupaten tersebut terdapat patahan (sesar) yang rawan bergerak kalau terjadi 
gempa" ujar Agus.

Temuan tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan (mitigasi) bencana yang 
dilakukan oleh tim AMC Malang beberapa waktu lalu. Tim dari AMC telah melakukan 
penyusuran sepanjang Pantai Selatan. Mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi. 
Setiap kabupaten terdapat satu tim ekspedisi. Penyusuran tersebut untuk 
melakukan pendataan terhadapa kondisi pantai dan daratan di pantai laut selatan 
Jawa TImur tersebut. "Termasuk mendata konsentrasi daerah pemukiman penduduk 
yang dekat dengan pantai," katanya.

Menurutnya, di Pacitan terdapat patahan Grindulu. Patahan ini membelah kota 
Pacitan sampai Ponorogo bagian selatan. Sehingga kalau di pantai Pacitan 
terjadi gempa bumi, maka patahan ini bisa bergerak dan menghancurkan bangunan 
diatas patahan tersebut. "Sedangkan di wilayah kotanya, Pacitan sendiri sangat 
rawan terkena tsunami. sebab kota ini sangat dekat dengan pantai. Apalagi di 
kota tersebut tidak ada pemecah ombaknya," jelasnya.

Berikutnya dalah Kabupaten Tulungagung. Di daerah ini terdapat patahan Brantas, 
yang panjangnya 100 Km lebih. Mulai dari Tulungagung, Kediri, hingga Jombang. 
Patahan tersebut kini menjadi Sungai Brantas. Sama dengan di Pacitan, kalau 
terjadi gempa, maka akan sangat berbahaya.

Kemudian di Kabupaten Lumajang, di daerah tersebtu terdapat patahan Klakah. 
Patahan ini bermula dari Pantai Bambang - Klahakh - Lumajang hingga Sumenep. 
Daerah yang berada di atas patahan tersebut sangat rawan tergoyang gempa. 
Sedangkan untuk bahaya bencana tsunami, daerah yang rawan adalah Pacitan, 
Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan selain Sendang Biru, Lumajang, Jember 
dan Banyuwangi.

"Ya, semuanya rawan, tapi ada yang tidak terlalu rawan, yaitu Kabupaten Blitar. 
Sebab, di Kabupaten tersebut pantainya tidak terlalu banyak. Selain itu tidak 
banyak penduduk yang bermukim di tepi pantai," jelasnya.

Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa 
itu. Oleh sebab itu, saat ini AMC sedang gencar melakukan sosialisasi untuk 
menghadapi bencana alam. AMC juga merencanakan untuk memberikan materi cara 
menghadapi bencana di sekolah-sekolah agar sewaktu-waktu terjadi bencana 
masyarakat bisa melakukan langkah penyelamatan yang lebih cepat.

Namun, tahap pertama yang akan dilakukan adalah kegiatan tanggap bencana 
bersama para kelompok pecinta alam. Sebab mereka sudah terbiasa melakukan 
ekspedisi di daerah-daerah sulit. "Kami berharap paradigma pecinta alam itu 
harus diubah. Kalau selama ini hanya terkesan kelompok yang suka berjalan-jalan 
ke gunung,maka harus ditambah sebagai kelompok yang bisa membantu kalau ada 
bencana alam," ujarnya.

Sementara itu Hery Hardjono, geolog dari Puslit Geoteknolgi LIPI mengungkapkan 
deformasi (penurunan) kerak bumi di pulau Jawa tidak sama dengan pulau Sumatra. 
Kalau sejarah kegempaan di pulau Sumatra sering dipelajari, tidak demikian 
dengan pulau Jawa, relatif kurang diketahui. "Di Jawa tidak dijumpai sesar 
mendatar sebesar dan sejelas di Sumatra," jelasnya.

Namun ada beberapa sesar yang menunjukkan pergerakan horisontal seperti di 
Cimandiri Jawa Barat, dan sesar Opak di Yogjakarta yang baru-baru ini 
menimbulkan gempa dengan magnitudo Mw=6.2.

Selain itu, kata Hardjono, di selatan Jawa lempeng samudranya berumur lebih tua 
dibanding Sumatra. Lempengan ini ada di kedalaman 600 K

[iagi-net-l] Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana

2007-01-01 Terurut Topik Andang Bachtiar
Jawa Pos, Radar Malang, 1 Januari 2007

**Menyusuri Pantai Selatan Memetakan Daerah Rawan Bencana: Status Malang 
Selatan Sudah Lampu Kuning**

Gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Yogjakarta dan Aceh, membuat Adventurer 
and Mountain Climbers (AMC) Malang risau. November lalu, AMC melakukan mitigasi 
(pemetaan) gempa dan tsunami di sepanjang pantai laut selatan. Seperti apa 
hasilnya?
KHOLID AMRULLAH, Batu.
===

Suhu di hutan Raden Soeryo, Cangar, Jumat lalu sangat dingin. Rintik hujan yang 
hampir setiap hari turun ditambah kabut tebal membuat suasana di tempat ini 
semakin khas. Namun, dinginnya suhu tersebut tidak mendinginkan semangat para 
anggota AMC untuk mengikuti dialog ilmiah geologi yang disampaikan oleh para 
pakar.

