Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan
Awang Hanya ada satu kata dar i saya setuju Saya kapan kapan ingin dongen mengenai pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia . Menurut Anda apakah itu positipataunegatip. Juga pertanyaan apakah mengembangkan bahasa daerah plus kebudayaan daerah akan dapat mengganggu rasa kesatuan berbangsa ??? Si Abah __ Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau menjadikannya lelucon Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya. Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam peristilahan. Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988). Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru. Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung (setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan permeability, terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas dan permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. Begitu juga untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa Melayu di Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab bahasa Melayu di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia. Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris) ada tuff ada juga tufa, dan tuff berbeda sekali dengan tufa. Sebaiknya tuff diterjemahkan sebaga TUF dan tufa diterjemahkan sebagai TUFA. Pak Mulyono juga tetap menggunakan CONTO untuk example dan PERCONTO untuk sample, padahal kedua istilah itu tidak baku, yang baku adalah CONTOH dan PERCONTOH (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2007). Pak Mulyono menyadari bahwa kamus istilahnya belum sempurna dan tetap menantikan tegur sapa dari para penggunanya, hal itu dinyatakannya dalam kata pengantar kamusnya baik edisi pertama (Direktorat Geologi, 1964) maupun edisi-edisi selanjutnya (ITB, 1975, 1980) atau Grasindo (1992). Menutup uraian ini, saya ingin mengutip dua buku yang yang menghadirkan dua hal yang berbeda tentang istilah-istilah dalam bahasa Indonesia. Apa akan bisa ditulis dalam bahasa Melayu ? Bahasa miskin seperti
[iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan
Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau menjadikannya lelucon Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya. Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam peristilahan. Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988). Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru. Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung (setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan permeability, terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas dan permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. Begitu juga untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa Melayu di Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab bahasa Melayu di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia. Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris) ada tuff ada juga tufa, dan tuff berbeda sekali dengan tufa. Sebaiknya tuff diterjemahkan sebaga TUF dan tufa diterjemahkan sebagai TUFA. Pak Mulyono juga tetap menggunakan CONTO untuk example dan PERCONTO untuk sample, padahal kedua istilah itu tidak baku, yang baku adalah CONTOH dan PERCONTOH (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2007). Pak Mulyono menyadari bahwa kamus istilahnya belum sempurna dan tetap menantikan tegur sapa dari para penggunanya, hal itu dinyatakannya dalam kata pengantar kamusnya baik edisi pertama (Direktorat Geologi, 1964) maupun edisi-edisi selanjutnya (ITB, 1975, 1980) atau Grasindo (1992). Menutup uraian ini, saya ingin mengutip dua buku yang yang menghadirkan dua hal yang berbeda tentang istilah-istilah dalam bahasa Indonesia. Apa akan bisa ditulis dalam bahasa Melayu ? Bahasa miskin seperti itu ? Belang-bonteng dengan kata-kata semua bangsa di seluruh dunia ? Hanya untuk menyatakan kalimat sederhana bahwa diri bukan hewan ? (Pramoedya Ananta Toer - Anak Semua Bangsa, hal. 102, Jakarta, 1980). Begitu banyak suku bangsa, begitu banyak pula bahasa atau idiom. Di antara dunia-dunia yang terpisah-pisah itu, tentu diperlukan satu bahasa bersama, sebuah 'lingua franca' : itulah peran yang
Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan
Soal istilah penunjaman sebagai terjemahan istilah subduksi adalah kurang tepat, karena istilah penunjaman, menunjam pernah digunakan sebelumnya sebagai terjemahan dari plunge, plunging anticline = antiklin yang menunjam, sekarang dipakai terjemah subduction, maka plunging diterjemahkan menjadi apa? Subduction kalau harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia lebih tepat diterjemahan penekukan ke bawah. sebab lempeng itu ditekuk ke bawah lempeng lain bukan sekadar menunjam (plunging) yang biasanya berlaku untuk sesuatu yang linear seperti sumbu antiklin. Kalau terjemahan harfiahnya sub berarti bawah, duct adalah mengalir, seperti viaduct (jalan aliran). Kita bisa ramai berkutat disini. Makanya subduksi saja RPK --- Original Message - From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Sent: Saturday, October 31, 2009 5:48 PM Subject: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau menjadikannya lelucon Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya. Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam peristilahan. Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988). Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru. Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung (setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan permeability, terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas dan permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. Begitu juga untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa Melayu di Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab bahasa Melayu di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia. Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris) ada tuff ada juga tufa, dan tuff berbeda sekali dengan tufa. Sebaiknya tuff diterjemahkan sebaga TUF dan tufa diterjemahkan sebagai TUFA. Pak Mulyono juga tetap menggunakan
Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan
Mengenai Subduction kalau harus diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia lebih tepat diterjemahan penekukan ke bawah. sebab lempeng itu ditekuk ke bawah lempeng lain bukan sekadar menunjam (plunging) yang biasanya berlaku untuk sesuatu yang linear seperti sumbu antiklin. Kalau terjemahan harfiahnya sub berarti bawah, duct adalah saluran untuk mengalir, seperti viaduct (saluran jalan), aquaduct (saluran air), atau ducted fan untuk mesin jet tertentu. Nah disinilah kita bisa berdebat panjang lebar tanpa berkesudahan, terutama untuk mereka yang senang bahasa seperti saya sendiri senang bahasa, namun kita bisa berkutat disitu saja dan masalah tektoniknya jadi terabaikan. Makanya subduksi saja. Kalau istilah melange tidak diterjemahkan ke melang atau melans, saya bisa mengerti karena bisa diartikan jenis kopi tertentu, kopi melange. Tapi bancuh atau campuraduk itu bisa juga untuk kopi atau komoditas campuran lainnya. Kata melange dari bahasa Perancis memang berarti campuran atau campuraduk. Tetapi istilah melange dengan ditulis miring (italic) sudah menjadi istilah geologi dalam bahasa manapun (terutama dalam bahasa Inggris), seperti istilah lahar dari bahasa Jawa juga telah menjadi istilah geologi dalam bahasa manapun (terutama dalam bahasa Inggris). Mengapa kita tidak mau menghargai istilah geologi dari bahasa Perancis yang digunakan di semua bahasa (melange), walaupun bahasa lain menghargai istilah geologi yang berasal dari bahasa Indonesia/Jawa(lahar)? Soal bahasa ini kita bisa berdebat tanpa habis2nyam dan itu yang telah lakukan dengan Mas Moelyono puluhan tahun dengan berkesimpulan kita sepakat untuk tidak berpendapat. RPK - Original Message - From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Sent: Saturday, October 31, 2009 5:48 PM Subject: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau menjadikannya lelucon Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya. Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam peristilahan. Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988). Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru. Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung (setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya
Re: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan
Saya kira sebagai hasil diskusi ini, karena sudah ada ketetapan penggunaan Bahasa Indonesia dalam bidang, maka saya usulkan supaya IAGI membentuk Komisi Istilah Geologi Indonesia yang terdiri dari beberapa pakar spesialist selain pakar Bahasa. Saya kira konsep2 baru dan istilah2 baru dalam bahasa geologi terus menerus bermunculan sejalan dengan perkembangan ilmu dengan pengertian konotasi yang khusus, serta banyak konsep dan istilah lama sudah jadi obsolet. Saya kira sebaiknya pembuatan istilah baru itu tidak diserahkan pada suatu instansi atau perorangan dengan keanehan2-nya (tentu bagi bersangkutan tidak merasakan aneh, dengan segala hormat saya), karena penggunaannya melibatkan berbagai instansi, industri dan akademik, untuk menghindarkan kesalah tafsiran atau sesuai dengan kelaziman yang berada di berbagai bidang pengguna. Ini pekerjaan tambahan bagi Pengurus IAGI Wassalam RPK - Original Message - From: Awang Satyana awangsaty...@yahoo.com To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad geo_un...@yahoogroups.com; Forum HAGI fo...@hagi.or.id; Eksplorasi BPMIGAS eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com Sent: Saturday, October 31, 2009 5:48 PM Subject: [iagi-net-l] Padanan Bahasa Indonesia untuk Istilah-Istilah Keilmuan Bagi kebanyakan orang, mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan adalah pekerjaan sia-sia. Sia-sia sebab kebanyakan orang tidak mau menggunakannya, bahkan ada yang yang melecehkannya atau menjadikannya lelucon Tetapi untuk seseorang seperti Pak Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo, Pak Herman Johannes (Alm.), Pak Liek Wilardjo atau Pak Mien Achmad Rifai, mencari padanan bahasa Indonesia untuk istilah-istilah keilmuan sesuai keahliannya masing-masing bukanlah pekerjaan yang membingungkan apalagi membuang waktu. Mereka melakukannya dengan gembira, telah melakukannya sejak lama dan menganggap pekerjaan ini sebagai panggilan jiwanya. Pak Mulyono misalnya, yang telah menunjukkan ketertarikannya pada peristilahan sejak masih duduk di Sekolah Pertambangan dan Geologi Tinggi di Magelang (tahun 1946). Dengan mencari padanan istilah bahasa Indonesia untuk istilah-istilah geologi dalam bahasa Belanda atau Inggris saat itu, Pak Mulyono menemukan sarana untuk mengungkapkan jiwa nasionalismenya dalam peristilahan. Tentang hal di atas, ungkapan Pak Mulyono tertuang dalam buku tulisan Adjat Sakri (1988), Ilmuwan dan Bahasa Indonesia (Penerbit ITB), sebuah buku yang memuat wawancara dengan para ilmuwan Indonesia penggagas istilah-istilah keilmuan. Ujar Pak Mulyono, Pada waktu itu kami, pengajar dan yang diajar, ibaratnya beramai-ramai meng-Indonesia-kan istilah geologi. Seakan-akan tindakan itu adalah bagian dari perjuangan kita menentang penjajahan Belanda (hal. 159 dalam Sakri, 1988). Sedikit banyak kegemaran Pak Mulyono dalam peng-Indonesia-an istilah-istilan asing geologi adalah berkat perkenalannya dengan Prof. Herman Johannes sebab dalam tahun-tahun perjuangan (1940-an),Pak Mulyono mengenal Herman Johannes dalam perkuliahan yang diikutinya di Sekolah Tinggi Teknik di Bandung. Perdebatan tentang istilah-istilah geologi serta cabang-cabang keilmuan lainnya yang di-Indonesia-kan telah terjadi setua istilah-istilah itu ditemukan dan dibukukan. Sejak tahun 1950-an, Pak Mulyono telah mengambil bagian dalam perdebatan itu, baik dalam seminar-seminar, kalangan perguruan tinggi, maupun dalam pers nasional. Pak Mulyono dan kawan-kawannya penggagas istilah pernah mengeluarkan buletin reguler Kata dan Istilah (ITB 1984-1992) yang mengritik bahasa Indonesia yang buruk dalam pers dan menawarkan istilah-istilah baru. Pak M. Mulyono Purbo-Hadiwidjoyo (lahir 1923) telah lebih dari separuh usia hidupnya menggeluti masalah peng-Indonesia-an istilah-istilah asing geologi,sehingga barangkali dapat dipahami mengapa Pak Mulyono kadang-kadang terasa berlebihan (baca : ekstrem) dalam mencari padanan istilah-istilah asing. Bila ditemukan padanannya dalam bahasa Indonesia, apakah itu berasal dari bahasa Indonesia sendiri, bahasa daerah atau bahasa serumpun, itulah yang akan digunakannya terlebih dahulu daripada sekadar menyerapnya langsung (setelah di-Indonesia-kan) dari bahasa aslinya. Maka untuk porosity dan permeability, terdapat padanan kesarangan dan kelulusan, daripada porositas dan permeabilitas; atau penunjaman untuk subduction, daripada subduksi. Begitu juga untuk melange, Pak Mulyono lebih memilih batuan bancuh (bahasa Melayu di Malaysia) daripada memilih melange atau melangs atau melans sebab bahasa Melayu di Malaysia serumpun dengan bahasa Indonesia, sementara bahasa Prancis (melange) tidak serumpun dengan bahasa Indonesia. Memang, peristilahan yang ditemukan Pak Mulyono tak semuanya benar. Ada beberapa istilahnya yang menurut hemat saya salah dan dapat menimbulkan kebingungan. Contohnya adalah seperti yang disebutkan Pak Koesoemadinata. Tuff diterjemahkan sebagai tufa, padahal dalam bahasa aslinya (bahasa Inggris