Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan

2009-11-01 Terurut Topik yanto R.Sumantri



 Awang 

Hanya ada satu kata dar i saya
setuju
Saya kapan kapan ingin dongen mengenai pengaruh
bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia .
Menurut Anda apakah itu
positipataunegatip.
Juga pertanyaan apakah
mengembangkan bahasa daerah plus kebudayaan daerah akan dapat
mengganggu rasa kesatuan berbangsa  ???

Si Abah

__

 Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa
Indonesia
 untuk istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan
sia-sia. Sia-sia sebab
 kebanyakan orang tidak mau
menggunakannya, bahkan ada yang yang
 melecehkannya atau
menjadikannya lelucon
 
 Tetapi untuk seseorang seperti
Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman
 Johannes (Alm.), Pak
Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari
 padanan bahasa
Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya

masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang
 waktu. Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak
lama
 dan menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya.
 
 Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan
ketertarikannya pada
 peristilahan sejak masih duduk di Sekolah
Pertambangan dan Geologi Tinggi
 di Magelang (tahun 1946). Dengan
mencari padanan istilah bahasa Indonesia
 untuk istilah-istilah
geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu,
 Pak Mulyono
menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya
 dalam
peristilahan.
 
 Tentang hal di atas, ungkapan Pak
Mulyono tertuang dalam buku tulisan
 Adjat Sakri (1988),
Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah

buku yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas
 istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu
kami, pengajar
 dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai
meng-Indonesia-kan istilah
 geologi. Seakan-akan tindakan itu
adalah bagian dari perjuangan kita
 menentang penjajahan
Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988).
 
 Sedikit
banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an

istilah-istilan asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof.
 Herman Johannes sebab dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak
Mulyono
 mengenal Herman Johannes dalam perkuliahan yang
diikutinya di Sekolah
 Tinggi Teknik di Bandung.
 
 Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang
keilmuan
 lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua
istilah-istilah itu
 ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun
1950-an, Pak Mulyono telah mengambil
 bagian dalam perdebatan
itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan
 perguruan tinggi,
maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan
 kawan-kawannya
penggagas istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata

dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang
buruk
 dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru.


 Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari
separuh
 usia hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an
istilah-istilah asing
 geologi,sehingga barangkali dapat dipahami
mengapa Pak Mulyono
 kadang-kadang terasa berlebihan (baca :
ekstrem) dalam mencari padanan
 istilah-istilah asing. Bila
ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia,
 apakah itu berasal
dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau
 bahasa
serumpun, itulah yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada

sekadar menyerapnya langsung (setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa
 aslinya. Maka untuk porosity dan permeability, terdapat padanan
kesarangan
 dan kelulusan, daripada porositas dan permeabilitas;
atau penunjaman untuk
 subduction, daripada subduksi. Begitu juga
untuk melange, Pak Mulyono
 lebih memilih batuan bancuh (bahasa
Melayu di Malaysia) daripada memilih
 melange atau melangs atau
melans sebab bahasa Melayu di Malaysia serumpun
 dengan bahasa
Indonesia, sementara bahasa
  Prancis (melange) tidak serumpun
dengan bahasa Indonesia.
 
 Memang, peristilahan yang
ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada
 beberapa
istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan

kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak
Koesoemadinata.
 Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam
bahasa aslinya (bahasa
 Inggris) ada tuff ada juga tufa, dan tuff
berbeda sekali dengan tufa.
 Sebaiknya tuff diterjemahkan sebaga
TUF dan tufa diterjemahkan sebagai
 TUFA. Pak Mulyono juga tetap
menggunakan CONTO untuk example dan PERCONTO
 untuk sample,
padahal kedua istilah itu tidak baku, yang baku adalah
 CONTOH
dan PERCONTOH (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2007).
 Pak Mulyono menyadari bahwa kamus istilahnya belum sempurna dan
tetap
 menantikan tegur sapa dari para penggunanya, hal itu
dinyatakannya dalam
 kata pengantar kamusnya baik edisi pertama
(Direktorat Geologi, 1964)
 maupun edisi-edisi selanjutnya (ITB,
1975, 1980) atau Grasindo (1992).
 
 Menutup uraian ini,
saya ingin mengutip dua buku yang yang menghadirkan
 dua hal yang
berbeda tentang istilah-istilah dalam bahasa Indonesia.
 
 Apa akan bisa ditulis dalam bahasa Melayu ? Bahasa miskin
seperti 

[iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan

2009-10-31 Terurut Topik Awang Satyana
Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan 
orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau 
menjadikannya lelucon

Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman 
Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari padanan 
bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya 
masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. 
Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan 
menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya.  

Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada peristilahan 
sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di Magelang (tahun 
1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk istilah-istilah 
geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak Mulyono menemukan 
sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam peristilahan. 

Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat 
Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku yang 
memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas istilah-istilah 
keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar dan yang diajar, 
ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. Seakan-akan 
tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang penjajahan Belanda 
(hal. 159 dalam Sakri, 1988).

Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan 
asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab 
dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes 
dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.

Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan lainnya 
yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu ditemukan dan 
dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil bagian dalam 
perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan tinggi, maupun 
dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas istilah pernah 
mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik 
bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru.

Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia 
hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing 
geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang 
terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah asing. 
Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal dari 
bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah yang akan 
digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung (setelah 
di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan permeability, 
terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas dan 
permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. Begitu juga 
untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa Melayu di 
Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab bahasa Melayu 
di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa
 Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia.

Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada 
beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan 
kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. Tuff 
diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris) ada 
tuff ada juga tufa, dan tuff berbeda sekali dengan tufa. Sebaiknya tuff 
diterjemahkan sebaga TUF dan tufa diterjemahkan sebagai TUFA. Pak Mulyono juga 
tetap menggunakan CONTO untuk example dan PERCONTO untuk sample, padahal kedua 
istilah itu tidak baku, yang baku adalah CONTOH dan PERCONTOH (Kamus Besar 
Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2007). Pak Mulyono menyadari bahwa kamus 
istilahnya belum sempurna dan tetap menantikan tegur sapa dari para 
penggunanya, hal itu dinyatakannya dalam kata pengantar kamusnya baik edisi 
pertama (Direktorat Geologi, 1964) maupun edisi-edisi selanjutnya (ITB, 1975, 
1980) atau Grasindo (1992).

Menutup uraian ini, saya ingin mengutip dua buku yang yang menghadirkan dua hal 
yang berbeda tentang istilah-istilah dalam bahasa Indonesia.

Apa akan bisa ditulis dalam bahasa Melayu ? Bahasa miskin seperti itu ? 
Belang-bonteng dengan kata-kata semua bangsa di seluruh dunia ? Hanya untuk 
menyatakan kalimat sederhana bahwa diri bukan hewan ? (Pramoedya Ananta Toer - 
Anak Semua Bangsa, hal. 102, Jakarta, 1980).

Begitu banyak suku bangsa, begitu banyak pula bahasa atau idiom. Di antara 
dunia-dunia yang terpisah-pisah itu, tentu diperlukan satu bahasa bersama, 
sebuah 'lingua franca' : itulah peran yang 

Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan

2009-10-31 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata
Soal istilah penunjaman sebagai terjemahan istilah subduksi adalah kurang 
tepat, karena istilah penunjaman, menunjam pernah digunakan sebelumnya 
sebagai terjemahan dari plunge, plunging anticline = antiklin yang menunjam, 
sekarang dipakai terjemah subduction, maka plunging diterjemahkan menjadi 
apa?
Subduction kalau harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia  lebih tepat 
diterjemahan penekukan ke bawah. sebab lempeng itu ditekuk ke bawah lempeng 
lain bukan sekadar menunjam (plunging) yang biasanya berlaku untuk sesuatu 
yang linear seperti sumbu antiklin. Kalau terjemahan harfiahnya sub berarti 
bawah, duct adalah mengalir, seperti viaduct (jalan aliran). Kita bisa ramai 
berkutat disini. Makanya subduksi saja

RPK
--- Original Message - 
From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI 
fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS 
eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com

Sent: Saturday, October 31, 2009 5:48 PM
Subject: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah 
Keilmuan



Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan 
orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau 
menjadikannya lelucon


Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman 
Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari 
padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya 
masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. 
Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan 
menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya.


Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada 
peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di 
Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak 
Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam 
peristilahan.


Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat 
Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku 
yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas 
istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar 
dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. 
Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang 
penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988).


Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan 
asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab 
dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes 
dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.


Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan 
lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu 
ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil 
bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan 
tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas 
istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 
1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan 
menawarkan istilah-istilah baru.


Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia 
hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing 
geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang 
terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah 
asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal 
dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah 
yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung 
(setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan 
permeability, terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas 
dan permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. 
Begitu juga untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa 
Melayu di Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab 
bahasa Melayu di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa

Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia.

Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada 
beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan 
kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. 
Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa 
Inggris) ada tuff ada juga tufa, dan tuff berbeda sekali dengan tufa. 
Sebaiknya tuff diterjemahkan sebaga TUF dan tufa diterjemahkan sebagai TUFA. 
Pak Mulyono juga tetap menggunakan

Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan

2009-10-31 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata
Mengenai Subduction kalau harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia 
lebih tepat

diterjemahan penekukan ke bawah. sebab lempeng itu ditekuk ke bawah lempeng
lain bukan sekadar menunjam (plunging) yang biasanya berlaku untuk sesuatu
yang linear seperti sumbu antiklin. Kalau terjemahan harfiahnya sub berarti
bawah, duct adalah saluran untuk mengalir, seperti viaduct (saluran jalan), 
aquaduct (saluran air), atau ducted fan untuk mesin jet tertentu. Nah 
disinilah kita bisa berdebat panjang lebar tanpa berkesudahan, terutama 
untuk mereka yang senang bahasa seperti saya sendiri senang bahasa, namun 
kita  bisa berkutat disitu saja dan masalah tektoniknya jadi terabaikan. 
Makanya subduksi saja.
Kalau istilah melange tidak diterjemahkan ke melang atau melans, saya bisa 
mengerti karena bisa diartikan jenis kopi tertentu,  kopi melange. Tapi 
bancuh atau campuraduk itu bisa juga untuk kopi atau komoditas campuran 
lainnya. Kata melange dari bahasa Perancis memang berarti campuran atau 
campuraduk. Tetapi istilah melange dengan  ditulis miring (italic) sudah 
menjadi istilah geologi dalam bahasa manapun (terutama dalam bahasa 
Inggris), seperti istilah lahar dari bahasa Jawa juga telah menjadi istilah 
geologi dalam bahasa manapun (terutama dalam bahasa Inggris). Mengapa kita 
tidak mau menghargai istilah geologi dari bahasa Perancis yang digunakan di 
semua bahasa (melange), walaupun bahasa lain menghargai  istilah geologi 
yang berasal dari bahasa Indonesia/Jawa(lahar)?
Soal bahasa ini kita bisa berdebat tanpa habis2nyam dan itu yang telah 
lakukan dengan Mas Moelyono puluhan tahun dengan berkesimpulan kita sepakat 
untuk tidak berpendapat.

RPK

- Original Message - 
From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI 
fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS 
eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com

Sent: Saturday, October 31, 2009 5:48 PM
Subject: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah 
Keilmuan



Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan 
orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau 
menjadikannya lelucon


Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman 
Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari 
padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya 
masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. 
Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan 
menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya.


Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada 
peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di 
Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak 
Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam 
peristilahan.


Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat 
Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku 
yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas 
istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar 
dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. 
Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang 
penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988).


Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan 
asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab 
dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes 
dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.


Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan 
lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu 
ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil 
bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan 
tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas 
istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 
1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan 
menawarkan istilah-istilah baru.


Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia 
hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing 
geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang 
terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah 
asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal 
dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah 
yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung 
(setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya

Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan

2009-10-31 Terurut Topik R.P.Koesoemadinata
Saya kira sebagai hasil diskusi ini, karena sudah ada ketetapan penggunaan 
Bahasa Indonesia dalam bidang, maka saya usulkan  supaya IAGI membentuk 
Komisi Istilah Geologi Indonesia yang terdiri dari beberapa pakar spesialist 
selain pakar Bahasa.
Saya kira konsep2 baru dan istilah2 baru dalam bahasa geologi terus menerus 
bermunculan sejalan dengan perkembangan ilmu dengan pengertian konotasi yang 
khusus, serta banyak konsep dan istilah lama sudah jadi obsolet. Saya kira 
sebaiknya pembuatan istilah baru itu tidak diserahkan pada suatu instansi 
atau perorangan dengan keanehan2-nya (tentu bagi bersangkutan tidak 
merasakan aneh, dengan segala hormat saya),  karena penggunaannya melibatkan 
berbagai instansi, industri dan akademik, untuk menghindarkan kesalah 
tafsiran atau sesuai dengan kelaziman yang berada di berbagai bidang 
pengguna.

Ini pekerjaan tambahan bagi Pengurus IAGI
Wassalam
RPK
- Original Message - 
From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com

To: iagi-net@iagi.or.id
Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI 
fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS 
eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com

Sent: Saturday, October 31, 2009 5:48 PM
Subject: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah 
Keilmuan



Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan 
orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau 
menjadikannya lelucon


Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman 
Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari 
padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya 
masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. 
Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan 
menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya.


Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada 
peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di 
Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk 
istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak 
Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam 
peristilahan.


Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat 
Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku 
yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas 
istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar 
dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. 
Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang 
penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988).


Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan 
asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab 
dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes 
dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung.


Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan 
lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu 
ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil 
bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan 
tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas 
istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 
1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan 
menawarkan istilah-istilah baru.


Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia 
hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing 
geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang 
terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah 
asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal 
dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah 
yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung 
(setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan 
permeability, terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas 
dan permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. 
Begitu juga untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa 
Melayu di Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab 
bahasa Melayu di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa

Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia.

Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada 
beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan 
kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. 
Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa 
Inggris