Re: [iagi-net-l] PP No.2/ 2008

2008-02-21 Terurut Topik Wahyudi Adhiutomo
Salam,

Apa yang P.Ndaru bilang itu banyak benernya. Kami yang berkutat ditambang agak 
risih membaca artikel yang ada di Kompas hari ini (kebetulan saya baca). 
Tambang nggak melulu ngrusak hutan, kami tetap ada usaha untuk memperbaiki 
hasil galian-galian kami yang membuat bumi bopeng-bopeng. Apa JATAM ini ndak 
tahu kalo sudah banyak perusahaan tambang yang memperoleh ISO14001 
(Environment).
Ya...mungkin JATAM hanya bermain di area tambangnya pak Haji (=KP lokal yang 
seenak udel-e dewe) ndak pernah bermain di perusahaan berstatus PKP2B. Iya... 
itulah... :-)

.:WA:.
  wahyudi.adhiutomo[at]borneo-indobara.com
  kirimsuratkeyudi[at]gmail.com

- Original Message - 
From: mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Thursday, February 21, 2008 6:54 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] PP No.2/ 2008


 pak ndaru,
 
 kalo isunya 'hutan', apakah memungkinkan 'mendekati' LSM yg bergerak
 di bidang hutan ini? tentunya mereka punya info yg lebih bisa
 dipercaya. yg saya maksud, CIFOR di mbogor adalah -katanya- LSM
 terbesar yg bergerak di bidang hutan.
 
 kalo jatam alias jaringan advokasi tambang, 'kan mereka memang
 dilahirkan utk mengurusi soal 'tambang' ini, jadi isu hutan tentunya
 hanyalah satu bagian saja (mereka bisa angkat isu lain: penduduk lokal
 sbg korban, dsb).
 
 maaf, nggak bisa membantu banyak.
 
 salam,
 syaiful
 
 2008/2/21 Sukmandaru Prihatmoko [EMAIL PROTECTED]:
 Rekan2,



 Di bawah sana Opini di Kompas hari ini ttg PP No.2/ 2008 yang banyak
 disikapi negative oleh kawan-kawan LSM. Di luar esensi PP No.2/ 2008,
 tulisan di bawah terasa sekali menohok dan menjadikan pertambangan sebagai
 terdakwa utama perusakan/ kerusakan hutan baik hutan lindung maupun hutan
 produksi. ... Dan sudah berulang-ulang kawan2 yg aktif di pertambangan
 (sampai bosan..) menanggapi isu beginian kenapa tidak dilakukan penelitian
 rinci ttg penyebab kerusakan hutan kita ini.??. Sekitar awal 2000-an
 sebenarnyalah ada institusi yg sudah lakukan investigasi ini (lupa
 namanya... ada-kah yg ingat?) dan sector pertambangan hanya-lah menyumbang
 0.1% (cmiiw).



 Dan ...semua yg diulas di tulisan itu ttg pertambangan adalah sisi
 negative-nya saja - tidak pernah (sangat sedikit) diulas bahwa kehidupan
 kita ini berjalan karena ditopang oleh produksi tambang (mobil, rumah,
 computer . lanjutin sendiri please.aku sering kehabisan energi nggedebus
 begini saking berulang-ulangnya). Bahkan pasokan batubara seret karena
 cuaca -pun . terpaksa listrik Jakarta - Banten padam bbrp jam kemarin (lihat
 Kompas hari ini).



 Kayaknya kita memang perlu orang-orang dan semangat militant kayak LSM-LSM
 ini untuk menandingi propaganda negative ttg tambang.



 Salam - Daru

 PS: tidak menganggap bahwa semua kegiatan pertambangan telah dilakukan
 dengan baik...





 Hutan Lindung dan Masyarakat

 Kamis, 21 Februari 2008 | 02:36 WIB

 Siti Maemunah

 Pelaku pertambangan kembali mendapat keistimewaan. Mereka boleh mengubah
 hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang terbuka hanya
 dengan menyewa Rp 300 per meter. Fungsi lindung dan penyangga kehidupan
 kawasan hutan harganya lebih murah dari sepotong pisang goreng.