Apalagi ketika disuguhkan data-data hasil ekspedisi tim AMC di Pantai Selatan. 
Ditemukan sejumlah fakta yang cukup mengkhawatirkan. Beberapa daerah di Pantai 
Selatan Jawa Timur sangat rawan tergoncang bencana gempa dan tsunami.

Humas AMC Ir. Agus K. Tirtohardjo BSc. menegaskan, ada tiga kabupaten di Jatim 
yang rawan bencana alam. Yakni, Pacitan, Tulungagung, dan Lumajang. Tiga 
kabupaten tersebut rawan terkena benacana gempabumi dan tsunami. "Di tiga 
kabupaten tersebut terdapat patahan (sesar) yang rawan bergerak kalau terjadi 
gempa" ujar Agus.

Temuan tersebut merupakan salah satu hasil pemetaan (mitigasi) bencana yang 
dilakukan oleh tim AMC Malang beberapa waktu lalu. Tim dari AMC telah melakukan 
penyusuran sepanjang Pantai Selatan. Mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi. 
Setiap kabupaten terdapat satu tim ekspedisi. Penyusuran tersebut untuk 
melakukan pendataan terhadapa kondisi pantai dan daratan di pantai laut selatan 
Jawa TImur tersebut. "Termasuk mendata konsentrasi daerah pemukiman penduduk 
yang dekat dengan pantai," katanya.

Menurutnya, di Pacitan terdapat patahan Grindulu. Patahan ini membelah kota 
Pacitan sampai Ponorogo bagian selatan. Sehingga kalau di pantai Pacitan 
terjadi gempa bumi, maka patahan ini bisa bergerak dan menghancurkan bangunan 
diatas patahan tersebut. "Sedangkan di wilayah kotanya, Pacitan sendiri sangat 
rawan terkena tsunami. sebab kota ini sangat dekat dengan pantai. Apalagi di 
kota tersebut tidak ada pemecah ombaknya," jelasnya.

Berikutnya dalah Kabupaten Tulungagung. Di daerah ini terdapat patahan Brantas, 
yang panjangnya 100 Km lebih. Mulai dari Tulungagung, Kediri, hingga Jombang. 
Patahan tersebut kini menjadi Sungai Brantas. Sama dengan di Pacitan, kalau 
terjadi gempa, maka akan sangat berbahaya.

Kemudian di Kabupaten Lumajang, di daerah tersebtu terdapat patahan Klakah. 
Patahan ini bermula dari Pantai Bambang - Klahakh - Lumajang hingga Sumenep. 
Daerah yang berada di atas patahan tersebut sangat rawan tergoyang gempa. 
Sedangkan untuk bahaya bencana tsunami, daerah yang rawan adalah Pacitan, 
Trenggalek, Tulungagung, Malang Selatan selain Sendang Biru, Lumajang, Jember 
dan Banyuwangi.

"Ya, semuanya rawan, tapi ada yang tidak terlalu rawan, yaitu Kabupaten Blitar. 
Sebab, di Kabupaten tersebut pantainya tidak terlalu banyak. Selain itu tidak 
banyak penduduk yang bermukim di tepi pantai," jelasnya.

Bahkan Agus sudah memperkirakan, tahun depan, Jawa Timur akan terjadi gempa 
itu. Oleh sebab itu, saat ini AMC sedang gencar melakukan sosialisasi untuk 
menghadapi bencana alam. AMC juga merencanakan untuk memberikan materi cara 
menghadapi bencana di sekolah-sekolah agar sewaktu-waktu terjadi bencana 
masyarakat bisa melakukan langkah penyelamatan yang lebih cepat.

Namun, tahap pertama yang akan dilakukan adalah kegiatan tanggap bencana 
bersama para kelompok pecinta alam. Sebab mereka sudah terbiasa melakukan 
ekspedisi di daerah-daerah sulit. "Kami berharap paradigma pecinta alam itu 
harus diubah. Kalau selama ini hanya terkesan kelompok yang suka berjalan-jalan 
ke gunung,maka harus ditambah sebagai kelompok yang bisa membantu kalau ada 
bencana alam," ujarnya.

Sementara itu Hery Hardjono, geolog dari Puslit Geoteknolgi LIPI mengungkapkan 
deformasi (penurunan) kerak bumi di pulau Jawa tidak sama dengan pulau Sumatra. 
Kalau sejarah kegempaan di pulau Sumatra sering dipelajari, tidak demikian 
dengan pulau Jawa, relatif kurang diketahui. "Di Jawa tidak dijumpai sesar 
mendatar sebesar dan sejelas di Sumatra," jelasnya.

Namun ada beberapa sesar yang menunjukkan pergerakan horisontal seperti di 
Cimandiri Jawa Barat, dan sesar Opak di Yogjakarta yang baru-baru ini 
menimbulkan gempa dengan magnitudo Mw=6.2.

Selain itu, kata Hardjono, di selatan Jawa lempeng samudranya berumur lebih tua 
dibanding Sumatra. Lempengan ini ada di kedalaman 600 Km sehingga hal ini 
menyulitkan untuk mendalami lebih jauh pola deformasi yang terjadi di Jawa. (*)

==

Informasi tambahan dari ADB:

- Lebih kurang 150 pecinta alam dari Malang (10 klub) dan Jawa Timur lainnya (5 
klub) ikut hadir dalam acara sarasehan SADAR BENCANA dalam rangka HUT AMC