 Di tengah keprihatinan bencana banjir dan longsor di musim hujan, 4 Februari
 lalu, Presiden SBY mengeluarkan PP No 2 Tahun 2008. PP ini mengatur jenis
 dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan
 hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku
 pada Departemen Kehutanan.

 Seharga pisang goreng

 PP ini memungkinkan perusahaan tambang mengubah kawasan hutan lindung dan
 hutan produksi menjadi kawasan tambang skala besar hanya dengan membayar Rp
 1,8 juta-Rp 3 juta per hektar. Lebih murah lagi untuk tambang minyak dan
 gas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repeater telekomunikasi, stasiun
 pemancar radio, stasiun relai televisi, tenaga listrik, instalasi teknologi
 energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol. Tarif untuk semua itu
 menjadi Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta.

 Itulah harga hutan lindung termurah-kalaupun fungsinya bisa diuangkan-yang
 resmi dikeluarkan negeri ini. Hanya Rp 120-Rp 300 per meter, lebih murah
 dari sepotong pisang goreng. Inilah cara amat buruk menghargai fungsi
 lindung hutan.

 Padahal, banjir dan longsor akibat perusakan sumber daya alam, khususnya
 hutan, telah melahirkan bencana dan kerugian triliunan rupiah. Sepanjang
 2000 hingga 2006, sedikitnya ada 392 bencana banjir dan longsor di pelosok
 negeri. Ada ribuan orang meninggal, sementara ratusan ribu lainnya menjadi
 pengungsi.

 Empati pengurus negeri ini dipertanyakan. Benarkah mereka masih menaruh
 perhatian terhadap nasib anak negeri? Kedatangan pejabat ke daerah-daerah
 korban banjir dan longsor terkesan basa-basi, apalagi saat kebijakan yang
 dikeluarkan ke depan justru akan memperbesar timbulnya korban.

 PP ini keluar di tengah laju kerusakan hutan rata-rata 2,76 juta hektar,
 sepanjang 2005 dan 2006. Kerusakan hutan terbesar

Re: [iagi-net-l] PP No.2/ 2008

2008-02-21 Terurut Topik Agus Budiluhur
Pak Ndaru,

Kebetulan di Bisnis Indonesia hari ini juga ada artikel tentang PP No
2/2008, yang judulnya saya pikir lebih provokatif: PP No 22/2008 hancurkan
hutan RI !!, Meski kalau dilihat isinya tidaklah hanya menohok industri
pertambangan seperti yang ada di koran Kompas, tetapi lebih ke banyak
sektor. Dari sektor pertambangan, termasuk yang disorot tajam oleh seorang
dari salah satu pusat studi ekonomi, yg mengatakan bahwa aturan tersebut
memberi peluang investasi di hutan lindung utk aktifitas pertambangan
(terbuka - horisontal), yang mana nilai kompensasinya tidak seimbang dengan
kerusakan lingkungan di areal hutan tsb.

Nurut-ku, bahwa kita sebagai salah satu pelaku pertambangan bisa memberikan
opini ke publik dan pemerintah (yang tentunya harus kuat-kuatan dengan LSM
anti mining), tentang pertambangan yang bener...yang tepat eksplorasinya,
ada perencanaan tambang, sampai ke operasi/produksi serta reklamasinya
nanti.  Dan mari kita ajak ke jalan yang benar teman2 profesional atau
para pemain tambang yang sudah mulai main2 dengan praktek pertambangan
dengan cara yang penting pokoke cepet dapat hasil setelah diambil trus
pergi!, jadi mrk umumnya ngikutin trend nya orang2 yang semata-mata bisnis
dengan nggak ada pengetahuan profesional tambang sama sekali, tapi mrk dapat
ijin KP dari Bupati. Mungkin seharusnya tugasnya institusi pemerintah untuk
memberi pembelajaran publik, dan bertindak sebagai polisi (yg capable) untuk
ngatur dan ngawasi permainan tambang di lapangan, yg tentunya diperlukan
koordinasi antar polisi (antar department, antara pemerintah daerah dan
pusat). Dan kita sebagai praktisi dan profesional, yang bisa kita lakukan
pokoke ngomong wae terus (bisa jadi saking berbusanya..terus jadi
nggedebus!) bisa jadi didengarkan..bisa jadi seperti biasa gone with the
wind!.

Terus apa yang sudah terjadi: Mosok perusahaan tambang yang mau bener kok
disulit-sulitin kerja, sementara orang yang nggak bener malah di-ijinin dan
aktifitas serta hasilnya nggak ke-kontrol lagi...(nah inilah yang harusnya
LSM seperti Jatam dan Walhi sorotin, bukannya malah asal perusahaan yang
kelihatan besar dan bisa memberikan gaung yang mereka teriakin..!)

Salam,

-abl-


2008/2/21 mohammad syaiful [EMAIL PROTECTED]

 pak ndaru,
 alah
 kalo isunya 'hutan', apakah memungkinkan 'mendekati' LSM yg bergerak
 di bidang hutan ini? tentunya mereka punya info yg lebih bisa
 dipercaya. yg saya maksud, CIFOR di mbogor adalah -katanya- LSM
 terbesar yg bergerak di bidang hutan.

 kalo jatam alias jaringan advokasi tambang, 'kan mereka memang
 dilahirkan utk mengurusi soal 'tambang' ini, jadi isu hutan tentunya
 hanyalah satu bagian saja (mereka bisa angkat isu lain: penduduk lokal
 sbg korban, dsb).

 maaf, nggak bisa membantu banyak.

 salam,
 syaiful

 2008/2/21 Sukmandaru Prihatmoko [EMAIL PROTECTED]:
  Rekan2,
 
 
 
  Di bawah sana Opini di Kompas hari ini ttg PP No.2/ 2008 yang banyak
  disikapi negative oleh kawan-kawan LSM. Di luar esensi PP No.2/ 2008,
  tulisan di bawah terasa sekali menohok dan menjadikan pertambangan
 sebagai
  terdakwa utama perusakan/ kerusakan hutan baik hutan lindung maupun
 hutan
  produksi. ... Dan sudah berulang-ulang kawan2 yg aktif di pertambangan
  (sampai bosan..) menanggapi isu beginian kenapa tidak dilakukan
 penelitian
  rinci ttg penyebab kerusakan hutan kita ini.??. Sekitar awal 2000-an
  sebenarnyalah ada institusi yg sudah lakukan investigasi ini (lupa
  namanya... ada-kah yg ingat?) dan sector pertambangan hanya-lah
 menyumbang
  0.1% (cmiiw).
 
 
 
  Dan ...semua yg diulas di tulisan itu ttg pertambangan adalah sisi
  negative-nya saja - tidak pernah (sangat sedikit) diulas bahwa kehidupan
  kita ini berjalan karena ditopang oleh produksi tambang (mobil, rumah,
  computer . lanjutin sendiri please.aku sering kehabisan energi
 nggedebus
  begini saking berulang-ulangnya). Bahkan pasokan batubara seret karena
  cuaca -pun . terpaksa listrik Jakarta - Banten padam bbrp jam kemarin
 (lihat
  Kompas hari ini).
 
 
 
  Kayaknya kita memang perlu orang-orang dan semangat militant kayak
 LSM-LSM
  ini untuk menandingi propaganda negative ttg tambang.
 
 
 
  Salam - Daru
 
  PS: tidak menganggap bahwa semua kegiatan pertambangan telah dilakukan
  dengan baik...
 
 
 
 
 
  Hutan Lindung dan Masyarakat
 
  Kamis, 21 Februari 2008 | 02:36 WIB
 
  Siti Maemunah
 
  Pelaku pertambangan kembali mendapat keistimewaan. Mereka boleh mengubah
  hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang terbuka hanya
  dengan menyewa Rp 300 per meter. Fungsi lindung dan penyangga kehidupan
  kawasan hutan harganya lebih murah dari sepotong pisang goreng.
 
  Di tengah keprihatinan bencana banjir dan longsor di musim hujan, 4
 Februari
  lalu, Presiden SBY mengeluarkan PP No 2 Tahun 2008. PP ini mengatur
 jenis
  dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan
 kawasan
  hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang
 berlaku
  pada Departemen Kehutanan.
 
  

Re: [iagi-net-l] PP No.2/ 2008

2008-02-21 Terurut Topik Slamet Riyadi
Rekan,
Menilik kalimat*:Kayaknya kita memang perlu orang-orang dan semangat
militant kayak LSM-LSM
ini untuk menandingi propaganda negative ttg tambang.
*
Hal tersebut tentunya sudah dilakukan oleh perusahaan-preusahaan secara
mandiri, artinya mereka menghadapi secara defensive dan presentasi dikala
mereka menghadapi LSM yang pro environment; seperti yang dilakukan oleh:
arutmin, adaro, berau, kem, freeport, dll.

Kebanyakan dari perusahaan yang bisa menghalau (walau sementara) adalah
mereka yang mempunyai data kompilasi dari sejak 'rona awal' sampai pada
kegiatan terakhir di kawasan hutan (eksplorasi/pasca tambang).

Sekarang masalahnya bagaimana caranya menghimpun 'militant-militant' dari
berbagai perusahaan untuk dijadikan suatu komunitas tertentu untuk
merumuskan dan 'menandingi' propaganda negative ttg tambang serta melakukan
penelitian rinci bersama tentang penyebab kerusakan hutan (ya . . . minimal
kita memastikan data statistik dampak dunia pertambangan dengan kerusakan
secara global di tanah air) - kalau hasilnya memang dunia pertambangan
penyumbang terbesar kerusakan hutan, marilah kita berpikir?!

Bagi 'militant' dari perusahaan pertambangan yang tidak mengikuti ketentuan
pertambangan dan lingkungan, supaya tidak ikut dalam komunitas yang
dimaksud?. (*PS: tidak menganggap bahwa semua kegiatan pertambangan telah
dilakukan
dengan baik...)*

Salam,
Slamet Riyadi





On 2/21/08, Sukmandaru Prihatmoko [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Rekan2,



 Di bawah sana Opini di Kompas hari ini ttg PP No.2/ 2008 yang banyak
 disikapi negative oleh kawan-kawan LSM. Di luar esensi PP No.2/ 2008,
 tulisan di bawah terasa sekali menohok dan menjadikan pertambangan
 sebagai
 terdakwa utama perusakan/ kerusakan hutan baik hutan lindung maupun hutan
 produksi. ... Dan sudah berulang-ulang kawan2 yg aktif di pertambangan
 (sampai bosan..) menanggapi isu beginian kenapa tidak dilakukan
 penelitian
 rinci ttg penyebab kerusakan hutan kita ini.??. Sekitar awal 2000-an
 sebenarnyalah ada institusi yg sudah lakukan investigasi ini (lupa
 namanya... ada-kah yg ingat?) dan sector pertambangan hanya-lah menyumbang
 0.1% (cmiiw).



 Dan ...semua yg diulas di tulisan itu ttg pertambangan adalah sisi
 negative-nya saja - tidak pernah (sangat sedikit) diulas bahwa kehidupan
 kita ini berjalan karena ditopang oleh produksi tambang (mobil, rumah,
 computer . lanjutin sendiri please.aku sering kehabisan energi nggedebus
 begini saking berulang-ulangnya). Bahkan pasokan batubara seret karena
 cuaca -pun . terpaksa listrik Jakarta - Banten padam bbrp jam kemarin
 (lihat
 Kompas hari ini).



 Kayaknya kita memang perlu orang-orang dan semangat militant kayak LSM-LSM
 ini untuk menandingi propaganda negative ttg tambang.



 Salam - Daru

 PS: tidak menganggap bahwa semua kegiatan pertambangan telah dilakukan
 dengan baik...





 Hutan Lindung dan Masyarakat

 Kamis, 21 Februari 2008 | 02:36 WIB

 Siti Maemunah

 Pelaku pertambangan kembali mendapat keistimewaan. Mereka boleh mengubah
 hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang terbuka hanya
 dengan menyewa Rp 300 per meter. Fungsi lindung dan penyangga kehidupan
 kawasan hutan harganya lebih murah dari sepotong pisang goreng.

 Di tengah keprihatinan bencana banjir dan longsor di musim hujan, 4
 Februari
 lalu, Presiden SBY mengeluarkan PP No 2 Tahun 2008. PP ini mengatur jenis
 dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan
 kawasan
 hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang
 berlaku
 pada Departemen Kehutanan.

 Seharga pisang goreng

 PP ini memungkinkan perusahaan tambang mengubah kawasan hutan lindung dan
 hutan produksi menjadi kawasan tambang skala besar hanya dengan membayar
 Rp
 1,8 juta-Rp 3 juta per hektar. Lebih murah lagi untuk tambang minyak dan
 gas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repeater telekomunikasi, stasiun
 pemancar radio, stasiun relai televisi, tenaga listrik, instalasi
 teknologi
 energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol. Tarif untuk semua itu
 menjadi Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta.

 Itulah harga hutan lindung termurah-kalaupun fungsinya bisa diuangkan-yang
 resmi dikeluarkan negeri ini. Hanya Rp 120-Rp 300 per meter, lebih murah
 dari sepotong pisang goreng. Inilah cara amat buruk menghargai fungsi
 lindung hutan.

 Padahal, banjir dan longsor akibat perusakan sumber daya alam, khususnya
 hutan, telah melahirkan bencana dan kerugian triliunan rupiah. Sepanjang
 2000 hingga 2006, sedikitnya ada 392 bencana banjir dan longsor di pelosok
 negeri. Ada ribuan orang meninggal, sementara ratusan ribu lainnya menjadi
 pengungsi.

 Empati pengurus negeri ini dipertanyakan. Benarkah mereka masih menaruh
 perhatian terhadap nasib anak negeri? Kedatangan pejabat ke daerah-daerah
 korban banjir dan longsor terkesan basa-basi, apalagi saat kebijakan yang
 dikeluarkan ke depan justru akan memperbesar timbulnya korban.

 PP ini keluar di tengah laju kerusakan hutan rata-rata 2,76 juta hektar,
 

[iagi-net-l] PP No.2/ 2008

2008-02-20 Terurut Topik Sukmandaru Prihatmoko
Rekan2,

 

Di bawah sana Opini di Kompas hari ini ttg PP No.2/ 2008 yang banyak
disikapi negative oleh kawan-kawan LSM. Di luar esensi PP No.2/ 2008,
tulisan di bawah terasa sekali menohok dan menjadikan pertambangan sebagai
terdakwa utama perusakan/ kerusakan hutan baik hutan lindung maupun hutan
produksi. ... Dan sudah berulang-ulang kawan2 yg aktif di pertambangan
(sampai bosan..) menanggapi isu beginian kenapa tidak dilakukan penelitian
rinci ttg penyebab kerusakan hutan kita ini.??. Sekitar awal 2000-an
sebenarnyalah ada institusi yg sudah lakukan investigasi ini (lupa
namanya... ada-kah yg ingat?) dan sector pertambangan hanya-lah menyumbang
0.1% (cmiiw).

 

Dan ...semua yg diulas di tulisan itu ttg pertambangan adalah sisi
negative-nya saja - tidak pernah (sangat sedikit) diulas bahwa kehidupan
kita ini berjalan karena ditopang oleh produksi tambang (mobil, rumah,
computer . lanjutin sendiri please.aku sering kehabisan energi nggedebus
begini saking berulang-ulangnya). Bahkan pasokan batubara seret karena
cuaca -pun . terpaksa listrik Jakarta - Banten padam bbrp jam kemarin (lihat
Kompas hari ini). 

 

Kayaknya kita memang perlu orang-orang dan semangat militant kayak LSM-LSM
ini untuk menandingi propaganda negative ttg tambang. 

 

Salam - Daru

PS: tidak menganggap bahwa semua kegiatan pertambangan telah dilakukan
dengan baik...

 

 

Hutan Lindung dan Masyarakat

Kamis, 21 Februari 2008 | 02:36 WIB 

Siti Maemunah

Pelaku pertambangan kembali mendapat keistimewaan. Mereka boleh mengubah
hutan lindung dan hutan produksi menjadi kawasan tambang terbuka hanya
dengan menyewa Rp 300 per meter. Fungsi lindung dan penyangga kehidupan
kawasan hutan harganya lebih murah dari sepotong pisang goreng.

Di tengah keprihatinan bencana banjir dan longsor di musim hujan, 4 Februari
lalu, Presiden SBY mengeluarkan PP No 2 Tahun 2008. PP ini mengatur jenis
dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari penggunaan kawasan
hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku
pada Departemen Kehutanan.

Seharga pisang goreng

PP ini memungkinkan perusahaan tambang mengubah kawasan hutan lindung dan
hutan produksi menjadi kawasan tambang skala besar hanya dengan membayar Rp
1,8 juta-Rp 3 juta per hektar. Lebih murah lagi untuk tambang minyak dan
gas, panas bumi, jaringan telekomunikasi, repeater telekomunikasi, stasiun
pemancar radio, stasiun relai televisi, tenaga listrik, instalasi teknologi
energi terbarukan, instalasi air, dan jalan tol. Tarif untuk semua itu
menjadi Rp 1,2 juta hingga Rp 1,5 juta.

Itulah harga hutan lindung termurah-kalaupun fungsinya bisa diuangkan-yang
resmi dikeluarkan negeri ini. Hanya Rp 120-Rp 300 per meter, lebih murah
dari sepotong pisang goreng. Inilah cara amat buruk menghargai fungsi
lindung hutan.

Padahal, banjir dan longsor akibat perusakan sumber daya alam, khususnya
hutan, telah melahirkan bencana dan kerugian triliunan rupiah. Sepanjang
2000 hingga 2006, sedikitnya ada 392 bencana banjir dan longsor di pelosok
negeri. Ada ribuan orang meninggal, sementara ratusan ribu lainnya menjadi
pengungsi.

Empati pengurus negeri ini dipertanyakan. Benarkah mereka masih menaruh
perhatian terhadap nasib anak negeri? Kedatangan pejabat ke daerah-daerah
korban banjir dan longsor terkesan basa-basi, apalagi saat kebijakan yang
dikeluarkan ke depan justru akan memperbesar timbulnya korban.

PP ini keluar di tengah laju kerusakan hutan rata-rata 2,76 juta hektar,
sepanjang 2005 dan 2006. Kerusakan hutan terbesar terjadi di Pulau
Kalimantan dan Sumatera. Dua pulau ini memiliki konsesi tambang yang jumlah
dan luasnya amat besar. Di Kalimantan Selatan saja, sedikitnya ada 400
perizinan tambang batu bara, sebagian besar keluar pascareformasi.

Banyak peraturan dikeluarkan pemerintah bukannya membuat keselamatan dan
produktivitas rakyat terjamin, tetapi justru sebaliknya. Peneliti Cifor
menyebutkan, selama tujuh tahun terakhir telah disahkan 500 lebih peraturan
Menteri Kehutanan untuk mengurus hutan Indonesia. Dalam jangka yang sama,
luas hutan menyusut 11,2 juta hektar.

Yang paling bersorak tentu pelaku pertambangan. Sejak delapan tahun lalu,
berbagai perusahaan tambang asing melakukan lobby hingga ancaman membawa
Indonesia ke arbitrase internasional. Kontrak karya mereka terganjal status
hutan lindung.

Akhirnya, UU Kehutanan Tahun 1999, yang melarang tambang terbuka di hutan
lindung, berhasil diamandemen dua tahun lalu. Ada 13 perusahaan yang
mendapat pengecualian meneruskan tambangnya di hutan lindung. Sebagian besar
adalah perusahaan tambang asing raksasa, sekelas Freeport dari AS, Rio Tinto
dari Inggris, Inco dari Kanada, dan Newcrest dari Australia.

Sejak itu, jika mau membuka tambang di hutan lindung, mereka harus mencari
hutan kompensasi. Tetapi, itu tak cukup. Mereka mengeluhkan lahan kompensasi
sulit didapat. Mereka mau cara lebih mudah dan murah, dan dijawab pemerintah
dengan munculnya PP ini.

Daya rusak tambang

Berlawanan dengan kemanjaan yang